Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (UU PA), Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dalam dirinya melekat harkat dan martabat
sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang
memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang diharapkan dapat menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Anak perlu mendapat kesempatan
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik secara fisik, mental, maupun
sosial. Karena sifatnya, maka tumbuh kembang anak harus dilakukan dalam lingkungan yang
melindungi dari segala bahaya dalam bentuk pengasuhan yang optimal.
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) pada Pasal 28B ayat (2) disebutkan bahwa
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi. Pasal 1 ayat (2) UU PA menyebutkan bahwa Perlindungan Anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Keluarga bertanggungjawab untuk mengasuh dan melindungi anak 1. Anak yang mendapatkan
pengasuhan dan perlindungan dari keluarganya dengan baik maka anak tersebut tidak terhambat di
dalam mencapai hak kelangsungan hidup dan perkembangan. Jika keluarga tidak mampu
melaksanakan tanggungjawab mengasuh dan melindungi anak, maka negara wajib membantu
keluarga tersebut dalam bentuk program pendidikan/pengasuhan bagi keluarga: keterampilan
menjadi orangtua, keterampilan melindungi anak, kemampuan meningkatkan partisipasi anak dalam
keluarga, penyelenggaraan program konseling bagi anak dan keluarga. Dan bilamana diperlukan,
negara dapat memberikan dukungan/bantuan ekonomi.
Kegagalan keluarga dalam melaksanakan tanggungjawab mengasuh dan melindungi anak disertai
dengan kegagalan negara di dalam membantu/memberdayakan keluarga tersebut dalam mengasuh
dan melindungi anak dapat berakibat pada anak beresiko mengalami kekerasan, eksploitasi,
penelantaran, dan perlakuan salah lainnya.
Dalam era otonomi daerah, melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, dan penetapan Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, serta PP
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi Pemerintah Daerah telah memberikan
kewenangan kepada daerah untuk melakukan upaya perlindungan anak, untuk itu perlindungan
anak adalah urusan wajib yang harus dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
1
Konvensi Hak Anak Pasal 5; 9-11; 18
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan
diuraikan dalam naskah akademik. Pada naskah akademik Raperda PA akan diuraikan
masalah mengenai:
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam memberikan perhatian pada persoalan-
persoalan anak. Pengakuan tentang pentingnya perlindungan terhadap anak sudah menjadi
kesepakatan international melalui penandatanganan Konvensi Hak Anak (KHA). Konstitusi Indonesia
secara eksplisit juga memberikan pengakuan terhadap hak anak. Hal ini seperti yang tercantum
dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Langkah maju dalam perlindungan anak dilakukan Indonesia dengan mengesahkan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berbagai UU yang relevan sebagai instrumen
perundangan nasional yang juga memuat perlindungan anak seperti terlampir.
Dari analisis perundang-undangan yang disajikan di atas, terdapat berbagai persoalan terkait dengan
pengaturan perundang-undangan khusus anak. Beberapa permasalahan adalah:
1. Saling tumpang tindih dan tidak sinkron sehingga menyulitkan dalam aplikasinya.
2. Belum secara detail menguraikan mengenai perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi,
penelantaran, dan perlakuan salah lainnya.
3. Sesuai muatannya, UUPA diharapkan mampu mewujudkan komitmen Indonesia untuk
melindungi anak. Namun dalam perjalanannya UUPA belum secara jelas menciptakan sistem
perlindungan anak yang holistic dan komprehensif termasuk layanannya dari tingkat
preventif (pencegahan dini), pengurangan risiko, sampai pada penanganan kasus.
Oleh karena itu, daerah seharusnya memiliki payung hukum berupa Perda yang mampu
mengakomodir semua isu terkait perlindungan anak, mampu memberikan layanan secara holistik
dan komprehensif, dan secara tegas memberikan mandat kepada lembaga untuk melakukan
koordinasi kebijakan dan pengawasan, dan mandat kepada lembaga untuk memberikan layanan.
Sedangkan kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi
penyusunan dan pembahasan Raperda PA.
D. Metode Penelitian
Penyusunan naskah akademik ini dilakukan dengan metode penelitian yudikatif normatif yang
dilakukan melalui studi literatur dan pustaka terutama menelaah data sekunder. Data sekunder
yang digunakan adalah data hasil pemetaan perlindungan anak dengan pendekatan sistem yang
merupakan baseline data bagi naskah akademik ini.
Memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoritis, asas, perkembangan pemikirn, serta
implikasi sosial, politik dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam satu PERDA
A. Kajian teoretis
1. Negara-negara Anggota PBB termasuk Indonesia sebagai negara yang telah menandatangani
perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi internasional, bertanggung jawab untuk mematuhi
perjanjian, protokol dan konvensi-konvensi yang telah diratifikasi dalam wilayah nasional
mereka. Oleh sebab itu, pemerintah memikul seluruh tanggung jawab untuk
mengimplementasikan kewajiban-kewajiban internasional ini, serta mandat kepemimpinan
dalam melaksanakan peraturan dan mekanisme yang diperlukan untuk mewujudkan kewajiban
tersebut.
