Professional Documents
Culture Documents
Bronkopneumonia Jadi
Bronkopneumonia Jadi
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. SM
Usia : 13 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Larangan Selatan RT 02/ 18
Agama : Islam
Kunjungan ke Puskesmas : 21 Maret 2018
Identitas Keluarga : Anak kedua
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan Ibu penderita tanggal 21 Maret 2018
Keluhan Utama
Sesak Napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dikeluhkan sesak napas sejak tiga hari sebelum
pasien dibawa ke Puskesmas dan dirasa semakin memberat beberapa
jam sebelum datang ke Puskesmas. Sesak napas tanpa disertai bunyi
“ngik”. Awalnya pasien dikeluhkan demam dan batuk 2 hari sebelum
keluhan sesak napas timbul. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi
dan bersifat naik turun. Batuk yang dialami disertai dengan dahak.
Keluhan pilek disangkal. Keluhan muntah disangkal. BAB (+),
frekuensi 3–4 kali sehari, konsistensi lunak,warna kuning, lendir
maupun darah disangkal. BAK (+), frekuensi 5– 6 kali per hari,
warna kuning jernih.
Riwayat Penyakit Dahulu
1) Riwayat alergi disangkal
2) Pasien pernah sakit dengan keluhan serupa
Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
1) Teman pasien ada yang menderita keluhan seperti ini.
2) Di keluarga maupun di sekitar rumah tidak ada yang menderita
penyakit Tuberkulosis atau ISPA lainnya
3) Riwayat alergi pada keluarga juga disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ayah pasien bekerja
sebagau pedagang dan ibu penderita bekerja sebagai pedagang. Pasien
tinggal bersama ayah dan ibu. Biaya pengobatan menggunakan biaya
BPJS.
Kesan sosial ekonomi : kurang
Riwayat Kehamilan
Anak kedua laki-laki dari ibu G2P1A0 hamil 39 minggu secara
spontan, riwayat ketuban pecah dini disangkal, riwayat perdarahan
pervaginam disangkal.
Riwayat pemeliharaan prenatal
– Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur 1x setiap
bulannya ke bidan terdekat selama kehamilannya.
– Imunisasi selama kehamilan : 2 x suntik TT
– Penyakit kehamilan : disangkal (-)
– Perdarahan selama kehamilan : disangkal (-)
– Riwayat trauma saat hamil : disangkal (-).
– Obat selama kehamilan : hanya diberi vitamin dari
bidan
– Kesan : ANC cukup
Riwayat kelahiran
Persalinan : Lahir spontan di tolong oleh bidan
Usia dalam kandungan : 9 bulan
Berat badan lahir : 2700 gram
Kesan : Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan
Riwayat Imunisasi
BCG : 1x umur 1 bulan, scar (+) di lengan atas kanan
DPT : 2x umur (2, 4,6,8) bulan
Polio : 4x umur (0, 2, 4) bulan
Hepatitis B : 2x umur (0, 1) bulan
Campak : 1x umur (9) bulan
Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap
Riwayat Gizi
ASI : Diberikan 1 minggu setelah lahir
Susu formula : Diberikan susu formula
Sejak usia 1 minggu sampai sekarang
Makan : Sejak usia 6 bulan
Status Gizi
Berat Badan : 13,5 kg
Usia : 13 bulan
BB/U : Normal
Kesan : Status gizi baik
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak
Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2700 gram, berat badan sekarang 13500 gram
Kesan : Normal Growth
Perkembangan :
Usia 2 bulan : Tersenyum
Usia 3 bulan : Memiringkan badan
Usia 4 bulan :Tengkurap, memperhatikan mainan dan
meresponsuara
Usia 6 bulan : Duduk dengan dibantu
Usia 8 bulan : Duduk tanpa di bantu, Merangkak
Usia 13 bulan : Berjalan
Kesan : Perkembangan sesuai umur.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 13 bulan
Berat badan : 13,5 kg
Tanda vital : HR = 135x/menit, reguler, isi dan
tegangan cukup.
