You are on page 1of 22

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. SM
Usia : 13 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Larangan Selatan RT 02/ 18
Agama : Islam
Kunjungan ke Puskesmas : 21 Maret 2018
Identitas Keluarga : Anak kedua

Identitas Ibu Ayah


Nama Ny. SK Tn. N
Umur 30 tahun 33 tahun
Pendidikan Terakhir SD SD
Pekerjaan Pedagang Pedagang

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan Ibu penderita tanggal 21 Maret 2018
Keluhan Utama
Sesak Napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dikeluhkan sesak napas sejak tiga hari sebelum
pasien dibawa ke Puskesmas dan dirasa semakin memberat beberapa
jam sebelum datang ke Puskesmas. Sesak napas tanpa disertai bunyi
“ngik”. Awalnya pasien dikeluhkan demam dan batuk 2 hari sebelum
keluhan sesak napas timbul. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi
dan bersifat naik turun. Batuk yang dialami disertai dengan dahak.
Keluhan pilek disangkal. Keluhan muntah disangkal. BAB (+),
frekuensi 3–4 kali sehari, konsistensi lunak,warna kuning, lendir
maupun darah disangkal. BAK (+), frekuensi 5– 6 kali per hari,
warna kuning jernih.
Riwayat Penyakit Dahulu
1) Riwayat alergi disangkal
2) Pasien pernah sakit dengan keluhan serupa
Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
1) Teman pasien ada yang menderita keluhan seperti ini.
2) Di keluarga maupun di sekitar rumah tidak ada yang menderita
penyakit Tuberkulosis atau ISPA lainnya
3) Riwayat alergi pada keluarga juga disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ayah pasien bekerja
sebagau pedagang dan ibu penderita bekerja sebagai pedagang. Pasien
tinggal bersama ayah dan ibu. Biaya pengobatan menggunakan biaya
BPJS.
Kesan sosial ekonomi : kurang
Riwayat Kehamilan
Anak kedua laki-laki dari ibu G2P1A0 hamil 39 minggu secara
spontan, riwayat ketuban pecah dini disangkal, riwayat perdarahan
pervaginam disangkal.
Riwayat pemeliharaan prenatal
– Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur 1x setiap
bulannya ke bidan terdekat selama kehamilannya.
– Imunisasi selama kehamilan : 2 x suntik TT
– Penyakit kehamilan : disangkal (-)
– Perdarahan selama kehamilan : disangkal (-)
– Riwayat trauma saat hamil : disangkal (-).
– Obat selama kehamilan : hanya diberi vitamin dari
bidan
– Kesan : ANC cukup
Riwayat kelahiran
Persalinan : Lahir spontan di tolong oleh bidan
Usia dalam kandungan : 9 bulan
Berat badan lahir : 2700 gram
Kesan : Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan
Riwayat Imunisasi
BCG : 1x umur 1 bulan, scar (+) di lengan atas kanan
DPT : 2x umur (2, 4,6,8) bulan
Polio : 4x umur (0, 2, 4) bulan
Hepatitis B : 2x umur (0, 1) bulan
Campak : 1x umur (9) bulan
Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap
Riwayat Gizi
ASI : Diberikan 1 minggu setelah lahir
Susu formula : Diberikan susu formula
Sejak usia 1 minggu sampai sekarang
Makan : Sejak usia 6 bulan
Status Gizi
Berat Badan : 13,5 kg
Usia : 13 bulan
BB/U : Normal
Kesan : Status gizi baik
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak
 Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2700 gram, berat badan sekarang 13500 gram
Kesan : Normal Growth
Perkembangan :
 Usia 2 bulan : Tersenyum
 Usia 3 bulan : Memiringkan badan
 Usia 4 bulan :Tengkurap, memperhatikan mainan dan
meresponsuara
 Usia 6 bulan : Duduk dengan dibantu
 Usia 8 bulan : Duduk tanpa di bantu, Merangkak
 Usia 13 bulan : Berjalan
Kesan : Perkembangan sesuai umur.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 13 bulan
Berat badan : 13,5 kg
Tanda vital : HR = 135x/menit, reguler, isi dan
tegangan cukup.
: RR =53x/menit,reguler,
thoracoabdominal
: suhu = 38,1o C (aksila)
KU/Kesadaran : Baik / komposmentis
Kepala : Normosephal, bentuk dan ukuran normal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
kornea jernih, pupil bulat, isokor, refleks pupil (+/+), reflek kornea
(+/+), reflek bulu mata (+/+)
Telinga : Bentuk normal, simetris, discharge (-/-), nyeri
tekan tragus (-/-), nyeri tarik (-/-), tidak bengkak
Hidung : Simetris, nafas cuping (+), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), karies dentis (-), lidah
kotor (-), gusi berdarah (-), T1-1 Hiperemis (+/+), faring hiperemis (+/+)
Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, kaku
kuduk (-)
Thorax : bekas luka (-), retraksi intercostal (+)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV, linea
medioclavikula sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar
Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Pinggang : ICS III linea parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Suara tambahan (-)
Paru-paru
Inspeksi : Hemithorax sinistra dan dextra simetris
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler. Suara tambahan: wh-/-, ronkhi +/+
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada gambaran usus ataupun vena
Palpasi : supel, tidak nyeri tekan, turgor cukup
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik  normal
Genital : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada deformitas
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill < 2″ < 2″

IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah rutin
2. Rontgen thorax
V. DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia
VI. PENATALAKSANAAN
a. Preventif
 Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit pasien
 Menjelaskan kepada pasien cara penggunaan obat (antibiotik harus
di habiskan)
 Menjelaskan komplikasi terburuk dari penyakit ini agar pasien
patuh untuk berobat.

b. Promotif
 Menghindari kontak dengan penderita penyakit
bronkopneumonia
 Meningkatkan sistem imun terhadap berbagai penyakit saluran
nafas seperti: pola hidup sehat dengan cara makan makanan
yang bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, dan istirahat yang
cukup melakukan vaksinasi seperti: Vaksinasi Pneumokokus,
Vaksinasi H. Influenza, Vaksinasi Varisela yang dianjurkan
pada anak utamanya anak dengan daya tahan tubuh yang rendah,
vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
c. Kuratif
Non medikamentosa
 Makan makanan yang bergizi
 Istirahat cukup
Medikamentosa
 Paracetamol syr 120 mg/mL : 3x180mL atau 3x1 ½ sdt (10-
15mg/kgBB/8jam)
 Kotrimoxazol syr 60 mL : 2x7,5mL
 Ambroxol syr 15mg/5mL : 3x 7,5mL atau 3x1 ½ sdt (0,5
mg/kgBB/8jam)
 Salbutamol 4mg : 4x1/4 tab (0,1-0,5mg/kgBB/6jam)
d. Rehabilitatif
 Sarankan pasien untuk tidak terpapar asap rokok ataupun asam
pembakaran secara langsung
 Sarankan keluarga pasien yang menderita sakit batuk untuk
memakai masker saat dan berkontak dengan pasien
 Dianjurkan kontrol kembali 3 hari kemudian

VII. PROGNOSIS
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad sanam : ad bonam
Qua ad fungsionam : ad bonam
VIII. PENGKAJIAN MASALAH KESEHATAN PASIEN

Host
Environment
 Lingkungan tempat tinggal
pasien dimana pasien tinggal
di rumah dengan Konstruksi
rumah yang kurang baik,
ventilasi kurang
 Tinggal bersama perokok aktif