2. Dan, sebagai bentuk nyata dari komitmen Pemerintah Indonesia dalam perlindungan anak, telah
disahkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Meskipun kita telah memiliki
Undang-Undang tersebut, yang substansinya telah mencantumkan tentang hak-hak anak dan
perlindungan anak, kewajiban dan tanggungjawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah
dan negara. Untuk memberikan perlindungan pada anak terutama di daerah, masih perlu
dijabarkan lagi dalam bentuk peraturan daerah.
3. Selain itu, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai MDGs (Tujuan Pembangunan
Millennium) dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi
kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. MDGs yang terkait dengan perlindungan
anak, adalah meliputi:
4. Kemudian, dalam penerapan perlindungan anak, perlu diperhatikan juga rangkaian tentang
pengasuhan anak yang berkelanjutan, yang meliputi:
b. Tahapan Sekunder – Menargetkan kelompok spesifik anak dan keluarga yang berisiko
Pelayanan ini masih bersifat preventif tapi fokus pada pemenuhan kebutuhan yang telah
diidentifikasi dalam keluarga tertentu atau kelompok yang berisiko. Pencegahan sekunder
atau layanan intervensi awal ditujukan kepada anak dan keluarga yang telah teridentifikasi
rawan atau mengalami resiko perlakuan salah atau penelantaran. Layanan intervensi awal
targetnya adalah keluarga yang telah melakukan perilaku yang mengandung resiko
kekerasan, harus di cegah, agar tidak terjadi situasi yang secara nyata dapat menyebabkan
dampak buruk terhadap anak.
Sebagai contoh, Pelayanan dukungan keluarga dalam bentuk : mediasi dan nasehat hukum
ketika keluarga menghadapi kekerasan dalam rumah tangga, pertengkaran, perceraian;
meningkatkan keterampilan menjadi orangtua dan keterampilan melindungi anak; upaya
penyembuhan salah satu anggota keluarga yang menghadapi masalah ketergantungan obat,
minuman keras, berjudi, ketidakmampuan mengendalikan amarah; mendapatkan rujukan
pada pelayanan lainnya, seperti dukungan ekonomi, tempat tinggal, jaminan sosial; dan
Pelayanan dukungan keluarga ketika terjadi reintegrasi sosial setelah anak berkonflik dengan
Intervensi di tingkat tersier adalah penting untuk merespons keadaan di mana seorang anak
sangat berisiko atau mendapat perlakuan salah, dieksploitasi, ditelantarkan atau mengalami
cedera. Intervensi ini mungkin melibatkan anak demi kepentingan terbaik bagi anak harus
dipisahkan dari keluarga. Dalam beberapa situasi, intervensi yang pertama kali harus dilakukan
adalah mencegah anak terpisah dari keluarga. Tetapi jika menurut hasil asesmen hal itu demi
kepentingan terbaik bagi anak maka anak tersebut harus dicarikan pengasuhan alternative.
Asesmen dan keputusan penempatan anak dalam pengasuhan alternative hanya boleh
dilakukan oleh Negara. Intervensi ini dapat mencakup penggunaan pencegahan primer dan
pelayanan intervensi sekunder, bersama dukungan dan tindakan pencegahan lainnya. Detail
dari rencana dan program untuk anak-anak secara individu perlu ditentukan oleh konteks
tertentu dan harus didasarkan pada prinsip kepentingan terbaik seperti yang disebutkan dalam
KHA.
Elaborasi terkait prinsip2 perlindungan anak yaitu Prinsip-prinsip umum KHA yang harus menjiwai
atau mainstreaming bagi setiap langkah legislasi atau pembuatan undang-undang dan kebijakan
yang dilakukan oleh negara yang terdiri dari: Non Diskriminasi, kepentingan Terbaik bagi anak, Hak
hidup, Kelangsungan hidup dan perkembangan, menghargai pandangan anak, yang terdiri dari :
2. Pasal 3 Kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interests of The Child) harus menjadi landasan
system hukum dan Kebijakan Pemerintah; Pasal 3 juga berkaitan dengan Pasal 40 (2) (b) (iii) atau
pengadilan meliputi JAMINAN NEGARA atas : Penanganan kasus anak sesegera mungkin tanpa
penundaan; Oleh instansi yang berwenang (aparat penegak hukum); Independent;
Mendapatkan bantuan yang layak; dan dengan mempertimbangkan umur atau situasi.
