You are on page 1of 38

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN LUKA BAKAR DI RUANG BURN UNIT RSUP SANGLAH


DENPASAR

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN)


Stase Keperawatan Kegawatdaruratan dan Kritis

oleh
Armita Iriyana Hasanah, S.Kep
NIM 122311101051

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Luka bakar merupakan kerusakan kulit yang dapat disertai dengan
kerusakan jaringan dibawahnya yang dapat terjadi karena kontak langsung
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, maupun arus listrik
(Grace & Borley, 2006). Luka bakar adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis
normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan
mengenai organ tertentu. (Lazarus, 1994 dalam Potter & Perry, 2006;1853).

2. Epidemiologi
Anak-anak dan lansia merupakan kelompok usia yang memiliki risiko
tinggi mengalami insiden luka bakar. The National Institusi of Burn Medicine
yang mengumpulkan data-data statistik dari berbagai pusat luka bakar di seluruh
Amerika Serikat mencatat bahwa sebagaian besar pasien (75%) merupakan
korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak-anak yang
baru belajar berjalan, bermain-main dengan korek api pada anak-anak usia
sekolah, cidera karena arus listrik pada remaja laki-laki, dan penggunaan obat
bius, alkohol serta sigaret pada orang dewasa semuanya ini turut memberikan
kontribusinya pada angka statistik tersebut. Cobb, Maxwell dan Silverstein (1992)
menemukan bahwa sekitar 13% pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit
atau pun anggota keluarganya sudah pernah dirawat sebelumnya karena luka
bakar. (Smeltzer, 2001;1911).
Menurut The National Institutes of General Medical Sciences tahun 2011,
sekitar 1,1 juta pasien luka bakar yang membutuhkan perawatan medis setiap
tahun di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut, sekitar 50.000 orang
memerlukan rawat inap dan sekitar 4.500 meninggal setiap tahun akibat luka
bakar. Menurut World Fire Statistics Centre (2008) pada tahun 2003 hingga 2005
tercatat negara yang memiliki prevalensi terjadinya luka bakar terendah adalah
Singapura, yaitu sebesar 0,12% per 100.000 orang dan yang tertinggi adalah
Hongaria sebesar 1,98. Menurut Riset Kesehatan Dasar Depkes RI (2007)
prevalensi kejadian luka bakar di Indonesia adalah sebesar 2,2%. Prevalensi
tertinggi terdapat di provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau
sebesar 3,8%.

3. Etiologi
a. Luka bakar thermal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas, atau bahan-bahan panas lainnya
b. Luka bakar kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat diantaranya asam hidrokloride atau alkali. Luka bakar
kimia juga dapat terjadi karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga seperti pembersih cat dan
desinfektan
c. Luka bakar elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara gelombang
elektrik sampai mengenai tubuh
d. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industry atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik. Terbakar oleh
sinar matahari akibat terpapar terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.
e. Luka bakar akibat suhu yang sangat rendah (frost bite).

