You are on page 1of 21

CLINICAL SCIENCE SESSION

BIPOLAR MOOD DISORDER

Disusun Oleh :
Fadillah Istiana 130112160558
Rizki Adi Santosa 130112160639
Yufi Numaf Astuti 130112160587

Preseptor :
Santi Andayani, dr., SpKJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2017
Gangguan Bipolar

I. Definisi
Gangguan bipolar merupakan gangguan mood dengan kelainan berupa perubahan
suasana perasaan atau afek, dimana pada waktu didapat kumpulan gejala yang terdiri dari
depresi, dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya (penurunan afek disertai
pengurangan energi dan aktivitas) dan pada waktu lain mengalami elasi (suasana
perasaan yang meningkat disertai penambahan energi dan aktivitas). Gangguan ini
memiliki episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode), yang khas adalah biasanya
terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya dimulai dengan
tiba-tiba antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama rata-rata sekitar 6 bulan, tetapi jarang melebihi 1 tahun kecuali
pada orang usia lanjut. Kedua episode ini seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang
penuh stres atau trauma mental lain.

II. Epidemiologi
Prevalensi gangguan bipolar I sekitar 0,4-1,6% sedangkan prevalensi gangguan
bipolar II adalah 0,5%. Gangguan bipolar I angka kejadiannya sama antara pria dan
wanita, dimana episode manik lebih sering didapati pada pria sedangkan episode depresi
pada wanita. Onset gangguan bipolar I terjadi pada usia 5-50 tahun, rata-rata pada usia 30
tahun. Gangguan bipolar I lebih sering terjadi pada orang yang bercerai atau belum
menikah.

III. Etiologi
1. Genetik
Terdapat bukti-bukti yang mendukung peranan faktor genetik sebagai predisposisi
gangguan bipolar. Di antaranya adalah :
1. Tingkat persesuaian gangguan bipolar pada pasangan kembar monozigot
mencapai 80%.
2. Hasil analisis regresi menunjukkan pola transmisi autosomal dominan.
3. Beberapa letak gen pada kromosom keluarga yang mendapat gangguan bipolar
telah diduga berkaitan dengan pewarisan penyakit. Namun sampai kini, dugaan ini
belum terbukti satu pun.

2. Neurobiologis
Mekanisme patofisiologi yang mendasari perubahan mood yang berulang pada
gangguan bipolar masih belum dapat dijelaskan. Beberapa hipotesis tentang gangguan
yang terjadi pada bipolar salah satunya mengenai ketidakseimbangan neurotransmiter di
sistem saraf pusat.

Ketidaksetimbangan antara aktivitas rasio dopamine dan norepinefrin akan


mengakibatkan perubahan mood dari depresi ke mania. Jika Norepinefrin turun, dopamine
akan mendominasi sehingga berpindah ke mania.
Mekanisme patofisiologi yang mendasari perubahan mood yang berulang pada
gangguan bipolar masih belum dapat dijelaskan. Namun dari beberapa penelitian, ada
beberapa dugaan yang menarik banyak perhatian :
1. Terdapat perubahan enzim ATPase membran yang diaktifkan oleh Na+ dan K+.
2. Adanya gangguan mekanisme yang transduksi sinyal yang melibatkan sistem
phosphoinositol dan protein yang berikatan dengan GTP
3. Gangguan regulasi glutamat dan faktor transmisi neuroprotektif, yang dapat
menjelaskan efek terapeutik lithium.
Adanya fluktuasi kesetimbangan elektrolit terutama Kalsium dan Natrium berkaitan
dengan perubahan mood pada bipolar. Perubahan Ca ekstrasel dan intrasel dapat
memengaruhi variasi perasaan dan terjadi switch dari depresi ke mania atau sebaliknya.
Secara lebih singkat, perubahan neurotransmiter dapat diringkaskan sebagai berikut

