Professional Documents
Culture Documents
Paper Atelektasis Radiologi
Paper Atelektasis Radiologi
DAFTAR ISI................................................................................................................. 1
BAB II ........................................................................................................................... 3
2.4 ETIOPATOGENESIS......................................................................................... 8
2.8 TERAPI............................................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. (a) Paru menempati sebagian besar volume rongga toraks. (b) Zona
konduksi trakeobronkial tree, dimulai pada trakea dan berakhir pada bronkhiolus
terminalis.2,3,4
Dinding toraks dibentuk oleh dua belas pasang iga yang melengkung dan menyatu
di sternum di sebelah anterior dan vertebra torakalis di posterior. Diafragma, yang
membentuk dasar (lantai) rongga toraks, adalah lembaran besar otot rangka
berbentuk kubah yang memisahkan secara total rongga toraks dari rongga
abdomen. Diafragma hanya di tembus oleh esofagus dan pembuluh darah yang
melintas di antara rongga toraks dan-abdomen. Rongga toraks ditutup di daerah
leher oleh otot-otot dan jaringan ikat. Satu-satunya komunikasi ( antara toraks dan
atmosfer adalah melalui saluran pernapasan ke dalam alveolus. Seperti paru,
dinding dada mengandung sejumlah besar jaringan ikat elastik.4
Alveolus adalah kantung udara berdinding tipis, dapat mengembang, dan
berbentuk seperti anggur yang terdapat di ujung percabangan saluran pernapasan.
Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan sel alveolus Tipe I yang gepeng. Jaringan
padat kapiler paru yang mengelilingi setiap alveolus juga hanya setebal satu lapisan
4
Gambar 2. (a) Alveolus, merupakan tempat pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding alveolus dan kapiler
pembuluh darah dengan cara difusi. (b) Sel Alveolar Tipe I yang tipis dan
membentuk dinding alveolus, epitel alveolus mengandung sel alveolus Tipe II,
diaman sel tipe 2 yang mengeluarkan surfaktan paru, suatu kompleks
fosfolipoprotein yang mempermudah pengembangan (ekspansi) paru. Di dalam
lumen kantung udara juga terdapat makrofag alveolus untuk pertahanan tubuh.3,4,5
Selain itu, pertemuan udara-darah di alveolus membentuk permukaan yang sangat
luas untuk pertukaran gas. Di paru terdapat sekitar 300 juta alveolus, masing-
masing bergaris tengah sekitar 300 µm (1/3 mm). Sedemikian padatnya jaringan
kapiler paru, sehingga setiap alveolus dikelilingi oleh suatu lapisan darah yang
hampir kontinu. Dengan demikian, luas permukaan total yang terpajan antara udara
alveolus dan darah kapiler paru adalah sekitar 75 meter persegi (seukuran lapangan
tenis). Sebaliknya, apabila paru terdiri dari hanya sebuah ruang berongga dengan
ukuran sama dan tidak terbagi-bagi menjadi satuan-satuan alveolus yang sangat
banyak tersebut, luas permukaan totalnya hanya akan mencapai 1/100 meter
persegi.
5
Gambar 3. Pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap
paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu
lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan
bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru.4,6
2.2 MEKANIKA PERNAPASAN
Udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah, yaitu, menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar paru
selama proses bernapas dengan mengikuti penurunan gradien tekanan yang
berubah berselang-seling antara alveolus dan atmosfer akibat aktivitas siklik otot-
otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan berbeda yang penting pada ventilasi:4
1. Tekanan Atmosfer (barometrik).
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda - benda
di permukaan bumi. Di ketinggian permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760
mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas
permukaan laut karena kolom udara di atas permukaan bumi menurun. Dapat terjadi
fluktuasi minor tekanan atmosfer akibat perubahan kondisi-kondisi cuaca (yaitu, pada