4. Patofisiologi
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan
hemokonsentrasi. Burn shock (syok Hipovolemik) merupakan komplikasi yang
sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :
a. Respon kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Resusitasi caian yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan
darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik.
Meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian
jantung tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis, dan tekanan baji arteri
pulmonalis tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan
tidak adekuat, akan terjadi syok distributif.
Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume darah
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Di samping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat
luka bakar dapat mencapai 3 hingga 5 L atau lebih selama periode 24 jam sebelum
permukaan kulit yang terbakar ditutup. Selama syok luka-bakar, respon kadar
natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hiponatremia
(deplesi natrium) terjadi. Hiponatremia juga sering dijumpai dalam minggu
pertama fase akut karena air akan pindah dari ruang interstitial ke dalam ruang
vaskuler. Segera setelah luka bakar, hiperkalemia (kadar kalium tinggi) akan
dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang massif. Hipokalemia (deplesi
kalium) dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan.
Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian
lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati tejadi hal ini nilai
hematokrit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma.
b. Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran
urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal. Destruksi sel-sel darah merah pada
lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi
kerusakan otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan
dari sel-sel otot dan diekskresikan oleh ginjal. Penggantian volume cairan yang
memadai akan memulihkan aliran darah renal, menigkatkan laju filtrasi
glomelurus dan menaikkan volume urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal
tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga
timbul komplikasi nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
c. Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik
(tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus
dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka
bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika
segera dilakukan dekompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung).
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat
ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini
menunjukkan erosi lambung atau duodenum (ulkus curling).
d. Respon Imonologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan kadar imunoglobin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, penurunan jumlah limfosit (limfositopenia).
Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami sepsis.
Sebagian basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang
masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme
masuk kedalam luka. Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh
untuk mengatur suhunya. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat
memperlihatkan suhu tubuh yang rendah beberapa jam pertama pasca luka bakar,
tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel kembali suhu inti
tubuh, pasien luka bakar akan mengalami hipertermia selama sebagian besar
periode pasca luka bakar kendati tidak terdapat infeksi.
e. Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan
meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon
lokal (White, 1993) . Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema.
Cedera saluran nafas atas diatasi dengan intubasi nasotrakeal atau endotrakeal,
cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang
tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida,
nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan
halogen. Cedera langsung terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru pada tingkat
alveoli. Cedera inhalasi dibawah glottis menyebabkan hilangnya fungsi silia,
hipersekresi, edema mukosa berat, dan kemungkinan pula bronkospasme. Zat
aktif permukaan (surfaktan) paru menurun sehingga timbul atelektasis (kolapsnya
paru).
Karbonmonoksida mungkin merupakan gas yang paling sering
menyebabkan cedera inhalasi karena gas ini merupakan produk sampingan
pembakaran bahan-bahan organik dan dengan demikian akan terdapat dalam asap.
Efek patofisilogiknya ditimbulkan oleh hipoksia jaringan yang terjadi ketika
karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksihemoglobin. Substansi ini bersaing dengan oksigen dalam
memperebutkan tempat-tempat pengikatan hemoglobin. Terapi berupa intubasi
dini dan ventilasi mekanis dengan oksigen 100%. Komplikasi pulmoner yang
dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS
(adult respiratory distress syndrome). (Smeltzer.2001, Keperawatan medical
Bedah, Vol.3 Hal 1912-1916)
5. Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebab
- Luka bakar karena api
- Luka bakar karena air panas
- Luka bakar karena bahan kimia
- Luka bakar karena listrik
- Luka bakar karena radiasi
- Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Kedalaman dan Bagian
Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Kulit yang Gejala
Luka Kesembuhan
bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah; Kesembuhan
(Superfisial) Hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
Tersengat matahari (supersensitivitas) ketika ditekan waktu satu
Terkena api dengan Rasa nyeri mereda minimal atau minggu
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema, Pengelupasan kulit
tidak dijumpai
bullae

Gambar 1: Luka bakar derajat I


Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh; dasar Kesembuhan
(Partial Thickness) dan bagian Hiperestesia luka berbintik- dalam waktu dua
Tersiram air dermis Sensitif terhadap bintik merah; hingga tiga
mendidih udara yang dingin epidermis minggu
Terbakar oleh nyala retak; Pembentuka parut
api permukaan dan depigmentasi
luka basah Infeksi dapat
Edema, mengubahnya
dijumpai bullae menjadi derajat
tiga

Gambar 2: Luka bakar derajat II


Derajat IIa Organ- Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan
(superficial) organ kulit derajat II luka bakar terjadi secara
seperti derajat II spontan dalam
folikel waktu 10-14 hari,
rambut, tanpa operasi
kelenjar penambalan kulit
keringat, (skin graft).
kelenjar
sebasea
masih utuh.

