You are on page 1of 9

COPD/PPOK

1. DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.(PDPI,
2003)
Penyakit paru obstruksi adalah penyakit atau gangguan paru yang
memberikan kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas
(Smeltzer & Bare, 2002).
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (chronic obstructive pulmonary
diseases/COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya (Irman, 2008).

2. ETIOLOGI
Penyebab eksaserbasi akut dapat primer yaitu infeksi trakeobronkial
(biasanya karena virus), atau sekunder berupa pneumonia, gagal jantung,
aritmia, emboli paru, pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang tidak
tepat, penggunaan obat obatan (obat antidepresan, diuretik) yang tidak tepat,
penyakit metabolic (diabetes melitus, gangguan elektrolit), nutrisi buruk,
lingkungan memburuk atau polusi udara, aspirasi berulang, serta pada stadium
akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi) (PDPI, 2003).

3. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang terkenal di
masyarakat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14 juta
orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan
mortalitas menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu 18,6 per
100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9%
dari tahun 1979 sampai 1991. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab
kematian keempat di dunia yaitu akan menyebabkan kematian pada 2,75 juta
orang atau setara dengan 4,8%. (Oemiati, 2013)

4. KLASIFIKASI
Menurut PDPI (2003) Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala
penderita, oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas
mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1.

Klasifikasi Gejala Spirometri


Penyakit
RINGAN  Tidak ada gejala waktu istirahat atau VEP > 80%
bila exercise prediksi VEP/KVP
 Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi < 75%
gejala ringan pada latihan sedang (mis
: berjalan cepat, naik tangga)
SEDANG  Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi
mulai terasa pada latihan / kerja ringan VEP 30 - 80%
(mis : berpakaian) prediksi VEP/KVP
 Gejala ringan pada istirahat < 75%

 Gejala sedang pada waktu istirahat


BERAT  Gejala berat pada saat istirahat
 Tanda-tanda korpulmonal
VEP1< 75%

Sedangkan menurut Muttaqin (2008) Klasifikasi PPOK dapat dibedakan


menjadi tiga yaitu:

1. Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi


yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang
disebabkan penyempitan menyeluruh dari saluran pernafasan.

2. Bronkitis kronik: gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan


mukus yang berlebihan dalam bronkus dan dimanifestasikan dalam
bentuk batuk kronis serta membentuk sputum selama 3 bulan dalam
setahun, minimal 2 tahun berturut-turut.

3. Emfisema: perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran


dinding alveolus, duktus alveolar, dan destruksi dinding alveolar.

5. PATOFISIOLOGI
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag dan
sel epitel untuk melepaskan faktor kemotoktik yang merekrut lebih banyak
makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan
protease yang merusak ekemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya
dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya
antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies
oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl hydrogen
peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap
patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran
antiprotease.

Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial,


hipersekresi mukosa, peningkatan masa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula
disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus
yang berlebihan . Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai
bronkitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru,
penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan
emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas
recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya
sokongan pada saluran udara kecil non- kartilago. Keseluruhan proses ini
mengakibatkan obstruksi paten pada saluran nafas dan timbulnya gejala
patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK

Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi aatu


kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan
hypoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran
darah (V∕Q tidak sesuai ). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang
berpefusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2
yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi
keadaan in, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk
mengatasi resistensi saluran nafas yang telah meningkat, pada akhirnya proses
ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien
dengan PPOK berat.

6. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pada PPOK menurut PDPI (2003):
a. Anamnesis
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi:
o Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
o Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
o Penggunaan otot bantu napas
o Hipertropi otot bantu napas
o Pelebaran sela iga
o Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i
leher dan edema tungkai
o Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi:
o suara napas vesikuler normal, atau melemah
o terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
o ekspirasi memanjang
o bunyi jantung terdengar jauh
 Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed - lips breathing
 Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
 Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

7. TATA LAKSANA MEDIS


PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil
dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut. (PDPI, 2003)
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow
release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).

b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
 Lini I : amoksisilin, makrolid
 Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
baru
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi
yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik,
tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati

3. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ
lainnya.
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada
pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat
digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena
berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis
gas darah.
6. Rehabilitasi
ujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Peningkatan Hb (empisema berat)
2. Peningkatan eosinofil (asma)
3. Penurunan alpha 1-antitrypsin
4. PO2 menurun dan PCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan
emfisema)
5. Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma
mendatar
6. EKG: deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien asma berat
dan atrial disritmia/bronkhitis); gel.P pada Leads II, III, AVF panjang dan tinggi
(brinkhitis dan emfisema); dan aksis QRS vertikal (emfisema)

9. REFERENSI
Irman, S. (2008). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Oemiati, R. (2013). Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 23(2), 82-88.
PDPI. (2003). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),Pedoman Praktis
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf. Diakses
tanggal 9 Juli 2017

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. EGC : Jakarta

You might also like