You are on page 1of 14

PERAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN

PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) TERHADAP IMPLEMENTASI

DIVERSI DI KABUPATEN PURBALINGGA

RAGANGAN PENELITIAN

Diajukan untuk Pra Syarat Skripsi Pada Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

CHANDRA ADI HARBOWO

E1A013230

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2018
2

A. Latar Belakang

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

memiliki harkat dan martabat sebagaimana seutuhnya. Untuk menjaga harkat

dan martabatnya, anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum

dalam sistem peradilan. Baik disaat anak tersebut menjadi korban, pelaku,

maupun saksi. Salah satu bentuk perlindungan hukum dalam sistem peradilan

anak di indonesia khususnya peradilan pidana anak adalah diversi.

Diversi merupakan suatu proses penyelesaian perkara pidana anak

diluar proses peradilan. Diversi termasuk dalam Restorative Justice yaitu

penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,

keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama

mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada

keadaan semula, dan bukan pembalasan.1 Dalam implementasinya, proses

diversi ini memerlukan beberapa komponen atau pihak pihak yang terkait

untuk menyelesaikan suatu perkara. Salah satu komponenya adalah pekerja

sosial profesional.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak (SPPA) pasal 1 ayat (14) disebutkan bahwa pada

intinya pekerja sosial profesional adalah seseorang yang bekerja di suatu

lembaga yang memiliki tugas pelayanan dan menangani masalah sosial anak.

Di Purbalingga, terdapat suatu lembaga bentukan pemerintah Purbalingga

1
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
3

melalui Keputusan Bupati Purbalingga Nomor 411.4/121 Tahun 2007 tentang

Pembentukan Tim Pelayanan Terpadu Korban Tindak Kekerasan Terhadap

Perempuan dan Anak dengan nama Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak yang selanjutnya di sebut (P2TP2A). Lembaga

pemerintah P2TP2A tersebut memiliki nama Tim Harapan ( Hapus Kekerasan

Terhadap Perempuan dan Anak), dimana Tim Harapan tersebut memiliki

tugas untuk melakukan pelayanan dan menangani masalah sosial anak,

sehingga Tim Harapan dapat dikategorikan sebagai pekerja sosial profesional

sesuai dengan kriteria yang telah disebutkan diatas.

Tim Harapan ini berperan penting dalam implementasi diversi karena

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas hukum dalam hal

ini adalah proses diversi. Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh

Soerjono Soekanto yang menyebutkan bahwa efektif tidaknya suatu hukum

ditentukan oleh 5 faktor, yaitu2:

1. Faktor hukumnya sendiri

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak – pihak yang membuat dan

menerapkan hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masayarakat, yaitu lingkungan dimana hukum itu berlaku

atau diterapkan

2
Soekanto, Soerjono, .Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 8
4

5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

Dalam teori tersebut Tim harapan termasuk dalam faktor penegak

hukum yaitu pihak-pihak yang menerapkan hukum dalam hal ini proses

diversi. Sehingga peran dari tim harapan yang merupakan P2TP2A dalam

implementasi diversi di purbalingga sangat menarik untuk diteliti agar

keefektifitasan dari implementasi diversi di Kabupaten Purbalingga ini dapat

ditingkatkan lagi.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis sangat tertarik untuk

membuat penelitian dengan judul “PERAN PUSAT PELAYANAN

TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A)

TERHADAP IMPLEMENTASI DIVERSI DI KABUPATEN

PURBALINGGA”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah peran dari P2TP2A dalam implementasi diversi di Kabupaten

Purbalingga?

2. Apakah hambatan dari P2TP2A dalam menjalankan peran tersebut?


5

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peran dari P2TP2A dalam implementasi diversi di

Kabupaten Purbalingga.

2. Untuk mengetahui hambatan yang dialami P2TP2A dalam menjalankan

peran tersebut.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penilitian

terhadap perkembangan ilmu hukum , khususnya yang berkaitan dengan

implementasi diversi dalam sistem peradilan anak.