Gambar 3. Luka bakar derajat II superficial

Derajat IIb (deep) Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan


mengenai derajat II luka bakar terjadi lebih lama,
hampir derajat II tergantung biji
seluruh epitel yang tersisa.
bagian Biasanya
dermis. penyembuhan
Organ- terjadi dalam
organ kulit waktu lebih dari
sebagian satu bulan.
besar masih Bahkan perlu
utuh. dengan operasi
penambalan kulit
(skin graft).
Gambar 4. Luka bakar derajat II dalam

Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar, diperlukan
Terbakar nyala api dermis dan dan kemungkinan putih seperti pencangkokan,
Terkena cairan kadang- hemolisis, bahan kulit pembentukan
mendidih dalam kadang kemungkinan atau gosong, parut dan
waktu yang lama jaringan terdapat luka kulit retak hilangnya kontour
Tersengat arus subkutan masuk dan keluar dengan bagian serta fungsi kulit,
listrik (pada luka bakar lemak yang hilangnya satu jari
listrik) tampak, edema tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi

Gambar 5: Luka bakar derajat III


Sumber : Smeltzer (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Hal. 1917

Umumnya luka bakar memiliki kedalaman yang tidak seragam. Pada saat
pengkajian atau penilaian luka bakar mencakup daerah-daerah cedera superfisial
pada bagian perifer luka dengan peningkatan kedalam disebelah proksimal
(bagian tengah luka). Setiap daerah yang terbakar memiliki 3 zone cidera yaitu :
Gambar 6. Zona kerusakan jaringan

1) Zona Koagulasi
Daerah sebelah dalam yang langsung mengalami kerusakan akibat pengaruh
panas, terdapat proses koagulasi protein pada luka dan kematian seluler.
2) Zona Stasis
Daerah yang berada langsung diluar zona koagulasi. Pada daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit
sehingga terjadi gangguan perfusi diikuti perubahan permebilitas kapiler dan
respon inflamasi lokal.
3) Zona Hiperemia
Daerah diluar zona statis yang mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi seluler. Zona ketiga ini dapat mengalami
penyembuhan secara spontan atau berubah ke zona kedua bahkan zona
pertama.(Moenadjat,2003: Smeltzer, 2001;1916)

c) Berdasarkan tingkat keseriusan luka


1) American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
Luka bakar mayor
- LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total) lebih dari 25% dengan derajat partial
thickness pada orang dewasa dan lebih dari 20% dengan derajat partial
thickness pada anak-anak.
- LPTT ≥ 10% dengan derajat full thickness tanpa disertai komplikasi lain.
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat
dan luasnya luka.
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
- Luka bakar yang berkaitan dengan masalah-maslah ringan, seperti cedera pada
jaringan lunak, fraktur, trauma lainnya, atau masalah-masalah kesehatan lain
yang sudah ada sebelumnya.
Luka bakar moderat
- LPTT 15-25% dengan derajat partial thickness pada orang dewasa
- LPTT 10% - 20% dengan derajat partial thickness pada anak-anak
- LPTT ≤ 10% dengan derajat full thickness tanpa komplikasi lain.
Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak
(1992) adalah :
- LPTT kurang dari 15% pada orang dewasa derajat partial thickness dan LPTT
kurang dari 10 % dengan derajat partial thickness pada anak-anak.
- LPTT dengan derajat full thickness kurang dari 2% pada segala usia, tidak
mengenai wajah, tangan, dan perenium.
(Sumber : Hudak & Gallo 1996: Hal.542)

