You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam beberapa dekade terakhir, wajah dunia semakin tercoreng dengan
banyaknya tragedi-tragedi kemanusiaan, lingkungan, bisnis dan politik yang ujung-
ujungnya berdampak pada krisis global yang menimpa hampir seluruh masyarakat dunia
tak terkecuali di Indonesia. Kejadian-kejadian ini umumnya disebabkan karena degradasi
atau semakin terkikisnya moralitas yang disebabkan pengabaian etika dalam berbagai
sendi kehidupan masyarakat. Salah satunya dalam dunia bisnis. Dalam beberapa tahun
terakhir cukup banyak tragedi kehancuran bisnis yang terjadi di dunia yang dampaknya
dirasakan bagi hampir seluruh masyarakat di dunia sebagai contoh kasus yang menimpa
Enron yang berakibat fatal bagi perekonomian dunia. Sebagian besar tragedi-tragedi yang
terjadi di dunia bisnis disebabkan karena adanya pengabaian etika dalam setiap kegiatan
bisnis. Secara singkat, pengabaian etika adalah dilakukannya suatu kegiatan yang
dianggap benar oleh para pengambil keputusan, namun membawa dampak merugikan
atau dianggap salah oleh pihak lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah identifikasi serta penilaian risiko etika dan peluang ?


2. Bagaimanakah manajemen risiko etika dan peluang ?
3. Bagaimanakah tentang operasi internasional ?
4. Bagaimanakah tentang manajemen krisis ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui identifikasi serta penilaian risiko etika dan peluang


2. Untuk mengetahui manajemen risiko etika dan peluang
3. Untuk mengetahui operasi internasional
4. Untuk mengetahui manajemen krisis

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi serta penilaian risiko etika dan peluang
a. Risiko Etika dan Peluang dalam Penilaian Risiko Perusahaan
 Risiko Etika dan Peluang
Pengakuan atas kebutuhan adanya akuntabilitas korporat kepada pemangku
kepentingan telah membawa pengakuan simpulan yang dibutuhkan sistem tata
kelola modern untuk merefleksikan betapa pentingnya memenuhi kepentingan
pemangku kepentingan. Kepuasaan pemangku kepentingan, pada gilirannya
didasarkan pada rasa hormat yang ditunjukkan oleh perusahaan untuk
kepentingan tiap kelompok pemangku kepentingan yang perusahaan ingin
dapatkan dukungannya guna mencapai tujuan strategisnya. Dalam konteks ini,
perhatian kepada risiko etika dan peluang yaitu sejak risiko tidak memenuhi
harapan pemangku kepentingan menyebabkan potensi kerugian dukungan untuk
tujuan perusahaan, dan ketika dapat melebihi ekspektasi maka akan memberikan
peluang untuk menggalang dukungan. Peluang dan ancaman ini berdasarkan pada
unggulan kompetitif atau perhatian kepentingan pemangku kepentingan.
 Keterbatasan dari Pendekatan Enterprise Risk Management (ERM) Tradisional
Merupakan bentuk penerapan manajemen risiko. Kerangka ERM ini
dikembangkan oleh Committee of Sponsoring Organization (COSO) yang menilai
bagaimana mencapai tujuan suatu entitas pada 4 dimensi, masing-masing dimensi
melibatkan 8 kelompok yang saling terkait. Kajian COSO ERM ini akan
memeriksa kode etik, kesadaran karyawan, tekanan memenuhi tujuan tidak
realistis, kesediaan manajemen untuk menggantikan kontrol yang sudah ada,
kepatuhan dalam bekerja, pemantauan efektivitas system pengendali internal,
program whiste blowing dan tindakan perbaikan sebagai respon pelanggaran kode
etik. Manajemen risiko tradisional terfokus pada masalah-masalah dari perspektif
dampak keuangan mereka pada pemegang saham, dan bukan pada dampak non
financial pada pemangku kepentingan. Dampak lainnya terjadi ketergantungan
keliru pada auditor eksternal yang menduga bahwa audit eksternal yang
melakukan tinjauan atas risiko, membawa risiko menjadi perhatian manajemen