2. Kegunaan Praktis

Untuk menambah bahan masukan referensi bagi pemerintah dan pihak

yang terkait dalam implementasi diversi pada sistem peradilan anak

khususnya bagi Tim Harapan P2TP2A.

E. Kerangka Teoritis

Sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang

terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian. Kejaksaan, pengadilan dan


6

permasyarakatan terpidana.3 Dikemukakan pula bahwa sistem peradilan

pidana ( criminal justice system) adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk

menanggulangi kejahatan.4 Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,

terdapat beberapa komponen yang penting. Setelah diundangkannya Undang-

Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), maka Het Herziene Regement (Stbl. 1941 No. 44) sebagai

landasan sistem peradilan pidana Indonesia, landasan bagi proses

penyelesaian perkara pidana di Indonesia telah dicabut. Komponen sistem

peradilan pidana yang lazim diakui, baik dalam pengetahuan mengenai

kebijakan kriminal (criminal policy) maupun dalam praktik penegakan

hukum, terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga

pemasyarakatan.5 Namun, dalam sistem peradilan pidana yang lebih khusus

dalam hal ini sistem peradilan pidana anak terdapat beberapa komponen

penunjang yang tidak kalah pentingnya untuk menyelesaikan proses suatu

perkara.

Sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian

perkara yang melibatkan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), dari

mulai dari penyidikan sampai tahap pembibingan setelah menjalani pidana.

Sistem peradilan pidana anak ini telah diatur dalam Undang-Undang SPPA.

Dalam Undang-Undang tersebut secara eksplisit dijelaskan bahwa sistem

3
Reksodiputro, Mardjono, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada
Kejahatan Dan Penegakan Hukum Dalam Batas – Batas Toleransi), (Fakultas Hukum Unversitas
Indonesia, 1993), hlm. 1
4
Atmasasmita , Romli, Sistem Peradilan Pidana(Criminal Justice System) Perspektif
Eksistensialisme Dan Abolisionalisme, (Jakarta, Bina Cipta, 1996) hlm. 15
5
Romli Atmasasmita, op,cit, hlm. 24
7

peradilan anak ini lebih menekankan keadilan restoratif yaitu diversi.

Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan, serta Balai Pemasyarakatan (Bapas),

Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak

Sementara (LPAS), dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial

(LPKS) merupakan institusi atau lembaga yang menangani ABH mulai

dari anak bersentuhan dengan sistem peradilan dalam proses penyidikan,

menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan

anak, hingga tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan,

dilakukan dalam koridor untuk Keadilan Restoratif.6

Sistem peradilan pidana anak ini lebih menekankan keadilan restoratif

berupa diversi. Dalam Undang-Undang SPPA pasal 1 ayat (7) disebutkan

bahwa diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses

peradilan pidana proses di luar peradilan pidana. Dijelaskan lebih lanjut

dalam pasal 8 ayat (1) bahwa proses diversi ini dilakukan melalui

musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau

orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja soisal

professional. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa salah satu pihak yang

harus dilibatkan dalam musyawarah tersebut adalah pekerja sosial profesional

yang merupakan konsentrasi dari penulis dalam penelitian ini karena P2TP2A

termasuk dalam klasifikasi sebagaipekerja sosial profesional.

6
Dewi, Ismala, Sistem Peradilan Anak: Pengadilan untuk Keadilan Restoratif, (Jakarta,
P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika, 2015), hlm. 119
8

Soerjono Soekanto yang menyebutkan bahwa efektif tidaknya suatu

hukum ditentukan oleh 5 faktor, yaitu7:

1. Faktor hukumnya sendiri

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak – pihak yang membuat dan

menerapkan hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masayarakat, yaitu lingkungan dimana hukum itu berlaku

atau diterapkan

5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

Dalam teori tersebut Tim harapan termasuk dalam faktor penegak

hukum yaitu pihak-pihak yang menerapkan hukum dalam hal ini proses

diversi.