d) Fase Penyembuhan Luka


No Fase dan Fisiologi Durasi Implikasi Penatalaksanaan Luka
Fase
1 Respon Inflamasi Akut Terhadap Cidera
Hemostasis 0-3 hari Adanya jaringan yang mengalami
Fase Konstriksi sementara dari devitalisasi secara terus menerus,
pembuluh darah yang rusak, adanya benda asing, pengelupasan
terjadi pada saat sumbatan jaringan yang luas, trauma
trombosit dibentuk dan kekambuhan, atau penggunaan yang
diperkuat juga oleh serabut tidak tepat, preparat topikal untuk
fibrin untuk membentuk sebuah luka sehingga penyembuhan
bekuan. diperlambat dan kekuatan regang
Respon Jaringan yang rusak : luka tetap rendah.
Jaringan yang rusak dan sel
mast melepaskan histamine dan
mediator lain sehingga
menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah sehingga kulit
menjadi merah dan hangat.
Permiabilitas kapiler darah
menyebabkan edema local.
2 Fase Dekstruktif
Pembersihan terhadap jaringan 1-6 hari Polimorf & makrofag sangat
mati/yang mengalami dipengaruhi oleh turunnya suhu
devitalisasi dan bakteri oleh tempat luka, dihambat agen kimia,
polimorf (menelan dan hipoksia, dan perluasan limbah
menghancurkan bakteri) dan metabolik yang disebabkan oleh
makrofag (menghancurkan buruknya perfusi jar.
bakteri & mengeluarkan jar.
Yang mengalami devitalisai
serta fibrin yang berlebih,
membentuk fibroblast &
menghasilkan factor
perangsang angiogenesis (Fase
3)
3 Fase Proliferatif
Fibroblast meletakkan substansi 3-24 hari Gelung kapiler baru jumlahnya
dasar dan serabut-serabut sangat banyak dan rapuh serta
kolagen serta pembuluh darah mudah sekali ruasak karena
baru mulai infiltrasi luka. penekanan yang kasar sehingga perlu
Kapiler dibentuk oleh tunas vitamin C yang cukup. Faktor
endothelial, suatu proses yang sistemik yang memperlambat
disebut angiogenesis. Jaringan penyembuhan adalah defisiensi besi,
yang dibentuk dari gelung hipoproteinemia dan hipoksia.
kapiler baru, yang menopang
kolagen dan substansi dasar
disebut jaringan granulasi.
4 Fase Maturasi (Remodeling)
Epitelisasi, Kontraksi, dan 24-356 hari Epitelisasi terjadi 3x lebih cepat
Reorganisasi jaringan ikat dilingkungan yang lembab (dibawah
Sel-sel epitel pada pinggir luka balutan yang oklusif atau balutan
dan dari sisa-sisa folikel semipermiable) daripada
rambut, serta granula sebasea dilingkungan yang kering. Kadang
dan granula sudorifera jar. Fibrosa pada dermis menjadi
membelah dan mulai sangat hipertropi, kemerahan dan
bermigrasi diatas jar. Granula menonjol yang pada kasus ekstrem
baru. Kontraksi luka menyebabkan jar. Parut, koloid tidak
disebabkan karena sedap dipandang.
miofibroblast kontraktil yang
membantu menyatukan tepi-
tepi luka. Terjadi suatu
penurunan progresif dalam
vaskularisasi jar. Parut,
penampilan yang merah
kehitaman menjadi putih.
Serabut kolagen mengadakan
reorganisasi dan kekuatan
regang luka meningkat.
Sumber : Marison (2003:2), Manajemen Luka

e) Fase Luka Bakar


FASE DURASI PRIORITAS
Fase Dari awiatan cidera hingga  Pertolongan pertama.
Resusitasi/darurat selesainya resusitasi cairan  Pencegahan syok
 Pencegahan gangguan
pernafasan
 Deteksi dan penanganan
cedera yang meyertai
 Penilaian luka dan
perawatan pendahuluan
Fase Akut Dari dimulainya dieresis  Perawatan dan penutupan
hingga hampir selesainya luka
proses penutupan luka.  Pencegahan atau
penanganan komplikasi,
termasuk infeksi.
 Dukungan nutrisi.
Fase Rehabilitasi Dari penutupan luka yang  Pencegahan parut dan
besar hingga kembalinya kontraktur
kepada tingkat penyesuaian  Rehabilitasi fisik,
fisik dan psikososial yang oksupasional, dan
optimal. vokasional.
 Rekonstruksi fungsional
dan kosmetik.
 Konseling psikososial.
Sumber : Smeltzer.2001_Keperawatan Medikal-Bedah,Vol.3, Hal 1919)

