You are on page 1of 7

Gangguan Intergumen akibat Trauma

DEFINISI
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan
muncul:
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respons stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh
sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)
Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt).
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu
lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
 Ruptur Pada tendon Lutut
Tulang tempurung lulut ini berfungsi agar ketika berjalan tungkai kaki
terfiksir sedemikian rupa sehingga tungkai kaki tidak bergerak melebihi 180
derajat.
Tulang tempurung lutut ini dibungkus oleh suatu selaput tulang dan pada bagian
atas dan bagian bawah tulang ini dibalut dengan suatu jaringan ikat ( tendon )
yang melekat pada ujung tulang paha dan tulang tungkai kaki.
Sering kali karena olah raga yang berlebihan ( lari, senam dll ), akibat trauma /
benturan pada kecelakaan lalu lintas atau secara spontan, ligament ini rupture /
sobek sehingga ligament ini tidak berfungsi dengan baik, akibatnya lutut tidak
dapat difiksir pada tempatnya. Ruptur tendon ini sering terjadi selain pada lutut
juga pada tumit ( tendon achiles ) akibat olah raga sepak bola. Lari marathon dll.
Ruptur tendon ini disertai dengan rasa sakit yang hebat.
 Pada Bahu
Tenditis
Nyeri bahu pada pekerja yang dalam aktifitasnya harus mengangkat beban
berat, bukan disebabkan oleh proses degenerasi, melainkan terjadi bila lengan
harus diangkat sebatas atau melebihi tinggi akronion. Posisi yang sedemikian ini
bila berlangsung terus-menerus juga akan menyebabkan terjadinya iskemia pada
tendon.an
Bila terjadi ruptur tendon atau klasifikasi, dinding bursa ini menjadi
tegang. Permukaan bawah akronion oleh adanya gesekan dan tekanan dari
humerus, akan mengeras dan menebal.
Pertambahan usia harus dipertimbangkan sebagai factor yang berperan
penting dalam proses tendinitas degenerative, meskipun factor-faktor yang lain
juga memegang peranan. Pertambahan usia juga mempengaruhi luas gerak sendi,
yang disebabkan oleh perubahan posisi scapula. Perubahan posisi scapula ini
sebagai akibat dari bertambahnya lengkung kiposis torakal karena degenerasi
diskus intervertebralis.
Kalsifikasi pada tenditis
a Penimbunan kristal kalsium fosfat dan kalsium karbonat pada “rotator
cuff” sangat sering terjadi. Garam ini pada pekerja yang dalam aktifitas
Penimbunan kristal kalsium fosfat dan kalsium karbonat pada “rotator cuff”
sangat sering terjadi. Garam ini nya harus mengangkat beban berat, bukan
disebabkan oleh proses degenerasi, melainkan terjadi bila lengan harus diangkat
sebatas atau melebihi tinggi akronion. Posisi yang sedemikian ini bila
berlangsung terus-menerus juga akan menyebabkan terjadinya iskemia pada
tendonN
DINI Penimbunan pertama kali didapatkan di dalam tendon, kemudian menuju
permukaan, selanjutnya ruptur ke atas menuju ruang di bawah bursa subdeltoid.
Evakuasi kalsium dari timbunan yang ruptur juga sementara saja dan rasa nyeri
ini kemudian dapat timbul kembali. Evakuasi kalsium ke ruang bawah bursa akan
menekan ke atas ke arah dasar bursa. Dengan iritasi dan tekanan, timbunan ini
dapat ruptur ke dalam bursa itu sendiri. Ruptur ini terjadi akut dan menimbulkan
nyeri hebat. Di dalam bursa timbunan ini dapat meluas ke lateral maupun distal
(medial) sehingga berbentuk seperti dumbbell dengan pemisahnya adalah
ligamentum korakoakromialis. Dalam keadaan ini baik abduksi maupun adduksi
bahu tidak lagi dapat dilakukan sepenuhnya (akan terganggu). Bahu biasanya
terpaku dalam keadaan sedikit abduksi (30 s/d 40 derajat) yang akan menghambat
gerakan bahu ke semua arah.Makal Pada “Rotator Cuff”Yang Meliputi: TENDINITIS
Pada keadaan lebih lanjut, kemungkinan terjadinya ruptur ringan akan bertambah
lebar, pada keadaan ini proses degenerasi akan diikuti erosi pada tuberkulum
humeri. Erosi yang terjadi menekan tendon biceps sehingga sulcus bisipitalis pada
kondisi parah seolah-olah menghilang. Bursa sub akromialis menjadi ikut terjepit
didaerah tersebut sehingga dinding bursa menebal. Bila terjadi ruptur tendon atau
klasifikasi, dinding bursa ini menjadi tegang. Permukaan bawah akronion oleh
adanya gesekan dan tekanan dari humerus, akan mengeras dan menebal.
Pertambahan usia harus dipertimbangkan sebagai factor yang berperan penting
dalam proses tendinitas degenerative, meskipun factor-faktor yang lain juga
memegang peranan. Pertambahan usia juga mempengaruhi luas gerak sendi, yang
disebabkan oleh perubahan posisi scapula. Perubahan posisi scapula ini sebagai
akibat dari bertambahnya lengkung kiposis torakal karena degenerasi diskus
intervertebralis.ifikasi Pada Tendinitis