saat tekanan barometrik meningkat atau menurun).4
2. Tekanan Intra-alveolus.
6
(a) (b)
Gambar 6. (a) Paru-paru normal, perfusi vaskular dan inflasi alveolar yang tidak
mengalami cedera. (b) Epitel yang cedera oleh karena pembuluh darah yang
mengalami kompresi dan rusaknya endotel yang disebabkan oleh gangguan
mikrovaskular. Epitel dan endotel yang mengalami cedera merupakan keadaan
awal yang menginisiasi terjadinya cedera paru. Cedera awal yang terjadi adalah
kolaps alveoli, kemudian akan terjadi reaksi inflamasi dan hilangnya integritas
epitel. 6
8
2.4 ETIOPATOGENESIS
Terdapat tiga mekanisme yang dapat menyebabkan atau memberikan kontribusi
terjadinya atelektasis, diantaranya adalah: Obstruksi saluran pernapasan, kompresi
jaringan parenkim paru pada bagian ekstratoraks, intratoraks, maupun proses pada
dinding dada , penyerapan udara dalam alveoli, dan gangguan fungsi dan defisiensi
surfaktan. Ketiga penyebab ini dapat menjelaskan dasar fisiologis penyebab
atelektasis.1
1. Atelektasis Resorpsi
Terjadi akibat adanya udara di dalam alveolus. Apabila aliran masuk udara ke
dalam alveolus dihambat, udara yang sedang berada di dalam alveolus akhirnya
berdifusi keluar dan alveolus akan kolaps.2
Gambar 7. Atelektasis Resorpsi. Terjadi akibat obstruksi total pada saluran napas.
Keadaan ini bersifat reversible jika obstruksi dihilangkan.3
Terjadi akibat perubahan perubahan fibrotik jaringan parenkim paru lokal atau
menyeluruh, atau pada pleura yang menghambat ekspansi paru secara sempura.
Atelektasis kontraksi bersifat irreversible.3
Gambar 10. Mikroatelektasis terjadi akibat gangguan pada fungsi dan produksi
surfaktan.3,6
NRDS atau dikenal sebagai hyaline membrane disease merupakan keadaan akut
yang terutama ditemukan pada bayi prematur, lebih sering pada bayi dengan usia
gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat dibawah 1500 gram. Bayi prematur
lahir sebelum produksi surfaktan memadai. Surfaktan, suatu senyawa lipoprotein yang
mengisi alveoli, mencegah alveoli kolaps dan menurunkan kerja respirasi dengan
menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfaktan, tegangan permukaan
meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya komplians paru, yang
akan mempengaruhi ventilasi alveolar sehingga terjadi hipoksemia dan hiperkapnia
dengan asidosis respiratorik.8
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) merupakan sindrom yang
ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar kapiler terhadap air,
larutan,dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus dan akumulasi cairan
dalam parenkim paru yang mengandung protein. Cairan dan protein tersebut merusak
integritas surfaktan di alveolus dan terjadi kerusakan yang lebih parah. Penyebab
langsung ARDS adalah injury pada epitel alveolus, seperti aspirasi isi gaster, infeksi
paru difus, contusio paru, tenggelam, inhalasi toksik, sedangkan penyebab tidak
langsung ialah sepsis, trauma non toraks, pankreatitis, dan transfuse darah yang massif.