6. Gejala Klinis
a. Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri:
- Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
- Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
- Kulit memucat bila ditekan.
- Edema minimal.
- Tidak ada blister.
- Kulit hangat/kering.
- Nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
- Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
- Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
b. Partial thickness (derajat II), dengan ciri.:
- Dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
- Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.
- Luka tampak merah sampai pink.
- Terbentuk blister
- Edema
- Nyeri
- Sensitif terhadap udara dingin
- Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness penyembuhannya
14 - 21 hari, pada deep partial thickness penyembuhannya 21 - 28 hari
(penyembuhan bervariasi tergantung dari kedalaman luka dan ada tidaknya
infeksi).
c. Full thickness (derajat III)
- Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat
juga mengenai permukaan otot, dan persarafan, dan pembuluh darah.
- Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat
atau hitam.
- Tanpa ada blister.
- Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
- Edema.
- Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
- Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
- Memerlukan skin graft.
- Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi:
- Menentukan derajat luka
- Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat
- Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut
tebal.
- Mukosa bibir kering
- Tanda-tanda inflamasi
Ukuran luas luka bakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
 Rule of nine
Cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. System ini
mengguanakan presentase kelipatan sembilan terhadap luas permukaan tubuh.
- kepala dan leher : 9%
- Dada depan dan belakang : 18%
- Abdomen depan dan belakang : 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Paha kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan dan kiri : 18%
- Genital : 1%

Gambar 6. Skema pembagian luas luka bakar dengan Role Of Nine


Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan
penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak-anak dipakai
modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada
umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram
Lund dan Browder sebagai berikut:
LOKASI USIA (Tahun)
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA & PERUT 13 13 13 13 13
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KELAMIN 1 1 1 1 1
LENGAN ATAS KA. 4 4 4 4 4
LENGAN ATAS KI. 4 4 4 4 4
LENGAN BAWAH KA 3 3 3 3 3
LENGAN BAWAH KI. 3 3 3 3 3
TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
TUNGKAI BAWAH 5 5 5,5 6 7
KA
TUNGKAI BAWAH 5 5 5,5 6 7
KI
KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

 Metode lund dan Browder


Metode ini lebih tepat dalam memperkirakan luas permukaan tubuh yang
terbakar. Menyatakan bahwa prosentase luka bakar pada berbagai bagian
anatomi, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan
 Metode Telapak Tangan
Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai
memperkirakan prosentase luka bakar adalah metode telapak tangan ( palm
methode). Lebar telapak tangan pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
b. Palpasi:
- Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
- Suhu pada luka
c. Auskultasi:
- Auskultasi bunyi nafas pada paru
- Auskultasi bising usus

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap (CBC)
b. Nilai analisis gas darah arteri : asidosis metabolic (pH turun, tekanan parsial
karbon dioksida [Pco2] naik, dan tekanan parsial oksigen [PO2] menurun.)
c. Kadar elektrolit serum : menurun karena menghilang ke daerah trauma dan
ruang interstisial.
d. Kadar glukosa serum : meningkat karena glikoneogenesis atau pemecahan
glikogen akibat stress.
e. Nitrogen urea darah (BUN) : meningkat karena kerusakan jaringan dan
oliguria.
f. Kadar protein serum : menurun disebabkan oleh pemecahan protein karena
kebutuhan energi yang meningkat.
g. Foto thoraks
h. Morfologi: pada pemeriksaan makroskopik luka bakar full-thickness tampak
putih atau gosong, kering dan anestetik (karena rusaknya ujung-ujung saraf).
Luka partial-thickness tampak merah muda atau bercak disertai lepuh serta
nyeri, bergantung pada kedalamannya.
i. Histology: pada pemeriksaan histology jaringan yang mati memperlihatkan
nekrosis koagulasi. Jaringan hidup di dekatnya cepat mengalami peradangan
disertai akumulasi sel radang dan eksudasi hebat.

9. Kriteria Diagnosis
Apabila terjadi kerusakan kulit akibat agen-agen thermal, dan kimia,
kemudian ditentukan derajatnya dengan rule of nine’s untuk mengetahui luas
daerah yang terbakar.