- Status Asi kurang


- Status imunisasi
Faktor BRONKOPNEUMONIA
tidak lengkap
internal

Agent
Pneumonia adalah proses infeksi
akut yang mengenai jaringan paru-
paru (alveoli) dan bronkus.
Disebabkan oleh Streptococcus
pnemoniae dan Hemophylus
influenzae
IX. DIAGNOSIS HOLISTIK
a. Aspek personal
Pasien datang dengan tujuan agar keluhan yang pasien rasakan dapat
sembuh
b. Aspek klinik
Bronkopneumonia
c. Aspek risiko internal
 Status asi kurang
 Status imunisasi tidak lengkap
 Riwayat bronkopneumonia berulang
d. Aspek psikososial
 Konstruksi rumah kurang baik, ventilasi kurang
 Tinggal bersama perokok aktif
 Penggunaan bahan bakar kayu

X. RENCANA PENATALAKSANAAN PASIEN (Planning)


No Kegiatan Sasaran Wakt Hasil yang Keterangan
u diharapkan

1 Aspek personal: Pasien 3 hari  Kesembuhan  Pemberian


pada pasien
obat
Bronkopneumonia  Pasien kembali ke
puskesmas atau Paracetamol
ke rumah sakit
250 mg/m:
jika tidak sembuh
3x135mL
 Kotrimoxazol
60 mL:
2x7,5mL
 Ambroxol
30mg: 3x1/4
tab
Salbutamol
4mg: 3x1/3 tab
Evaluasi
mengenai –
Batuk, sesak dan
demam yang
berkurang
-Pengetahuan
pasien
bertambah.

2 Aspek klinik Pasien 3 hari Keluhan menghilang


dan ada perbaikan
klinis

3 Aspek risiko
internal

 Status Asi kurang Pasien 3 hari  Mengerti mengenai Edukasi:


 Status imunisasi penyakit
tidak lengkap bronkopneumonia  Makan
 Keluhan batuk, makanan
sesak nafas dan bergizi dan
demam hilang istirahat
cukup
4 Aspek psikososial,
keluarga &
lingkungan

 Menghindari  Pasien 3 hari Edukasi:


kontak dengan  Keluarga
 Sarankan
penderita penyakit pasien
bronkopneumonia pasien untuk
tidak terpapar
 Lingkungan
asap rokok
tempat tinggal
ataupun asap
pasien dimana
pembakaran
pasien tinggal di
secara
rumah dengan
langsung
Konstruksi rumah
yang kurang baik,  Sarankan
ventilasi kurang keluarga
pasien yang
 Tinggal bersama
menderita
perokok aktif
sakit batuk
untuk
memakai
masker saat
dan
berkontak
dengan
pasien
 Menjauhkan
pasien dari
asap rokok
dan asap dari
penggunaan
bahan bkar
kayu
 Membuka
jendela setiap
hari agar
udara di
dalam rumah
tidak lembab

XI. KESIMPULAN PENATALAKSANAAN PASIEN DALAM


BINAAN PERTAMA
Diagnosis Holistik pada saat berakhirnya pembinaan pertama

a. Aspek personal:
Pasien dapat sehat kembali
b. Aspek klinik:
Kesembuhan dari penyakit bronkopneumonia yang diderita pasien
 Aspek risiko internal:
 Status asi kurang
 Status imunisasi tidak lengkap
c. Aspek psikososial:
 Konstruksi rumah kurang baik, ventilasi kurang
 Tinggal bersama perokok aktif
 Penggunaan bahan bakar kayu

Faktor pendukung terselesaikannya masalah kesehatan pasien:

Respon pasien yang baik dalam menerima edukasi serta keinginan tinggi pasien
untuk sembuh

Faktor penghambat terselesaikannya masalah kesehatan pasien:

Lingkungan tempat tinggal pasien dimana pasien tinggal di rumah dengan


Konstruksi rumah yang kurang baik, ventilasi kurang

Rencana penatalaksanaan pasien selanjutnya:

Memberikan edukasi kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya keluhan,


antara lain dengan Makan makanan bergizi dan istirahat cukup, menyarankan pasien
untuk tidak terpapar asap rokok ataupun asap pembakaran secara langsung,
menyarankan keluarga pasien yang menderita sakit batuk untuk memakai masker saat
dan berkontak dengan pasien, menjauhkan pasien dari asap rokok dan asap dari
penggunaan bahan bkar kayu, membuka jendela setiap hari agar udara di dalam rumah
tidak lembab
LAMPIRAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pnemonia ditandai oleh demam, batuk, sesak
(peningkatan frekuensi pernapasan), napas cuping hidung, retraksi dinding dada
dan kadang-kadang sianosis1
2.2.2 Epidemiologi
Pada usia anak-anak, pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kematian pneumonia
pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21 %. Adapun angka kesakitan
diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.
Menurut WHO (2006), pneumonia merupakan penyebab utama kematian
pada anak usia di bawah 5 tahun (balita), yaitu sekitar 19% atau sekitar 1,8 juta
balita tiap tahunnya meninggal karena pneumonia. Angka ini melebihi jumlah
akumulasi kematian akibat malaria, AIDS, dan campak. Diperkirakan lebih dari 150
juta kasus pneumonia terjadi setiap tahunnya pada balita di negara berkembang,
yaitu sekitar 95% dari semua kasus baru pneumonia di dunia. Kejadian pneumonia
di negara maju jauh lebih kecil (0,026 episode/anak/tahun dibandingkan negara
berkembang 0,28 episode/anak/tahun). Hal ini diperkirakan karena peran antibiotik,
vaksinasi, dan asuransi kesehatan anak yang berkembang di negara maju.
Antara 11 sampai 20 juta anak dengan pneumonia butuh rawat inap dan
lebih dari 2 juta meninggal. Perlu pula diingat bahwa insidensi pneumonia
berkurang seiring dengan bertambahnya usia anak. 8
Indonesia menduduki urutan keenam kejadian pneumonia terbanyak di
dunia, dengan insidensi per tahunnya sekitar 6 juta. 8 Pada tahun 2001, SKN
menyebutkan 22,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
9
disebabkan oleh penyakit respiratori terutama pneumonia. Prevalensi nasional
untuk kasus pneumonia, baik yang memerlukan rawat inap maupun rawat jalan
adalah sebesar 480.033 kasus atau 20,59 %.
Tiap tahunnya pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab
kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riskesdas 2007, pneumonia
merupakan penyebab kematian kedua setelah diare (15,5% diantara semua balita)
dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas
kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap
tingginya angka kematian balita di Indonesia 2.

2.2.3 Etiologi
Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme (virus,
bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah,
bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke
dalam saluran pernapasan (aspirasi). 1
Berbagai penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan
golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya
(komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai penyebab Pneumonia adalah virus,
terutama Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%. Sedangkan
golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae Type B (Hib). 1
Tabel 2.1. Penyebab Pneumonia Berdasarkan Umur
2.2.4 Klasifikasi Pneumonia
Saat ini dikenal dua bentuk pneumonia berdasarkan tempat terjadinya
infeksi, yaitu pneumonia-komuniti (community-acquired pneumonia) yaitu
infeksinya terjadi di masyarakat dan pneumonia nosokimoal (hospital-acquired
pneumonia) bila infeksinya didapat di rumah sakit. Pneumonia nosokomial
seringkali merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang telah
diderita pasien sehingga spektrum etiologi, gejala klinis, derajat beratnya penyakit,
komplikasi, dan terapi yang diberikan berbeda dengan pneumonia-masyarakat.9
Sedangkan secara anatomis, pneumonia dibagi menjadi: (1) pneumonia lobaris, (2)
pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan (3) pneumonia interstisialis. 10

Sedangkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 2008


mengklasifikasikan pneumonia menjadi: 11
a. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur < 2 bulan
1. Pneumonia berat, adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak
60 kali per menit atau lebih atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing).
2. Bukan Pneumonia, tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam.
b. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur 2 bulan – < 5 tahun
1. Pneumonia berat, adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(chest indrawing).
2. Pneumonia, adanya napas cepat sesuai golongan umur,
- usia 2 bulan – <1 tahun 50 kali atau lebih per menit
- usia 1 tahun - <5 tahun 40 kali atau lebih per menit.
3. Bukan pneumonia, tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam.

