You are on page 1of 11

VARIASI INTRA POPULASI

Oleh :
Nama : Iis Imroatun Sholihah
NIM : B1A015140
Rombongan : VI
Kelompok :4
Asisten : Maria Bramastri Susilo

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Pengertian ini
dikemukakan untuk menjelaskan bahwa individu- individu suatu jenis organisme
dapat tersebar luas di muka bumi. Namun, tidak semuanya dapat saling berhubungan
untuk mengadakan perkawinan atau pertukaran informasi genetik, karena tempatnya
terpisah. Individu- individu yang hidup disuatu tempat tertentu dan antara sesamanya
dapat melakukan perkawinan sehingga dapat mengadakan pertukaran informasi
genetik dinyatakan sebagai satu kelompok yang disebut populasi (Djuhanda, 1982).
Metode tradisional yang digunakan dalam taksonomi klasik adalah
pengelompokan individu yang diperoleh dari suatu lokasi hanya berdasarkan
persamaan dan perbedaan morfologi yang dimiliki oleh masing-masing individu
tersebut. Populasi dari kebanyakan hewan terdiri atas beberapa phena yang berbeda,
sebagai hasil dari beberapa proses seperti variasi umur, variasi seksual, variasi
musiman, polimorfisme, dan sebagainya. Kegagalan mengenai variasi ini akan
berakibat pada kesalahan dalam penentuan suatu spesies dan kategori tertentu. Oleh
karena itu, pemahaman mengenai variasi yang terjadi pada populasi hewan sangat
penting dalam taksonomi (Suranto et al., 2000).
Metamorfosis berasal dari bahasa Yunani yaitu Greek = meta (diantara,
sekitar, setelah), morphe` (bentuk), osis (bagian dari), jadi metamorphosis
merupakan perubahan bentuk selama perkembangan post-embrionik. Hewan yang
mengalami metamorfosis cukup banyak, di antaranya adalah katak, kadal, kupu-kupu
dan serangga. Katak merupakan hewan peralihan antara hewan air dan hewan darat.
Oleh karena itu, awal dari kehidupannya dimulai di perairan kemudian pindah ke
daratan (Jones & Luchsinger, 1986). Terdapat jenis katak yang sepanjang hidupnya
selalu di air dan juga yang hidup di daratan serta di pohon yang tinggi. Katak yang
hidup di luar air biasanya pada periode tertentu akan berkunjung ke perairan untuk
melakukan perkembangbiakan. Tingkatan taksonomi pada katak dapat dikertahiui
dengan memperlihatkan karakter morfologinya sebagai acuan untuk identifikasi dan
determinasi (Kurniati & Maryanto, 1996).
Amfibia merupakan takson yang tidak memiliki kemampuan untuk
menyeberang lautan, maka takson ini sangat terisolasi dengan adanya barier tersebut.
Katak hijau pohon Papua Litoria infrafrenata merupakan katak dari famili Hylidae
yang memiliki penyebarannya sangat luas terekam di jumpai di seluruh kepulauan
Wallacea dan indo-Australia. Aspek pengukuran morfologi berdasarkan 31 karakter
morfometrik pada katak Litoria infrafrenata. Hasil pengukuran morfologi
menunjukan data yang relatif sama pada perbadingan morfometrik katak jantan pada
wilayah Papua dan Maluku. Hasil p-value paired T-test sebesar 0,445 (> 0,05).
Perbedaan ukuran morfologi disebabkan oleh perbedaan letak barier geografis yang
