You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pati dan juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak
digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman, makanan yang diproses,
kertas, makanan ternak, farmasi dan bahan kimia serta industry non pangan seperti
tekstil,detergent,kemasan dan sebagainya. Dalam industry makanan sebagai
pembentuk gel dan encapsulating agent. Dalam industri kertas digunakan sebagai zat
aditive seperti wet-end untuk surface size dan coating binder, bahan perekat, dan glass
fiber sizing (Chiu & Solarek,2009).
Berbagai varian pati didasarkan pada perbedaan struktural, kandungan amilosa,
amilopketin, protein dan lipid. Secara umum kandungan pati yang utama yaitu polimer
anhidroglukosa meliputi amilosa dan amilopketin, keduanya diikat dengan ikatan α
(1,4) dalam segmen linear, serta ikatan α (1,6) di titik percabangan. Amilopektin
merupakan kandungan utama pati, berkisar 70-80% dan berpengaruh pada
physiochemical serta cita rasa pati (Dona, Pages, & Kuchel,2010).
Pada reaksi hidrolisa biasanya dilakukan dengan menggunakan katalisator asam
seperti HCl (asam klorida). Bahan yang digunakan untuk proses hidrolisis adalah pati.
Di indonesia banyak dijumpai tanaman yang menghasilkan pati. Tanaman-tanaman itu
seperti padi,jagung,ketela pohon,umbi-umbian,aren dan sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
Pada proses hidrolisis, struktur pati yang terdiri atas fraksi amilosa maupun
amilopektin akan berubah karena rantai-rantai lurus ataupun yang bercabang akan
terputus-putus menjadi rantai yang lebih pendek yang mengindikasikan
terbentuknya rantai-rantai yang mengandung gula-gula sederhana penyusun pati,
dengan asam yang berbeda bagaimana pengaruh hidrolisisnya.
1.3 Tujuan Percobaan
1. Mempelajari pengaruh % suspensi terhadap reaksi hidrolisa pati.
2. Menghitung konstanta kecepatan reaksi dan menganalisa pengaruh jenis
katalis terhadap konstanta kecepatan reaksi.

1.4 Manfaat Percobaan


1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh % suspensi terhadap reaksi hidrolisa pati.
2. Mahasiswa dapat menghitung konstanta kecepatan reaksi dan menganalisa
pengaruh jenis katalis terhadap konstanta kecepatan reaksi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pati


Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glukosidik. Berbagai
macam pati tidak sama sifat nya, tergantung dari panjang rantai C – nya serta lurus atau
bercabang rantai molekulnya. Pati mempunyai dua ujung berbeda,yakni ujung non
reduksi dengan gugus OH bebas yang terikat pada atom nomor 4 dan ujung pereduksi
dengan gugus OH anomerik. Gugus hidroksil dari polimer berantai lurus
/ bagian lurus dari struktur berbentuk cabang yang terletak sejajar akan berasosiasi
melalui ikatan hidrogen yang mendorong pembentukan kristal pati. Pati terdiri dari 2
fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan
fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dan
amilopektin mempunyai rantai cabang (Winarno,2002).

2.2 Amilosa danAmilopektin


Pati termasuk dalam polisakarida yang merupakan polimer glukosa,yang terdiri
atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan
ikatanα-(1,4) unit glukosa yang merupakan rantai linear. Derajat polimerisasi (DP)
amilosa berkisar antara 500 − 6.000 unit glukosa bergantung pada sumbernya. Adapun
amilopektin merupakan polimer α(1,4) unit glukosa dengan rantai samping α-(1,6) unit
glukosa Ikatan α-(1,6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit dalam suatu molekul
pati, berkisar antara 4−5%. Namun, jumlah molekul dengan rantai cabang, yaitu

amilopektin, sangat banyak dengan DP berkisar antara 105 -3x106


unit glukosa dan merupakan komponen utama yang dapat mempengaruhi
physiochemical dan cita rasa dari pati.

