Professional Documents
Culture Documents
Syok Hemorrhagik Ec HAP
Syok Hemorrhagik Ec HAP
Oleh:
Pembimbing:
dr. Hari, SpAn
dr. Andi Miarta, Sp.An
LAPORAN KASUS
Oleh:
Telah diterima sebagai syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik periode 26 Maret – 30 April
2018 di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya / RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
I. Identifikasi
Nama : Ny. SH
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Sumatera Selatan
Agama : Islam
Alamat : Mulya Guna, Kayuagung
No. RM : 00.12.66
MRS : 09 April 2018
B. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata: Conjungtiva pucat (+/+), Sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, sentral Diameter:
3mm/3mm. Edema palpebral (-), gigi palsu (-)
Hidung: Kering, darah (-), deviasi septum (-)
Mulut:Mukosa bibir pucat (+) sianosis (-) atrofi papil lidah (-), buka mulut 3jari, gigi
goyang (-) ompong (-), gigi palsu (-), Malampati I, Faring/tonsil:Arkus faring simetris, uvula
ditengah, palatum mole (+), tonsil T1– T1 (-), detritus (-), kripta tidak melebar, tidak mudah
berdarah.
Leher: Jejas (-), deformitas (-), JVP (5-2) cmH2O, Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru: Statis dan dinamis simetris, stem fremitus kanan=kiri, sonor, vesikuler (+) normal,
ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung: BJ I-II (+) normal, HR = 120 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani.
Ekstremitas: akral dingin, pucat (+), edema (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (09/04/2018)
Hb : 7,1 gr/dl
Eritrosit : 2,9 mm3
Leukosit : 26.200 mm3
Trombosit : 240.000 mm3
Ht : 22 %
D. Diagnosis Kerja
Diagnosa Obgyn : P2A0 Post Partum Spontan 37 minggu belum
inpartu dengan Retensio Plasenta
Diagnosa Anestesi : Syok Hemoragik Stage III-IV e.c. HAP e.c. Retensio
Plasenta
E. Terapi
a. Pre operatif
- IVFD RL gtt xx/mnt
- O2 Nasal kanul 2-4 L/menit
- Oksitosin 2 ampul
- Ondansetron 8 mg
- Sasar SpO2
- Cek darah, HbsAg
b. Intra operatif
- Ketamin 60mg
- Fentanyl 50 mcg
- Midazolam 1 x 2 mg
- O2 Nasal kanul 2-4 L/menit
- IVFD RL gtt xxx/mnt
- Ketorolac 1 x 30 mg
- PRC 1x300cc
c. Post operatif
- IVFD RL gtt xx/mnt
- O2 Nasal kanul 2-4 L/menit
- Ketoprofen 200 mg suppositoria
- PRC 2X300 cc
- Kopodex
- Oksitosin 2 ampul
- Ondansentron 8mg
IV. Rencana Anestesi
a. Jenis pembedahan : Curettage/ Kuretase dan Manual Plasenta
b. Jenis anestesi : Anestesi General
c. Lama anestesi: : 15 menit
d. Lama tindakan : 45 menit
e. Teknik anestesi : Anestesi General
f. Premedikasi :-
g. Medikasi tambahan :-
3.1 Shock
Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan
oksigen jaringan tubuh. 7
2. Stadium Dekompensasi
Pada stadium ini telah terjadi:
a. Perfusi jaringan buruk O2 sangat turun metabolism anaerob laktat
meningkat laktat asidosis, diperberat oleh penumpukan CO2 dimana CO2
menjadi asam karbonat.
Asidemia akan menghambat kontraktilitsa miokardium dan respons terhadap
katekolamin.
b. Gangguan metabolism energy dependent Na+ / K+ pump ditingkat seluler
integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitochondria
memburuk kerusakan sel.
c. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta system koagulasi, akan
diperburuk dengan terbentuknya agregasi thrombocyte dan pembentukan
thrombus disertai tendensi pendarahan.
d. Pelepasan mediator vaskuler : histamine, serotonin, cytokines (TNFalpha dan
Interleukin 1) xantin oxidase membentuk oksigen radikal serta platelets
aggregating factor. Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan
vasodilatasi arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat venous return
turun preload turun cardiac output turun.