2
dan direksi. Auditor luar meninjau pengendalian internal perusahaan dan kadang-
kadang risiko bisnis mereka, mandat audit normal eksternal memerlukan
perhatian jika risiko akan menjadi materi yang akan menghasilkan posisi
keuangan perusahaan. Tanggung jawab tinjauan risiko ini seharusnya dilakukan
oleh direksi dan eksekutif.
Tabel Kerangka Kerja Risiko Perusahaan COSO
Komponen Dimensi
Strategis Operasi Pelaporan Kepatuhan
Lingkungan Internal
Menetapkan Tujuan
Identifikasi Kejadian
Penilaian Risiko
Respon Risiko
Aktivitas Pengendalian
Informasi dan Komunikasi
Pengawasan
Sumber: Enterprise Risk Management-Integrated framework:Eecutive Summary,
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission, 2004.
b. Identifikasi serta Penilaian Risiko Etika dan Peluang
Identifikasi dan penilaian risiko etika dan peluang dapat dilakukan dengan beberapa
cara, tetapi ada tiga pendekatan tahapan identifikasi risiko etika yaitu :
1. Identifikasi pemangku utama perusahaan menggunakan teknik pemberian
peringkat kepentingan pemangku.
Pada tahap ini menggunakan kerangka kerja urgensi, legistimasi, dan kekuasaan
serta analisis pengaruh dinamis. Selain itu juga mengkonfirmasi proyeksi interaksi
pemangku kepentingan representatif dengan pemangku kepentingan yang punya
kepentingan dengan menunjukkan kepedulian dan membuka dialog untuk
membangun kepercayaan.
2. Mempertimbangkan kegiatan korporasi dan menilai risiko dari tidak memenuhi
atau peluang yang melebihi harapan.

3
Pertimbangan ini memperhitungkan input yang relevan, output, kualitas dan
variabel kinerja lainnya. Menggunakan enam nilai hypernorm: kejujuran,
keadilan, belas kasihan, integritas, prediktabilitas, dan tanggung jawab.
3. Melibatkan penyusunan laporan yang dihasilkan oleh proses diatas.
Laporan menyajikan pertimbangan risiko dan peluang yang didasarkan kepada :
kelompok pemangku kepentingan, produk atau jasa, tujuan perusahaan, nilai
hypernorm, dan pemicu reputasi.

2.2 Manajemen Risiko Etika dan Peluang


a. Hubungan Pemangku Kepentingan Efektif
Untuk menentukan hubungan ini dikembangkan model oleh Savage dkk. (1991) yang
berfokus pada hubungan potensi pemangku kepentingan menimbulkan ancaman bagi
organisasi, atau untuk bekerja sama dengannya. Pemangku kepentingan dapat menjadi
rentan terhadap undangan untuk berkolaborasi atau menjadi rekan pendukung atau, jika
mereka tidak setuju dengan posisi perusahaan, pertimbangan dapat diberikan pada
kebutuhan mereka untuk pemantauan atau ketika pembelaan diperlukan oleh mereka.
Tipologi Diagnostik Pemangku Kepentingan Organisasi
Potensi Ancaman Pemangku Kepentingan
Tinggi Rendah

Tipe 4 berkah campuran Tipe 1 mendukung


Potensi Koorporasi Tinggi Strategi: Kolaborasi Strategi: Melibatkan
Pemangku Kepentingan
Rendah Tipe 3 Tidak Tipe 2 Marginal
mendukung Strategi :
Strategi : Membela diri Mengawasi

Sumber: G.Savage dkk.,”Strategies for assessing and managing organizational


shareholders”,The Executive, Vol 5, no.2, Mei 1991, hlm.65.

