You are on page 1of 41

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada lembaga


Pendidikan
Menurut Wohlstetter dan Mohrman, dkk. (1997), terdapat empat
kewenangan (otonomi) dan tiga prasyarat yang bersifat organisasional yang
seharusnya dimiliki sekolah dalam mengimplementasikan MBS. Hal itu
berkaitan dengan: (1) kekuasaan (power) untuk mengambil keputusan, (2)
pengetahuan dan keterampilan, termasuk untuk mengambil keputusan yang
baik dan pengelolaan secara profesional, (3) informasi yang diperlukan oleh
sekolah untuk mengambil keputusan, (4) penghargaan atas prestasi (reward),
(5) panduan instruksional (pembelajaran), seperti rumusan visi dan misi
sekolah yang menfokuskan pada peningkatan mutu pembelajaran, (6)
kepemimpinan yang mengupayakan kekompakan (kohesif) dan fokus pada
upaya perbaikan atau perubahan, serta (7) sumber daya yang mendukung.
Penerapan MBS di sekolah juga hendaknya memperhatikan
karakteristik dari MBS, baik dilihat dari aspek input, proses dan output.
Pemahaman terhadap prinsip MBS dan karaketeristik MBS akan membawa
sekolah kepada penerapan MBS yang lebih baik. Pada akhirnya mutu
pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dan dipertanggungjawabkan,
karena pelaksanaannya dilakukan secara partisipatif, transparan, dan
akuntabel.
Menurut Slamet P.H (2001), pelaksanaan MBS merupakan proses yang
berlangsung secara terus-menerus dan melibatkan semua unsur yang
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh
karena itu, strategi utama yang perlu diditempuh dalam melaksanakan MBS
adalah sebagai berikut.
Pertama, mensosialiasikan konsep MBS. Sosialisasi dilakukan kepada
seluruh warga sekolah, yaitu guru,siswa, wakil-wakil kepala sekolah,
konselor, karyawan dan unsur-unsur terkait lainnya (orangtua murid,
pengawas, dan sebagainya) melalui seminar, diskusi, forum ilmiah, dan
media masa dengan memperhatikan sistem, budaya, dan sumber daya
sekolah.
Kedua, melakukan analisis situasi. Analisis sistuasi akan menghasilkan
tantangan nyata, yang harus dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah
kesenjangan antara keadaan sekarang dan keadaan yang diharapkan. Karena
itu, besar kecilnya ketidaksesuaian antara keadaan sekarang (kenyataan) dan
keadaan yang diharapkan (idealnya) memberitahukan besar kecilnya
tantangan yang ada.
Ketiga, merumuskan tujuan situasional yang akan dicapai melalui
pelaksanaan MBS, berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi. Kriteria
kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya ditetapkan. Kriteria ini digunakan
sebagai standar atau kriteria untuk mengukur tingkat kesiapan setiap fungsi
dan faktor-faktornya. Keempat, mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu
dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti
tingkat kesiapannya. Untuk mencapai tujuan situasional yang telah
ditetapkan, maka perlu diidentifikasi fungsi-fungsi mana yang perlu
dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti
tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud di antaranya meliputi
pengem-bangan: kurikulum, tenaga kependidikan dan nonkependidikan,
siswa, iklim akademik sekolah, hubungan sekolah-masyarakat, fasilitas, dan
fungsi-fungsi lain.
Kelima, menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya
melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud mengenali tingkat kesiapan setiap
fungsi dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai tujuan
situasional yang telah ditetapkan. Berhubung tingkat kesiapan fungsi
ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada
setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor
dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal.
Tingkat kesiapan setiap fungsi harus memadai. Paling tidak memenuhi
ukuran kesiapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan situasional, yang
dinyatakan sebagai kekuatan, bagi faktor yang tergolong internal, serta
peluang, bagi faktor yang tergolong faktor eksternal. Sedang tingkat kesiapan
yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan, dinyatakan
sebagai kelemahan, bagi faktor yang tergolong faktor internal, dan ancaman,
bagi faktor yang tergolong faktor eksternal.
Keenam, memilih langkah-langkah pemecahan masalah atau tantangan,
yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap
menjadi fungsi yang siap. Agar tujuan situasional tercapai, perlu dilakukan
tindakan-tindakan yang mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi.
Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan
persoalan, yang hakikatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan
dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang. Hal itu dapat
dilakukan dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor kekuatan dan/atau
peluang.
Ketujuh, membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan
panjang, berikut program-program untuk merealisasikan rencana tersebut.
Perencanaan itu dilakukan secara partisipatif dan berdasarkan pada
pemecahan masalah. Sekolah tidak selalu memiliki sumber daya yang cukup
untuk melaksanakan manajemen berbasis sekolah, sehingga perlu dibuat
skala prioritas untuk rencana jangka pendek, menengah, dan panjang.
Kedelapan, melaksanakan program-program untuk merealisasikan
rencana jangka pendek manajemen berbasis sekolah. Kesembilan, melakukan
pemantauan serta evaluasi proses hasil MBS. Hasil pantauan proses dapat
digunakan sebagai umpan balik bagi perbaikan penyelenggaraan. Sementara
hasil evaluasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan
situasional yang telah dirumuskan.
Nurkholis (2003:132) mengemukakan sembilan strategi keberhasilan
implementasi MBS. Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap
empat hal, yaitu dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan,
pengembangan pengetahuan dan ketrampilan secara berkesinambungan, akses
informasi ke segala bagian, serta pemberian penghargaan kepada setiap pihak
yang berhasil. Mulyasa (2005: 41) menyatakan bahwa salah satu bentuk
otonomi sekolah adalah kebijakan pengembangan kurikulum yang mengacu
kepada standar kompetensi, kompetensi dasar, dan standar isi, serta
pembelajaran beserta sistem evaluasinya, sepenuhnya menjadi wewenang
sekolah, yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat yang
dilakukan secara fleksibel. Dengan demikian, otonomi sekolah yang
dilakukan secara benar dalam kerangka implementasi MBS diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal
pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan
pembelajaran dan non- pembelajaran. Menurutnya, sekolah harus lebih
banyak mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena bagaimanapun
sekolah adalah bagian dari masyarakat secara luas. Wujud dari partisipasi
masyarakat dan orang tua siswa bukan hanya sebatas dalam bantuan dana,
tetapi lebih dari itu dalam memikirkan peningkatan kualitas sekolah.
Misalnya, partisipasi masyarakat dalam merencanakan dan mengembangkan
program-program pendidikan.
Ketiga, adanya kepemimpinan sekolah yang kuat sehingga mampu
menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara
efektif. Kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan
dan pengembangan sekolah secara umum. Dalam MBS kepala sekolah
berperan sebagai designer, motivator, fasilitator, dan liaison. Oleh karena itu,
pengangkatan kepala sekolah harus didasarkan atas kemampuan manajerial
dan kepemimpinan, dan bukan lagi didasarkan atas jenjang kepangkatan.
Menurut Mulyasa (2005:98), Kepala Sekolah merupakan “sosok kunci” (the
key person) keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah dalam
kerangka implementasi MBS. Oleh karena itu, dalam implementasi MBS
kepala sekolah harus memiliki visi, misi, dan wawasan yang luas tentang
sekolah yang efektif serta kemampuan profesional dalam mewujudkannya
melalui perencanaan, kepemimpinan, manajerial, dan supervisi pendidikan.
Kepala sekolah juga dituntut untuk menjalin kerjasama yang harmonis
dengan berbagai pihak yang terkait dengan program pendidikan di sekolah.
Singkatnya, dalam implementasi MBS, kepala sekolah harus mempu berperan
sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator dan
motivator.
Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis
dalam kehidupan dewan sekolah yang efektif. Dalam pengambilan keputusan
kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan memperhatikan
aspirasi dari bawah. Konsumen yang harus dilayani kepala sekolah adalah
murid dan orangtuanya, serta masyarakat dan para guru. Kelima, semua pihak
harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh.
Untuk bisa memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing harus
ada sosialisasi tentang konsep MBS.
Keenam, adanya panduan (guidelines) dari Departeman Pendidikan
terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara
efisien dan efektif. Dengan dasar hukum pelaksanaan MBS yang tertuang
adalam UU No. 25 Tahun 2000, dan UU No. 20 Tahun 2003, Departemen
Pendidikan diharapkan memberikan panduan sebagai rambu-rambu dalam
pelaksanaan MBS yang sifatnya tidak mengekang dan membelenggu sekolah.
Ketujuh, sekolah harus transparan dan akuntabel yang minimal
diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban tahunan. Akuntabilitas
sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah terhadap semua stakeholder.
Untuk itu, sekolah harus dikelola secara transparan, demokratis, dan terbuka
terhadap segala bidang yang dijalankan dan kepada setiap pihak terkait.
Kedelapan, penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja
sekolah, khususnya pada peningkatan prestasi belajar siswa.
Kesembilan, implementasi diawali dengan sosialisasi konsep MBS,
identifikasi peran masing-masing, pembangunan kelembagaan (capacity
building), pengadaan pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya,
implementasi pada proses pembelajaran, monitoring dan evaluasi, serta
melakukan perbaikan-perbaikan.
Di samping itu, pelaksanaan MBS perlu didukung oleh iklim sekolah
yang memadai, yaitu iklim sekolah yang kondusif bagi terciptanya suasana
yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable learning). Iklim
sekolah akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang
lebih menekankan pada learning to know, learning to do, learning to be, dan
learning to live together. Untuk mendukung semua itu, sekolah perlu
dilengkapi oleh sarana dan prasarana pendidikan, serta sumber-sumber belajar
yang memadai.
Contoh:
Sekolah SMP Negeri 2 Tabanan terletak di kabupaten Tabanan.
Sekolah ini merupakan sekolah dengan sekolah standar nasional (SSN).
Sekolah ini harus mengikuti standar nasional pendidikan indonesia yang
meliputi:
a. Standar Isi adalah lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan
dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi
oleh peserta didik.
b. Standar proses adalah standar nasional yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan.
c. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencangkup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
d. Standar pendidik dan kependidikan adalah : kriteria pendidikan
prajabatandan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam
jabatan
e. Standar sarana dan prasarana adalah : standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan criteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolah
raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termaksuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi
f. Standar pengelolaan adalah : standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan kegiatan pendidikan pada
tingkatan satuan pendidikan agar tercapai efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan pendidikan
g. Standar pembiayaan adalah : standar yang mengatur komponen dan
besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku salama satu tahun
h. Standar penilaian pendidikan adalah : standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil
belajar peserta didik