Manifestasi klinis: takikardia, tekanan darah sangat turun, perfusi perifer
buruk, asidosis, oliguria dan kesadaran menurun.
3. Stadium Irreversible
Syok yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel multi
organ failure. Cadangan phosphate berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di
jantung dan hepar tubuh kehabisan energi.
Manisfestasi klinis: nadi tidak teraba, tekanan darah tak terukur. Anuria dan
tanda-tanda kegagalan organ.
3.1.2 Klasifikasi 7
1. Hypovolemic (volume intravaskuler berkurang)
2. Cardiogenic (pompa jantung terganggu)
3. Obstructive (hambatan sirkulasi menuju jantung)
4. Distributive (vasomotor terganggu)
DERAJAT DEHIDRASI :
Dewasa Bayi dan Anak
Dehidrasi Ringan 4% BB 5% BB
Sedang 6% BB 10% BB
Berat 8% BB 15% BB
(Sumber : Hartanto, 2007)
TANDA KLINIS
Ringan Sedang Berat
Defisit 3-5% 6-8% >10%
Hemodinamik Takikardia Takikardia Takikardia
Nadi Nadi tidak
sangat teraba
lemah Akral
Volume dingin
collapse Sianosis
Hipotensi
ortostatik
Jaringan Lidah kering Lidah Atonia
Turgor turun keriput Turgor
Turgor buruk
kurang
Urine Pekat Jumlah Oliguria
turun
SSP Mengantuk Apatis Coma
(Sumber : Latief AS, 2002)
Tindakan:
1. Tentukan defisit
2. Atasi syok : cairan infus 20ml/kg dalam 1 jam, dapat diulang
3. Sisa deficit:
- 50% dalam 8 jam pertama.
- 50% dalam 16 jam berikutnya
Cairan : Ringer laktat atau NaCl 0,9%
Telah rehidrasi bila urine: 0,5-1 ml/kg/jam
Pada pendarahan >15% EBV perlu dilakukan transfuse darah, sedang pada bayi dan
anak bila pendarahan >10% EBV.
TRANFUSI dengan :
1. Whole blood : (Hb – Hb pasien ) x BB x 6 = ___ ml
2. Packed Red Cell : (Hb – Hb pasien) x BB x 3 = ___ml
Bila dipakai cairan kristaloid : 3 kali volume darah yang hilang
Cairan koloid : sesuai jumlah darah yang hilang.
A. Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30
menit. 8
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut
akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid
lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih
dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis)
dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan
paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka,
apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan
kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya
tekanan intra kranial.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar). 8
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama
pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk
pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6
ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau
Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam
untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10
ml/kgBB/jam.
3. Anestesi imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat
– obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi
atau kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional
untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.
3.1.2 Bagian Anestesi Umum
A. Anestesia Intravena
Anestetik intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan
untuk rumatan anestesia, tambahan pada analgesia regional atau
untuk membantu prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin
dan propofol. Untuk anestesia intravena total biasanya
menggunakan propofol. 2
Tiopental
Tiopental (pentotal, tiopenton) dikemas dalam bentuk tepung atau
bubuk berwarna kuning, berbau belerang, biasanya dalam ampul
500 mg atau 1000 mg. Sebelum digunakan dilarutkan dalam
akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml = 25 mg). Tiopental
hanya boleh digunakan intravena dengan dosis 3-7 mg/kg dan
disuntikkan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan
intrakranial dan diduga dapat melindungi otak akibat kekurangan
O2. Tiopental di dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya
30% dalam bentuk bebas, sehingga pada pasien dengan albumin
rendah dosis harus dikurangi.
Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak
berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml
= 10 mg). suntikkan intravena sering menyebabkan nyeri,
sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2
mg/kg intravena. Pengenceran propofol hanya boleh dengan
dekstrosa 5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak-anak
<3 tahun dan pada wanita hamil tidak di anjurkan.