4
Tipe 1: Kemungkinan pemangku kepentingan menjadi ancaman rendah, dan tingkat
kerjasama dengan mereka tinggi sehingga keterlibatan pemangku kepentingan dalam
keputusan diharapkan menjadi lebih tinggi.
Tipe 2: Kemungkinan pemangku kepentingan menjadi ancaman rendah, dan tingkat
kerjasama mereka rendah. Sehingga pilihan strategisnya adalah mengawasi harapan
mereka jika kondisi berubah.
Tipe 3: Kemungkinan ancaman tinggi dan kerjasama rendah maka akan terjadi kondisi
yang sangat tidak mendukung dan memungkinkan terjadi perang.
Tipe 4: Kemungkinan ancaman yang tinggi dengan kerjasama yang tinggi maka lebih
baik pemangku kepentingan diajak berkolaborasi agar mereka tetap menjadi pendukung.
b. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Kewarganegaraan Korporat
Korporasi telah dianggap secara hukum bertanggung jawab hanya untuk pemegang
saham atau pemilik, tetapi dalam kenyataannya mereka juga secara startegis
bertanggung jawab kepada berbagai pemangku kepentingan yang lebih luas jika
mereka ingin menggalang dukungan yang diperlukan untuk pencapaian tujuan
strategis. Diwujudkan dalam bentuk CSR (Coorporat Social Responsibility) dengan
elemen penting yaitu:
1. Tujuan Organisasi untuk CSR
Untuk mengembangkan rencana atau kerangka kerja yang komprehensif untuk
CSR suatu organisasi harus mempertimbangkan tujuan strategis, baik sebagai
sebuah operasi dan bagaimana ia ingin tampil sebagai wara korporasi, budaya
perusahaan yang akan dihadapi operasi perusahaan, dan kepentingan pemangku
kepentingan, baik di lingkungan dalam negeri dan luar negeri. Pertimbangan ini,
dengan pemahaman tentang langkah-langkah yang tersedia dari CSR sehingga
perancang system korporasi akan menyesuaikan aspirasi dengan langkah-langkah
yang akan memungkinkan pengawasan dan penguatan. Sehingga dicapai tujuan
strategis yang etis dan menghormati kepentingan para pemangku kepentingan.
2. Membangun Kerangka Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Inisiatif baru sedang dikembangkan untuk membantu dengan keterlibatan
pemangku kepentingan dalam perencanaan perusahaan dan keputusan, mengatur

5
kegiatan perusahaan dan membuat laporan tentang mereka, dan melakukan audit
atas apa yang dilakukan korporasi dan pelaporannya.
3. Pengukuran Kinerja CSR
Melalui peninjauan kerangka CSR yang menyaring kegiatan untuk investor etika
baik individu dan investor institusi yang ingin berinvestasi dengan tujuan sosial
atau di perusahaan dimana kegiatannya secara sosial bertanggung jawab.
Pengukuran atau indikator CSR dapat mengambil banyak bentuk. Ukuran kinerja
ini dikelompokkan dalam kategori :
 Kode atau pernyataan bimbingan, tingkat kemutakhiran, dan penegakkan
mereka;
 Penciptaan pekerjaan: Keseluruhan dan dalam kaitannya dengan
kelompok perempuan dan minoritas;
 Hubungan dengan masyarakat dan pemangku kepentingan lokal, termasuk
donasi amal;
 Pengobatan karyawan
 Program manajemen lingkungan;
 Kinerja lingkungan;
 Etika pemanfaatan sumber dan perdagangan.
4. Monitoring CSR
Setelah pengukuran CSR telah diidentifikasi, data dikumpulkan, dan laporan
terbentuk, langkah berikutnya adalah memantau bagaimana korporasi berbuat.
Seperti skema pengukuran pada umumnya, perbandingan dapat membantu
dengan:
 Tujuan strategis faktor kunci keberhasilan
 Organisasi serupa
 Alternatif praktik terbaik untuk pembandingan
 Standar terpublikasi seperti yang diuraikan sebelumnya
 Statistik dan rata-rata industri
 Manajemen dengan target tujuan
 Hasil yang diperoleh pada periode sebelumnya