Dengan adanya Standar Nasional ini SMP Negeri 2 Tabanan harus dapat,
meningkatkan kualitas dan mutu sekolah sehingga adanya peningkatan
sekolah dalam hasil pendidikan setiap tahunnya.

Visi sekolah SMP Negeri 2 Tabanan yaitu: Unggulan dalam prestasi


berlandaskan nilai-nilai agama dan budaya bangsa

Misi sekolah SMP Negeri 2 Tabanan yaitu :

a. Menjadikan insan yang arif, bermoral dan bijaksana berdasarkan nilai-


nilai agama dan budaya bangsa
b. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efesien
c. Menanamkan semangat keunggulan kepada siswa,guru dan karyawan
d. Mengembangkan potensi siswa dalam mencapai prestasi yang optimal
e. Melaksanakan manajemen yang transparan dan akuntabel
f. Menyiapkan SDM yang siap berkompetisi di era glaobal
g. Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan
dengan semangat 7K untuk mengantisipasi global warming

Tujuan sekolah SMP Negeri 2 Tabanan adalah :

a. Menghasilkan lulusan yang arif, bermoral dan bijaksana berdasarkan


nilai-nilai agama dan budaya.
b. Terlaksananya kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efesien
berbasis IT
c. Menghasilkan lulusan yang dapat diterima di SMA atau SMK
d. Menghasilkan lulusan yang mempunyai dya saing dan daya juang yang
tinggi
e. Terlaksananya transparansi dan akuntabel oleh sekolah
f. Menghasilkan SDM yang mampu berkompetisi diera global
g. Menghasilkan lulusan yang peduli pada lingkungan hidup

Setiap Organisasi sekolah mempunyai struktur yang berbeda yang dapat


mempengaruhi sikap dan prilaku anggotannya.bagaimana diketahui bahwa
tujuan pengorganisasian antara lain adalah membagi pekerjaan dan membagi
tugas dan tanggung jawab, mengkoordinasikan mengelompokkkan pekerjaan,
membanngun hubungan dikalangan guru atau karyawan, menetapkan garis
wewenang, mengalokasikan dan memberikan sumber daya organisasi. Di
sekolah SMP Negeri 2 Tabanan pelaksanaan dan pengorganisasian sekolah
sudah dilakukan, di mana dengan adanya pembagian tugas, wewenang dan
tanggung jawab yang diberikan oleh kepala sekolah kepada guru dan karyawan
berdasarkan struktur organisasi. Kepala sekolah merupakan pemimpin utama
yang dapat memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan sekolah.

Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Tabanan selaku pimpinan mempunyai tugas


sebagai berikut :

a. Menyusun perencanaan
b. Mengorganisasikan kegiatan
c. Mengarahkan kegiatan
d. Mengkoordinasikan kegiatan
e. Melaksanakan pengawasan
f. Melakukan evaluasi
g. Menentukan kebijakan
h. Mengadakan rapat
i. Mengambil keputusan
j. Mengatur proses belajar mengajar
k. Mengatur administrasi : kantor, siswa,perlengkapan, keuangan atau RAPBS
l. Mengatur organisasi siswa intra sekolah
m. Mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan dunia usaha

Menjamin Komunikasi Efektif

Komunikasi yang terjalin antara kepala sekolah dan para guru serta karyawan di
SMP Negeri 2 Tabanan berjalan efektif, sehingga apa yang disampaikan kepala
sekolah kepaga guru dan karyawan bisa dimengerti oleh mereka dan tidak terjadi
adanya miscommunication yang bisa mengakibatkan hubungan pekerjaan
terganggu.

Dengan adanya komunikasi yang efektif akan menciptakan iklim kerja yang sehat
dan terbuka. Hal ini sangat penting guna meningkatkan kreativitas dan dedikasi
para guru dan karyawan.

Akuntabel

SMP Negeri 2 Tabanan dalam mencapai akuntabilitas sekolah telah menjalankan


: kurikulum yang relevan yang memperhitungkan kebutuhan masyarakat,
kemampuan manajemen yang tinggi, komitmen yang kuat untuk mencapai
keunggulan, sarana penunjang yang memadai, dan perangkat aturan yang jelas
dan dilaksanakan secara konsisten oleh sekolah SMP Negeri 2 Tabanan. Di mana
SMP Negeri 2 Tabanan sudah mampu menjaga mutu keluarannya sehingga dapat
diterima oleh masyarakat.

SMP Negeri 2 Tabanan tidak hanya mutu outputnya yang harus optimal tetapi
juga mengenai pertanggungjawaban pengelolaan keuangan kepada
publik/masyarakat sudah melakukan transparansi yang dapat mendukung peran
serta stakeholder pada sekolah SMP Negeri 2 Tabanan.

PELAKSANAAN BELAJAR MENGAJAR

1. Mengembangkan Kurikulum sesuai Kemampuan


Kurikulum SMP Negeri 2 Tabanan berisi tentang seperangkat rencana,
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Sesuai struktur kurikulum pada standar isi, dengan
memperhatikan kondisi sekolah.

Mata Pelajaran Wajib SMP Negeri 2 Tabanan Meliputi :

a. Pendidikan Agama
b. Pendidikan Kewarganegaraan
c. Bahasa Indonesia
d. Bahasa Inggris
e. Matematika
f. Ilmu Pengetahuan alam (IPA)
g. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
h. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
i. Seni Budaya
j. Teknologi Informasi dan Komunikasi

Muatan Lokal

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan


kompetensi daerah termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Oleh karena itu SMP
Negeri 7 Jakarta menetapkan muatan lokal meliputi : bahasa bali dan bahasa
jepang.

Kegiatan Pengembangan Diri

Di SMP Negeri 2 Tabanan, pengembangan diri bukan merupakan mata


pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat,
minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga
kependidikan lainnya yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri yang dapat dilakukan dalam
bentuk kegiatan ekstrakurikuler, yaitu :

a. Kepramukaan
b. Palang Merah Remaja (PMR)
c. Paskibra
d. Seni Musik
e. Karate
f. Tae Kwon Do
g. Basket
h. Voli
i. sepak takraw
j. Pencak Silat

Setiap siswa wajib memilih salah satu kegiatan tersebut. Dan


pelaksanaannya diadakan di hari sabtu setelah pembelajaran selesai.

Pengaturan Beban Belajar

Pengaturan beban belajar berdasarkan sistem paket yang telah tetapkan,


durasi untuk satu 1 jam pelajaran 40 menit. Untuk keperluan memperdalam
pemahaman peserta didik, guru dapat memberikan tugas mandiri maksimal 50%
tatap muka di kelas, laboratorium dan lainnya. Pemanfaatan alokasi waktu
tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai
kompetensi.