Penimbunan kristal kalsium fosfat dan kalsium karbonat pada “rotator cuff”
sangat sering terjadi. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, aponeurosis
dan kapsul sendi serta dinding pembuluh darah. Penimbunan ini berhubungan
dengan perubahan degenerasi. Umumnya terjadi pada daerah kritis dimana
degenerasi ini dapat menyebabkan ruptur atau nekrosis pada tempat penimbunan
kalsium.Proses terjadinya calcific tendonitis
A. Tendon M. Supra spinatus (cuff) antaralig.Coracoacromialdancaputhumeri.
B. Tekanan yang berulang karena kegiatan sehari-hari serta posisi kerja yang slah.
C.Perubahan degeneratif pada criticalzone ndinitis Bisipitalis

Tendon otot bisep dapat mengalami kerusakan secara tersendiri, meskipun berada
bersama-sama tendon otot supraspinatus. Tendenitis ini biasanya merupakan
reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu, dengan lengan
dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi. Atau dapat juga terjadi pada
orang-orang yang bekerja keras dengan posisi seperti tersebut diatas dan secara
berulangkali. Tendinitis bisipitalis memberi rasa nyeri pada bagian depan lengan
atas. Penderitanya biasanya datang dengan keluhan : “ kalau mau mengangkat
benda berat bahunya sakit”, atau “kalau membawa jinjingan di pasar bahunya
terasa nyeri”.
Pemeriksaan fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya :
C. RUPTUR “ROTATOR CUFF”

Ruptur “rotator cuff” ternyata terjadi lebih sering daripada yang kita duga. Semula
diagnosa ini hanya dipertimbangkan bagi mereka yang bekerja berat dan
cenderung mudah mengalami trauma hebat. Ternyata pada autopsi sering terlihat
adanya ruptur “rotator cuff” pada golongan umur empat puluh tahun, meskipun
tanpa keluhan pada bahu semasa hidup. Otot “rotator cuff” dapat robek akibat
kecelakaan. Bagi penderita akan langsung merasakan nyeri pada daerah
persendian bahu bagian atas. Hal ini umum terjadi pada anak-anak atau dewasa
muda. Pada orang tua, ruptur dapat terjadi akibat trauma yang ringan saja,
disebabkan oleh adanya degenerasi pada “rotator cuff”. Untuk keadaan ini,
biasanya tanpa disertai keluhan nyeri. Keluhannya hanya berupa kesulitan
mengabduksi lengan. Pada pemeriksaan fisik, umumnya penderita dapat
melakukan abduksi sampai 90 derajat, namun bila diminta meneruskan abduksi
tersebut (elevasi), tidak akan dapat dan bahkan mungkin lengan atas jatuh. Pada
pemeriksaan kekuatan otot (MMI), nilai kekuatan otot tidak akan lebih dari 3
(Fair). Gerak pasif biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri, juga tidak ada
gangguan. Tes “Moseley” atau tes “lengan jauh” akan menunjukkan hasil yang
positif. Bila tes “Moseley” positif, perlu dilakukan pemeriksaan
arterografi.Adduksi sendi bahu terbatas
Pengkajian Keperawatan
1. Kaji tempat cedera untuk nyeri, pembengkakan, warna kulit dan status
neurovaskularisasi
2. Kaji penyebab cedera
3. kaji perlunya penghilang rasa sakit
4. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi
5. Kaji penyembuhan luka
6. Kaji integeritas gips
7. Kaji status hidrasi
8. Kaji adanya tanda-tanda kompllikasi
9. Kaji kemampuan klien untuk mematuhi program pengobatan
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi cedera
2. kerusakan mobilitas
3. Kerusakan Integritas jaringan
4. Resiko infeksi
5. Nyeri
6. Kurang pengetahuan
Intervensi Keperawatan
Saat masuk Rumah sakit
1. Pantau dan dokumentasikan kondisi dan penyebab cedera
- adanya pembengkakan
- adanya rasa nyeri
- perubahan warna kulit
- status sirkulasi ekstremitas distal terhadap cedera
- status neurologik ekstremitas distal terhadap cedera
- faktor-faktor yang berhubungan dengan cedera
2. Pasang bebat atau balutan Jones pada ekstremitas yang terkena untuk mengatasi
rasa nyeri dan mencegah terjadinya cedera yang lebih lanjut (pasang traksi)
Pengobatan Lnjutan
1. Observasi dan laporkan status ektremitas distal dari tempat yang cedera
- Status neurovaskularisasi
- Warna dan kehangatan kulit
2. Kurangi edema dan pembengkakan pada tempat trauma dan di darah distal dari
tempat cedera
3. Tingkatkan intergritas kulit
4. Amati dan laporkan tanda-tanda infeksi
5. obervasi dan laporkan adanya pendarahan. Perhatikan dan catat jum;ah warnanya
6. tingkatkan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
7. Cegah komplikasi pada ekstremitas yang sakit, berikan latihan tiap hari
Hasil yang diharapkan
1. daerah yang cedera pulih tanpa tanpa komplikasi
2. Tingkat nyeri anal minimal atau hilang
3. anak berpartisipasi dakam aktivitas perawatan dirinya

You might also like