6
5. Pelaporan CSR
Laporan ini merupakan hasil dari pengukuran kinerja CSR, dan akan melaporkan
kinerja yang akan dibuat secara internal saja atau secara umum, tetapi laporan
harus terfokus pada tujuan kinerja program.
Laporan publik menjadi lebih umum. Pelaporan kinerja etika dapat:
 Meningkatkan kesadaran akan isu-isu dalam sebuah organisasi
 Memberikan dorongan bagi karyawan untuk mematuhi tujuan etis
 Menginformasikan pemangku kepentingan eksternal
 Meningkatkan citra perusahaan
6. Assurance Audit Laporan CSR
Merupakan bentuk audit dari hasil laporan CSR, melalui cara ini penyusunan
laporan bisa dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri, namun hasil laporan harus
dapat dibuktikan kebenarannya dan mewajibkan pengungkapan publik atas hasil
kinerja lingkungan.
7. Pikiran Penutup
Akuntabilitas strategis perusahaan untuk pemangku kepentingan, manajer, dan
akuntan professional telah menjadi begitu jelas sehingga akan menjadi picik bagi
suatu organisasi jika tidak mengembangkan konsep yang efektif tentang
kewarganegaraan korporat dan program yang efektif dari tanggung jawab sosial
perusahaan.
c. Etika di Tempat Kerja
Munculnya etika ini didasari oleh semakin tingginya tingkat kesadaran sosial dan
tekanan dari kelompok-kelompok aktivis yang telah didokumentasikan di tempat lain
memiliki dampak signifikan pada kedua operasi internal dan eksternal organisasi.
Tinjauan langsung berbagai komponen di lingkungan tempat kerja.
1. Hak Karyawan
Sejak awal 970-an, telah ada kesadaran yang meningkat atas hak-hak pekerja
yang layak lebih dihormati relatif disbanding hak-hak dari majikan yang
sebelumnya telah menjadi pemahaman. Sebagai contoh, hak-hak majikan telah
berubah, majikan tidak bisa lagi memerintahkan karyawan untuk mencemari,
mengambil risiko atas kesehatan atau keselamatan mereka atau orang lain, atau

7
tidak mengatakan apa-apa ketika kebenaran itu terdistorsi. Beberapa hak yang
berubah menjadi dilindungi oleh undang-undang baru, sehingga praktik
perusahaan harus lebih sensitif terhadap tekanan pemangku kepentingan.
Beberapa hal yang menjadikan harapan baru atas hak karyawan:
 Privasi dan Martabat
Berdampak pada adanya batasan yang jelas antara hak pribadi, atasan dan
publik, adanya prosedur yang sesuai melalui pemberitahuaan atau
persetujuan karyawan, tidak adanya pelecehan dan seksual.
 Perlakuan yang adil
Diskriminasi dianggap tidak etis dan dianggap illegal jika ia melibatkan
usia, ras, gender, dan preferensi seksual. Sehingga karyawan merasa
mempunyai hak atas kebijakan yang adil.
 Lingkungan Kerja Sehat dan Aman
Hilangnya budaya memaksa karyawan bekerja melebihi jam kerja atau
menghukum karyawan melalui evaluasi kinerja.
 Kemampuan untuk Menjalankan Suara Nurani seseorang
Sebagai bentuk perlawanan adanya konsep loyalitas buta yang telah
membuat karyawan merasa kehilangan hak untuk menjalankan suara
nuraninya. Munculnya dorongan perubahan whistle blowing menjadi
untuk lebih berani berbicara dalam organisasi
2. Kepercayaan dan Maknanya
Jika karyawan memiliki kepercayaan yang cukup dalam situasi mereka, mereka
akan berpartisipasi sepenuh hati dalam sesi restruturisasi (pembaharuan etis) yang
bahkan melibatkan perampingan, dan mungkin menerima pentingnya berbagi
tugas pekerjaan paruh waktu atau kontrak kerja dengan pemahaman yang lebih
besar (ini menciptakan apa yang disebut tenaga kerja kontingen). Untuk menjaga
kepercayaan yang diperlukan untuk langkah-langkah ini, organisasi harus siap
untuk membuat komitmen yang terjamin untuk member karyawan status penuh
waktu jika mungkin atau untuk memberikan penghentian atau pengaturan kontrak
yang adil. Kelanjutan manfaat bisa menjadi salah satu cara menjaga kepercayaan
dengan tenaga kerja kontingen.