Disamping itu kepentingan terbaik bagi anak juga berkaitan dengan pasal 37 (c) meliputi
JAMINAN NEGARA atas: pencabutan Kebebasan yaitu Anak yang dicabut kebebasannya harus
dipisahkan dari tahanan dewasa, kecuali dengan pertimbangan demi kepentingan terbaik bagi
anak.
C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan yang dihadapi
masyarakat.
1. Bagaimana praktik penyelenggaraan pencegahan dan penanganan kekerasan, eksploitasi,
perlakuan salah dan penelantaran terhadap anak yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah
bersangkutan saat ini
2. Bagaimana kondisi kekerasan, ekploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak yang
terjadi saat ini di daerah yang bersangkutan. (didukung dengan data dan memperhatikan local
wisdom/budaya setempat perlu kajian apakah tindakan terhadap anak berdasar budaya
Catatan: (data-data tentang kekerasan, eksploiasi, perlakuan salah dan penelantaran dimasukkan
dalam lampiran)
D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem (atau pendekatan berbasis sistem) yang akan diatur
dalam Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek
beban keuangan daerah.
Materi Kajian
1. Bagaimana dampak dari penerapan peraturan daerah terhadap nilai-nilai budaya setempat dan
aspek kehidupan masyarakat (apakah bertentangan atau tidak, bagaimana solusinya?).
2. Apa yang akan dilakukan daerah yang bersangkutan untuk mengatasi persoalan yang timbul
akibat penerapan sistem baru.
3. Bagaimana koordinasi antar SKPD di daerah terkait perlindungan anak atau apakah diperlukan
suatu unit/lembaga khusus di daerah yang diberikan mandat untuk mengatur dan menjalankan
pelayanan kesejahteraan anak.
Catatan:
Daerah memastikan adanya alokasi anggaran yang diperlukan dalam perlindungan anak di
daerah yang bersangkutan (kaitannya dengan kebutuhan SKPD)- bahwa anggaran tidak hanya
harus diberikan oleh daerah, tetapi harus dipastikan penggunaan anggaran tersebut adalah
untuk perlindungan anak.
lihat Contoh Analisis dibawah tentang Evaluasi dan Analisis Peraturan Per UU dalam kerangka
perlindungan anak yang berbasis sistem .
– Dari alokasi anggaran yang ada – bagaimana – Bagaimana bentuk koordinasi antara
anggaran untuk pelayanan untuk kesos sistem peradilan dan sistem kesos bagi
anak dan keluarga? % alokasi dari anggaran anak dan keluarga? Dimanakah
keseluruhan? Tantangan dalam kesenjangannya?
penganggaran?
– Apakah sarana dari lembaga/ institusi
tersebut dimanfaatkan secara efisien dan
efektif?
A. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
peraturan yang akan dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan
cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang
bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
- Pancasila, terutama sila kedua dan kelima yang terkait dengan upaya
perlindungan anak.
- Dalam pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945, tentang kewajiban
negara untuk ‘memajukan kesejahteraan rakyat......dst, dikaitkan
dengan kewajiban negara dalam upaya perlindungan anak.
- Local wisdom yang hidup dan berkembang pada masyarakat setempat
yang dapat mendukung perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi,
penelantaran dan perlakuan salah lainnya.
B. Landasan Sosiologis
Catatan: Landasan Yuridis harus mengacu pada kewajiban negara untuk menghormati,
memenuhi, melindungan dan memajukan hak asasi manusia khususnya hak anak untuk
dilindungi dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran.
Hukum & Standar Internationsional yang harus dipertimbangkan sebagai Landasan Yuridis :
Ratifikasi KHA
Ratifikasi Konvensi ttg Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
Ratifikasi KILO 138 ttg Usia Minimum
Ratifikasi KILO 182 ttg Penghapusan Bentuk-bentukPekerjaan Terburuk untuk Anak
Berbagai peraturan terkait dgn Peradilan Anak
Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi muatan
Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Dalam Bab ini, sebelum menguraikan
ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan, arah dan
jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan yang telah dikemukakan dalam bab
sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang lingkup materi pada dasarnya mencakup:
1. ketentuan umum
2. materi yang akan diatur
3. ketentuan sanksi
4. ketentuan peralihan
A. Ketentuan Umum
memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan frasa yang pengacu
pada definisi umum baik dari Peraturan perundang-undangan maupun dari istilah
baku secra akademik.
D. Ketentuan Peralihan
Ketentuan peralihan menyebutkan bahwa segala peraturan tentang perlindungan
anak harus dilakukan penyesuaian segera setelah Perda PA diundangkan.
Penutup terdiri dari Simpulan dan Saran. Pada simpulan berisi rangkuman pokok
pikiran praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi, dan asas. Sedangkan pada
saran berisi pemilhan substansi naskah akademik, rekomendasi skala prioritas,
kegiatan lainnya yang mendukung penyempurnaan naskah akademik.