memunculkan keberagaman populasi pada spesies Litoria infrafrenata betina.
Perbedaan letak barier geografis antarasatu pulau dengan kepulauan lain menjadikan
isolasi bagi seluruh kehidupan flora dan fauna, sehinga pada masing-masing pulau
memiliki karakteristik yang unik (Prafiadi et al., 2016).
Menurut Tarroux et al., (2012), mempelajari variasi individu merupakan
aspek penting dari ekologi populasi karena menyumbang heterogenitas individu,
khususnya ketika datang dengan penggunaan sumber daya. Variasi intra populasi
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu variasi bersifat genetik dan non-genetik. Variasi
non genetik seperti variasi musiman, merupakan variasi yang terjadi pada burung
ketika akan atau masuk musim kawin maka warna burung jantan khususnya akan
terlihat sangat cerah dan indah yang bertujuan untuk memikat lawan jenisnya (Dubey
et al., 2011). Variasi musiman keturunan, yaitu anak yang dilahirkan pada musim
semi warnanya akan lebih cerah dan bagus daripada yang lahir pada musim dingin,
umumnya variasi ini terjadi pada negara empat musim contohnya tupai. Variasi
habitat, merupakan variasi yang terjadi karena letak geografis habitat suatu
organisme, misal pada variasi bentuk bivalvia anatar hilir dan hulu sungai besar yang
panjang. Variasi alometrik merupakan variasi terkait ukuran, Metodi variasi yang
sekarang sedang dikembangan dan sudah umum digunakan adalah dengan
menggunakan pendekatan molekuler seperti penggunaan analisis ND3/ND4L/ND4
and 12S/16S rRNA skuens nukloetida (Apalikova et al., 2011. Variasi neurogenik
misal bunglon, karena syaraf yang dimiliknaya dengan fungsi perlindungan diri
terkadang mengecohkan karena di setiap tempat warna bunglon berbeda. Variasi
traumatik terjadi karena pengalaman suatu organisme karena cacat fisik (Djuhanda,
1982).
Menurut Tarroux et al., (2012), variasi antar-individu dapat diperkuat oleh
ketersediaan dan penggunaan allochthonous sumber daya, yaitu sumber daya yang
berasal dari ekosistem spasial yang berbeda. Variasi intra-populasi dalam
penggunaan sumberdaya dapat berhubungan dengan variasi spatiotemporal dalam
kelimpahan sumber daya. Variasi inang misal pada cacing parasit pada babi atau
sapi, memiliki karakter berbeda karena inang berbeda. Variasi pasca kematian misal
warna pada orang mati berbeda dengan orang yang masih hidup. Variasi kepadatan
terjadi karena persaingan mendapatkan makanan seperti pada belalang. Variasi sosial
terjadi karena adanya pengaturan suatu kehidupan organisme dan adanya pembagian
kasta dan kerja. Variasi genetik sperti polimorfisme adalah suatu karakter homolog
yang mempunyai bentuk fenotif bervariasi. Polimorfisme untuk suatu karakter dapat
dikatakan sebagai keberadaan bentuk yang berbeda-beda didalam suatu populasi
(Campbell et al., 2004). Polimorfisme bisa terbentuk karena adaptasi morfologi atau
isolasi reproduksi dari suatu organisme dalam populasi. Variasi dimorfisme
merupakan variasi bentuk yang membedakan karakter jantan dan betina contoh pada
jangkrik (Kurniati & Maryanto, 1996).