CLOCK gene polymorphisms adalah Circadian Locomotor Output Cycles Kaput


(JAM) yang mengalami perubahan struktur akibat mutasi gen. Faktor transkripsi sirkadian
dilibatkan dalam beberapa regulasi dan fungsi. Beberapa gen yang dikendalikan
mengambil bagian dalam berbagai respon homeostatik di setiap sistem tubuh. Perubahan
struktur gen tersebut terjadi di Ventral Tegmental area yang secara langsung
memengaruhi kesetimbangan neurotransmiter dopamin. Kejadian tersebut, merangsang
Tyrosine hydroxylase (TH). Tyrosine hydroxylase (TH) adalah enzim pembatas laju dalam
biosintesis dopamin. Adanya peningkatan dari dopamin menyebabkan efek manik dan
dapat terjadi switching jika terjadi perubahan ketidaksetimbangan neurotransmiter di
sistem saraf pusat.
Pada pasien gangguan bipolar terdapat gangguan irama sirkadian. Dari hal ini,
terapi dengan lithium memberikan hasil lebih besar apabila diiringi dengan penyesuaian
irama sirkadian pasien dengan pengaturan siklus gelap dan terang.
Selain perubahan neurotransmiter,hormon – hormon tertentu pun memiliki hubungan
dengan gangguan bipolar, seperti
1. Peningkatan konsentrasi SRIF (somatostatin releasing inhipbitor factor) dalam
cairan serebrospinal pada gangguan bipolar I
2. Pemberian terapi tambahan hormon thyroid (T4) memperlambat siklus pada
gangguan bipolar I rapid-cycling.
Pencitraan syaraf (neuroimaging), mengungkapkan besarnya tingkat abnormalitas
substansia alba subkortikal pada pasien gangguan bipolar dibandingkan dengan kelompok
kontrol berumur sama. Terdapat pembesaran ventrikel ke III, yang akan berdampak pada
disfungsi hipothalamus yang terletak di dekatnya.

3. Psikodinamika
Dari sudut pandang psikodinamika, terdapat faktor predisposisi dan presipitasi yang
mendukung terjadinya gangguan afektif bipolar, yaitu :
a. Faktor Predisposisi
 Faktor Kepribadian
Jenis kepribadian yang menjadi presisposisi terjadinya gangguan
bipolar adalah kepribadian sikotimik, dimana kepribadian ini mempunyai
ciri pergantian mood yang ekstrim dari elasi ke murung dalam hitungan
hari. Ketidakstabilan mood ini dapat mengganggu pkerjaan dan hubungan
sosial.(5)

 Stresor berkepanjangan
Keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu, tanggung jawab
berat untuk mengasuh banyak anak sekaligus, dan hubungan pernikahan
yang tidak kondusif memberikan tekanan yang kronis, sehingga
mengganggu rasa aman dan harga diri.
Tingkat stres dapat bertambah dengan tiadanya orang yang dapat
dipercaya dan diandalkan untuk membantu menyelesaikan masalah.,
ataupun sebagai pendengar.

b. Faktor Presipitasi
Seseorang yang telah memiliki faktor-faktor predisposisi berpeluang besar
untuk mengembangkan gangguan bipolar setelah timbulnya faktor pemicu, yaitu
peristiwa yang dapat menimbulkan stres yang mendadak. Contohnya adalah
kehilangan pekerjaan, kehilangan orang terdekat, perceraian dan lain-lain.
Walaupun demikian, faktor ini harus diiinterpretasi dengan hati-hati,
apakah peristiwa tersebut merupakan sebab dari timbulnya gangguan (mis:
dipecat karena perusahaan bangkrut), atau merupakan akibat dari gangguan
yang sudah timbul (mis: dipecat karena kualitas pekerjaan memburuk  akibat
gangguan afektif)

Mekanisme pertahanan jiwa yang digunakan pada gangguan bipolar manik


umumnya penolakan (denial), berupa sikap defensif dari posisi depresi akibat stress.
Sedangkan mekanisme pertahanan jiwa yang digunakan pada depresi umumnya
introyeksi, memasukkan ke dalam obyek yang dibenci yang merupakan sumber stres, lalu
menjelma menjadi kecenderungan untuk menghukum diri.