Gambar 2.1 Struktur Amilosa

2
Gambar 2.2 Struktur Amilopektin

2.3 HidrolisaPati
Hidrolisa merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil (-OH) oleh suatu
senyawa.Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air.Hidrolisis dapat digolongkan
menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, hidrolisis
gabungan alkali dengan air dan hidrolisis dengan katalis enzim. Sedangkan
berdaasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan
hidrolisis faseuap.
Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air. Reaksi ini
adalah orde satu, karena reaktan air yang dibuat berlebih, sehingga perubahan reaktan
dapat diabaikan. Reaksi hidrolisis pati dapat dilakukan menggunakan katalisator H+
yang dapat diambil dari asam. Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai
berikut :
(C6H10O5)x + H2O → x C6H12O6
Berdasarkan teori kecepatan reaksi :
-rA = k. C pati.C air ...(1)
karena volume air cukup besar, maka dapat dianggap konsentrasi air selama perubahan
reaksi sama dengan k’, dengan besarnya k’ :
k’ = k . Cair ...(2)

sehingga persamaan 1 dapat ditulis sebagai berikut -rA = k’. C pati dari persamaan
kecepatan reaksi ini, reaksi hidrolisis merupakan reaksi orde satu. Jika harga –rA =
-dCA/dt maka persamaan 2 menjadi
−𝑑𝐶𝐴
= 𝑘 ′ CA ...(3)
𝑑𝑡
−𝑑𝐶𝐴
= 𝑘 ′ dt ...(4)
𝐶𝐴

Apabila CA = CA0 (1-XA) dan diselesaikan dengan integral dan batas kondisi t1, CA0
dan t2 : CA akan diperoleh persamaan :

CA 𝑑𝐶𝐴 𝑡
-∫CAO = 𝑘′ ∫𝑡 1 𝑑𝑡 ...(5)
𝐶𝐴 2

3
𝐶𝐴𝑂
ln = 𝑘 (𝑡2 − 𝑡1 ) ...(6)
𝐶𝐴
1
ln (1−𝑋 = 𝑘 ′ 𝑡2 − 𝑡1 ) ...(7)
𝐴)

Dimana XA = konversi reaksi setelah satu detik.


Persamaan 7 dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan regresi y = mx
1
+ c, dengan Y= ln dan x =t2.
(1−𝑋𝐴 )

2.4 Modifikasi Pati


Pati asli pada umumnya memiliki struktur granular, tidak larut air, dan dalam
bentuk ini digunakan hanya dalam beberapa aplikasi spesifik yang terbatas.Modifikasi
adalah pati yang gugus hidroksinya telah mengalami perubahan.Pati memiliki sifat
tidak dapat digunakan secara langsung dan oleh karena itu harus dimodifikasi secara
kimia atau fisik untuk meningkatkan sifat positif dan mengurangi sifat yang tidak
diinginkan. Pati biasanya digunakan untuk produk makanan, bahan perekat dan glass
fiber sizing. Selain itu juga ditambahkan dalam plastik untuk mempercepat proses
degradasi. Modifikasi secara kimia umumnya meliputi esterifikasi, etherifikasi,
hidrolisis, oksidasi dan cross-linking (Chiu & Solarek,2009).Pati yang telah
termodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang dapat disesuaikan untuk
keperluan-keperluan tertentu. Akan tetapi sama seperti pati alami, pati termodifikasi
bersifat tidak larut dalam air dingin (Koswara,2009).
2.5 Variabel yang Berpengaruh
Variabel - variabel yang berpengaruh dalam reaksi hidrolisa pati meliputi
1. Katalisator
Hampir sama semua reaksi hidrolisa membutuhkan katalisator untuk mempercepat
jalannya reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim atau asam karena
kinerjanya lebih cepat.Asam yang dipakai beraneka jenisnya mulai dari HCl (Agra dkk,
1973; Stout & Rydberg Jr, 1939), H2SO4 sampai HNO3.Yang mempengaruhi kecapatan
reaksi adalah konsentrasi ion H+, bukan jenis asamnya.