B. Tujuan

Tujuan praktikum acara variasi intra populasi adalah sebagai berikut:


1. Mengenali berbagai variasi (umur, seksual, musiman, polimorfisme dan
sebagainya) pada suatu populasi hewan.
2. Menentukan spesies hewan berdasarkan berbagai variasi yang terdapat pada
suatu populasi hewan.
3. Menggunakan sofware aplikasi komputer dalam penelitian tentang variasi intra
atau inter populasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Suranto et al., (2000), variasi intra populasi merupakan keragaman


suatu individu didalam suatu populasi. Menurut Inger & Iskandar (2005), variasi di
alam dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor genetik dan faktor non genetik.
Faktor genetik adalah faktor yang mempengaruhi variasi spesies dikarenakan oleh
peristiwa pewarisan sifat dari tetua ke keturunannya, yaitu melalui DNA. Faktor non
genetik adalah faktor yang mempengaruhi variasi spesies dalam populasi
dikarenakan faktor selain genetik, yaitu seperti dikarenakan variasi umur, variasi
musiman pada suatu individu, variasi sosial, variasi habitat, dan sebagainya
(Djajasasmita et al., 1993).
Variasi non genetik merupakan variasi intra populasi dapat terjadi karena
adanya variasi umur, variasi musiman pada suatu individu, variasi musiman pada
beberapa keturunan, variasi sosial, variasi habitat, variasi karena induksi kondisi
iklim temporer, variasi yang ditentukan oleh inang, variasi tergantung kepadatan,
variasi alometrik, variasi neurogenik, variasi traumatik, dan variasi induksi parasit
serta perubahan pasca kematian. Variasi genetik merupakan variasi intra populasi
dapat terjadi karena adanya seksual dimorfisme seperti perbedaan sek primer dan sek
sekunder, gynadromorfi dan intersek, strain seksual dan uniparental serta variasi
diskontinyu dan variasi kontinyu. Contoh hewan pada variasi ini adalah kadal dan
ikan (Inger & Iskandar, 2005).
Variasi intra populasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu variasi bersifat
genetik dan non-genetik. Variasi antara usia dan jenis kelamin banyak terdapat
dalam populasi katak, variasi usia terjadi akibat dari perubahan yang berkaitan
dengan ukuran atau pengembangan, sedangkan variasi berdasarkan jenis kelamin
dapat dihasilkan dari perbedaan morfologi atau perbedaan dalam perilaku yang
terkait dengan reproduksi, namun ada juga jenis variasi dalam populasi yang tidak
dapat dikaitkan dengan seks atau usia yang disebut spesialisasi individu. Contoh
spesialisasi individu adalah individu-individu dari Finch Cocos dan Pinaroloxias
inornata (King, 1996).
Menurut Indarmawan (2013), spesies sibling ialah spesies yang memiliki
perbedaan phena dan melakukan fertilisasi kemudian menghasilkan anakan namun,
anakan yang dihasilkan bersifat steril (hybrid) karena adanya isolasi reproduksi.
Menurut Mayr (1969), spesies sibling adalah spesies yang secara morfologi sangat
sulit dibedakan tetapi secara biologi dapat dibedakan. Phena ialah perbedaan
bentuk/fenotipe dalam suatu populasi. Spesies sibling akan bersifat fertil jika
dikawinkan lagi dengan spesies sibling yang sama tentunya. Menurut Sluijs et al.,
(2007), penentuan suatu spesies ialah spesies sibling ataupun bukan dapat dilihat dari
fekunditas, fertilitas, rasio seks, dan rata-rata pertumbuhan. Phena adalah perbedaan
bentuk/fenotipe dalam suatu populasi. Gynandromorfi Individu yang
memperlihatkan karakter jantan pada satu bagian tubuhnya dan karakter betina pada
bagian tubuh yang lain (kupu-kupu, lobster, kepiting), sedangkan interseks adalah
individu yang memperlihatkan karakter campuran antara karakter jantan dan karakter
betina yang terjadi karena hasil dari susunan yang seimbang antara gen yang
membawa kecenderungan betina, contohnya, yaitu cacing. Seksual dimorfisme
adalah suatu karakteristik yang dimiliki oleh manusia atau makhluk hidup lain karena
adanya perbedaan jenis kelamin yang merujuk kepada perbedaan ukuran, bentuk,
