You are on page 1of 2

Manis Pahitnya si hitam yang memukau.

“Kami adalah hitam yang merangkum semua warna yang terabaikan”

–Talamariam

Ultras dapat diartikan sebagai “coretan hitam”, hal ini merujuk pada pakaian yang sering
digunakan dalam setiap pertandingan yang dihadiri oleh ultras. “Dia selalu berpakaian hitam, dia tidak
ingin diketahui identitasnya.” Menurut salah satu ultras dari BCS (Brigata Curva Sud) PSS Sleman yang
tidak mau disebutkan identitasnya saat ditemui, Rabu (02/05). Tidak memberikan identitas juga salah
satu ciri ultras yang paling jelas. Berbeda dengan hooligans yang selalu menonjolkan identitas, ultras
lebih terorganisir dan senyap.

Penggunaan warna hitam oleh para ultras juga tidak terlepas dari paham anarkisme yang juga
menggunakan warna ini dalam setiap pergerakannya pada sekitar tahun 1880-an. Penggunaan warna
hitam juga melambangkan pergerakan anarki dalam melawan batasan yang diciptakan oleh negara.
Sama seperti anarkisme, ultras pun menuntut suatu kebebasan yang dapat menghalanginya untuk dapat
memberikan dukungan.

Dilansir dari Tempo.co (24/02/17), “Ultras bermakna di luar kebiasaan, bertujuan mendukung
tim pujaan dengan cara kreatif.” Ultras pun, dapat berdiri sepanjang 90 menit tanpa duduk untuk
mendukung dengan cara meneriaki yel-yel atau bernyayi. Dalam wawancaranya dengan Sanskerta,
ultras dari BCS yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa ultras mendukung tim bukan
dengan kekerasan atau adu fisik. Namun, ultras mendukung dengan adu kreatifitas diatas tribun
penonton, dengan cara demikianlah ultras mendukung tim kebanggaannya.

Menurut ultras BCS yang diwawancari ini, ultras bukan hanya mampu menggerakkan massa
namun sangat mampu dalam menggerakkan masa. Jelas ultras bukan hanya satu atau dua orang, bukan
juga puluhan atau ratusan. Akan tetapi, Ultras terdiri dari ribuan orang maka jika ada satu tujuan yang
dirasa perlu untuk terwujud mudah saja itu dilakukan.

“Ultras itu menghidupi tim” terang ultras BCS yang tidak mau disebutkan namanya. jelas sekali
jika kita mengambil contoh BCS, Ultras dari PSS Sleman ini sangat turut ambil adil menghidupi
kesebelasannya dengan cara-cara yang lebih kreatif ketimbang melakukan kekerasan.

Melawan Stigma

Perilaku ultras di atas tribun seringkali dinilai oleh pendukung lainnya sangat tidak patut
dicontoh, sebut saja saat pertandingan Galatasaray dengan Leeds United di Istanbul, Turki. Dilansir dari
Goal.com (05/04/14), kejadian itu terjadi pada 5 April 2000, Pendukung dari Galatasaray yang tidak
terima diejek oleh pendukung dari Leeds United akhirnya melakukan tindakan bodoh dengan menusuk
hingga tewas dua pendukung Leeds United. Korban pertama tewas saat bentrok berlangsung dengan
Pendukung Galatasaray, korban kedua tewas di rumah sakit setelah berhasil dievakuasi dari lokasi
bentrokan.
Kejadian lainnya dilansir dari fourfourtwo.com (10/11/16), pasca kemenangan Al-Ahly pada
Februari 2012, para Ultras Al-Masry awalnya menyerang para pemain Al-Ahly baru kemudian
menyerang para pendukung kesebelasan tersebut. Total tewas saat insiden berdarah tersebut mencapai
74 orang meninggal terdiri dari 72 Suporter Al-Ahly, Satu orang polisi dan satu orang pendukung dari Al-
Masry. Masalah ini diduga ada kaitannya dengan politik di negara tersebut. Terlepas dari dugaan
tersebut, kelakuan menyimpang para ultras ini sangat tidak dapat dibiarkan karena menyangkut hak
hidup orang banyak.

Kejadian yang belum lama terjadi di indonesia dilansir dari Detik.com (07/05/18), kericuhan
terjadi antara pendukung Persitema Temanggung dengan PSIP Pemalang. Berawal dari Pemain
Persitema yang tidak puas kepada wasit karena membuyarkan kemangan mereka. Wasit menganggap
sepak pojok pemain PSIP awalnya tidak masuk, namun diluar dugaan karena klaim dari para pemain PSIP
akhirnya tendangan tersebut dianggap masuk. Keputusan tersebut membuat para pendukung Persitema
mengamuk dan membuat wasit terkapar dilapangan.

Menghadapi itu semua Ultras dari BCS yang tidak ingin disebutatkan namanya ini menganggap
bahwa ultras yang ideal itu mereka tidak akan menyusahkan kelompoknya atau tim yang didukungnya.
Mendukung tim yang bahkan sedang terpuruk sekalipun dengan melawan stigma masyarakat bahwa
ultras tidak selamanya berperilaku agresif. Tanpa menyindir semua pihak, seharusnya kontrol emosi
para pendukung pun, pada setiap pertandingan lebih dapat dijaga supaya tidak merugikan tim yang
dibelanya dan diri mereka sendiri. Mengutip dari Tweets dari @ririrahayu_ (27/07/17), “Aku suka sepak
bola, aku mau nonton sepak bola, tapi aku nggak mau mati Cuma gara-gara nonton sepak bola.” Terlihat
bahwa kesadaran para ultras masih minim. Oleh karenanya, Kesadaran harus ditanam sejak dalam
pikiran dan memang harus begitu.

You might also like