4
Meskipun demikian, didalam industri umumnya dipakai asam klorida (HCl).Pemilihan
ini didasarkan atas sifat garam yang terbentuk pada penetralan tidak menimbulkan
gangguan apa-apa selain rasa asin jika konsentrasinya tinggi.Oleh karena itu,
konsentrasi asam dalam air penghidrolisa ditekan sekecil mungkin.Umumnya
dipergunakan larutan asam yang mempunyai konsentrasi asam yang lebih tinggi
daripada pembuatan sirup. Hidrolisa pada tekanan 1 atm memerlukan asam yang jauh
lebih pekat.
2. Suhu danTekanan
Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi mengikuti persamaan Arrhenius, dimana
semakin tinggi suhu maka semakin cepat laju reaksinya. Untuk mencapai konversi
tertentu, diperlukan waktu sekitar 3 jam untuk menghidrolisa pati ketela rambat pada
suhu 100 °C. Tetapi jika suhunya dinaikkan hingga 135 °C, konversi yang sama dapat
dicapai dalam waktu 40 menit (Agra dkk, 1973). Hidrolisis pati gandum dan jagung
dengan katalisator H2SO4 memerlukan suhu 160 °C.Karena panas reaksi mendekati nol
dan reaksi berjalan dalam fase cair maka suhu dan tekanan tidak banyak mempengaruhi
keseimbangan.
3. Pencampuran(pengadukan)
Supaya zat pereaksi dapat saling bertumbukan dengan sebaik-baiknya perlu adanya
pencampuran. Untuk proses Batch, hal ini dapat dicapai dengan bantuan pengaduk atau
alat pengocok (Agra dkk, 1973). Apabila prosesnya berupa proses alir (kontinyu), maka
pecampuran dilakukan dengan cara mengatur aliran didalam reaktor supaya terbentuk
olakan.
4. Perbandingan zat pereaksi
Jika salah satu zat pereaksi dibuat berlebihan jumlahnya maka keseimbanga n
dapat bergeser kearah kanan dengan baik.Oleh karena itu, suspensi pati yang kadarnya
rendah memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang kadarnya tinggi. Bila
kadar suspensi pati diturunkan dari 40% menjadi 20% atau 1% maka konversi akan
bertambah dari 80% menjadi 87 atau 99 % (Groggins, 1958). Pada permukaan, kadar
suspensi pati yang tinggi sehingga molekul-molekul zat pereaksi akan sulit bergerak.
Untuk menghasilkan glukosa biasanya dipergunakan suspense pati sekitar 20 %.

2.6 Perbedaan Tepung dengan Pati


Tepung dan pati merupakan dua produk yang berbeda cara pembuatan maupun
sifat fisikokimia serta pemanfaatannya. Pati merupakan penyusun utama tepung yang
mengandung amilosa dan amilopektin. Selain amilosa dan amilopektin, di dalam pati
juga terdapat komponen lain dalam jumlah sedikit, yaitu lipid (sekitar 1%), protein,
fosfor dan mineral. Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di

5
dalam bahan pangan dipertahankan keberadaannya, kecuali air sehingga tepung bisa
jadi tidak murni hanya mengandung pati, karena tercampur dengan protein, serat dan
sebagainya sedangkan pada pembuatan pati pada prinsipnya hanya mengekstrak
kandungan patinya saja. Inulin dan oligosakarida yang larut air kemungkinan ikut
terbuang bersama air pada proses pembuatan pati (Rosa, 2010).
Oleh karena seluruh komponen yang terkandung di dalam bahan pangan
dipertahankan keberadaannya, kandungan inulin dalam serat dan oligosakarida yang
berfungsi sebagai prebiotik tepung garut lebih banyak bila dibandingkan dengan pati
garut. Pati garut setelah diekstraksi dari tepung, kandungan inulin dalam serat dan
oligosakaridanya tentu akan berkurang, oleh karena inulin dan oligosakarida bersifat
larut air (Rosa, 2010).