8
3. Keseluruhan Manfaat
Banyak ahli dan praktisi yang sukses berpegang pada keyakinan bahwa melihat
“cara karyawan memandang perlakuan perusahaan terhadap mereka menentukan
apa yang mereka pikirkan tentang program etika perusahaan”. Memperlakukan
karyawan dengan tepat tidak hanya etis, tetapi juga penting untuk menjalankan
program etika organisasi dan untuk mencapai tujuan strategis.
4. Kecurangan Kejahatan Kerah Putih
Salah satu tantangan yang dihadapi semua organisasi adalah prospek tindakan
kecurangan dan kejahatan kerah putih. Eksekutif diharapkan untuk dapat
memastikan bahwa mereka akan mengambil semua langkah rasional yang
diperlukan untuk membimbing, memengaruhi dan mengendalikan karyawan yang
mungkin cenderung untuk terlibat, dan auditor eksternal diharapkan untuk bisa
menjadi waspada mengenali potensi masalah.
5. Segitiga Kecurangan-Sebuah Kerangka Kerja untuk Memahami para Penipu
Akuntan investigasi dan forensic menggunakan kerangka kerja yang membantu
segitiga kecurangan untuk mengidentifikasi penipu potensial dan situasi yang
memiliki potensi untuk kecurangan.
Segitiga Kecurangan
Motif

Rasionalisasi Peluang
Sumber: D.L. Crumbley dkk., 2005, hlm.3-131.
6. Memahami Motivasi Penipu (Hierarki Kebutuhan Maslow)
Hierarki kebutuhan maslow yang menyatakan kebutuhan individu dapat
dikategorikan dan akan ditanggapi berdasarkan piramida hubungan Rasionalisasi,
Motif dan peluang.
7. Memahami Rasionalisasi Kecurangan (Tujuh Rasionalisasi)
Tujuh rasionalisasi tindakan tidak etis oleh Heath:

9
1) Penolakan tanggung jawab
2) Penolakan dari cedera
3) Penolakan menjadi korban
4) Kecaman dari pengecam
5) Banding ke loyalitas yang lebih tinggi
6) Semua orang melakukannya
7) Mendapatkan hak kepemilikan
8. Peluang untuk Melakukan Kecurangan
Meskipun mungkin ada kebutuhann untuk melakukan kecurangan, dan tindakan
tersebut dapat dirasionalisasi, harus ada juga peluang untuk melakukan
kecurangan dengan tingkat risiko yang dapat diterima untuk tertangkap dan
mendapat dihukum berat.
9. Pembelajaran
Kerangka kerja harus dipertimbangkan ketika merencanakan untuk atau
melembagakan insentif baru dan sistem penghargaan. Kerangka ini akan menilai
apakah metode motivasi yang digunakan. Sehingga dalam rangka untuk
memastikan adanya kesadaran dan pengetahuan yang memadai tentang kerangka
kerja, penggunaan mereka harus dibahas dalam sesi pengawasan supervisor yang
peka.

2.3 Operasi Internasional


Perusahaan menempatkan operasi di suatu negara dengan tujuan akses ke tenaga kerja
murah, biaya perlindungan lingkungan lebih rendah, kurangnya birokrasi, dan diundang
politisi daerah. Ketika perusahaan beroperasi di pasar luar negeri, maka harus
mempertimbangkan beberapa hal berikut:
a. Dampak terhadap Ekonomi Lokal dan Budaya Mereka
Perusahaan multinasional harus berhati-hati untuk tidak memiliki dampak yang tidak
menguntungkan di aspek lokal dari:
 Pasar ketenagakerjaan: tingkat upah, ketersediaan pasokan;
 Bahan baku dan pasar input lainnya;

10
 Politik dan proses hukum;
 Adat dan sosial keagamaan.

Jika sebuah perusahaan multinasional memutuskan untuk mengabaikan agama


dan/atau kebiasaan sosial setempat, dan pekerja mungkin dituduh melakukan
imperialisme budaya, maka perusahaan itu mungkin akan mendapatkan kesulitan untuk
mendapatkan kerja sama untuk kegiatan mendatang. Demikian pula, sesuai ukurannya
sebuah perusahaan multinasional dapat sangat mendominasi daerah lokal yang mungkin
tidak dinginkan oleh pemerintah daerah, pengadilan, atau pemilihan umum yang sekali
lagi bisa mendatangkan kerugian di titik tertentu.