warna dan lain-lain (Qurratu’aini, 2010). Proses spesiasi, terbentuknya spesies baru,
dimulai dengan terjadinya variasi populasi, baik karena isolasi geografi maupun
isolasi ekologi (Klung & Cummings, 1994). Menurut Ernst Mayr (1942), dalam
Kimball (1999), spesies simpatrik merupakan spesies yang menempati wilayah yang
sama. Spesies allopatrik adalah dua individu yang memiliki spesies yang sama tetapi
morfologi dan habitatnya berbeda. Spesiasi secara allopatrik menurut Campbell et
al., (2009) terjadi pada tupai (Ammospermophillus harrisi dan Ammospermophillus
leucurus) di Amerika. Perbedaan letak geografi mereka tinggal menjadikan kedua
spesies ini memiliki morfologi yang juga berbeda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya variasi intra populasi, yaitu
variasi genetik dan variasi non genetik. Variasi genetik adalah variasi yang
disebabkan oleh mutasi, aliran gen, dan rekombinasi. Variasi ini diwariskan karena
terjadi perubahan struktur dan komposisi kimia di dalam gen. Variasi ini sering
menyebabkan terbentuknya individu baru yang secara genetis berbeda dengan
induknya (Jones & Luchsinger, 1986). Variasi genetik umumnya dipengaruhi oleh
pola atau cara reproduksi (breeding system) dan keseluruhan proses seleksi alam
(Heywood, 1965 dalam Suranto dkk., 2000). Sedangkan, variasi non genetik atau
variasi somatis adalah variasi yang disebabkan pengaruh faktor-faktor lingkungan,
baik faktor fisika, kimia maupun biotik. Variasi ini bersifat sementara dan tidak
diwariskan, namun dapat menyebabkan terbentuknya klon baru yang secara genetik
sama (Jones & Luchsinger, 1986; Nio, 1975 dalam Suranto dkk., 2000). Variasi non
genetik dapat terjadi karena adanya variasi umur (katak), variasi musiman (burung),
variasi musiman pada beberapa keturunan (kupu-kupu), variasi sosial (rayap), variasi
kepadatan (belalang), dan sebagainya. Variasi genetik terjadi karena adanya seksual
dimorfisme (kadal), gynandromorfi (kupu-kupu) dan interseks, strain seksual dan
uniparental serta variasi diskontinyu dan variasi kontinyu.
Manfaat mempelajari variasi intra populasi, yaitu untuk mendukung kegiatan
konservasi dan pemuliaan. Besarnya variasi genetik pada kegiatan konservasi
mencerminkan sumber genetik yang diperlukan untuk adaptasi ekologi dalam jangka
waktu pendek, untuk mempelajari struktur genetik dan mengidentifikasi hewan-
hewan akuakultur, dan evolusi dalam jangka panjang. Sedangkan, untuk pemuliaan
variasi genetik diperlukan dalam kegiatan seleksi (Rahayu & Handayani, 2010).
Arlequin dan DNAsp. adalah software komputer untuk menganalisa dan
memberikan data yang akurat. Tujuan dalam menggunakan software tersebut, yaitu
untuk memahami dan mengetahui suatu variasi populasi di alam juga dapat
menangani beberapa jenis data baik dalam bentuk haplotypic atau genotip. Tipe data
dasar adalah:
1. Urutan DNA
2. Data RFLP
3. Data mikrosatelit
4. Data Standar
5. Data frekuensi alel (Mayr, 1969).
Bentuk haplotypic berarti bahwa data genetis dapat disajikan dalam bentuk
haplotipe (yaitu kombinasi alel pada satu atau lebih loci). Bentuk haplotypic ini dapat
dihasilkan melalui analisis genom haploid (mtDNA, kromosom Y, dan prokariota),
atau dari genom diploid di mana pada fase gamet, yang perlu diperhatikan bahwa
data alel diperlakukan di sini sebagai lokus haplotype tunggal. Bentuk genotip,
berarti bahwa data genetik disajikan sebagai bentuk genotipe diploid (yaitu
kombinasi pasangan alel pada satu atau lebih loci). Setiap genotipe dimasukkan pada
dua baris yang terpisah, dengan dua alel setiap lokus berada di garis yang berbeda
(Mayr, 1969).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu spesimen pada setiap
tahapan hidup katak, kadal, dan jangkrik jantan dan betina, koloni lebah, sequens
nukleotida beberapa spesies hewan, dan chloroform.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu bak preparat, pinset, gloves,
kaca pembesar, mikroskop, kamera, alat tulis, software Arlequin 3.5 dan
komputer/laptop.