6
BAB III
METODE PRATIKUM

3.1. Rancangan Percobaan


3.1.1 Skema Rancangan Percobaan

Persiapan Awal Awal

Standarisasi larutan
fehling

Hidrolisa Pati

Penentuan kadar pati


awal

Pengumpulan data
percobaan

Gambar 3.1 Skema Rancangan Pratikum Hidrolisa Pati

3.1.2 Variabel Operasi


a) Variabel tetap :
 Tepung Beras
 Suhu 70oC
 V basis 415 mL
 Katalis H2SO4 0,17 N
b) Variabel berubah :
 % Suspensi 5,5% dan 7%
3.2. Bahan dan Alat yang digunakan
3.2.1 Bahan
1. Glukosa anhidrit 5. Indikator MB
2. Tepung beras 6. Fehling A
3. NaOH 7. Fehling B
4. H2SO4 8. Aquades

7
3.2.2 Alat
1. Gelas ukur
2. Termometer
3. Erlenmeyer
4. Statif dan klem
5. Buret
6. Labu leher tiga
7. Labu takar

3.3. Gambar Alat Utama


Keterangan:
1. Magnetic stirer +heater
2. Waterbath
3. Labu lehertiga
4. Termometer
5. Pendinginbalik
6. Klem gambar 3.2 Rangkaian alat hidrolisis
7. Statif
3.4. Prosedur Percobaan
1. Persiapan awal
a. Menghitung densitas pati
Ke dalam gelas ukur, 5 ml aquades dimasukkan 1 gram pati, catat
penambahan volume.
𝑚𝑝𝑎𝑡𝑖
ρ pati = ∆𝑉

b. Menghitung densitas HCl


Timbang berat picnometer kosong (m1), masukkan HCl ke dalam
picnometer yang telah diketahui volumenya (v), timbang beratnya (m2),
hitung densitas HCl
𝑚2 − 𝑚1
𝜌𝐻𝐶𝑙/𝐻2 𝑆04 = 𝑣

c. Membuat glukosa standar


Glukosa anhidrit sebanyak 2 gram dilarutkan dalam 1000 ml
aquades.

2. Penentuan kadar pati


a. Standarisasi larutan fehling
8
5 ml Fehling A + 5 ml Fehling B + 15 ml glukosa standar,dipanaskan
sampai mendidih.Setelah mendidih ditambahkan 3 tetes MB, kemudian
larutan dititrasi dengan glukosa standard hingga warna berubah menjadi
merah bata.Catat volume titran (F) yang diperlukan, proses titrasi
dilakukan dalam keadaan mendidih (diatas kompor).
b. Penentuan kadar pati awal
Untuk variabel 1, sebanyak ... gram pati, ... ml katalis HCl dan ... ml
aquadest dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan dipanaskan hingga

suhu 70oC, selama 1 jam. Setelah itu larutan didinginkan, diencerkan


dengan aquades sampai 500 ml lalu diambil 20 ml dan dinetralkan
dengan NaOH (pH=7). Larutan diambil 5 ml diencerkan sampai 100 ml,
diambil 5 ml. Ke dalam Erlenmeyer dimasukkan 5 ml larutan + 5 ml
Fehling A + 5 ml fehling B + 15 ml glukosa standard, kemudian
dipanaskan sampai mendidih. Lalu ditambahkan 2 tetes indicator MB.
Kemudian larutan dititrasi dengan glukosa standard sehingga berubah
warna menjadi warna merah bata.Catat volum titran yang dibutuhkan
(M).Yang perlu diperhatikan, proses titrasi dilakukan dalam keadaan
mendidih diatas kompor. Lakukan hal yang sama untuk variabel lain.
c. Hidrolisa pati
Sebanyak gram pati, .... ml katalis HCl dan ….ml aquadest dimasukkan ke