: RR =53x/menit,reguler,
thoracoabdominal
: suhu = 38,1o C (aksila)
KU/Kesadaran : Baik / komposmentis
Kepala : Normosephal, bentuk dan ukuran normal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
kornea jernih, pupil bulat, isokor, refleks pupil (+/+), reflek kornea
(+/+), reflek bulu mata (+/+)
Telinga : Bentuk normal, simetris, discharge (-/-), nyeri
tekan tragus (-/-), nyeri tarik (-/-), tidak bengkak
Hidung : Simetris, nafas cuping (+), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), karies dentis (-), lidah
kotor (-), gusi berdarah (-), T1-1 Hiperemis (+/+), faring hiperemis (+/+)
Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, kaku
kuduk (-)
Thorax : bekas luka (-), retraksi intercostal (+)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV, linea
medioclavikula sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar
Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Pinggang : ICS III linea parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Suara tambahan (-)
Paru-paru
Inspeksi : Hemithorax sinistra dan dextra simetris
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler. Suara tambahan: wh-/-, ronkhi +/+
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada gambaran usus ataupun vena
Palpasi : supel, tidak nyeri tekan, turgor cukup
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik normal
Genital : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada deformitas
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill < 2″ < 2″
b. Promotif
Menghindari kontak dengan penderita penyakit
bronkopneumonia
Meningkatkan sistem imun terhadap berbagai penyakit saluran
nafas seperti: pola hidup sehat dengan cara makan makanan
yang bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, dan istirahat yang
cukup melakukan vaksinasi seperti: Vaksinasi Pneumokokus,
Vaksinasi H. Influenza, Vaksinasi Varisela yang dianjurkan
pada anak utamanya anak dengan daya tahan tubuh yang rendah,
vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
c. Kuratif
Non medikamentosa
Makan makanan yang bergizi
Istirahat cukup
Medikamentosa
Paracetamol syr 120 mg/mL : 3x180mL atau 3x1 ½ sdt (10-
15mg/kgBB/8jam)
Kotrimoxazol syr 60 mL : 2x7,5mL
Ambroxol syr 15mg/5mL : 3x 7,5mL atau 3x1 ½ sdt (0,5
mg/kgBB/8jam)
Salbutamol 4mg : 4x1/4 tab (0,1-0,5mg/kgBB/6jam)
d. Rehabilitatif
Sarankan pasien untuk tidak terpapar asap rokok ataupun asam
pembakaran secara langsung
Sarankan keluarga pasien yang menderita sakit batuk untuk
memakai masker saat dan berkontak dengan pasien
Dianjurkan kontrol kembali 3 hari kemudian
VII. PROGNOSIS
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad sanam : ad bonam
Qua ad fungsionam : ad bonam
VIII. PENGKAJIAN MASALAH KESEHATAN PASIEN
Host
Environment
Lingkungan tempat tinggal
pasien dimana pasien tinggal
di rumah dengan Konstruksi
rumah yang kurang baik,
ventilasi kurang
Tinggal bersama perokok aktif
Agent
Pneumonia adalah proses infeksi
akut yang mengenai jaringan paru-
paru (alveoli) dan bronkus.
Disebabkan oleh Streptococcus
pnemoniae dan Hemophylus
influenzae
IX. DIAGNOSIS HOLISTIK
a. Aspek personal
Pasien datang dengan tujuan agar keluhan yang pasien rasakan dapat
sembuh
b. Aspek klinik
Bronkopneumonia
c. Aspek risiko internal
Status asi kurang
Status imunisasi tidak lengkap
Riwayat bronkopneumonia berulang
d. Aspek psikososial
Konstruksi rumah kurang baik, ventilasi kurang
Tinggal bersama perokok aktif
Penggunaan bahan bakar kayu
3 Aspek risiko
internal
a. Aspek personal:
Pasien dapat sehat kembali
b. Aspek klinik:
Kesembuhan dari penyakit bronkopneumonia yang diderita pasien
Aspek risiko internal:
Status asi kurang
Status imunisasi tidak lengkap
c. Aspek psikososial:
Konstruksi rumah kurang baik, ventilasi kurang
Tinggal bersama perokok aktif
Penggunaan bahan bakar kayu
Respon pasien yang baik dalam menerima edukasi serta keinginan tinggi pasien
untuk sembuh
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pnemonia ditandai oleh demam, batuk, sesak
(peningkatan frekuensi pernapasan), napas cuping hidung, retraksi dinding dada
dan kadang-kadang sianosis1
2.2.2 Epidemiologi
Pada usia anak-anak, pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kematian pneumonia
pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21 %. Adapun angka kesakitan
diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.