IV. Kriteria Diagnosis


1. DSM-IV-TR
Berdasarkan DSM-IV-TR, terdapat 2 bentuk utama gangguan bipolar,
yaitu :
1. Gangguan bipolar I, dimana terdapat perjalanan penyakit yang terdiri dari
satu atau lebih episode manik dan kadang-kadang episode depresi berat.
Dapat juga terjadi episode campur,yaitu suatu periode sekurang-kurangnya
satu minggu terdapat episode manik dan episode depresi setiap hari.
2. Gangguan bipolar II, ditandai dengan periode depresi berat dan hipomanik,
tanpa episode manik.
Kriteria diagnostik untuk episode depresi berat berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Lima atau lebih gejala di bawah ini harus ada selama dua minggu dan
terdapat perubahan dari fungsi sebelumnya.; sekurang-kurangnya terdapat
satu gejala depresi atau kehilangan keinginan atau harapan.
(1) Depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang dikeluhkan secara
subyektif (merasa sedih, atau kosong), atau berdasarkan pengamatan
orang lain
Note : pada anak dan remaja, dapat berupa mood yang mudah
tersinggung
(2) Kehilangan minat atau kesenangan pada semua atau hampir semua
kegiatan sepanjang hari, hampir setiap hari
(3) Kehilangan berat badan yang signifikan tanpa diet, atau penurunan
atau peningkatan selera makan hampir setiap hari
(4) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
(5) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari
(6) Lemah atau kehilangan energi hampir setiap hari
(7) Merasa tidak berharga atau merasa bersalah berlebihan (dapat
menjadi delusi), hampir setiap hari
(8) Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau
tidak mampu mengambil keputusan hampir setiap hari
(9) Sering berpikir tentang mati (buakan takut mati), sering memiliki ide
bunuh diri tanpa rencana yang spesifik, atau melakukan percobaan
bunuh diri atau memiliki rencana yang spesifik untuk bunuh diri
B. Tidak ditemukan gejala yang masuk dalam kriteria episode campur.
C. Gejala menunjukkan tekanan atau kegagalan dalam masyarakat, pekerjaan,
atau area fungsional lain yang penting.
D. Gejala bukan karena efek fisiologis dari obat
E. Gejala tidak lebih baik dari kehilangan, seperti kehilangan seseorang yang
dicintai, gejala menetap selama dua bulan, atau ditandai dengan kegagalan
fungsional, kegemaran abnormal yang tidak berguna, kehilangan harapan,
ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.

Kriteria diagnostik untuk episode manik berdasarkan DSM-IV-TR:


A. Adanya suatu periode yang jelas dimana terdapat peningkatan suasana
perasaan yang menetap dan abnormal, perasaan yang meluap-luap, atau
mudah tersinggung, sekurang-kurangnya satu minggu
B. Selama periode gangguan mood, terdapat tiga (atau lebih), gejala di bawah
ini (empat jika gangguan mood hanya mudah tersinggung) dan telah ada
derajat yang tampak :
(1) Peningkatan percaya diri
(2) Penurunan kebutuhan tidur (merasa cukup beristirahat setelah tidur 3
jam)
(3) Lebih banyak bicara daripada biasanya atau mempunyai tekanan
untuk terus berbicara
(4) Fligt of ideas
(5) Distraktibilitas
(6) Agitasi psikomotor
(7) Memiliki keinginan yang berlebihan dan kesenangan untuk melakukan
aktivitas yang dapat mencelakakan
C. Gejala tidak termasuk dalam kriteria episode campur
D. Gangguan mood cukup berat untuk menyebabkan kegagalan berfungsi
dalam pekerjaan, atau dalam kegiatan sosial sehari-hari atau dalam
hubungan dengan orang lain, atau sampai memerlukan perawatan di rumah
sakit untuk mencegah melukai diri sendiri atau orang lain, atau ada
gambaran psikotik
E. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari obat atau penyakit umum
Note : episode mirip manik yang jelas disebabkan oleh pengobatan somatik
antidepresan (seperti obat-obatan, ECT, terapi cahaya) tidak digolongkan pada
gangguan bipolar I.
Kriteria diagnostik untuk episode hipomanik berdasarkan DSM-IV-TR:
A. Adanya suatu periode yang jelas dimana terdapat peningkatan suasana
perasaan yang menetap dan abnormal, perasaan yang meluap-luap, atau
mudah tersinggung, selama 4 hari, yang jelas berbeda dari mood
nondepresi pada umumnya
B. Selama periode gangguan mood, terdapat tiga (atau lebih), gejala di bawah
ini (empat jika gangguan mood hanya mudah tersinggung) dan telah ada
derajat yang tampak :
(1) Peningkatan percaya diri
(2) Penurunan kebutuhan tidur (merasa cukup beristirahat setelah tidur 3
jam)
(3) Lebih banyak bicara daripada biasanya atau mempunyai tekanan
untuk terus berbicara
(4) Fligt of ideas
(5) Distraktibilitas
(6) Agitasi psikomotor
(7) Memiliki keinginan yang berlebihan dan kesenangan untuk melakukan
aktivitas yang dapat mencelakakan
C. Episode berhubungan dengan perubahan fungsional yang tegas yang tidak
tergambarkan pada orang tanpa gejala
D. Gangguan mood dan perubahan fungsional dapat diobservasi oleh orang
lain
E. Episode tidak cukup berat untuk menimbulkan kegagalan dalam masyarakat
dan pekerjaan, atau tidak memerlukan perawatan di rumah sakit dan tidak
ada gambaran psikotik
F. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari obat atau penyakit umum
Note : Hypomanik like episode yang jelas disebabkan oleh pengobatan somatik
antidepresan (seperti obat-obatan, ECT, terapi cahaya) tidak digolongkan pada
gangguan bipolar II.
2. PPDGJ-III
PPDGJ-III membagi gangguan afektif bipolar menjadi :
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
Pedoman diagnostik :
(a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresi, atau campuran) di masa lampau