dalam labu leher tiga dan dipanaskan hingga suhu 70oC, anggap sebagai t0
diambil sampel sebanyak 20 ml. Kemudian sampel dinetralkan dengan
NaOH (pH = 7). Larutan diambil 5 ml diencerkan sampai 100 ml, diambil
5 ml. Kedalam Erlenmeyer dimasukkan 5 ml larutan +5 ml Fehling A + 5
ml fehling B + 15 ml glukosa standard, kemudian dipanaskan sampai
mendidih. Lalu ditambahkan 2 tetes indikator MB.Kemudian larutan
dititrasi dengan glukosa standard sehingga berubah warna menjadi warna
merah bata.Catat V titran yang dibutuhkan (M).Yang perlu diperhatikan,
proses titrasi dilakukan dalam keadaan mendidih diatas
kompor.Pengambilan sampel dilakukan setiap selang waktu 5 menit
sebanyak 5 kali yaitu 20 menit. (t0=menit ke-0 ,t1=menit ke-5, t2=menit
ke-10, t3=menit ke-15, t4=menit ke-20). Lakukan hal yang sama untuk
variabel 2

Rumus penentuan kadar pati awal =

9
500 100
(𝐹−𝑀 )𝑋 𝑁𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑥 𝑥 𝑥 0,9
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 5
xpo = 𝑊

Dimana N = 0,002 gr/ml


W = berat pati

Perhitungan kebutuhan reagen:


a. Menghitung kebutuhan HCl

𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑀𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑉𝑙𝑠𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛


VHCl = 𝜌
𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟𝐻𝐶𝑙 𝑥 1000𝑥 𝑔𝑟𝑒𝑘

Dimana :
kadar HCl = 0,25 untuk 25%
0,37 untuk 37%
grek HCl = 1
b.Menghitung kebutuhan pati

𝑋𝑝 𝑥 𝑊𝑝𝑎𝑡𝑖
% suspensi = 𝑊
𝑝𝑎𝑡𝑖 𝑥 𝑊𝐻𝐶𝑙 𝑋 𝑊𝑎𝑖𝑟

Dimana :
Wpati = 𝜌𝑝𝑎𝑡𝑖 𝑥 𝑉𝑝𝑎𝑡𝑖
WHCl = 𝜌𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑉𝐻𝐶𝑙
Wair = 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑥 (𝑉𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 − 𝑉𝑝𝑎𝑡𝑖 − 𝑉𝐻𝐶𝑙 )
100
(𝐹−𝑀 )𝑋 𝑁𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑥 𝑥 0,9
5
Xp = 𝑊

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh % Suspensi terhadap Konversi


0.6

0.5

0.4

Konversi 0.3
5,5% suspensi
0.2
7% suspensi
0.1

0
0 2 4 6
Waktu ke-

Gambar 4.1 Grafik pengaruh % suspensi terhadap konversi


Pada percobaan dihasilkan data seperti pada grafik. Waktu ke-1 adalah waktu
pada saat larutan tepat berada pada T =70oC, waktu ke-2 adalah 5 menit setelah waktu
ke-1 dan seterusnya. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa semakin lama nilai
konversi akan semakin meningkat. Dapat dilihat pula bahwa nilai konversi variabel
dengan 5,5% suspensi lebih besar daripada variabel dengan 7% suspensi.
Berdasarkan teori semakin lama waktu yang digunakan untuk reaksi maka
semakin besar pula konversi yang dicapai. Sesuai dengan rumus (Levenspiel, 1999) :
-ln(1-Xa) = kt
Semakin lama waktu reaksi yang diberikan maka kontak antara partikel akan semakin
lama dan mengakibatkan reaktan yang bereaksi semakin banyak pula sehingga
konversi yang dihasilkan semakin besar. Pada umumnya nilai konstanta kecepatan
reaksi depengaruhi oleh faktor tumbukan, energi aktivasi dan suhu reaksi yang bisa
dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis sesuai persamaan Arrhenius :
k = Ae-(E/RT)
dengan k = konstanta kecepatan reaksi; A = frekuensi tumbukan; T = suhu reaksi; E =
tenaga aktivasi; dan R = tetapan gas (Yuniwati dkk, 2011). Semakin banyak tumbukan
yang terjadi maka akan semakin besar pula konversi yang dihasilkan.
Berdasarkan data yang didapat dalam praktikum maka hasil yang didapatkan
sesuai teori. Semakin lama waktu maka semakin banyak pula pati yang terkonversi.
Pada variabel 5,5% suspensi memiliki nilai konversi yang lebih besar daripada
variabel 7% suspensi. Hal ini dikarenakan pada variabel 7% suspensi lebih lengket
daripada variabel 5,5% suspensi sehingga frekuensi tumbukan yang terjadi tidak
sebanyak variabel 5,5% suspensi. Sehingga nilai konstanta kecepatan reaksi variabel

11
7% suspensi lebih kecil dan berpengaruh pada nilai konversi yang dihasilkan akan
lebih kecil.