Ketuntasan Belajar

Ketuntasan belajar setiap Standar kompetensi (SK) atau Kompetensi Dasar


(KD) yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar antara 0 -100 %.
Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing SK/KD 75%. Untuk menentukan
ketuntasan minimal SMPN 2 Tabanan mempertimbangkan tingkat kemampuan
rata-rata peserta didik, kemampuan sumber daya pendukung dalam
penyelenggaraan pembelajaran serta kompleksitas materi pembelajaran. Faktor-
faktor yang menentukan KKM SMP N 2 Tabanan antara lain : Kompleksitas,
pengukuran tingkat kompleksitas meliputi kesukaran materi, Daya dukung,
meliputi sarana prasarana, kepustakaan, kemampuan guru, lingkungan dan biaya
Intake, meliputi kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik

Untuk rata-rata KKM SMP Negeri 2 Tabanan adalah 75 mulai dari kelas
VII,VIII,dan IX dengan nilai KKM setiap mata pelajaran dimulai dari 70 sampai
80.

Ketentuan Remedial dan Pengayaan

Remedial dilaksanakan bagi siswa yang belum tuntas sampai siswa mencapai
KKM. Pelaksanaan remedial dilaksanakan sepenuhnya oleh guru mata pelajaran.
Pelaksanaan remedial dilakukan setelah guru melakukan analisis hasil ulangan
KD dan program remedial dibuat guru mata pelajaran. Bagi siswa yang sudah
mencapai dan melampaui nilai KKM dilakukan program pengayaan sebelum
dimulai materi baru

Data siswa SMP Negeri 2 Tabanan tahun 2016/2017 adalah sebanyak : 887,
dengan 23 rombongan belajar dan setiap kelas ada sekitar 38-40 siswa. Kelas VII
jumlah siswa 323 dengan 8 rombongan belajar. Kelas VIII jumlah siswa 303
dengan 8 rombongan belajar. Kelas XI jumlah siswa 260 dengan 7 rombongan
belajar

Prestasi akademik nilai NUAN kelas IX tahun ajaran 2015/2016 adalah :

Bahasa Indonesia : 7,98

Matematika : 7,28

Bahasa Inggris : 7,69

IPA : 7,85

Jumlah total : 30,80 dengan rata-rata 7,70

SUMBER DAYA MANUSIA

a. Memilih Staf yang berwawasan MBS


Jumlah tenaga guru di SMP Negeri 7 Jakarta berjumlah 46 guru dengan
tingkat pendidikan sebagai berikut:

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1. S3/S2 5

2. S1 34

3. D3/Sarjana Muda 2

4. D2/D1 5

Jumlah 46
Dari jumlah guru sebanyak 46 guru terdapat guru tidak tetap/guru bantu
sebanyak 6 guru, sedangkan untuk guru PNS/guru tetap sebanyak 40 guru.
Untuk guru mata pelajaran yang di UN kan berasal dari guru-guru yang
tingkat pendidikannya sudah S2, misalnya untuk mata pelajaran : matematika,
bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan IPA. Untuk tenaga kependidikan
(tenaga pendukung) sekolah berjumlah 19 orang yang terdiri dari:

1. Tata usaha sebanyak 9 orang

2. Perpustakaan sebanyak 2 orang

3. Lab IPA sebanyak 1 orang

4. Penjaga sekolah 1 orang

5. Keamanan 2 orang

6. Kebersihan 3 orang

Tenaga pendukung ini yang sudah menjadi PNS ada sebayak 11orang
dan sisanya sebanyak 8 orang adalah tenaga honorer. Setiap tenaga
kependidikan dan tenaga pendukung di SMP Negeri 2 Tabanan telah di
lakukan briefing dan pertemuan dengan kepala sekolah mengenai
Manajemen Berbasis Sekolah, sehingga dalam pelaksanaannya guru dan staf
di SMP Negeri 2 Tabanan sudah mengetahui dan menjalankan MBS dengan
sebaik-baiknya.

2. Kegiatan pengembangan Profesi


Setiap guru bidang studi di SMP Negeri 2 Tabanan sering mengadakan
pertemuan MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) yang akan menunjang
profesional guru, dalam meningkatkan kinerjanya. Sehingga dengan adanya
pertemuan berkala dengan sekolah-sekolah lain yang dilakukan Diknas dapat
menambah wawasan guru dalam pengembangan kualitas diri dan membantu
guru dalam meningkatkan kualitas anak didiknya.

Fungsi dan tugas guru di SMP Negeri 7 Jakarta adalah :


a. Membuat program pengajaran /rencana kegiatan belajar mengajar selama
catur wulan / tahunan
b. Membuat satuan pelajaran
c. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar
d. Melaksanakan kegiatan penilaian belajar
e. Mengisi daftar nilai siswa
f. Melaksanakan analisis hasil evaluasi
g. Menyususun dan melaksanakan program perbaikan dan pengajaran
h. Membuat alat pelajaran
i. Menciptakan karya seni
j. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum
k. Mengadakan pengembangan setiap bidang pelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya
l. Membuat lembar kerja siswa (LKS)
m. Membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar siswa
n. Mengisi daftar hadir siswa sebelum memulai pelajaran
o. Mengatur kebersihan ruang kelas dan ruang praktikum

Dengan adanya fungsi dan tugas dari guru akan membantu guru dalam
pengembangan dan kemajuan serta, membantu guru dalam kertelibatannya
dalam manajemen berbasis sekolah.

SUMBER DAYA DAN ADMINISTRASI


a. Mengidentifikasi SDM
Manajemen ketenagaan merupakan kegiatan pengelolaan pegawai
yang diawali dengan rekrutmen, seleksi, orientasi, penempatan,
pembinaan dan pemensiunan. Di SMP Negeri 2 Tabanan telah
menempatkan guru dan staf berdasarkan jenjang pendidikan, kompetensi,
usia dan dan pengalaman kerja. Di mana di sekolah tersebut guru dan
staf bekerja di SMP Negeri 2 Tabanan sudah lebih dari 15 tahun,
sehingga guru dan staf di SMP Negeri 2 Tabanan mempunyai
kompetensi dan profesional dalam pekerjaannya.
Tenaga kependidikan di SMP Negeri 2 Tabanan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Kualifikasi guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Sedangkan tenaga administrasi sekolah adalah: sumber daya manusia di
sekolah yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar,
akan tetapi keberadaannya sangat mendukung keberhasilan dalam
kegiatan sekolah.
b. Mengalokasikan SDM Sesuai Kebutuhan
SMP Negeri 2 Tabanan dalam mengalokasikan sumber daya
manusia sudah menerapkan manajemen ketenagaan dengan mulai
rekrutmen sampai penempatan staf. Tenaga kependidikan dan tenaga
penunjang dalam mengalokasikan sumber daya manusia sudah
dilaksanakan dengan menempatkan tenaga guru dan non guru pada pos-
pos atau/ tugas yang sesuai dengan kualifikasi pendidikan atau strata
pendidikan yang sesuai dari guru dan staf, sehingga tidak ada dualisme
tenaga pengajar atau staf dalam melayani siswa.
c. Mengelola Sekolah
Untuk mencapai efisiensi serta efektifitas dalam manajemen
sekolahSMP Negeri 2 Tabanan maka segala kegiatan dilaksanakan
dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen, fungsi tersebut secara
garis besar termaksud di dalamnya fungsi pengelolaan yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan koordinasi, serta fungsi
pengontrolan dan penilaian. Dalam melaksanakan fungsi perencanaan
SMP Negeri 2 Tabanan mengikutsertakan personel sekolah dalam semua
tahap perencanaan. Dengan mengikutsertakan semua personel sekolah,
akan berdapat bahwa personel merasa dilibatkan dan merasa ikut
memiliki, sehingga perencanaan sekolah dapat berhasil.
Fungsi pengorganisasian juga telah dilakukan oleh SMP Negeri
Tabanan dengan memilih dan memilah guru dan staf sekolah dalam
penempatan tugas, tanggung jawab dan wewenang serta mekanisme kerja
sehingga tercapai tujuan dari sekolah.
Pengarahan juga dilakukan oleh kepala sekolah dalam memberikan
penjelasan petunjuk serta pertimbangan dan bimbingan terhadap guru dan
staf yang telibat baik secara structural maupun fungsional agar
pelaksanaan tugas dapat terlaksana dengan baik, kegiatan pengarahan dari
kepala sekolah dilakukan dengan cara melaksanakan orientasi tentang
pekerjaan yang di lakukan individu atau kelompok dan memberikan
petunjuk umum dan khusus baik secara lisan dan tertulis.
Pengkoordinasian disekolah SMP Negeri 2 Tabanan diartikan
sebagai usaha kepala sekolah dalam menyatupadukan kegiatan dari
berbagai individu di sekolah agar kegiatan mereka berjalan selaras dengan
guru dan staf lainnya, dalam hal ini kepala sekolah SMP Negeri 2
Tabanan melaksanakan penjelasan singkat/briefing, mengadakan rapat
kerja, memberikan petunjuk pelaksanaan serta memberikan balikan hasil
suatu kegiatan.
Pelaksanaan pengontrolan oleh kepala sekolah SMP Negeri 2
Tabanan sudah terlaksana agar proses pengaturan berbagai penyebab
didalam sekolah sesuai dengan ketetapan dalam perencanaan.
Pengontrolan merupakan penentuan apa yang harus dicapai. Kepala
sekolah juga melaksanakan penilaian untuk melihat sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan tercapai serta untuk mengetahui kekuatan dan
kelebihan dari program-program sekolah yang telah dilaksanakan secara
terperinci.
d. Menyediakan Dukungan Administratif
Sekolah SMP Negeri 2 Tabanan telah melakukan dalam hal
menyediakan dukungan administratif yang memadai bagi
pengidentifikasian, pengalokasian, dan pengelolaan semua sumberdaya.
Semua itu diperlukan agar tercapai bentuk dan target pemanfaatan yang
maksimal dan optimal di SMP Negeri 2 Tabanan. Pemanfaatan perangkat
lunak, perangkat keras, teknologi informasi, dan sistem manajemen
informasi modern sebagai pendukung administrasi kini juga sudah
dimungkinkan. Tentunya, pihak sekolah juga harus menyiapkan tenaga
atau staf dalam jumlah yang cukup, yang dapat mengaplikasikan berbagai
perangkat lunak, perangkat keras, teknologi informasi, dan sistem
manajemen informasi modern tersebut, sehingga sekolah dalam hal
pendataan tidak lagi memakai program –program yang lama yang akan
mengakibatkan keterlambatan dalam penerimaan informasi bagi siswa
dan orang tua dan bagi sekolah.
e. Mengelola dan Memelihara Gedung dan Sarana
Di SMP Negeri 7 Jakarta Jumlah ruang kelas ada 15, yang mewakili
jumlah siswa sebanyak 887 siswa dengan 23 rombongan belajar. Data
ruang selain ruang kelas adalah:

Data ruang Belajar

No Jenis Ruangan Ukuran

1 Perpustakaan 7x9m

2 Lab IPA 8 x 15 m

3 Keterampilan 3x8m

4 Multimedia 7x9m

5 Lab Bahasa 7x9m

6 Lab komputer x8m

Data Ruang kantor

No Jenis Ruangan Ukuran

1 Kepala Sekolah 6x8m

2 Wakil Kepala sekolah 3x8m

3 Guru 7 x 15 m

4 Tata Usaha x9m


Data Ruang Penunjang

Jenis Ruangan Jumlah Ukuran Jenis Ruangan Jumlah Ukuran

BK 1 3x8m Ibadah 1 10x12

Dapur 1 2x4m Ganti 1 2x5m

Reproduksi 1 Koperasi 1 3x3m

KM/WC Guru 1 3x7m Hall/lobi

KM/WC Siswa 2 6x8m Kantin 7 2x2,5m

UKS 1 3x7m Rumah pompa 1 2x2m

PMR/Pramuka 1 Bangsal 1 3x15m


Kendaraan

OSIS 1 1,5x6m Rumah penjaga 1 6x6m

Gudang 1 3x3m Pos jaga 1 2x2m

Lapangan Olahraga dan upacara

Lapangan Jumlah ukuran

1. Lapangan Olahraga

a. Basket 1 26 x 14 m

b. Volley Ball 2 16 x 9 m

c. Bulu Tangkis 1 13 x 6,1 m

d. Futsal 1 20 x 40 m

e. Tenis Meja 3

2. Lapangan Upacara 1 60 m
Semua sarana gedung dan fasilitas di SMP Negeri 2 Tabanan beserta
dengan perlengkapannya sudah dikelola dengan baik oleh sekolah. Dalam
mengelola dan memelihara gedung harus dilakukan dengan melaksanakan
manajemen sarana dan prasarana pendidika diawali dengan kegiatan analisi
kebutuhan atau perencanaan. Kegaiatan ini dilakukan dalam rangka
mengidentifikasikan segala kebutuhan yang diperlukan oleh sekolah. Tahap
berikutnya adalah kegiatan pengadaaan, yaitu segala macam upaya yang
dilakukan oleh sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan yang telah
diidentifikasikan. Setelah sarana prasarana diadakan, maka segera dilakukan
kegiatan inventarisasi sehingga keberadaan barang-barang diketahuai dengan
spesifik.Setelah itu barang-barang didistribusikan untuk dimanfaatkan sesuai
dengan kebutuhan. Selama barang tersebut dimanfaatkan, maka segala barang
harus dipelihara oleh semua warga sekolah dan disimpan pada tempat
semestinya.

2.2 Faktor yang mempengaruhi implementasi MBS di sekolah


Menurut studi bank dunia terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kesuksesan implementasi MBS dalam upaya reformasi pendidikan. Beberapa
isu yang menyangkut implementasi MBS adalah menyangkut sumber daya
manusia, waktu, pendanaan, strategi dan monitoring serta evaluasi.
a. Isu sumber daya manusia
Isu sumber daya manusia menyangkut beberapa hal seperti masalah
partisipasi, pembangunan kelembagaan, dan masalah kepemimpinan.
Pertama, masalah partisipasi. Schaeffer dan Govinda (1998) meyarankan
bahwa implementasi reformasi memerlukan penerimaan dari kedua belah
pihak yaitu pelanggan (custemer) pendidikan dan berbagai phak terkait
(stakeholder) dari sstem pendidikan. Oleh karena itu penting untuk
membuat koalisi dengan dunia usaha, masyarakat, para pemimpin
pendidikan dan pemimpin politik, dan serta khusus untuk membangun
koalisi yang kuat dengan serikat guru.
Kedua, pembangunan kelembagaan (capacity building). Tampaknya
telah menjadi konsensus akan pentingnya penyediaan pelatihan dan
dukungan kepala dewan sekolah. Wohlstetter (1992) menjelaskan akan
pentingnya membangun kelembagaan karena: 1. Karyawan memerlukan
pelatihan untuk mengembangkan keterampilan kerja mereka dan
meningkatkan keluasan wawasan sehingga mereka dapat
menyumbangkan kemampuannya lebih banyak lagi kepada organisasi, 2.
Individu perlu keterampilan kerja kelompok untuk berpartisipasi dalam
manajemen yang tingkat partisipasinya tinggi seperti untuk pemecahan
masalah, pengambilan keputusan dan keterampilan komunikasi dan, 3.
Individu memerlukan pengetahuan keorganisasian yang mencakup
pengenggaran dan keterampilan personal, pemahaman tentang lingkungan
dan strategi untuk merespon perubahan lingkungan.
Pemerintah kenya dengan bantuan United Kingdom telah banyak
menyelenggarakan program pelatihan dan dukungan terhadap komite
sekolah pada pendidikan dasar. Evaluasi awal terhadap program ini
menunjukkan dampak yang substansial. Dilaporkan bahwa lebih banyak
lagi komite sekolah saat ini memiliki masukan dalam perencanaan
pembangunan sekolah, dan oleh karena itu mereka telah mengembangkan
rasa memiliki dan keterlibatan masyarakat. Hal ini dikarenakan antara lain
kepala sekolah telah dilatih di dalam perencanaan dan prinsip – prinsip
manajemen seperti konsultasi dan akuntansi. Menurut masyarakat mereka
lebih mempercayai kepala sekolah dan memiliki pemahaman yang lebih
terhadap pera aktor yang berbeda – beda.
Sementara itu, Schaeffer dan Govinda (1998) juga menyoroti
pentingnya pengembangan profesional terhadap para guru dan
administrator. Mereka menyarankan bahwa pelatihan tentang MBS harus
mencakup pengajaran, kurikulum, dan keterampilan manajemen. Baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus mengalokasikan
waktu untuk pembangunan kelembagaan (capacity building).
Ketiga, Kepemimpinan. MBS juga memerlukan jenis kepemimpinan
baru. Para kepala sekolah dan guru perlu mengembangkan
keterampilannya agar mampu melkukan kontrol, kemandirian, dan kerja
sama. Selain itu, para profesioanal perlu dukungan dalam
mengembangkan keterampilan untuk meningkatkan dan mentansformasi
budaya sekolah yang mendukung pembelajaran siswa. Sering kali
imlementasi MBS memerlukan perubahan budaya dari sebuah sistem,
budaya pemerintah daerah, budaya sekolah dan budaya masyarakat.
Perubahan budaya memerlukan perubahan kepemimpinan.
b. Isu Waktu
Hanson (2000) menjelaskan bahwa implementasi desentralisas di
spanyol memerlukan waktu dua puluh tahun berjalan da menunjukkan
beberapa kesuksesan itu terjadi setelah masa waktu yang ditetapkan
selesai. Di spanyol tidak semua daerah mendapatkan otoritas
desentralisasi sampai mereka mampu menunjukkan kemampuan
administratifnya dan telah mendapatkan dukungan politik lokal.
Wohlstetter dll. (1997) menjelaskn bahwa kesuksesan dari pemerintah
daerah yang ia teliti secara berangsur –angsur menunjukka adanya
perubahan dalam hal informasi akuntabilitas dan sistem kontrol sehingga
memungkinkan sekolah untuk meningkatkan dirinya sendiri dan lebih
mampu mengelola dirinya secara lebih efekti. Mereka juga
memperkenalkan perubahan – perubahan kepada organisasi tingkat daerah
guna mendorong dan menstimulasi perbaikan tinggat daerah.
c. Isu Keuangan
Dana tambahan mungkin diperlukan selama periode implementasi
untuk membantu sekolah dalam menciptakan kerangka kerja untuk
melakukan tanggung jawab baru mereka. Fleksbilitas dan keadilan adalah
kunci utama yang harus dipertimbangkan selama fase – fase reformasi
MBS.
d. Isu Strategi
Berbagai bentuk reformasi desentralisasi memberi keuntungan dari
strategi komunikasi yang di desain dengan baik. Program komunikasi
yang berhasil memberi informasi yang jelas kepada orang tua, guru dan
administrator tentang tujuan, rancangan, dan implementasi dari reformasi.
e. Isu Monitoring dan Evaluasi
Untuk melanggengkan MBS agar efektif maka diperlukn adanya
sistem akuntabilitas yang kuat. Kerangka kerja akuntabilitas harus
menyediakan pengecekan secara jelas, sembang, dan memberikan insentif
kepada para profesional, masarakat, dan sekolah untuk mengabdikan
dirinya kepada reformasi. Byrk dkk, (1998) menyarakan bahwa dalam
rangka mendukung desentralisasi penting untuk melakukan pembangunan
kelembagaan, membentuk akuntabilitas eksternal yang teliti dan
menstimulasi untuk mencapai inovasi.