F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
Pedoman diagnostik :
(a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa
gejala psikotik
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresi, atau campuran) di masa lampau

F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
Pedoman diagnostik :
(a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresi, atau campuran) di masa lampau

F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresi ringan atau sedang
Pedoman diagnostik :
(a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk depresi ringan
ataupun sedang
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresi, atau campuran) di masa lampau

F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresi berat tanpa gejala psikotik
Pedoman diagnostik :
(a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresi berat tanpa gejala psikotik
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresi, atau campuran) di masa lampau

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresi berat dengan gejala psikotik
Pedoman diagnostik :
(a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresi berat dengan gejala psikotik
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresi, atau campuran) di masa lampau

F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini episode kini campuran


Pedoman diagnostik :
(a) episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik,
dan depresi yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania, dan depresi sama-sama mencolok selama masa
terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya dua minggu)
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresi, atau campuran) di masa lampau

F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi


Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama
beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya
satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau
dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresi, atau campuran)

F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya


F31.9 Gangguan afektif bipolar YTT
Kriteria diagnostik hipomania berdasarkan PPDGJ-III :
 derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang meninggi atau
berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya
beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan
melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia, dan tidak disertai halusinasi
atau waham
 pengaruh nyata atas kelancaran aktivitas dan sosial memang sesuai dengan
diagnoosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat atau menyeluruh
maka diagnosis mania harus ditegakkan

Kriteria diagnostik mania tanpa gejala psikotik berdasarkan PPDGJ-III :


 episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu dan cukup berat
sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
sosial yang biasa dilakukan
 perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi
aktivitas berlebihan, percepatan, dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur
yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/grandios ideas atau terlalu
optimistik

Kriteria diagnostik mania dengan gejala psikotik berdasarkan PPDGJ-III :


 gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat
 harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang
menjadi waham kebesaran, iritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar.
Waham dan halusinasi sesuai dengan afek tersebut

Kriteria diagnostik episode depresi ringan berdasarkan PPDGJ-III :


 sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
 ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
 tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
 lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
 hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya

Kriteria diagnostik episode depresi sedang berdasarkan PPDGJ-III :


 sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
 ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
 lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
 menghadapi kesulitan yang nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, dan urusan rumah tangga

Kriteria diagnostik episode depresi berat tanpa gejala psikotik berdasarkan


PPDGJ-III :
 semua 3 gejala utama depresi harus ada
 ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
 bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan gejalanya secara rinci
 episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi bila gejala amat berat dan beronset sangat cepat, masih
dibenarkan menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
 sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, dan urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas

Kriteria diagnostik episode depresi berat dengan gejala psikotik berdasarkan


PPDGJ-III :
 memenuhi kriteria episode depresi berat
 disertai waham, halusinasi, atau stupor depresi. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam ,dan pasien
merasa bertanggung jawab atas itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek (mood congruent)