2.2.5 Patofisiologi
Saluran napas memiliki mekanisme pertahanan yang menjaganya tetap
steril, yaitu bersihan oleh mukosiliar, IgA sekretori, sel-sel imun, dan mekanisme
batuk. Mekanisme pertahanan imunologis di paru yaitu makrofag yang berada di
alveoli dan bronkiolus, IgA sekretori, dan Ig lainnya. Karena saluran napas terus-
menerus terpapar agen infeksius, tidak efektif dan lemahnya mekanisme pertahanan
ini menyebabkan terjadinya infeksi saluran napas dan paru. 12

Umumnya mikroorganisme penyebab pneumonia terhisap ke paru bagian


perifer, penyebarannya langsung dari saluran napas atas. Reaksi jaringan
menimbulkan edema yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke
jaringan sekitarnya. Terjadi konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel
polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di
alveoli dari bagian paru yang terkena. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi
padat, warna menjadi merah, dan pada perabaan seperti hepar. Inilah yang disebut
sebagai stadium hepatisasi merah. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
Selanjutnya deposisi fibrin semakin meningkat, terdapat fibrin dan leukosit di
alveoli, dan terjadi fagositosis yang cepat. Lobus tetap padat dan warna menjadi
pucat kelabu. Stadium ini disebut sebagai stadium hepatisasi kelabu. Pada tahap
berikutnya terjadi peningkatan jumlah makrofag di alveoli, sel mengalami
degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut
stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner yang tidak terkena akan tetap normal. 9,10

Beberapa bakteri tertentu memiliki gambaran patologis khas. Streptococcus


pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata
diseluruh lapangan paru (bronkopulmoner), pada anak atau remaja dapat berupa
konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Staphylococcus aureus pada bayi
sering menyebabkan abses-abses kecil atau pneumotokel, karena kuman ini
menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase,
dan koagulase yang menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan kavitasi 9

2.2.6 Diagnosis 1,2


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
disertai dengan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
- Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif dengan dahak
purulen bahkan bisa berdarah
- Sesak nafas
- Demam
- Kesulitan makan, minum
- Tampak lemah
- Serangan pertama atau berulang

b. Pemeriksaan Fisik
Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang digunakan oleh program
P2 ISPA, diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai umur.
Adanya napas cepat ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernapasan.
Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau
lebih pada anak usia 2 bulan - <1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak
usia 1- <5 tahun. Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernapas disertai napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah
ke dalam pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan
diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit, atau adanya penarikan yang kuat pada
dinding dada sebelah bawah ke dalam.
Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab
infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit
berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus
umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering
ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas cepat dan sulit bernapas, batuk,
demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita yang
menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya
bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik
napas/inspirasi yang dikenal sebagai lower chest wall indrawing. Gejala pada anak
usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak
bereaksi (letargi) dan minum terganggu.

c. Laboratorium
- Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm-
3. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus
atau mycoplasma.
- Pemeriksaan kultur darah seringkali positif terutama pada pneumonia
pneumococcus dan merupakan cara yang lebih pasti untuk mengidentifikasi
organisme dibandingkan dengan kultur yang potensial terkontaminasi.
- Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia berat.
d. Radiologis
Gambaran radiologis pada foto toraks PA yang khas ialah terdapat
konsolidasi pada lobus, lobulus atau segmen dari satu atau lebih lobus paru. Terlihat
patchy infiltrate pada parenkim paru dengan gambaran infiltrasi kasar pada
beberapa tempat di paru sehingga menyerupai bronchopneumonia. Pada foto toraks
mungkin disertai gambaran yang menunjukkan ada cairan di pleura atau fisura
interlobaris. Pneumonia biasanya menyebabkan suatu daerah persebulungan yang
berbatas tegas yang di dalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara dan/atau
bronkhi yang berisi udara (air bronchogram). Biasanya pneumonia menyebabkan
adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada beberapa bagian paru. Hilangnya
sebagian volume pada lobus yang sakit (seperti yang ditunjukkan oleh letak fisura,
diafragma dan hilus) dan adanya air-bronchogram merupakan petunjuk adanya
obstruksi bronkhus proksimal dari konsolidasi (oleh tumor atau benda asing).