Farah dalam watson (1999) memberikan contoh evaluasi terhadap


VEC di india yang menyarakan beberapa hal pertama, monitoring yang ketat
dan dukungan terhadap VEC, khususnya pada tahap – tahap awal
perkembangannya. Kedua, mengidentifikasi dan saling memberi contoh atas
kesuksesan VEC. Ketiga,pelatihan, dukungan dan penghargaan kepada kepala
sekolah atas penghargaan terhadap usahanya. Keempat, diarahkan ke masalah
campr tangan perlindungan politik yang ada di desa atau tingkat pemerintah
daerah. Kelima, meningkatkan rasa sensitivitas lokal sebgaai ganti dari isu
top-down. Keenam, pelatihan dan dukungan yang lebih baik kepada para guru
baik melalui in-service training atau pre-service training yang saat itu masih
dipandang lemah dalam hal metode dan isinya.

Sementara itu, Beynolds (1997) juga mengemukakan bahwa terdapat


sembilan kunci yang mendukung keberhasilan implementasi Site-Based
Management di sekolah yaitu pengadopsian suatu perspektif yang leih luas
akan suatu sistem, mamahami konteks perubahan, mengembangkan
perspektif dan keterampilan kepemimpinan, menciptakan visi bersama,
mengembangkan keterampilan strategi perencanaan, mendefinisikan peran
baru, memperbaiki lingkungan kerja, pemahaman akan dinamika kelompok
dan memperjelas akuntabilitasnya.

Implementasi MBS akan dipengaruhi oleh isu – isu yang berkembang,


tantangan, dan program dari distrik atau pemerintah daerah. Prioritas apa
yang akan ditetapkan oleh pemerintah daerah, berapa besar dana yang
dialokasikan, dan seberapa serius akan mengimplementasikan MBS amat
tergantung pada pengetahuan dan pemahaman mereka tentang pentingnya
MBS.
Kepemimpinan merupakan isu kunci dalam MBS, bahkan dalam
beberapa terminologi Site – Based Leadership digunakan sebagai pengganti
Site – Based Management. Dalam implikasi MBS maka diperlukan perspektif
dan keterampilan kepemimpinan baik pada tingkat pemerintahan maupun di
tingkat sekolah.

Menurut Mulyasa (2005: 98), kepala sekolah merupakan “sosok


kunci” (the key person) keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan
disekolah dalam implementasi MBS. Oleh karena itu , dalam implementasi
MBS kepala sekolah harus mempunyai visi, misi, dan wawasan yang luas
tentang sekolah yang efektif serta kemampuan profesional dalam
mewujudkannya melalui perencanaan, kepemimpinan, manajerial, dan
supervisi pendidikan. Kepala sekolah juga dituntut utnuk menjalin kerjasama
yang harmonis dengan berbagai pihak yang terkait dengan program
pendidikan di sekolah. Singkatnya, dalam implementasi MBS, kepala sekolah
harus mampu berperan sebagai educator, manajer, administrator, supervisor,
leader, innovator dan motivator.