6,7
12
Gambar 11. Sampel perbandingan pasien yang mengalami obesitas dengan non
obesitas sebelum anastesi, setelah ekstubasi, dan setelah 24 jam.1
Atelektasis berlangsung selama setidaknya 24 jam pada pasien yang mengalami
obesitas dibandingkan pada pasien yang non-obesitas. Sisa kapasitas fungsional (FRC)
lebih rendah pada pasien yang obesitas, dimana gradien oksigenasi alveolar arterial
meningkat dan terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen. Perbedaan mekanik pada
sistem respirasi dan ditemukannya hipoksia pada pasien obesitas sebagian besar
dikarenakan oleh penurunan volume paru-paru dan peningkatan tekanan
intraabdominal. 1
2. Tipe Anastesi
karbondioksida yang baik. Keadaan ini dipertahankan selama anestesi spinal dan
epidural. 2
3. Pengaruh Posisi
Penurunan volume sisa fungsional paru merupakan faktor predisposisi
terjadinya atelektasis, yaitu penutupan bronkus bagian bawah, sehingga dapat
menciptakan pola khas atelektasis basis. Pada orang dewasa, terjadi perubahan FRC
dari posisi tegak ke posisi terlentang, yaitu terjadi penurunan FRC dari 0,5 liter ke 1,0
liter,ketika pasien terjaga. Setelah anestesi, FRC berkurang dari 0,5 ke 0,7. Posisi
trendelenburg memungkinkan isi perut mendorong diafragma sehingga terjadi
penurunan FRC. Posisi terlentang pada pasien pasca bedah yang terbaring dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan pengurangan FRC dan dapat mencetuskan terjadinya
atelektsis.2
4. Fraksi Oksigen Terinspirasi
Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2) adalah jumlah oksigen yg dihantarkan atau
diberikan ke pasien melalui ventilator. Konsentrasi berkisar 21-100%, Rekomendasi
untuk pengaturan FiO2 pada awal pemasangan ventilator adalah 100%. Namun
pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab resiko keracunan oksigen akan
meningkat. Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur pada membran alveolar
kapiler, dan keadaan ini dapat menyebabkan edema paru, atelektasis, dan penurunan
PaO2 yg refrakter (ARDS).1
Ketika gradien konsentrasi kapiler alveoli meningkat, kapiler akan menyerap
oksigen secara berulang dan terjadilah atelektasis. Walaupun terdapat perbedaan
pengguanaan konsentrasi oksigen, lebih baik jika FiO2 diberikan lebih dari 0,8. 3
Gejala yang paling umum didapatkan pada atelektasis adalah sesak napas,
pengembangan dada yang tidak normal selama inspirasi, dan batuk. Gejala gejala
lainnya adalah demam, takikardi, adanya ronki, berkurangnya bunyi pernapasan,
pernapasan bronkial,dan sianosis. Jika kolaps paru terjadi secara tiba-tiba, maka gejala
yang paling penting didapatkan pada atelektasis adalah sianosis. Jika obstruksi
melibatkan bronkus utama, mengi dapat didengar, dapat terjadi sianosis dan asfiksia,
dapat terjadi penurunan mendadak pada tekanan darah yang mengakibatkan syok. Jika
terdapat sekret yang meningkat pada alveolus dan disertai infeksi, maka gejala
14
atelektasis yang didapatkan berupa demam dan denyut nadi yang meningkat (takikardi).
Pada pemeriksaan klinis didapatkan tanda atelektasis pada inspeksi didapatkan
berkurangnya gerakan pada sisi yang sakit, tkabunyi nafas yang berkurang, pada
palpasi ditemukan vokal fremitus berkurang, trakea bergeser ke arah sisi yang sakit,
pada perkusi didapatkan pekak dan uskustasi didapatkan penurunan suara pernapasan
pada satu sisi.1,2,3,4
2.7 DIAGNOSIS
Gambar 12. Atelektasis pada lobus kiri bawah. Panah biru menunjukkan tepi daerah
segitiga menunjukkan kepadatan yang meningkat pada sulkus cardiophrenikus kiri.