Menurut WHO (2006), pneumonia merupakan penyebab utama kematian
pada anak usia di bawah 5 tahun (balita), yaitu sekitar 19% atau sekitar 1,8 juta
balita tiap tahunnya meninggal karena pneumonia. Angka ini melebihi jumlah
akumulasi kematian akibat malaria, AIDS, dan campak. Diperkirakan lebih dari 150
juta kasus pneumonia terjadi setiap tahunnya pada balita di negara berkembang,
yaitu sekitar 95% dari semua kasus baru pneumonia di dunia. Kejadian pneumonia
di negara maju jauh lebih kecil (0,026 episode/anak/tahun dibandingkan negara
berkembang 0,28 episode/anak/tahun). Hal ini diperkirakan karena peran antibiotik,
vaksinasi, dan asuransi kesehatan anak yang berkembang di negara maju.
Antara 11 sampai 20 juta anak dengan pneumonia butuh rawat inap dan
lebih dari 2 juta meninggal. Perlu pula diingat bahwa insidensi pneumonia
berkurang seiring dengan bertambahnya usia anak. 8
Indonesia menduduki urutan keenam kejadian pneumonia terbanyak di
dunia, dengan insidensi per tahunnya sekitar 6 juta. 8 Pada tahun 2001, SKN
menyebutkan 22,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
9
disebabkan oleh penyakit respiratori terutama pneumonia. Prevalensi nasional
untuk kasus pneumonia, baik yang memerlukan rawat inap maupun rawat jalan
adalah sebesar 480.033 kasus atau 20,59 %.
Tiap tahunnya pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab
kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riskesdas 2007, pneumonia
merupakan penyebab kematian kedua setelah diare (15,5% diantara semua balita)
dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas
kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap
tingginya angka kematian balita di Indonesia 2.
2.2.3 Etiologi
Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme (virus,
bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah,
bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke
dalam saluran pernapasan (aspirasi). 1
Berbagai penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan
golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya
(komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai penyebab Pneumonia adalah virus,
terutama Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%. Sedangkan
golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae Type B (Hib). 1
Tabel 2.1. Penyebab Pneumonia Berdasarkan Umur
2.2.4 Klasifikasi Pneumonia
Saat ini dikenal dua bentuk pneumonia berdasarkan tempat terjadinya
infeksi, yaitu pneumonia-komuniti (community-acquired pneumonia) yaitu
infeksinya terjadi di masyarakat dan pneumonia nosokimoal (hospital-acquired
pneumonia) bila infeksinya didapat di rumah sakit. Pneumonia nosokomial
seringkali merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang telah
diderita pasien sehingga spektrum etiologi, gejala klinis, derajat beratnya penyakit,
komplikasi, dan terapi yang diberikan berbeda dengan pneumonia-masyarakat.9
Sedangkan secara anatomis, pneumonia dibagi menjadi: (1) pneumonia lobaris, (2)
pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan (3) pneumonia interstisialis. 10
2.2.5 Patofisiologi
Saluran napas memiliki mekanisme pertahanan yang menjaganya tetap
steril, yaitu bersihan oleh mukosiliar, IgA sekretori, sel-sel imun, dan mekanisme
batuk. Mekanisme pertahanan imunologis di paru yaitu makrofag yang berada di
alveoli dan bronkiolus, IgA sekretori, dan Ig lainnya. Karena saluran napas terus-
menerus terpapar agen infeksius, tidak efektif dan lemahnya mekanisme pertahanan
ini menyebabkan terjadinya infeksi saluran napas dan paru. 12
b. Pemeriksaan Fisik
Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang digunakan oleh program
P2 ISPA, diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai umur.