1. Faktor Pendukung Kesuksesan Implementasi MBS


Menurut Nurkholis (2003: 264) dalam Muhammad Syaifuddin, ada
enam faktor pendukung keberhasilan MBS. Keenamnya
mencakup: political will, finansial, sumber daya manusia, budaya sekolah,
kepemimpinan, dan keorganisasian.
Keberhasilan implementasi MBS di Indonesia tidak terlepas dari dasar
hukum implementasi MBS yang tertuang dalam berbagai kebijakan
pemerintah (political will). Salah satu contoh dukungan pemerintah dalam
pelaksanaan MBS, adalah adanya panduan manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah (MPMBS).
Aspek finansial atau keuangan merupakan faktor penting bagi sekolah
dalam mengimplementasikan MBS. Kalau mencermati perjalanan
implementasi MBS di Indonesia, perhatian pemerintah dari aspek finansial
dalam mendukung implementasi MBS di Indonesia baru dirasakan secara
langsung melalui pemberian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
Dan mulai tahun 1999 sampai 2007, implementasi MBS mendapatkan
dukungan dari lembaga -lembaga donor internasional dan negara-negara
tetangga, diantaranya adalah UNESCO, New Zealand Aid, Asian
Development Bank, USAID dan AusAID.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam
mendukung keberhasilan implementasi MBS. Ketersediaan sumber daya
manusia yang mendukung implementasi MBS belum cukup. Mengapa
demikian? Karena MBS merupakan hal yang baru dan hanya sebagian
orang yang mempunyai keahlian dan keterampilan dalam mendukung
implementasi MBS maka perlu dukungann untuk on the job
training atau in service trainingdalam kerangka peningkatan pengetahuan
dan kemampuan tentang MBS perlu dilakukan.
Faktor budaya sekolah rata-rata belum bisa mendukung kesuksesan
implementasi MBS. Budaya yang hanya melaksanakan apa yang
ditetapkan pemerintah pusat masih melekat pada sebagian besar sekolah.
Masih banyak warga sekolah yang tidak peduli terhadap kemajuan
sekolahnya. Oleh karena itu perlu dibangun budaya sekolah yang
mendukung implementasi MBS, seperi budaya untuk maju, berkeja keras,
inovatif, dan sebagainya untuk mencapai peningkatan mutu sekolah.
Kepemimpinan dan organisasi yang efektif merupakan faktor penting
lainnya untuk keberhasilan implementasi MBS. Kepemimpinan yang
efektif tercapai apabila kepala sekolah memiliki kemampuan profesional
di bidangnya, memiliki bakat atau sifat, serta memahami kondisi
lingkungan sekolah dalam menerapkan kepemimpinannya. Kepala sekolah
yang efektif adalah kepala sekolah yang mampu berperan
sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator
dan motivator.
2. Ukuran Keberhasilan Impelementasi MBS
Salah satu ukuran penting yang dapat dilihat dan dirasakan
masyarakat terhadap peningkatan kualitas pendidikan di sekolah adalah
prestasi belajar siswa. Pertanyaannya adalah apakah keberhasilan
implementasi MBS hanya diukur dengan prestasi belajar siswa saja? Tentu
saja tidak. Banyak hal yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
implementasi MBS.
Nurkholis dalam Muhammad Syaifuddin (2007: 3.10) menyatakan
bahwa ukuran keberhasilan MBS di Indonesia dapat dilihat setidaknya dari
sembilan kriteria. Pertama, jumlah siswa yang mendapat layanan
pendidikan semakin meningkat. Kedua, kualitas layanan pendidikan
menajdi lebih baik, yang berdampak pada peningkatan prestasi akademik
dan nonakademik siswa. Ketiga, tingkat tinggal kelas menurun dan
produktifitas semakin baik. Maksudnya, rasio diantara jumlah siswa yang
mendaftar dengan jumlah siswa yang lulus menjadi lebih besar. Keempat,
relevansi pendidikan semakin baik, karena program-program sekolah
dibuat bersama-sama dengan warga masyarakat dan tokoh masyarakat,
baik dari aspek pengembangan kurikulum maupun sarana dan prasarana
sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan masyarakat.
Kelima, terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan karena
penentuan biaya pendidikan tidak dilakukan secara pukul rata, tetapi
didasarkan pada kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Keenam,
meningkatnya keterlibatan orang tua dan masyrakat dalam pengambilan
keputusan di sekolah, baik yang menyangkut keputusan instruksional
maupun organisasional. Ketujuh, iklim dan budaya kerja sekolah semakin
baik, yang pada akhirnya berdampak positif terhadap peningkatan kualitas
pendidikan. Kedelapan, kesejahteraan guru dan staff sekolah membaik.
Kesembilan, terjadinya demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
2.3 Peran Pihak – Pihak yang Memberikan Kontribusi Terhadap
Keberhasilan Implementasi MBS
Pihak-pihak yang dimaksud dalam manajemen berbasis sekolah adalah
kantor pendidikan pusat, kantor pendidikan daerah kabupaten atau kota,
dewan sekolah, pengawas sekolah, kepala sekolah, orang tua siswa dan
masyarakat luas (Nurkolis, 2003: 115-128).
a. Peran Kantor Pendidikan Pusat dan Daerah
Peran dan fungsi Departemen Pendidikan di Indoensia di era
otonomi daerah sesuai dengan PP No.25 thn 2000 menyebutkan bahwa
tugas pemerintah pusat antara lain menetapkan standar kompetensi siswa,
peraturan kurikulum nasional dan sistem penilaian hasil belajar, penetapan
pedoman pelaksanaan pendidikan, penetapan pedoman pembiayaan
pedidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga
belajar dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang
bermutu, menjaga kesetaraan mutu antara daerah kabupaten/kota dan antra
daerah provinsi agar tidak terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga
keberlangsungan pembentukan budi pekerti, semangat kebangsaan dan
jiwa nasionalisme melalui program pendidikan. Peran pemerintah daerah
adalah menfasilitasi dan membantu staf sekolah atas tindakannya yang
akan dilakukan sekolah, mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja
siswa dan seleksi karyawan. Dalam kaitannya dengan kurikulum,
menspesifikasi tujuan, sasaran, dan hasil yang diharapkan dan kemudian
memberikan kesempatan kepada sekolah menentukan metode untuk
menghasilkan mutu pembelajaran. Pemerintah kabupaten/kota
menjalankan tugas dan fungsi : 1) memberikan pelayanan pengelolaan
atas seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta; 2)
memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh aset
atau sumber daya pendidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana dan
sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan dan sebagainya; 3)
melaksanakan pebertugas mbinaan dan pengurusan atas tenaga pendidik
yang bertugas pada satuan pendidikan. Selain itu dinas kab/kota bertugas
sebagai evaluator dan inovator, motivator, standarisator, dan informan,
delegator dan koordinator.
b. Peran Dewan Sekolah dan Pengawas Sekolah
Dewan sekolah (komite sekolah) memiliki peran: menetapkan
kebijakan-kebijakan yang lebih luas, menyatukan dan memperjelas visi
baik untuk pemerintah daerah dan sekolah itu sendiri, menentukan
kebijakan sekolah, visi dan misi sekolah dengan mengacu kepada
ketentuan nasional dan daerah, menganalisis kebijakan pendidikan,
melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat, menyatukan seluruh
komponen sekolah. Dalam Lampiran II Kepmendknas No. 044 tahun 2002
peran dan tugas komite sekolah yaitu:
a) Pemberi pertimbangan (Advisory agency) dalam penentuan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan
b) Pendukung (Suporting agency) baik yang berwujud finansial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan
c) Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan
d) Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di sataun
pendidikan.

Secara terperinci Tim pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite


Sekolah Ditjen Dikdasmen mengemukakan peran komite sekolah sebagai
berikut :

PERAN
FUNGSI MANAJEMEN
KOMITE INDIKATOR KINERJA
PENDIDIKAN
SEKOLAH
Badan 1. Perencanaan a. Identifikasi sumber
Pertimbanga sekolah daya pendidikan
n (Advisory dalam masyarakat
Agency) b. Memberikan masukan
untuk penyusunan
RAPBS
c. Menyelenggarakan
rapat RAPBS
(sekolah, orang tua
siswa, masyarakat)
d. Memberikan
pertimbangan
perubahan RAPBS
e. Ikut mengesahkan
mengesahkan RAPBS
bersama kepala
sekolah.

2. Pelaksanaan a. Memberikan masukan


Program terhadap proses
a. Kurikulum pengelolaan
b. PBM pendidikan di
c. Penilaian sekolah.
b. Memberikan masukan
terhadap proses
pembelajaran kepada
para guru.
3. Pengelolaan a. Identifikasi potensi
Sumber daya sumber daya
Pendidikan pendidikan dalam
a. SDM masyarakat
b. Sarana dan b. Memberikan
Prasarana pertimbangan tentang
c. Anggaran tenaga kependidikan
yang dapat
diperbantukan di
sekolah
c. Memberikan
pertimbangan tentang
sarana dan prasarana
yang dapat
diperbantukan
disekolah.
d. Memberikan
pertimbangan tentang
anggaran yang dapat
dimanfaatkan
disekolah.
1. Pengelolaan a. Memantau Kondisi
Sumber Daya ketenanagan
pendidikan di sekolah.
b. Mobilisasi guru
sukarelawan untuk
menanggulangi
kekurangan guru di
sekolah
c. Mobilisasi tenaga
kependidikan
kependidikan non
guru untuk mengisi
kekurangan di sekolah
Badan
Pendukung
2. Pengelolaan sarana a. Memantau kondisi
(Supporting
dan prasarana sarana dan prasarana
Agency)
yang ada di sekolah
b. Mobilisasi bantuan
sarana dan prasaraan
sekolah
c. Mengkoordinasi
dukungan saran dan
prasaran sekolah
d. Mengevaluasi
pelaksanaan
dukungan sarana dan
prasarana sekolah.

3. Pengelolaan a. Memantau kondisi


Anggaran anggaran pendidikan
di sekolah
b. Mobilisasi dukungan
terhadap anggaran
pendidikan di sekolah
c. Mengkoordinasikan
dukungan terhadap
anggaran pendidikan
dis ekolah
d. Mengevaluasi
pelaksanaan
dukungan anggaran di
sekolah.
1. Mengontrol a. Mengontrol proses
perencanaan pengambilan
pendidikan di keputusan di sekolah
sekolah b. Mengontrol kualitas
kebijakan di sekolah
c. Mengontrol proses
perencanaan
pendidikan di sekolah
Badan
d. Pengawasan terhadap
Pengontrol
kualitas program
(Controlling
sekolah
Agency)

a. Memantau organisasi
2. Memantau sekolah
pelaksanaan b. Memantau
program sekolah penjadwalan program
sekolah
c. Memantau alokasi
anggaran untuk
pelaksanaan program
sekolah
d. Memantau sumber
daya pelaksaan
program sekolah
e. Memantau partisipasi
stake-holder
pendidikan dalam
pelaksaan program
sekolah.
3. Memantau Out-put
Pendidikan a. Memantau hasil ujian
akhir
b. Memantau angka
partisipasi sekolah
c. Memantau angka
mengulang sekolah
d. Memantau angka
bertahan disekolah.
1. Perencanaan a. Menjadi penghubung
antara Komite
Sekolah dengan
masyarakat, Komite
Sekolah dengan
Badan
Sekolah dan Komite
Penghubung
Sekolah dengan
(Mediator
Dewan Pendidikan.
Agency)
b. Mengidentifikasi
aspirasi masyarakat
untuk perencanaan
pendidikan.
c. Membuat usulan
kebijakan dan
program pendidikan
kepada sekolah.
2. Pelaksanaan
Program a. Mensosialisasikan
kebijakan dan
program sekolah
kepada masyarakat
b. Memfasilitasi
berbagai masukan
kebijakan program
terhadap sekolah
c. Menampung
pengaduan dan
keluhan terhadap
kebijakan dan
program sekolah
d. Mengkomunikasikan
pengaduan dan
keluhan masyarakat
terhadap sekolah
3. Pengelolaan
Sumber Daya a. Mengidentifikasi
Pendidikan kondisi sumber daya
di sekolah
b. Mengidentifikasi
sumber-sumber daya
masyarakat
c. Memobilisasi bantuan
masyarakat untuk
pendidikan di sekolah
d. Mengkoordinasikan
bantuan masyarakat.

