You are on page 1of 7

1.

Uraian Tumbuhan
Botani Pegagan (Centella asiatica)
Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh menjalar dan berbunga
sepanjang tahun. Tanaman akan tumbuh subur bila tanah dan lingkungannya sesuai
hingga dijadikan penutup tanah. Pegagan hijau sering
dijumpai di daerah persawahan, di sela-sela rumput, di tanah yang agak lembab baik
yang terbuka atau agak ternaungi, juga dapat ditemukan di dataran rendah sampai
daerah dengan ketinggian 2500 m dpl (Depkes RI, 1977).
Tumbuhan ini tidak berbatang, menahun, mempunyai rimpang pendek dan stolon-
stolon yang merayap, panjang 10-80 cm, akar keluar dari setiap buku-buku, banyak
percabangan yang membentuk tumbuhan baru, daun tunggal, bertangkai panjang,
tersusun dalam roset akar yang terdiri dari 2-10 helai daun. Helaian daun berbentuk
ginjal, tepi bergerigi atau beringgit, kadang agak berambut. Bunga tersusun dalam
karangan berupa payung, tunggal atau 3-5 bunga bersama-sama keluar dari ketiak
daun, berwarna merah muda atau putih. Buah kecil bergantung, berbentuk lonjong,
pipih, panjang 2-2,5 mm, baunya wangi dan rasanya pahit.
Daunnya dapat dimakan sebagai lalap untuk penguat lambung. Pegagan dapat
diperbanyak dengan pemisahan stolon dan biji (Depkes RI, 1977; Januwati dan Yusron,
2005). Menurut Nurliani, Susi dan Mardiana (2008), ada keragaman pada sifat
morfologi kualitatif dan kuantitatif pegagan, antara lain ukuran, warna dan bentuk daun,
jumlah, ukuran dan warna geragih, jumlah bunga per geragih, panjang dan warna buku,
warna batang, berat segar dan berat kering.

Gambar 2.1. Pegagan (Centella asiatica)


Klasifikasi IlmiahDivisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Umbillales
Famili : Umbillferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Species : Centella asiatica (Nurendah, 1982).

Persyaratan TumbuhPegagan bersifat kosmopolitan tumbuh liar di tempat-tempat


yang lembab pada intensitas sinar yang rendah (ternaungi) hingga pada tempat-tempat
terbuka, seperti di padang rumput, pinggir selokan, pematang sawah (Depkes RI,
1977). Faktor lingkungan yang berperan dalam pertumbuhan dan mempengaruhi
kandungan bahan aktif tanaman pegagan, antara lain :

Tinggi TempatKetinggian tempat optimum untuk tanaman ini adalah 200 - 800 m dpl.
Ketinggian di atas 1.000 m dpl. produksi dan mutunya akan menjadi lebih rendah
(Depkes RI, 1977).

Jenis TanahTanaman ini dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik hampir pada
semua jenis tanah lahan kering. Pada jenis tanah Latosol dengan kandungan liat
sedang, tanaman ini tumbuh subur dan kandungan bahan aktifnya cukup baik (Depkes
RI, 1977).

IklimPegagan tidak tahan terhadap tempat yang terlalu kering, karena sistim
perakarannya yang dangkal. Oleh karena itu faktor iklim yang penting dalam
pengembangan pegagan adalah curah hujan. Apabila pegagan ditanam pada musim
kemarau dan tanaman mengalami kekurangan air, maka perlu dilakukan penyiraman
(Depkes RI, 1977; Winarto dan Surbakti, 2004).

Metabolit Sekunder pada PegaganSalah satu ciri organisme adalah tumbuh dan
berkembang. Tumbuhtumbuhan dari kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel
zigot menjadi embrio kemudian menjadi satu individu yang mempunyai akar, daun dan
batang. Dewasa ini yang dimaksud senyawa organik bahan alam adalah terbatas pada
senyawa-senyawa yang dikenal sebagai metabolik sekunder. Senyawa metabolik
adalah senyawa-senyawa hasil metabolisme sekunder, yang tidak terdapat secara
merata dalam makhluk hidup dan ditemukan dalam jumlah yang sedikit.
Umumnya terdapat pada semua organ tumbuhan (terutama tumbuhan tinggi), pada
akar, kulit batang, daun, bunga, biji dan sedikit pada hewan. Pembentukan metabolit
sekunder dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: suhu, pH, aktivitas air dan
intensitas cahaya. Laju reaksi thermal (non fotokimia) peka terhadap suhu dan
beberapa laju reaksi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu 100C. Lahan
yang relatif kering, pH dan kelembaban tanah adalah merupakan parameter yang
relevan untuk terbentuknya metabolisme
sekunder.
Gambar 2.2. Metabolit Sekunder Dibentuk Melalui Lintasan yang Khusus
dari Metabolisme Primer dan Sekunder

Penggunaan tumbuhan sebagai obat, berkaitan dengan kandungan kimia yang terdapat
dalam tumbuhan tersebut terutama zat bioaktif. Tanpa adanya suatu senyawa bioaktif
dalam tumbuhan maka secara umum tumbuhan itu tidak dapat digunakan sebagai obat.
Noverita dan Marline (2012) menyebutkan hasil uji
fitokimia daun pegagan terdapat kandungan triterpenoid. Pegagan mengandung bahan
aktif seperti triterpenoid glikosida (terutama asiatikosida, asam asiatik, asam
madekasik, madekasosida (Hashim, et al., 2011), flavonoid (kaemferol dan kuercetin),
volatil oil (valerin, kamfor, siniole dan sterol tumbuhan seperti
kamfesterol, stigmasterol, sitosterol), pektin, asam amino, alkaloid hidrokotilin, miositol,
asam brahmik, asam centelik, asam isobrahmik, asam betulik, tanin serta garam
mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Zat valerin yang ada
memberikan rasa pahit.

Glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida merupakan antilepra dan penyembuh


luka yang sangat luar biasa (Chakrabarty and Deshmukh, 1976). Manfaat lainnya
sebagai stimulasi sintesis kolagen (Widgerow et al., 2000) dan glycosaminoglycan
(Solet et al., 1986). Glikosida ini juga ditemukan dalam aktivitasnya melawan herpes
simplex virus 1 and 2 dan mikobakterium tuberculosis Neuroprotecta.

Manfaat yang berhubungan dengan fungsi saraf dan otak telah dibuktikan lewat
berbagai penelitian. Sebanyak 30 orang pasien anak-anak yang menderita lemah
mental menunjukkan kemajuan yang cukup berarti setelah diberi perlakuan dengan
ramuan Centella asiatica selama 12 minggu. Sebanyak enam pasien
sirosis hati menunjukkan perbaikan (kecuali yang kronis) setelah dua bulan meminum
ramuan tersebut. Penelitian lain menunjukkan, berbagai penyakit seperti skleroderma,
gangguan pembuluh vena, maupun gangguan pencernaan rata-rata dapat
disembuhkan dengan ramuan itu hingga 80% setelah 2 - 18 bulan.

Pada orang dewasa dan tua penggunaan Centella asiatica sangat baik untuk
membantu memperkuat daya kerja otak, meningkatkan memori, dan menanggulangi
kelelahan. Tanaman ini juga bermanfaat bagi anak-anak penderita attention deficit
disorder (ADD). Hal ini karena adanya efek stimulasi pada bagian otak sehingga
meningkatkan kemampuan seseorang untuk lebih konsentrasi dan fokus. Di samping itu
juga mempunyai efek relaksasi pada sistem saraf yang overaktif. Pendapat lain
menyatakan, dalam pengobatan Ayurveda di India tanaman ini dikenal sebagai herba
untuk awet muda dan memperpanjang usia. Hal ini terbukti dari pengamatan, gajah
yang kita kenal memiliki umur panjang karena satwa ini memakan cukup banyak
tanaman pegagan (Kumar and Gupta, 2003; Rao et al., 2009; Intisari, 2001). Di Cina
menggunakan berbagai bagian tanaman pegagan seperti daun digunakan untuk
leukorrhea dan demam, sedangkan untuk bisul digunakan tunas pegagan. Pegagan
juga telah digunakan selama berabad-abad sebagai tonik otak, untuk umur panjang
telah menjadi sangat populer di Cina.

Biosintesis Triterpen SaponinCentellosida adalah senyawa triterpenoid yang


dibiosintesis melalui jalur mevalonat dalam sitoplasma. Biosintesisnya dapat dibagi
dalam tiga tahap:
1. Sintesis prekursor universal dari semua terpenoid, isopentenil difosfat (IPP).
2. Sintesis pertama triterpen, squalen.
3. Sintesis centellosida / triterpen saponin.
Gambar 2.3. Biosintesis Triterpen Saponin
Keterangan: SQS = squalene synthase, CYS = cycloartenol synthase, βAS = β-amyrin
synthase
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam asetat setelah
diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam
asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan
kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan
pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam
fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya
berisomerisasi menjadi dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh isomerase enzim. IPP
sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan
penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk
menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan
rangkap
IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh
penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yaitu

senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya


antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan farnesil
pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa
seskuiterpenoid. Senyawa diterpenoid diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP)
yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang
sama.

Struktur terpenoid yang bermacam ragam timbul sebagai akibat dari reaksi-reaksi
sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi dan siklisasi atas
geranil-, farnesil- dan geranil-geranil pirofosfat. Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah
diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang
sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen.
Struktur kimia dari triterpen pentasiklik, R1 = H (asiatikosida) atau OH (untuk
madekassosida), R2= glucose-glukose-rhamnose (Aziz et al., 2007) Pada Gambar 2.4.
dapat dilihat struktur kimia asiatikosida, struktur kimia madekasosida (Gambar 2.5.) dan
struktur kimia asam asiatik (Gambar 2.6.).
Gambar 2.5. Struktur Kimia Madekasosida (C48H78O20) (Han, Xia and Daib,2012)

Madekasosida (C48H78O20) memiliki karakteristik triterpenoid saponinyang terdapat


dalam pegagan (L.) Urb., yang tumbuh subur di Cina, Asia Tenggara, India dan Afrika
yang digunakan untuk obat kusta, penyembuhan luka, keloid dan parut (Widgerow et
al., 2000). Diantara kandungan bioaktif saponin C.
asiatica, madekasosida adalah yang tertinggi (Munduvelil et al, 2010;. Zhang etal.,
2007). Studi sebelumnya menunjukkan bahwa madekasosida memiliki berbagai
aktivitas biologis, termasuk efek protektif terhadap cedera miokard iskemia-reperfusi (Li
et al., 2007), dan sifat antipsoriatik (Sampson et al., 2001), peroksidatif antilipid,
antiinflamasi (Li et al., 2009) dan efek antidepresan (Liu et al., 2004). Hal ini juga bisa
melindungi neuron hippocampus dari toksisitas aluminium kronis, memperbaiki memori
spasial pada tikus dengan demensia (Sun et al., 2006). Selanjutnya, madekasosida
bisa merangsang sel proliferasi dan sintesis kolagen tipe I dan III dalam fibroblas
(Zhang et al., 2003).

Temuan terbaru menunjukkan bahwa madekasosida, diberikan secara oral, sangat


memfasilitasi penyembuhan luka bakar pada tikus melalui aktivitas antioksidan dan
meningkatkan sintesis kolagen dan angiogenesis (Liu et al., 2008a)

You might also like