b. Konflik antara Budaya Domestik dan Budaya Asing


Mungkin masalah yang paling sulit muncul ketika nilai-nilai para pemangku
kepentingan utama perusahaan berbeda dengan yang ada di daerah lokal negara asing.
Perbedaan dicatat dalam media dalam beberapa tahun terakhir ini termasuk:
 Persetujuan penyuapan (Asia Tenggara);
 Penggunaan pekerja anak (Republik Dominika, Asia Tenggara);
 Penggunaan tenaga kerja budak;
 Kondisi tenaga kerja yang tidak sehat;
 Perlakuan terhadap wanita;
 Dukungan dari rezim represif melalui lokasi operasi (apartheid, Cile, Sudan);
 Kurangnya kebebasan berserikat;
 Menghormati lingkungan;
 Berurusan dengan anggota keluarga adalah sesuatu yang diharapkan, tidak
dihindari.

Contoh konflik yang terjadi:

 Boikot terhadap pakaian yang dibuat dalam situasi kerja ofensif;


 Frustasi yang timbul dari bencana penyimpanan kapal minyak Brent Spar
Shell di kedalaman Laut Utara;

11
 Boikot produk Nestle di seluruh dunia karena mendistribusikan makanan bayi
bubuk untuk ibu-ibu di Afrika Selatan, yang dicampur bubuk dengan air
tercemar dan membahayakan bayi mereka;
 Boikot daging sapi yang diproduksi di tanah yang sudah dibebaskan di hutan
hujan Amazon.
c. Penyuapan, Pembayaran untuk Memfasilitasi
Praktik ini biasanya digunakan untuk mempercepat hasil. Uang pelican atau suap
merupakan sesuatu bermasalah untuk alasan lain selain melawan hukum, seperti:
 Menambah biaya operasi, baik, atau jasa;
 Meruntuhkan praktik pembelian berdasarkan prestasi di suatu Negara atau
perusahaan;
 Ketidakmungkinan menegakkan kinerja setelah suap dibayar;
 Ketidakmungkinan menguji efektivitas tenaga penjualan;
 Menunjukkan kepada karyawan di tempat lain di perusahaan multinasional,
bahwa suap dapat diterima tidak peduli apa pun yang termuat dalam kode etik;
 Menunjukkan kepada para pencari uang suap tempat lain bahwa suap
mungkin dilakukan jika mereka meminta.

Langkah untuk menghindari konflik:

 Imajinasi Moral
Para manajer telah menggunakan imajinasi moral mereka untuk merancang
alternatif yang menjawab kebutuhan dalam budaya lokal, tetapi sesuai dengan
norma-norma untuk perilaku yang dapat diterima. Contohnya menolak
menyuap dengan alasan kebijakan perusahaan.
 Konsultasi Sebelum Tindakan
Menurut Dunn (2006) dan Shome (2009) perbedaan budaya berkontribusi
terhadap perbedaan sikap. Membiarkan karyawan untuk mengetahui
bagaimana untuk berurusan dengan berbagai budaya yang dihadapi dalam
operasi internasional adalah strategi berisiko tinggi. Semua organisasi yang
beroperasi secara internasional harus meningkatkan kepekaan karyawan
mereka tentang perbedaan budaya dan melengkapi mereka dengan

12
pemahaman tentang bagaimana organisasi ingin mereka berurusan dengan isu
utama yang kemungkinan besar akan muncul.