B. Metode

1. Alat dan bahan disiapkan.


2. Tahapan hidup katak digambar atau difoto dan didefinisikan jenis variasi yang
terjadi.
3. Kadal atau jangkrik jantan dan betina, organ reproduksinya digambar atau difoto
dan didefinisikan jenis variasi yang terjadi.
4. Diamati awetan koloni lebah dan definisikan jenis variasi yang terjadi.
5. Diamati dan dideskripsikan polimorfisme dari ikan mas koki dan jenis variasi
yang terjadi.
6. Buat laporan sementara dari hasil praktikum.
B. Pembahasan
DAFTAR REFERENSI

Apalikova. O.V., Podlesnych A. V., Kukhlevskiĭ AD., Gokhua S., Brykov V. A.


2011. Phylogenetic Relationships of Silver Crusian Carp Carassius auratus
gibelio, C. auratus cuvieri, Crucian Carp Carassius carassius, and Common
Carp Cyprinus carpio As Inferred from Mitochondrial DNA Variation. Russian
Journal of Genetics. 47(3), pp. 322–331.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell L. 2004. Biologi 5th Edition. Jakarta: Erlangga.

Campbell, Reece, Urry, Cain, Wasserman, Minorsky, dan Jackson. 2009. Biology 8th
Edition. San Fransisco: Benjamin Cummings.

Djajasasmita, M., S. Soemodihardjo, dan B. Sudjoko. 1993. Status Sumberdaya


Chepalopoda di Indonesia. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Species Hewan Vertebrata. Bandung:


Armico.

Dubey S, Chevalley M, and Shine R. 2011. Sexual Dimorphism and Sexual Selection
in A Montane Scincid Lizard (Eulamprus leuraensis). Austral Ecology. 36(1),
pp. 68-75.

Indarmawan. 2013. Petunjuk Praktikum Taksonomi Hewan. Purwokerto:


Laboratorium Taksonomi Hewan Fakultas Biologi.

Inger, R.F. and Iskandar, J. T. 2005. A Collection of Amphibians From West


Sumatra With Description of A New Species of Megrophys (Amphibia:Anura).
The Raffles Bulletin Zoology. 53 (1), pp. 133-142.

Jones, S.B. dan A.E. Luchsinger, 1986. Plant Systematics, Second edition, McGraw-
Hill. New York: Book Company.

Kimball JW. 1999. Biologi. Edisi ke-5. Jilid ke-3. Tjitrosomo SS, Sugiri N,
penerjemah. Terjemahan dari Biology, Fifth Edition. Jakarta: Erlangga.

King, G. 1996. Reptiles and Herbivory. London: Chapman & Hall.

Klung, W.S. dan M.R. Cummings.1994. Concepts of Genetics. 4th edition.


Englewood Cliffs: Prentice Hall.

Kurniati, H dan Maryanto, I. 1996. Studi Pendahuluan Ekologi Dua Kadal Simpatrik
Emoia Ditinjau dari Pakannya (Lacertilia: Scincidae). Zoo Indonesia. (27), pp.
1-8.

Mayr, Ernest. 1969. Principles of Systematic Zoology. Tata Mc Graw. New Delhi:
Hill Publishing Company.

Prafiadi, S., Nia K., Amir H., 2016. Keberagaman Spesies Katak Pohon Hijau
Papua Litoria infrafrenata infrafrenata Tyler, 1971 pada Wilayah Kepulauan
Wallacea dan Indo-Australia. J-PAL. 7 (1), pp 1-11.
Rahayu, S. E. dan S. Handayani. 2010. Keragaman Genetik Pandan Asal Jawa Barat
Berdasarkan Penanda. Inter Simple Sequence Repeat. Makara, Sains. (14), pp.
158-162.

Sluijs, V. D., T. J. M. Van Dooren, O. Seehausen, and J. J. M. Van Alphen. 2007. A


test of fitness consequences of hybridization in sibling species of Lake Victoria
cichlid fish. doi. (10), pp. 1420-9101.

Suranto, Sajidan, Harliyono, Winarno K, dan Emy S. 2000. Studi Variasi Populasi
Ipomoea pes-caprae (L.) Sweet di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta.
Jurnal BioSMART 2 (1), pp. 28 – 33.

Tarroux, A., Joel Bety, Gilles Gauthier2, and Dominique Berteaux. 2012. The
Marine Side of a Terrestrial Carnivore: Intra- Population Variation in Use of
Allochthonous Resources by Arctic Foxes. Intra-Population Variation in
Resource Use. 7 (1), pp 1-12.

Qurratu’aini, N. 2010. Skripsi: Seksual Dimorfisme pada Ukuran Mesiodistal Gigi


Anterior dan Jarak Interkaninus Rahang Bawah pada Mahasiswa Malaysia
FKG USU TA 2006-2009. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.

You might also like