V. Gambaran Klinis
1. Episode Depresi
Berdasarkan PPDGJ-III terdapat tiga variasi dari episode depresi yaitu depresi
ringan, sedang, dan berat.
Gejala utama dari depresi adalah:
 Afek depresi
 Kehilangan minat dan kegembiraan
 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata setelah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya :
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Pandangan tentang masa depan dan pesimistis
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis. Kategori diagnosis episode
depresi ringan, sedang, dan berat hanya digunakan untuk episode depresi tunggal yang
pertama, episode berikutnya hanya diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis
gangguan depresi berulang.
Pasien menunjukkan gejala depresi seperti merasa sedih, tidak mempunyai
keinginan untuk melakukan sesuatu, kehilangan harapan, merasa tidak berharga,
beberapa pasien mengeluh sakit dan tidak dapat menangis.
Dua per tiga pasien depresi memiliki ide bunuh diri dan sekitar 10-15% melakukan
bunuh diri. Beberapa pasien depresi tampak tidak peduli dengan depresinya dan tidak
mengeluhkan perubahan suasana perasaannya, meskipun mereka menarik diri dari
keluarga, teman, dan aktivitas yang mereka senangi. Sebagian besar pasien depresi
mengeluhkan berkurangnya energi, kesulitan menyelesaikan pekerjaan, dan kehilangan
motivasi untuk memulai kegiatan. Sekitar 80% pasien mengeluh gangguan tidur.
Ansietas merupakan gejala umum dari depersi yang mengenai hampir 90% pasien
depresi. Selain itu didapatkan juga gejala vegetatif seperti mens yang abnormal, masalah
seksual dan masalah somatik, ketidakmampuan berkonsentrasi dan kegagalan berpikir.
Fobia sekolah dan kelekatan yang berlebihan dengan orang tua merupakan gejala
depresi pada anak Kegagalan nilai akademis, penyalahgunaan zat psikoaktif, perilaku
antisosial, seksual promiskuitas, dan melarikan diri dari rumah merupakan gejala depresi
pada remaja. Pada orang dewasa, depresi sering berhubungan dengan status
socialekonomi, kehilangan pasangan hidup, penyakit ,dan isolasi sosial. Pada orang
dewasa, depresi sering muncul dalam keluhan somatis.

2. Episode Manik
Peningkatan perasaan seperti euforia, perasaan yang meluap-luap, atau mudah
tersinggung adalah tanda dari episode manik. Beberapa pasien manik dapat membuka
pakaiannya di tempat umum, mengenakan pakaian atau perhiasan yang mencolok, pasien
biasanya impulsive. Mereka mempunyai kecenderungan untuk memperhatikan politik,
agama, keuangan, dan seksual.

VI. Pemeriksaan Status Mental


1. Episode Depresi
Gambaran Umum
Gejala yang paling sering terjadi adalah retardasi psikomotor, meskipun begitu
agitasi psikomotor yang ditandai dengan telapak tangan berkeringat berlebihan dan
mencabuti rambut sering terjadi pada orang tua dengan depresi. Secara klasik pasien
depresi bungkuk, tidak ada pergerakan spontan, merasa putus asa, dan menghindari tatap
mata.
Mood, afek, perasaan
Gejala utamanya adalah perasaan depresi, meskipun begitu sekitar 50% pasien
menyangkal perasaan depresi dan tidak terlihat depresi. Selain itu dapat juga ditemukan
menarik diri dari lingkungan sosial dan penurunan aktivitas.

Bicara
Biasanya pasien depresi sedikit bicara dan bersuara pelan, mereka berespon lambat
terhadap pertanyaan dan menjawabnya dengan satu kata.

Gangguan persepsi
Delusi dan halusinasi yang konsisten pada pasien depresi disebut mood congruent,
yang mencakup perasaan bersalah, penuh dosa, tidak berharga, miskin, gagal, teraniaya,
dan menderita penyakit somatik terminal.

Pikiran
Pasien depresi memiliki pandangan negatif terhadap dunia dan dirinya sendiri,
pikiran mereka sering berisi tentang kehilangan, perasaan bersalah, ide bunuh diri, dan
kematian. Sekitar 10% pasien depresi memiliki gejala gangguan pikiran yang biasanya
berupa bloking dan miskin ide.

Sensoris dan kognisi


Sebagian besar pasien depresi mempunyai orientasi yang baik terhadap tempat,
waktu, dan orang, meskipun mereka seringkali tidak memiliki cukup energi atau minat
untuk menjawab pertanyaan pemeriksa.