2.4 Manajemen Krisis


Suatu krisis memiliki potensi untuk memiliki dampak krisis signifikan pada reputasi
perusahaan dan pejabatnya, dan pada kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Menurut Lerbinger, krisis adalah “suatu peristiwa yang membawa, atau memiliki potensi
untuk membawa keburukan dan membahayakan profitabilitas masa depan, pertumbuhan,
dan mungkin keberlanjutan sebuah organisasi”.
Pengelolaan krisis yang baik adalah pemahaman dari 4 fase krisis yaitu: pra krisis, tidak
terkendali, terkendali, dan pemulihan reputasi. Tujuan utama dari manajemen krisis
haruslah untuk menghindari krisis. Masalah-masalah yang bisa timbul dari tujuh jenis
yang diidentifikasi oleh Lerbinger:
1. Bencana alan
2. Bencana teknologi
3. Perbedaan harapan antara individu, kelompok, dan perusahaan terkemuka untuk
konfrontasi
4. Tindakan jahat oleh teroris, ekstrimis, pemerintah, dan individu
5. Nilai-nilai manajemen yang tidak mengikuti persyaratan lingkungan dan sosial dan
kewajiban
6. Kecurangan manajemen
7. Kesalahan manajemen

Mengelola krisis secara efektif setelah krisis terjadi sangat penting untuk pencapaian
tujuan manajemen krisis. Identifikasi dan penilaian cepat dari krisis dapat berperan dalam
memengaruhi hasil secara efisien dan efektif. Salah satu karakteristik kunci dari kritis
adalah bahwa hal itu akan berkembang jika tidak ada tindakan yang diambil. Sehingga
keterlambatan identifikasi dan tindakan dapat memiliki konsekuensi yang serius.

13
Cara memasukkan etika dalam manajemen krisis:

1. Pencegahan dan peringatan


 Kode etik: mengidentifikasi nilai-nilai, mengadopsi, menekankan dan
mengefektifkan;
 Mengidentifikasi potensi masalah etika dan indikator peringatan;
 Mendorong dengan melakukan publikasi contoh yang baik, dan pemberian
medali kertas.
2. Pendekatan analitis:
 Menerapkan analisis kerangka pemangku kepentingan seperti: konsultan etika
eksternal;
 Daftar periksa atau waktu khusus untuk mempertimbangkan: isu-isu etika,
alternatif, dan peluang.
3. Keputusan itu sendiri
Nilai etika/perusahaan diintegrasikan ke dalam pengambilan keputusan.
4. Komunikasi atas niat etis kepada:
Media, karyawan, pelanggan, pemerintah, publik, dan pemangku kepentingan
lainnya.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perusahaan modern dan organisasi lainnya berhasil karena mereka
menciptakan, mempertahankan, atau menginformasikan tentang nilai. Pada
akhirnya, keberhasilan tergantung pada dukungan yang mereka lahirkan dari
pemangku kepentingan mereka, dan itu tergantung pada rasa hormat yang
ditunjukkan kepada harapan pemangku kepentingan. Perilaku yang sesuai atau
etis oleh karena itu dibatasi oleh harapan pemangku kepentingan, dan kehati-
hatian harus ditampilkan untuk pembuatan pedoman dan sarana lain untuk
mendorong para karyawannya untuk “melakukan apa yang benar”.
Dalam era baru akuntabilitas pemangku kepentingan, organisasi akan
berkinerja baik jika mereka mengamati enam hypernorms: Kejujuran, keadilan,
belas kasihan, integritas, prediktabilitas, dan tanggung jawab. Nilai-nilai ini harus
dibangun ke dalam tata kelola, manajemen risiko, strategi, operasional,
pengambilan keputusan etis, keterbukaan, dan manajemen krisis. Reputasi dan
keberhasilan itu tergantung pada apakah Anda seorang direktur, eksekutif, atau
akuntan professional.
3.2 Saran
Dalam menghadapi manajemen risiko etika dan peluang, perusahaan harus
mempertahankan nilai dan berkinerja dengan baik, sehingga risiko untuk
perusahannya menjadi rendah dan peluangnya meningkat untuk tujuan
perusahaan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Brooks J. Leonard, Dunn Paul. 2012. Etika Bisnis dan Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan
Akuntan buku 2. Jakarta: Salemba Empat.

https://www.scribd.com/doc/246242579/Mengelola-Risiko-Etika-Dan-Peluang

https://asdarmunandar.blogspot.co.id/2012/04/mengelola-resiko-etik-dan-manajemen.html?m=1

16

You might also like