Pengawas sekolah berperan sebagai fasilitator antara kebijakan


pemda kepada masing-masing sekolah antara lain menjelaskan tujuan
akademik dan anggarannya serta memberikan bantuan teknis ketika
sekolah menghadapi masalah dalam menerjemahkan visi pemda. Mereka
memberikan kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme staf
sekolah, melakukan eksperimen metode pengajaran, bertindak sebagai
model dalam melaksanakan MBS dengan cara melakukannya sendiri dan
menciptakan jalur komunikasi antara sekolah dan staf pemda.
c. Peran Kepala Sekolah
Pada tingkat sekolah, peran kepala sekolah sangat sentral sebagai
figur pengambil kebijakan dan keputusan strategis dalam pengembangan
sekolah. Untuk itu dalam kerangka MBS integritas dan profesionalitas
kepala sekolah sangat dibutuhkan. Untuk itu peran kepala sekolah
memiliki banyak fungsi antara lain :
Pertama, sebagai evaluator melakukan pengukuran seperti
kehadiran, kerajinan dan pribadi para guru, tenaga kependidikan,
administrasi sekolah dan siswa. Kedua, sebagai manajer memahami dan
mampu mengaplikasikan fungsi-fungsi manajerial (planning, organizing,
actuating, dan controlling (lih. juga Ernie T. Sule dan Kurniawan
Saefullah, 2005:6). Ketiga, sebagai administrator bertugas, sebagai
pengendali struktur organisasi (pelaporan dan kinerja sekolah),
melaksanakan administrasi substantif (kurikulum, siswa, personalia,
keuangan, sarana, humas dan administrasi umum). Keempat, sebagai
supervisor (memberikan pembinaan atau bimbingan kepada para guru dan
tenaga kependidikan). Kelima,sebagai leader (mampu menggerakkan
orang lain agar melakukan kewajibannya secara sadar dan sukarela).
Keenam, sebagai inovator (cermat dan cerdas melakukan pembaharuan-
pembaharuan dan inovasi-inovasi baru). Ketujuh, sebagai motivator
(memberikan semangat dan dorongan kepada para guru dan staf untuk
bergairah dalam pekerjaan). Di samping tujuh fungsi di atas Wohlstetter
dan Mohrman mengatakan bahwa kepala sekolah adalah sebagai designer,
motivator, fasilitator dan liasion. Sebagai designer membuat rencana
dengan memberikan kesempatan untuk terciptanya diskusi-diskusi (secara
demokratis) menyangkut isu-isu dan permasalahan di seputar sekolah
dengan tim pengambil keputusan sekolah. Sebagai fasilitator mendorong
proses pengembangan kemampuan seluruh staf dan mampu menyediakan
dan mempergunakan semua sumber daya untuk pengembangan sekolah.
Sebagai liasion atau penghubung sekolah dengan dunia di luar sekolah,
membawa ide-ide baru dan hasil-hasil penelitian di sekolah dan mampu
mengkomunikasikan kinerja dan hasil sekolah kepada stakeholder di luar
sekolah (Nurkolis, 2003: 119-122). Dari fungsi-fungsi di atas E, Mulyasa
(2005:97) menambahkan satu fungsi lagi, yakni sebagai
educator (pendidik), yakni mampu memberikan pembinaan (mental,
moral, fisik dan artistik) kepada para guru dan staf serta para siswa untuk
d. Peran Para Guru
Pedagogi reflektif menunjuk tanggung-jawab pokok pembentukan
moral maupun intelektual dalam sekolah terletak pada para guru. Karena
dengan dan melalui peran para guru hubungan personal autentik untuk
penanaman nilai-nilai bagi para siswa berlangsung (Paul Suparno, dkk,
2002:61-62). Untuk itu guru yang profesional dalam kerangka
pengembangan MBS perlu memiliki kompetensi antara lain kompetensi
kepribadian integritas, moral, etika dan etos kerja, kompetensi akademik
sertifikasi kependidikan, menguasai bidang tugasnya dan belajar belajar
dan kompetensi kinerja terampil dalam pengelolaan pembelajaran.
Pemberdayaan dan akuntabilitas para guru adalah syarat penting dalam
MBS. Menurut Cheng (1996) peran para guru adalah sebagai rekan kerja,
pengambil keputusan, dan pengimplementasi program pengajaran
(Nurkolis, 2003:123).
e. Peran Para Administrator
Cheng (1996) juga mengemukakan bahwa peran administrator
sekolah dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin dalam mencapai
tujuan. Mereka mengembangkan tujuan-tujuan baru untuk sekolah secara
kontekstual dan memimpin warga sekolah untuk mencapai tujuan dan
berkolaborasi dan terlibat penuh dalam fungsi-fungsi sekolah. Mereka
memperbesar sumber-sumber daya untuk mempromosikan perkembangan
sekolah (Nurkolis, 2003: 23).
f. Peran Orang Tua dan Masyarakat
Karakteristik yang paling menonjol dalam konsep MBS adalah
pemberdayaan partisipasi para orang tua dan masyarakat. Peran orang tua
dan masyarakat secara kelembagaan adalah dalam dewan sekolah atau
komite sekolah. Filosofi yang menjadi landasan adalah bahwa pendidikan
yang pertama dan utama adalah dalam keluarga (orang tua) dan
masyarakat adalah pelanggan pendidikan yang perkembangannya
dipengaruhi oleh kualitas para lulusan. Sekolah memiliki fungsi subsidier,
fungsi primer pendidikan ada pada orang tua (Piet Go, 2000: 46). Untuk
itu orang tua dan masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan dan
pengembangan sekolah. Menurut Cheng (1989) ada dua bentuk
pendekatan untuk mengajak orang tua dan masyarakat berpartisipasi aktif
dalam pendidikan. Pertama, pendekatan school-based dengan cara
mengajak orang tua siswa datang ke skolah melalui pertemuan-pertemuan,
konferensi, diskusi guru-orang tua dan mengunjungi anaknya yang sedang
belajar di sekolah. Kedua, pendekatan home-based , yaitu orang tua
membantu anaknya belajar di rumah bersama-sama dengan guru yang
berkunjung ke rumah (Nurkolis, 2003:126). Sedangkan peran masyarakat
bukan hanya dukungan finansial, tetapi juga dengan menjaga dan
menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib serta menjalankan
kontrol sosial dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Peran tokoh-
tokoh masyarakat dengan jalan menjadi penggerak (menggerakkan
masyarakat supaya berpartisipasi dalam pendidikan), menjadi informan
dan penghubung (menginformasikan harapan dan kepentingan masyarakat
kepada sekolah, dan menginformasikan sekolah kepada masyarakat),
koordinator (mengkoordinasikan kepentingan sekolah dengan
kebutuhan bisnis di lingkungan masyarakat, misalnya praktek, magang,
dsb), pengusul (mengusulkan kepada pemerintah daerah agar ada
kebijakan, mis. pajak pendanaan pendidikan).
2.4.Deskripsi Ukuran Keberhasilan Penerapan MBS di Sekolah
Salah satu ukuran penting yang dapat dilihat dan dirasakan masyarakat
terhadap peningkatan kualitas pendidikan di sekolah adalah prestasi belajar
siswa. Pertanyaannya adalah apakah keberhasilan implementasi MBS hanya
diukur dengan prestasi belajar siswa saja? Tentu saja tidak. Banyak hal yang
dapat digunakan untuk menilai keberhasilan implementasi MBS. Ukuran
keberhasilan implementasi MBS tidak terlepas dari tiga pilar kebijakan
pendidikan nasional, khususnya pilar ke dua dan ketiga, yaitu pemerataan dan
peningkatan akses serta peningkatan mutu dan tata layanan. Pada aspek
pemerataan dan peningkatan akses, keberhasilan MBS dapat dilihat dari
kemampuan sekolah dan daerah dalam menangani masalah pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan. MBS dikatakan berhasil apabila jumlah
anak usia sekolah yang bersekolah meningkat, khususnya dari kelompok
masyarakat berasal dari daerah pedesaan dan terpencil, keluarga yang kurang
beruntung secara ekonomi, sosial dan budaya, gender, serta penyandang cacat.
Ukuran-ukuran kuantitatif yang dapat digunakan adalah nilai angka partisipasi
kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka transisi (AT). Dari segi
indikator aspek peningkatan mutu, keberhasilan implementasi MBS dapat
dilihat dari meningkatnya prestasi akademik maupun nonakademik Sedangkan
indikator tata layanan pendidikan ditunjukkan oleh sejauh mana peningkatan
layanan pendidikan di sekolah itu terjadi. Layanan yang lebih baik kepada