Ketamin
Ketamin (ketalar) kurang digeamari untuk induksi anestesia,
karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi,
nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah,
pandangan kabur, dan mimpi buruk. Kalau harus diberikan
sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi midasolam (dormikum)
atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan
untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01mg/kg.
Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuskuler 3-10 mg. Ketamin dikemas dalam cairan bening
kepekatan 1% (1 ml = 10 mg), 5% (1ml = 50 mg) dan 10% (1
ml=100 mg).
B. Anestesia Inhalasi
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk
praktek klinik ialah N20 halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan
sevofluran.1
Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit masih
merupakan misteri dalam farmakologi modern. Pemberian anestetik
inhalasi melalui pernapasan menuju organ sasaran yang jauh
merupoakan suatu hal unik dalam dunia anestesiologi.
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh
sifat fisiknya:
1. Ambilan oleh paru
2. Disfusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan
oleh:
1. Konsentrasi inspirasi
2. Ventilasi alveolar
3. Koefisien darah/gas
4. Curah jantung atau aliran darah paru
5. Hubungan ventilasi-perfusi
a) Induksi
Induksi dapat dilakukan dengan cara inhalasi, intravena, atau
intramuskuler atau rektal :
Induksi Inhalasi : sering disebut dengan istilah induksi lambat karena
membutuhkan waktu yang lama, sedangkan induksi intravena disebut
juga dengan induksi cepat karena penderita cepat tertidur. Tetapi pada
saat ini telah ditemukan sevoflurane yaitu obat inhalasi yang dapat
membuat tidur secepat obat intravena.
Induksi Inhalasi :
Diberikan dengan meminta penderita menghirup campuran gas anestesi
dengan udara atau oksigen, dengan memakai face mask (sungkup muka/
kap). Tergantung yang dipakai, gas anestesi bisa diambil dari tabung gas
(N2O ) atau dari obat anestesi cair yang diuapkan menggunakan alat yang
disebut vaporizer. Pada zaman dulu obat anestesi cair diteteskan pelan-
pelan langsung kesungkup muka yang berlubang –lubang kecil, cara ini
disebut open drop, karena obatnya ether maka disebut juga open drop
ether.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N20 dan
O2. Induksi dimuali dengan aliran O2 >4 liter/menit atau campuran N20:
O2= 3:1 aliran >4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol% sampai
konsentrasi yang dibutuhkan.
Umumnya induksi inhalasi dikerjakan pada bayi dan anak.
Induksi Intravena
Paling banyak dikerjakan dan digemari.
Hendak dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan
terkendali.
Pernafasan, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu
diberikan oksigen.
Dikerjakan pada pasien yang kooperatif
Contohnya :
1. Tiopental
Dosis : 3-7 mg/kgBB
2. Propofol
Dosis : 2-3mg/kgBB, diberikan lidokain 1mg/kgBB satu menit
sebelumya karena nyeri.
3. Ketamin
Dosis : 1-2mg/kgBB , dianjurkan menggunakan sedativa
seperti midasolam karena halusinasi dan tidak dianjurkan
dengan tekanan darah tinggi.
Total Intra Venous Anesthesia (TIVA) adalah metode anestesi umum
yang dicapai tanpa menggunakan gas volatile anestesi. Dapat
didefinisikan sebagai sesuatu teknik anestesi umum dimana induksi
dan pemeliharaan anestesi dengan menggunakan agen intravena
murni. Total Intra Venous Anestesia telah terjadi lebih popular karena
sifat farmakokinetik dan farmakodinamik propofol. Obat-obatan yang
sering dipakai untuk TIVA adalah ketamine, propofol, midazolam,
obat sintetik baru dimana model farmakokinetiknya dapat diprediksi.
Keuntungan dari penggunaan TIVA yaitu:
2. Onset induksi sangat cepat
3. KEO yang besar pada anak menghasilkan induksi yang sangat cepat
dan keseimbangan yang cepat antara plasma dan effect site.