Ingatan
Sekitar 50-75% pasien depresi mengalami gangguan kognisi dan beberapa pasien
mengeluhkan gangguan konsentrasi dan ingatan.
Kontrol impuls
Sekitar 10-15% pasien depresi melakukan tindakan bunuh diri, dan sekitar 2/3
pasien depresi memiliki ide bunuh diri. Pasien depresi dengan gambaran psikotik
memikirkan untuk membunuh orang sebagai hasil dari delusinya, tetapi pasien dengan
depresi berat sering kehilangan motivasi atau energi untuk melakukan tindakan impulsif
atau tindakan kekerasan.

Penilaian dan Tilik diri


Penilaian pasien dapat dinilai dengan melihat tingkah laku pasien di masa lalu dan
saat anamnesa. Penilikan diri pasien terhadap gangguan yang dideritanya biasanya
berlebihan, mereka sangat tertekan menghadapi gejala, gangguan, dan masalah dalam
kehidupannya.

Reliabilitas
Pasien depresi sangat berlebihan terhadap masalah yang buruk dan pesimis
terhadap yang baik

2. Episode Manik
Gambaran Umum
Gejala yang paling sering terjadi adalah elasi, mudah tersinggung, peningkatan
aktivitas, dan ide pribadi yang dianggap sangat penting.

Mood, afek, perasaan


Gejala utamanya adalah ceria berlebih, optimisme yang meningkat, dan bisa
menularkan perasaannya. Bisa juga muncul dalam bentuk mudah tersinggung dan epat
marah. Mood bisa bervariasi dalam sehari, dan kadang disela oleh episode depresi.

Bicara
Bicara menjadi cepat dan banyak, memperihatkan alur pikiran yang cepat (’pressure
of speech’). Pada tingkat parah, isi pembicaraan tidak dapat diikuti,sehingga disebut ’flight
of ideas’.
Gangguan persepsi
Terdapat halusinasi pada kasus yang parah. Isinya biasanya berupa bisikan tentang
kekuatan, maupun yang berisi muatan agama.

Pikiran
Ide-ide kebesaran sering muncul, di samping itu pasien sering merasa idenya
orisinil, hebat, dan penting, serta hasil kerja mereka mengagumkan. Kadang pasien
menjadi berlebihan, tertama dalam membelanjakan uang, membeli barang mewah dan
menanamkan uang pada bisnis yang beresiko.
Pada kasus yang parah, dapat terjadi waham kebesaran, misalnya pasien
mempercayai bahwa ia adalah seorang nabi ataupun orang yang penting dalam
pemerintahan. Terkadang timbul waham kejar, dan waham lainnya yang dapat berubah-
ubah.

Penilaian dan Tilik diri


Kemampuan penilaian dan tilik diri dapat bervariasi, umumnya pasien sulit mengerti
mengapa ide berlebihan dan pengeluaran uang mereka yang besar dilarang. Jarang yang
merasa diri mereka sakit dan membutuhkan pengobatan.

VII. Diagnosis Banding


Schizophrenia
Sangat sulit membedakan antara episode manik dengan schizophrenia. Biasanya
episode manik mamiliki onset lebih cepat, selain itu gejala elasi, senang berbicara, dan
hiperaktivitas lebih menonjol pada episode manik. Sementara pada episode depresi dapat
muncul gambaran kataton, oleh karena itu pada pemeriksaan harus dicari apakah ada
episode manik atau depresi pada riwayat penyakit dahulu dan riwayat keluarga dengan
gangguan mood.
Penyakit nonpsikiatri
Pasien depresi biasanya datang ke dokter dengan keluhan somatis. Obat-obatan
seperti obat antihipertensi, obat sedatif, obat jantung, antipsikotik, antiepilepsi, analgesik,
dapat menyebabkan depresi, selain itu pengobatan antidepresan juga dapat berhubungan
dengan presipitasi manik. Kondisi neurologis seperti penyakit parkinson, demensia,
epilepsi, penyakit cerebrovaskular, dan tumor dapat memiliki gejala depresi yang tidak
berhubungan dengan kondisi fisik pasien.