siswa melalui pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan kondisi
sekolah, akan menyebabkan proses pembelajaran akan menjadi lebih efektif,
serta siswa pun menjadi lebih aktif dan kreatif karena mereka berada dalam
lingkungan belajar yang menyenangkan. Tata layanan pendidikan yang
berkualitas mengakibatkan prestasi siswa juga meningkat, baik dari aspek
akademik maupun nonakademik. Dampak positif lainnya dari tata layanan
pendidikan yang berkualitas ialah menurunnya jumlah siswa mengulang kelas
atau yang drop-out.
Uraian di atas menunjukkan bahwa sekolah yang telah berhasil
menerapkan MBS akan tercermin dari adanya kinerja sekolah yang kian
membaik atau meningkat. Dampak dari meningkatnya kinerja sekolah adalah
pengelolaan sekolah menjadi lebih efektif dan efisien. Di samping kinerja
sekolah tersebut, indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan implementasi MBS adalah meningkatnya partisipasi masyarakat
dalam pengambilan keputusan di sekolah yang menjadikan sekolah lebih
demokratis, transparan dan akuntabel.
Nurkholis (2003:271-282) menyatakan bahwa ukuran keberhasilan
implemen-tasi MBS di Indonesia dapat dinilai setidaknya dari sembilan
kriteria. Pertama, jumlah siswa yang mendapat layanan pendidikan semakin
meningkat. Kedua, kualitas layanan pendidikan menjadi lebih baik, yang
berdampak pada peningkatan prestasi akademik dan nonakademik siswa.
Ketiga, tingkat tinggal kelas menurun dan produktivitas sekolah semakin baik.
Maksudnya, rasio antara jumlah siswa yang mendaftar dengan jumlah siswa
yang lulus menjadi lebih besar. Siswa yang tinggal kelas menurun karena (a)
siswa semakin semangat datang ke sekolah dan belajar di rumah dengan
dukungan orang tua dan lingkungannya, (b) pembelajaran di sekolah semakin
baik karena kemampuan mengajar guru menjadi lebih menarik dan
menyenangkan. Aspek produktivitas sekolah meningkat disebabkan karena (a)
peningkatan efisiensi dalam penggunaan berbagai sumber daya di sekolah,
dengan memberdayakan peran serta masyarakat, isntitusi, dan tenaga
kependidikan secara demokratis dan efisien, serta (b) peningkatan efektivitas
dengan tercapainya berbagai tujuan pendidikan yang diterapkan. Keempat,
relevansi pendidikan semakin baik, karena program-program sekolah dibuat
bersama-sama dengan warga masyarakat dan tokoh masyarakat, baik dari
aspek pengembangan kurikulum maupun sarana dan prasarana sekolah yang
disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan masyarakat. Kelima, terjadinya
keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan karena penentuan biaya
pendidikan tidak dilakukan secara pukul rata, tetapi didasarkan pada
kemampuan ekonomi masingmasing keluarga. Biaya pendidikan pada tingkat
dan jenis pendidikan serupa antara daerah yang satu dengan daerah lainnya
akan berlainan menurut kekuatan ekonomi warganya. Keenam, meningkatnya
keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pengambilan keputusan di
sekolah, baik yang menyangkut keputusan instruksional maupun
organisasional. Ketujuh, iklim dan budaya kerja sekolah semakin baik, yang
pada akhirnya berdampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan.
Kedelapan, kesejahteraan guru dan staf sekolah membaik, antara lain karena
sumbangan pemikiran, tenaga, dan dukungan dana dari masyarakat luas.
Semakin professional Guru atau staf sekolah maka masyarakat semakin
berkeinginan untuk memberikan sumbangan dana lebih besar. Kesembilan,
terjadinya demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Indicator
keberhasilan implementasi berupa tercapainya demokratisasi pendidikan
diletakkan pada posisi terakhir karena sasaran ini jangka panjang jauh dari
jangkauan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menjalankan
MBS disekolah terdapat 9 strategi menurut nurkolis yaitu sekolah harus
memiliki otonomi, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal
pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan
pembelajaran dan non- pembelajaran, adanya kepemimpinan yang kuat,
adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan
dewan sekolah yang efektif, adanya panduan (guidelines) dari Departeman
Pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan, semua
pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-
sungguh, sekolah harus transparan dan akuntabel, penerapan MBS harus
diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah, sosialisasi konsep MBS,
identifikasi peran masing-masing, pembangunan kelembagaan (capacity
building), pengadaan pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya,
implementasi pada proses pembelajaran, monitoring dan evaluasi, serta
melakukan perbaikan-perbaikan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kesuksesan implementasi MBS dalam upaya reformasi pendidikan yaitu
terdapat beberapa isu yang menyangkut implementasi MBS yaitu
menyangkut sumber daya manusia, waktu, pendanaan, strategi dan
monitoring serta evaluasi. Peran-peran yang terlibat dalam keberhasilan
implementasi MBS di sekolah yaitu (1) Peran Kantor Pendidikan Pusat dan
Daerah; (2) Peran Dewan Sekolah dan Pengawas Sekolah; (3) Peran Kepala
Sekolah; (4) Peran Para Guru; (5) Peran Para Administrator; (6) Peran Orang
Tua dan Masyarakat. Selain peran pihak-pihak tersebut, dilihat dari sudah
diterapkanya MBS di Sekolah terdapat beberapa ukuran atau indicator yang
digunakan sagabai ukuran dalam berhasil atau tidaknya MBS tersebut
diterapkan. Indikator-indikator tersebut dapat dilihat dari 3 pilar kebijakan
pendidikan nasional yaitu pemerataan dan peningkatan akses, peningkatan
mutu dan daya saing, serta tata layana pendidikan yang lebih baik.
Berdasarkan ketiga pilar tersebut, indikator-indikator keberhasilan
implementasi MBS dapat dilihat dari semakin meningkat dan membaiknya:
(1) jumlah siswa yang mendapat layanan pendidikan, (2) kualitas layanan
pendidikan (seperti pembelajaran), yang berdampak pada peningkatan
prestasi akademik dan non akademik siswa (3) jumlah siswa yang tingkat
tinggal kelas menurun, produktivitas sekolah, (4) relevansi pendidikan
semakin baik, (5) terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan
karena penentuan biaya pendidikan tidak dilakukan secara pukul rata, (6)
meningkatnya keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan di sekolah, (7) iklim dan budaya kerja sekolah, (8) kesejahteraan
guru dan staf sekolah membaik, serta (9) demokratisasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.
3.2.Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis dapat menyarankan kepada
pembaca bahwa dalam menjalankan atau mebangun suatu instansi pendidikan
atau bergabung dalam instansi pendidikan di Sekolah jika menggunakan
MBS sebagai acuan dalam mengelola pendidikan jadi harus
mempertimbangakan hal-hal diatas yang teleh disebutkan yaitu dilihat dari
factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan MBS, peran dari pehak-pihak
yang berkontribusi agar MBS dapat berjalan dengan baik dan sukses, serta
ukuran dari keberhasilan MBS dalam menjalankan atau mengelola
pendidikan. Selain itu perlu adanya pemahaman yang lebih mengenai MBS
sehingga penulis menyarakan juga agar pembaca lebih banyak membaca
sumber-sumber yang lain yang memiliki kaitan dengan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta. PT Grasindo

Runtuwene, Lastiko.-. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI UPAYA


PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN. Dalam
https://www.academia.edu/5892831/MANAJEMEN_BERBASIS_KUALITAS_P
ENDIDIKAN_SEKOLAH_UNTUK_MENINGKATKAN. Diakses pada Minggu
29 April 2018.

You might also like