Panah merah pada CT Scan aksial menunjukkan atelektasis pada lobus kiri bawah
dibatasi oleh celah besar pengungsi. 4
15
Gambar 14. Atelektasis pada lobus paru bagian kanan atas. Tampak elevasi dari
fissura horizontal dan deviasi trakea ke arah kanan. 7
Gambar 15. Atelektasis pada lobus paru bagian medial dextra. Pada foto dada lateral
tampak gambaran opak berbentuk segitiga pada bagian hilus. 7
16
Gambar 16. Atelektasis pada lobus paru bagian bawah dextra. Tampak siluet pada
bagian hemidiafragma dextra dengan densitas triangular posteromedial.7
2.8 TERAPI
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mengeluarkan dahak dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang kolaps. Terapi bisa dimulai dengan fisioterapi
thoraks agresif, tetapi mungkin memerlukan bronkoskopi untuk melepaskan sumbatan
pada paru dan reekspansi segmen paru yang kolaps. Jika penyebab atelektasis adalah
obstruksi parsial, maka langkah pertama adalah menghilangkan obstruksinya. Sebuah
benda asing dapat dihilangkan dengan cara membuat pasien batuk, dengan suction, dan
bronkoskopi. Sumbatan lendir dapat di dilakukan dengan cara 'drainase postural', yaitu
cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan mempergunakan gaya berat
dan sekret itu sendiri. Drainase postural dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya
sekret dalam saluran nafas dan mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi
ateletaksis. Selain itu, pasien juga dianjurkan untuk berbaring pada sisi normal sehingga
paru-paru yang kolaps mendapat kesempatan untuk kembali berkembang. Pasien dapat
melakukan pernapasan yang dalam dengan tujuan agar paru dapat mengembang. Dalam
kasus atelektasis yang dikarenakan oleh pengumpulan cairan di rongga pleura
dilakukan drainase interkostalis. Jika alveoli mengalami kompresi karena beberapa
tumor di rongga dada, maka pengangkatan tumor dengan operasi harus dilakukan.
Tetapi jika jaringan paru-paru yang rusak diperbaiki dan tidak dapat dikembalikan
secara normal maka satu-satunya jalan untuk jenis atelektasis adalah lobektomi.1,2
2.9 PROGNOSIS
Prognosis sangat bergantung pada penyebab yang mendasari, dan luasnya paru-
paru yang kolaps. Jika hanya sebagian kecil daerah paru-paru yang kolaps, prognosis
sering sangat baik. Di sisi lain, atelektasis bisa menjadi kondisi yang mengancam hidup
jika sebagian besar paru-paru terlibat, atau gejala-gejala muncul dengan cepat.1
2.10 KOMPLIKASI
1. Pnemonia. Keadaan ini diakibatkan oleh berkurangnya oksigen dan kemampuan
paru untuk mengembang sehingga secret mudah tertinggal dalam alveolus dan
mempermudah menempelnya kuman dan mengakibatkan terjadinya peradangan
pada paru. 1
17
2. Hypoxemia dan gagal napas. Bila keadaan atelektasis dimana paru tidak
mengembang dalam waktu yang cukup lama dan tidak terjadi perfusi ke
jaringan sekitar yang cukup maka dapat terjadi hypoxemia hingga gagal napas.
Bila paru yang masih sehat tidak dapat melakukan kompensasi dan keadaan
hipoksia mudah terjadi pada obstruksi bronkus. 1
3. Sepsis. Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelektasis itu sendiri adalah suatu
proses infeksi, dan bila keadaan terus berlanjut tanoa diobati maka mudah
terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah di paru, namun bila keadaa segera
ditangani keadaan sepsis jarang terjadi. 1
4.
Bronkiektasis. Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi
kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan
fibrosis dan bronkiektasis.1
18
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson, 2006, Patofisiologi, edisi 6, vol. 2. Penerbit
buku kedokteran, EGC, Jakarta
2. Djojodibroto, Darmanto., 2009.”Respirologi (Respiratory Medicine)”, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Lukas, 2010. Atelektasis Kesehatan Milik Semua: Pusat Informasi Penyakit dan
Kesehatan. Penyakit Paru dan Saluran Pernafasan
4. Rasad Sjahriar, 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta: balai penerbit FKUI p. 132
5. Mayo, 2010. Dasar-dasar Atelektasis. Mayo Foundation untuk Pendidikan dan
Penelitian Medis
6. Hamsafir, Evan, 2010. Diagnosis dan penatalaksanaan pada atelektasis.
7. Edwin F. Donnelly, M.D. Ph. D, Patterns of Lobar Collapse, 2004,
http/www.RadiologyNotebook.com
8. Franken et all, atelektasis: A Shrunke, Air Less State Affecting All of Part of Lung,
2004
http//www.eMedicine.com