4. Onset aksi yang cepat yang tidak tergantung pada ventilasi alveolar.
5. Perbaikan kualitas pada saat bangun dari anestesi.
6. Pemulihan yang lembut dan tenang
7. Tidak terdapat resiko polusi lingkungan
8. Pengurangan insidensi mual muntah post operasi.
9. Peningkatan kenyamanan pasien, kepuasan orang tua pasien pada
periode post operasi.
10. Propofol mengurangi metabolism otak dan CBF, sehingga
digunakan untuk menurunkan tekanan intracranial.
11. Pilihan metode pada pasien dengan hipertermia maligna.
12. Pilihan metode pada pasien dengan miopati kongenital.
13. Propofol tidak menekan Sistem Saraf Pusat selama operasi spinal.
14. Dapat diterapkan secara administrative untuk mempertahankan
anestesi
b) Maintenance (Pemeliharaan)
Rumatan anestesia/ maintenance dapat dikerjakan dengan cara
intravena, inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi yang
biasanya mengacu trias anestesia yaitu tidur ringan sekadar tidak sadar,
analgesia cukup, relaksasi otot
2. Penyulit Respirasi
a) Obstruksi jalan nafas
b) Batuk
c) Cekukan (Hiccup)
d) Intubasi endobronkial
e) Apnu (Henti Nafas)
f) Atelektasis
g) Pneumotoraks
h) Muntah dan Regurgitas
3. Komplikasi Mata
a) Laserasi Kornea
b) Menekan bola mata terlalu kuat
5. Komplikasi Neurologi
a) KonvulsiTerlambat sadar
b) Cedera saraf tepi (perifer)
6. Komplikasi Lain-Lain
a) Menggigil
b) Gelisah setelah anestesi
c) Mimpi buruk
d) Sadar selama operasi
e) Kenaiakn suhu tubuh
f) Hipersensitif
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Ny. SH, perempuan, 30 tahun P2A0 belum inpartu datang ke IGD RSUD Kayu Agung
dengan diagnosis pre operatif perdarahan post partum ec sisa plasenta. Pasien mengallami
perdarahan sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Warna merah segar, 2 jam SMRS
pasien mengalami perdarahan hebat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 78/52 mmHg,
Nadi 120x/menit, RR 22x/menit, dan suhu 36,50C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kepala,
leher, thoraks, abdomen, ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang
laboratorium didaptkan hasil Hb 7,1 g/dL, RBC 2,9 mm3, WBC 26.200 mm3, Trombosit
240.000 mm3 dan Hematokrit 22%. Maka dari itu status pasien ASA III, dimana pasien
dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
Pemilihan jenis anestesi pada Ny. SH yaitu anestesi umum karena beberapa
pertimbangan seperti kondisi pasien yang mengalami perdarahan hebat yang bisa membuat
pasien mengalami penurunan kesadaran pada saat intraoperatif, refleks protektif berkurang
sehingga memungkinkan untuk terjadinya aspirasi isi lambung.
Pada pasien dengan perdarahan dan dilakukan tindakan kuretase, hal yang
dikhwatirkan adalah terjadinya syok hemoragik. Selama intraoperative didapatkan
perdarahan sebanyak 300ml, Jumlah volume darah total pada pasien ini dengan berat badan
50 kg adalah 3250, dikarenakan estimasi jumlah darah yang hilang adalah sebanyak 25% dari
estimasi total volume darah maka terapi cairan yang diberikan adalah kristaloid dengan dosis
rumatan/maintenance. Ny. SH dengan berat badan 50 kg, perhitungan kebutuhan cairannya
adalah 40+20+30 = 90 ml/jam.
DAFTAR PUSTAKA
3. Chalik, TMA. 2010. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Dalam:
Prawirohardjo,Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4, Cetakan I. Jakarta
7. Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi
Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
8. Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
10. Sunatrio S. Terapi Cairan Kristaloid dan Koloid untuk Resusitasi Pasien Kritis. Second
Fundamental Course on Fluid Therapy. PT Widara Bhakti: Jakarta, 2003: 1-19
11. Parello JE. Current Therapy in Critical Care Medicine. MC Craw-Hill Book: Singapore,
1992
12. Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In:
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15,
jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266
13. Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi
Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
14. Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology).
Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I. Jakarta