2.2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pneumonia pada balita yaitu bronkiolitis, aspirasi benda
asing, meningitis, dan asma. 9

2.2.8 Tatalaksana Pneumonia 1,13,14


Pengobatan ditujukan kepada pemberantasan mikroorganisme
penyebabnya. Walaupun adakalanya tidak diperlukan antibiotika jika penyebabnya
adalah virus, namun untuk daerah yang belum memiliki fasilitas biakan
mikroorganisme akan menjadi masalah tersendiri mengingat perjalanan penyakit
berlangsung cepat, sedangkan di sisi lain ada kesulitan membedakan penyebab
antara virus dan bakteri. Selain itu, masih dimungkinkan adanya keterlibatan infeksi
sekunder oleh bakteri.
Tatalaksana pneumonia berdasarkan perkiraan penyebab dan keadaan klinis
pasien. Namun, identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak selalu dapat
dilakukan, oleh karena itu antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman (empiris) . 13
Tatalaksana penderita pneumonia meliputi:
Kriteria Rawat Inap
Bayi :
- Saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
- RR > 60 x permenit
- Distres pernafasan, apnea intermiten, atau grunting
- Menetek (-)
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Tatalaksana umum
Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92 % pada saat bernafas dengan udara
kamar harus diberikan terapi O2 dengan kanul nasal atau sungkup.
- Pada pneumonia berat atau asupan peroral kurang, diberikan cairan IV dan
dilakukan balans cairan ketat.
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mukosiliari klirens
- Pasien yang mendapat terapi O2 harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam
sekali termasuk pemeriksaan saturasi O2.

Pemberian Antibiotika
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <
5 tahun
- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua, antibiotik
golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama pada anak ≥ 5 tahun.
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S pneumoniae sangat
mungkin sebagai penyebab.
- Jika S aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau
kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin.
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat peroral (misal karena muntah) atau termasuk derajat
pneumonia berat.
- Antibiotik IV yang dianjurkan: ampisillin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime.
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat antibiotik IV.
Berdasarkan MTBS 2008, tatalaksana pneumonia dilakukan berdasarkan
klasifikasi pneumonia, yaitu batuk bukan pneumonia, pneumonia ringan dan
pneumonia berat ataupun pneumonia sangat berat. Pada pneumonia berat atau
pneumonia sangat berat, penderita dirawat inap dengan pemberian antibiotik
parenteral, oksigen dan sebagainya. Sedangkan pada pneumonia ringan, dapat
dilakukan rawat jalan dengan pemberian antibiotic yang sesuai. Pada penderita
batuk non-pneumonia, dapat diberikan obat batuk tanpa pemberian antibiotik,
tentunya dengan pengobatan rawat jalan, dan dapat diberikan pula antipiretik
apabila terdapat gejala demam.

Sumber: Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 2008


Gambar 5. Penilaian, Klasifikasi, dan Tindakan/Pengobatan Anak Sakit Umur
2 bulan sampai 5 tahun yang menderita Batuk atau Sukar Bernapas 11
2.2.9 Komplikasi
Pemberian terapi yang adekuat dapat mencegah timbulnya komplikasi.
Komplikasi pneumonia anak yaitu empiema torasis (komplikasi tersering pada
pneumonia bakteri), perikarditis purulenta, miokarditis, pneumothoraks, atau
infeksi ekstrapulmuner seperti meningitis purulenta. 9
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia
 Umur dibawah 2 bulan
 Tingkat sosio ekonomi rendah
 Gizi kurang
 Berat badan lahir rendah
 Tingkat pendidikan ibu rendah
 Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
 Kepadatan tempat tinggal
 Imunisasi yang tidak memadai
 Menderita penyakit kronis

You might also like