4.2 Pengaruh % Suspensi terhadap Konstanta Kecepatan Reaksi


0.9
0.8 y = 0.1518x
0.7 R² = 0.7368
5,5% Suspensi
0.6
ln (1/(1- 0.5 7 % Suspensi
Xa)) 0.4 y = 0.1378x
R² = 0.9177
0.3
Linear (5,5%
0.2 Suspensi)
0.1
Linear (7 %
0
Suspensi)
0 2 4 6
Waktu ke-

Gambar 4.2 Grafik pengaruh % suspensi terhadap konstanta kecepatan reaksi


Pada percobaan dihasilkan data seperti pada grafik. Waktu ke-1 adalah waktu
pada saat larutan tepat berada pada T =70oC, waktu ke-2 adalah 5 menit setelah waktu
ke-1 dan seterusnya. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai konstanta
kecepatan reaksi variabel 5,5 % suspensi adalah 0,1518 dan nilai konstanta kecepatan
reaksi variabel 7% suspensi adalah 0,1378. Variabel 5% suspensi memiliki nilai
konstanta kecepatan reaksi yang lebih besar daripada variabel 7% suspensi.
Pada umumnya nilai konstanta kecepatan reaksi depengaruhi oleh faktor
tumbukan, energi aktivasi dan suhu reaksi yang bisa dinyatakan dalam bentuk
persamaan matematis sesuai persamaan Arrhenius :
k = Ae-(E/RT)
dengan k = konstanta kecepatan reaksi; A = frekuensi tumbukan; T = suhu reaksi; E =
tenaga aktivasi; dan R = tetapan gas (Yuniwati dkk, 2011). Semakin banyak tumbukan
yang terjadi maka akan semakin besar pula konversi yang dihasilkan.
Berdasarkan data yang didapat dalam praktikum maka hasil yang didapatkan
sesuai teori. Pada variabel 5,5% suspensi memiliki nilai konversi yang lebih besar
daripada variabel 7% suspensi. Hal ini dikarenakan pada variabel 7% suspensi lebih
lengket daripada variabel 5,5% suspensi sehingga frekuensi tumbukan yang terjadi
tidak sebanyak variabel 5,5% suspensi. Sehingga nilai konstanta kecepatan reaksi
variabel 7% suspensi lebih kecil daripada variabel 5,5% suspensi.

12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Semakin lama waktu reaksi maka konversi glukosa dari hidrolisis pati akan semakin
banyak.
2. Semakin besar % suspensi maka nilai konversi yang dihasilkan akan semakin kecil.

5.2 Saran
1. Lakukan pembagian tugas yang terstruktur dan terarah.
2. Siapkan segala hal yang bisa disiapkan diluar praktikum.
3. Aturlah pengadukan antar variabel agar konstan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abu Khalaf, A.M., “Chemical Engineering Education”, 28 (1), 48. 1994.