Undang-Undang SPPA dalam pasal 1 ayat (14) menyebutkan bahwa

pekerja sosial professional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga

pemerintahan maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi

pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh

melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial

untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial anak.

P2TP2A merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang


7
Soerjono Soekanto, op,cit, hlm. 8
9

memiliki tugas untuk melakukan pelayanan dan penanganan masalah sosial

anak. Pada awalnya tugas dari P2TP2A hanyalah menangani kasus kekerasan

terhadap perempuan dan anak, namun ternyata seiring berjalanya waktu

perkara ABH di Kabupaten Purbalingga semakin meningkat sehingga

berdasarkan Undang-Undang SPPA peran dari P2TP2A ini berkembang.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris

yaitu metode penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula

dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang

berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat. 8

Atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan

terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di

masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-

fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan

terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada

akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.9

8
Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002),
hlm. 15
9
Ibid, hlm. 16
10

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif

analitis yaitu melakukan deskripsi terhadap hasil penelitian dengan

data yang selengkap dan sedetail mungkin. Deskripsi yang dimaksudkan

adalah terhadap data primer dan juga data sekunder yang berhubungan

dengan peran dari P2TP2A dalam implementasi diversi di Kabupaten

Purbalingga. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil penelitian

dengan menggunakan peraturan perundang-undangan dan teori yang

relevan.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberaqpa tempat seperti kantor dinas

sosial dan keluarga berencana Kabupaten Purbalingga, perpustakaan

Fakultas Hukum, dan perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman.

4. Sumber Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang

bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan – bahan yang


11

mengikat terdiri dari peraturan perundangan-undangan yang terkait

dengan objek penelitian ini, seperti:

a) Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana.

b) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

c) Surat Keputusan Bupati Purbalingga Nomor 411.4/121

Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Pelayanan Terpadu

Korban Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Kabupaten Purba;ingga.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti

misalnya, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil

karya dari kalangan hukum dan sebagainya.Dalam penelitian ini

penulis memakai beberapa bahan hukum yang tergolong bahan hukum

sekunder berupa literatur-literatur mengenai hukum acara pidana,

sistem peradilan anak, diversi, dan P2TP2A.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder; contohnya adalah kamus hukum dan ensiklopedi.


12

5. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

a. Data Primer

Dalam penelitian ini, data primer menggunakan metode

pengumpulan data dengan wawancara langsung dengan pengurus

harian Tim Harapan P2TP2A.

b. Data Sekunder

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan

terhadap data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini penulis melakukan studi kepustakaan yaitu

dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, sumber buku,

literatur, artikel dan dokumen lain yang berhubungan dengan

permasalahan yang menjadi objek penelitian.

6. Metode Penyajian Bahan Hukum

Metode penyajian bahan hukum dalam penelitian ini dengan cara

penyajian dalam bentuk deskriptif dan sistematis. Bahan hukum yang

dikumpulkan selanjutnya disusun secara sistematis dan disajikan dalam

bentuk uraian yang dihubungkan antara satu dengan yang lainya, lalu
13

disekuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sebagai satu

kesatuan yang utuh dan berkesinambungan.

7. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara empiris kualitatif, yaitu menjabarkan dan menafsirkan data

berdasarkan hasil temuan di lapangan dan studi kepustakaan.


14

G. Daftar Pustaka

1. Literatur

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar

Grafika, 2002)

Ismala Dewi, Sistem Peradilan Anak: Pengadilan untuk Keadilan

Restoratif, (Jakarta, P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika, 2015)

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat

Kepada Kejahatan Dan Penegakan Hukum Dalam Batas – Batas

Toleransi), (Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, 1993)

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana(Criminal Justice System)

Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionalisme, (Jakarta, Bina

Cipta, 1996)

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008)

2. Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

You might also like