Adanya napas cepat ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernapasan.
Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau
lebih pada anak usia 2 bulan - <1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak
usia 1- <5 tahun. Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernapas disertai napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah
ke dalam pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan
diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit, atau adanya penarikan yang kuat pada
dinding dada sebelah bawah ke dalam.
Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab
infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit
berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus
umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering
ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas cepat dan sulit bernapas, batuk,
demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita yang
menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya
bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik
napas/inspirasi yang dikenal sebagai lower chest wall indrawing. Gejala pada anak
usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak
bereaksi (letargi) dan minum terganggu.
c. Laboratorium
- Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm-
3. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus
atau mycoplasma.
- Pemeriksaan kultur darah seringkali positif terutama pada pneumonia
pneumococcus dan merupakan cara yang lebih pasti untuk mengidentifikasi
organisme dibandingkan dengan kultur yang potensial terkontaminasi.
- Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia berat.
d. Radiologis
Gambaran radiologis pada foto toraks PA yang khas ialah terdapat
konsolidasi pada lobus, lobulus atau segmen dari satu atau lebih lobus paru. Terlihat
patchy infiltrate pada parenkim paru dengan gambaran infiltrasi kasar pada
beberapa tempat di paru sehingga menyerupai bronchopneumonia. Pada foto toraks
mungkin disertai gambaran yang menunjukkan ada cairan di pleura atau fisura
interlobaris. Pneumonia biasanya menyebabkan suatu daerah persebulungan yang
berbatas tegas yang di dalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara dan/atau
bronkhi yang berisi udara (air bronchogram). Biasanya pneumonia menyebabkan
adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada beberapa bagian paru. Hilangnya
sebagian volume pada lobus yang sakit (seperti yang ditunjukkan oleh letak fisura,
diafragma dan hilus) dan adanya air-bronchogram merupakan petunjuk adanya
obstruksi bronkhus proksimal dari konsolidasi (oleh tumor atau benda asing).
Tatalaksana umum
Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92 % pada saat bernafas dengan udara
kamar harus diberikan terapi O2 dengan kanul nasal atau sungkup.
- Pada pneumonia berat atau asupan peroral kurang, diberikan cairan IV dan
dilakukan balans cairan ketat.
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mukosiliari klirens
- Pasien yang mendapat terapi O2 harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam
sekali termasuk pemeriksaan saturasi O2.
Pemberian Antibiotika
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <
5 tahun
- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua, antibiotik
golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama pada anak ≥ 5 tahun.
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S pneumoniae sangat
mungkin sebagai penyebab.
- Jika S aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau
kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin.
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat peroral (misal karena muntah) atau termasuk derajat
pneumonia berat.
- Antibiotik IV yang dianjurkan: ampisillin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime.
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat antibiotik IV.
Berdasarkan MTBS 2008, tatalaksana pneumonia dilakukan berdasarkan
klasifikasi pneumonia, yaitu batuk bukan pneumonia, pneumonia ringan dan
pneumonia berat ataupun pneumonia sangat berat. Pada pneumonia berat atau
pneumonia sangat berat, penderita dirawat inap dengan pemberian antibiotik
parenteral, oksigen dan sebagainya. Sedangkan pada pneumonia ringan, dapat
dilakukan rawat jalan dengan pemberian antibiotic yang sesuai. Pada penderita
batuk non-pneumonia, dapat diberikan obat batuk tanpa pemberian antibiotik,
tentunya dengan pengobatan rawat jalan, dan dapat diberikan pula antipiretik
apabila terdapat gejala demam.