Agra, I. B., Warnijati, S., dan Pujianto, B., 1973.“ Hidrolisa Pati Ketela Rambat Pada
Suhu Lebih Dari 100 C”, Forum Teknik, 3, 115-129.
Ba,K.,Aguedo,M.,Tine,E.,Paquot,M.,Destain,J.,Thonart,P.,2013,Hydrolysis Of
Starches And Flours By Sorghum Malt Amylases For Dextrins Production, Eur
Food Res Technol 236,905–918.
Bej, Barnali, RK Basu and S N Ash.2008.Journal of Scientific & Indusrtial Research
“Kinetic studies on acid catalysed hydrolysis of starch”.Departement of
Chemical Engineering.University of Calcutta. Charles, E. R, Harold, SM and
Thomas K.S., “Applied Mathematics in Chemical Engineering” 2nd end.,Mc.
Graw Hill Book Ltd. 1987, New York
Chiu, C.-w., & Solarek, D. 2009.Modification of starch.Starch: Chemistry and
Technology, Third Edition ISBN: 978-0-12-746275-2.
Dona, A. C., Pages, G., & Kuchel, P. W. 2010. Digestion of starch:In vivo andin
vitrokineticmodelsusedtocharacterise.CarbohydratePolymers80(2010) 599–
617.
Groggins, P. H. 1958. Unit Processes in Organic Synthesis, 5th ed. pp. 775 – 777,
McGraw–Hill Book Company. New York.
Hill, G.C., “An Introduction to Chemical Engineering Kinetika and Reactor Design”.
1nd ed, John Willey, New York, N.Y, 1977
Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch, with
retention of the granular structure: a review. J. Agric. Food Chem. 46(8):
2895−2905.
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. ebookpangan.com.
Levenspiel. O., “Chemical Reaction Engineering” 2nd ed, Mc. Graw Hill Book
Kogakusha Ltd, Tokyo, 1970
Rosa, N. 2010. Pengaruh Penambahan Umbi Garut (Maranta arundinaceae L) dalam
Bentuk Tepung dan Pati Sebagai Prebiotik pada Yoghurt Sebagai Produk
Sinbiotik terhadap Daya Hambat Bakteri Escherichia coli. Semarang :
Universitas Diponegoro
Wei, Benzi.,et al. 2013. Effect on pHs on Dispersity of Maize Starch Nanocrystals in
Aqueous Medium. The State Key Laboratory of Food Science and Technology.
China.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

14
Yusniwati, M., dkk. 2011. Kinetik Reaksi Hidrolisis Pati Pisang Tanduk dengan
Katalisator Asam Klorida. Yogyakarta : Institut Sains & Teknologi AKPRIND

15
LEMBAR PERHITUNGAN

Basis : 415 mL

1. Persiapan awal
a. Densitas pati
m = 1 gram
∆V = 0,9 mL
ρ = 1/0,9 = 1,1 g/mL
b. Densitas H2SO4
a. Kalibrasi picno
W picno kosong = 25,116 g
W picno+aquadest = 52,121 g
W aquadest = 27,005 g
ρ aquadest = 0,98 g/mL
V picno = 27,005/0,98 = 27,556 mL
b.Densitas H2SO4
W picno+H2SO4 = 75,081 g
W H2SO4 = 49,965 g
ρ = 49,965/27,556 = 1,813 g/mL
c. V H2SO4 dibutuhkan
N .BM .Vbasis
VoM =
%. .1000.grek
0,17.98.415
=
0,97.1,813.1000.2
= 1,96 mL
d. Cari mpati dan Vaq
Wp
% suspensi =
WP W aqWkat

 p .V p
=
 p .VP   aq .Vaq   kat .Vkat
Vbasis = Vp + Vkat +Vaq
Vp = 415 – 1,96 - Vaq
 p (415 - 1,96 - Vaq )
% suspensi =
 p .(415 - 1,96 - Vaq )   aq .Vaq   kat .Vkat
a. Suspensi 5,5 %

B-1
1,1(415 - 1,96 - Vaq )
0,055 =
1,1.(415 - 1,96 - Vaq )  0,98.Vaq  1,813.1,96

Vaq = 392,5 mL
Vp = 415 – 392,5 – 1,96
= 20,54 mL
Wp =  p .V p

= 1,1 x 20,54
= 22,594 g
b.Suspensi 7%
1,1(415 - 1,96 - Vaq )
0,07 =
1,1.(415 - 1,96 - Vaq )  0,98.Vaq  1,813.1,96