VIII. Penatalaksanaan
Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi perawatan pasien depresi di rumah sakit adalah adanya resiko bunuh diri
atau membunuh, dan adanya penurunan kemampuan dasar yang jelas, seperti
ketidakmampuan pasien untuk mendapatkan makanan dan tempat perlindungan, riwayat
gejala yang berkembang dengan pesat dan hancurnya system pendukung pasien.

Terapi Psikososial
Terapi psikososial mencakup terapi kognitif, terapi perilaku, dan terapi
interpersonal. Tujuan dari terapi kognitif adalah untuk mengurangi episode depresi dan
mencegah eksaserbasi dengan cara membantu pasien mengidentifikasi masalah dan
berpikiran positif. Terapi perilaku adalah terapi berdasarkan pada hipotesis bahwa perilaku
maladaptive adalah hasil dari sedikitnya timbale balik positif yang diterima dan penolakan
dari lingkungan sosial. Sedangkan tujuan dari terapi psikoanalitik antara lain merubah
kepribadian atau karakter pasien dan meningkatkan kepercayaan diri pasien.

Farmakoterapi
1. Lithium
Kerja farmakologis dari lithium belum banyak diketahui untuk dapat menjelaskan
efek terapeutiknya, namun fungsinya dalam meningkatkan fungsi serotonin otak
sangat berguna.
Ginjal menjadi tempat ekskresi dari lithium, dengan mekanisme sama seperti
sodium.
Konsentrasi plasma yang diperlukan untuk profilaksis adalah 0,4-0,8 mmol/l dapat
ditingkatkan hingga 1,2 mmol/l. Sedangkan untuk pengobatan mania akut dapat
diberikan dosis 0,9-1,2 mmol/l. Konsentrasi stabil dalam plasma didapat 12 jam
setelah pemberian terakhir.
Efek samping yang dapat terjadi adalah diuresis, tremor, mulut kering, rasa logam
pada lidah, lemah dan lesu. Efek lanjutnya adalah tremor halus, polyuria dan polydipsi,
pembesaran kelenjar tiroid, hipotiroid, gangguan memori, dan erubahan pada
gambaran EKG.
Sebelum pemberian lithium, pasien harus diperiksa dahilu secara menyeluruh, dan
diberikan edukasi mengenaj pengobatan, baik dari efek samping, efek toksik, dosis,
perlunya memeriksa kadar litium dalam serum, pengaturan diet rendah garam, dan
kondisi khusus yang dapat menjadi indikasi henti obat.

2. Carbamazepin
Carbamazepine telah dikenal sebagai antikonvulsi, namun pada
perkembangannya dapat digunakan sebagai pencegahan kambuhnya gangguan
afektif. Obat ini cukup efektif pada pasien yang tak bereaksi terhadap lithium, dan
pada ganguan manik-depresif yang berulang cepat. Dosissama dengan yang
digunakan pada terapi epilepsy. Efek samping terjadi bila kadar dalam plasma tinggi,
yaitu mabuk, pusing, penglihatan ganda, dan ruam kulit. Terjadi interaksi denangan
hormon pada pil kontrasepsi, sehingga perlu dipertimbangkan penggunaan alat
kontrasepsi lain pada penggunaan carbamazepin.

3. Sodium Valproat
Seperti carbamazepin, sodium valproat awalnya merupakan antikonvulsi. Dapat
digunakan pada manik akut. Efeknya kurang kuat untuk pencegahan, namun sering
dicobakan pada pasien yang tidak dapat menoleransi lithium ataupun dengan
carbamazepin. Efek samping yang umum adalah mengantuk, lelah, tremor, dan
gangguan saluran pencernaan. Karena efeknya yang trombositopenik, pasien harus
diperiksa dahulu sebelum diberikan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan&Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry, 9th ed. Philadelphia ; Lippincott Williams and Wilkins.
2003 :
2. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III, cetakan
pertama, Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1993 :
3. Mansyur Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2000
4. Gelder M, Mayou R, Geddes J. Psychiatry 2nd Ed. New York; Oxford University
Press. 2000
5. Braunwald E, Fauci A, Kasper DL. Harrison’s Principles Of Internal Medicine 15th
Ed. New York. McGraw Hill. 2001
6. Ather Munerr, Mixed states in Bipolar Disorder : Etiology, Patgogenesis and
Treatment. Islamic International Medica College, Riphah
International,Rawalpindi,Pakistan

You might also like