Vaq = 386,86 mL
Vp = 415 – 386,86 – 1,96
= 26,18 mL
Wp =  p .V p

= 1,1 x 26,18
= 28,798 g

2. Penentuan kadar pati


a. Penentuan harga pati awal
 Variabel 1 (5,5% suspensi)
500 100
( F  M ). Nglukosa. . .0,9
Xp0 = Vbasis 5
W
500 100
(22  8,3).0,002. . .0,9
= 415 5
22,594
= 0,023
 Variabel 2 (7% suspensi)
500 100
( F  M ). Nglukosa. . .0,9
Xp0 = Vbasis 5
W
500 100
(22  8,6).0,002. . .0,9
= 415 5
28,798
= 0,02

B-2
b. Hidrolisa pati
100
( F  M ).Nglukosa.. .0,9
Xp = 5
W
XP
XA =
X P0
 Variabel 1 (5,5% Suspensi)
 t = 0 menit
100
(22  18).0,002. .0,9
Xp = 5
22,594
Xp = 6,4 x 10-3
XA = 0,27
 t = 5 menit
100
(22  17,5).0,002. .0,9
Xp = 5
22,594
Xp = 7,2 x 10-3
XA = 0,31
 t = 10 menit
100
(22  17,4).0,002. .0,9
Xp = 5
22,594
Xp = 7,4 x 10-3
XA = 0,32
 t = 15 menit
100
(22  16).0,002. .0,9
Xp = 5
22,594
Xp = 9,6 x 10-3
XA = 0,42
 t = 20 menit
100
(22  14).0,002. .0,9
Xp = 5
22,594
Xp = 12,7 x 10-3
XA = 0,55

 Variabel 2 (7% Suspensi)


B-3
 t = 0 menit
100
(22  19,5).0,002. .0,9
Xp = 5
28,798
Xp = 3,1 x 10-3
XA = 0,155
 t = 5 menit
100
(22  17,8).0,002. .0,9
Xp = 5
28,798
Xp = 5,3 x 10-3
XA = 0,27
 t = 10 menit
100
(22  17,5).0,002. .0,9
Xp = 5
28,798
Xp = 5,6 x 10-3
XA = 0,28
 t = 15 menit
100
(22  15,8).0,002. .0,9
Xp = 5
28,798
Xp = 7,8 x 10-3
XA = 0,39
 t = 20 menit
100
(22  13,5).0,002. .0,9
Xp = 5
28,798
Xp = 10,6 x 10-3
XA = 0,53

3. Penentuan harga konstanta laju reaksi


Persamaan : -ln (1-XA) = kt
Dengan y = mx
a. Variabel 1 (5,5% suspensi)
ln [1/(1-XA)]
t (x) Xp XA
(y)
0 6,4 x 10-3 0,27 0,31

B-4
5 7,2 x 10-3 0,31 0,37
10 7,4 x 10-3 0,32 0,38
15 9,6 x 10-3 0,42 0,54
20 12,7 x 10-3 0,55 0,80

b. Variabel 2 (7% suspensi)


ln [1/(1-XA)]
t (x) Xp XA
(y)
0 3,1 x 10-3 0,155 0,17
5 5,3 x 10-3 0,27 0,31
10 5,6 x 10-3 0,28 0,33
15 7,8 x 10-3 0,39 0,50
20 10,6 x 10-3 0,53 0,76

4. Percobaan perhitungan dengan metode Least Square


a. Variabel 1 (5,5% suspensi)
X Y x2 xy
0 0,31 0 0
5 0,37 25 1,85
10 0,38 100 3,8
15 0,54 225 8,1
20 0,80 400 16

 50 2,4 750 29,75

Penyelesaian mencari m dengan metode least square


n xy   x y
m=
n x 2  ( x ) 2

5.29,75  50.2,4
=
5.750  50 2
= 0,023
b. Variabel 2 (7% suspensi)
c. Variabel 1 (5,5% suspensi)
X y x2 xy
0 0,17 0 0
5 0,31 25 1,55

B-5
10 0,33 100 3,3
15 0,50 225 7,5
20 0,76 400 15,2
50 2,07 750 27,55

Penyelesaian mencari m dengan metode least square


n xy   x y
m=
n x 2  ( x ) 2

5.27,55  50.2,07
=
5.750  50 2
= 0,0274

B-6

You might also like