10. Therapy
Penatalaksanaan Secara Umum
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri).
Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling,
baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
- Clothing: singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan
pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk
sampai pada fase cleaning.
- Cooling: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan
air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di
bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai
dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air
sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia
(penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan
es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia.
Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram
dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila
penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari
kulit baru disiram air yang mengalir.
- Cleaning: Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi
rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses
penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
- Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka
yang lebih dalam dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver
sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka
bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa,
perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari
2 bulan
- Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa
atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat
hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega,
minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.
- Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa
 Paracetamol dan codein (PO-per oral) 20-30mg/kg
 Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
 Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
(Rosfanty, 2009)
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari
ABC yaitu
 Airway and breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga
(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah.
Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana
intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok)
untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di
fasilitas kesehatan yang lengkap.
 Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu
dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting
karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan
karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme
dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar
pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema).
Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka
volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan
kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya
dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan
yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc/kgBB/%TBSA +
cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB
dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB
untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4cc/kgBB/%TBSA)
diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16
jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat
dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).
Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalan 24 jam pertama dihitung
berdasarkan luas luka bakar. Resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan
sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan
mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48
jam. Beberapa rumus telah dikembangkan untuk memperbaiki kehilangan
cairan berdasarkan estimasi persentase luas permukaan tubuh yang terbakar
dan berat badan pasien.
 Rumus Konsesus
Lartutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x
kg berat badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam
pertama: sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
 Rumus Evans
1. Koloid : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (Salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam
16 jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan kolid yang diberikan pada hari
sebelumnya: seluruh penggantian cairan insesibel
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga
yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh.
 Rumus Brooke Army
1. Koliod : 0,5ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (RL) : 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertam: separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan kolid: separuh dari cairan elektrolit: seluruh
penggantian cairan insesibel
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh
 Rumus Parkland/Baxter
Larutan Ringer Laktat: 4 ml x BB (Kg) x % luas luka bakar
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya
Hari 2 : Bervariasi. Ditambahkan koloid
 Larutan Salin Hipertonik
Larutan pekat natrium klorida (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi 250-
300mEq natrium perliter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan
meningkatkan kecepatan intfus selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar
natrium serum harus dipantau ketat.
Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk
mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
Tatalaksana Luka Bakar Minor
 Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat
membutuhkan morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal.
 Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga
balut dan bidai
 Pemeriksaan status tetanus pasien
 Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan
yang keluar dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan.
Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan
mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh selama beberapa hari. Jika
gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan tidak menghalangi
pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung cairan yang
besar dan yang meliputi daerah persendian harus dipecah dan dibersihkan.
Gelembung cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah beberapa hari
menandakan proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.
- Luka bakar superfisial/dangkal dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang
menunjukakan kecenderungan terbentuknya gelembung cairan atau
penggarukan dapat ditutup perban untuk proteksi.
- Luka bakar sebagian (partial thicknes) dilakukan pembersihan luka dan
sekelilingnya dengan salin (larutan yang mengandung garam-steril). Jika
luka kotor dapat dibersihkan dengan clorhexidine 0,1% lalu dengan salin.
Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang
tidak menempel lalu dibalut atau di plester. Luka bakar deep partial
thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang tidak lengket dan
diberikan antimikroba krim silverdiazin.
 Follow up bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau
menunjukkan tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka
rujukan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang
berlebihan (scar hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3
minggu luka bakar belum juga menyembuh.

Tatalaksana Luka bakar mayor


 Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan) Apabila ada tanda-
tanda luka bakar pada saluran napas atau cedera pada paru-paru maka
intubasi dilakukan secepatnya sebelum pembengkakan pada jalan napas
terjadi.
- Cairan
Jika luas area luka bakar >10% maka lakukan resusitasi cairan dan
lakukan penghitungan cairan dari saat waktu kejadian luka bakar. Pasang
kateter urin jika luka bakar >15% atau luka bakar daerah perineum NGT-
pipa nasogastrik dipasang jika luka bakar >10% berupa deep partial
thickness atau full thickness, dan mulai untuk pemberian makanan antara
6-18 jam.
- Pemberian anti tetanus diperlukan pada luka-luka sebagai berikut :
1) Disertai patah tulang
2) Luka yang menembus ke dalam
3) Luka dengan kontaminasi benda asing (terutama serpihan kayu)
4) Luka dengan komplikasi infeksi
5) Luka dengan kerusakan jaringan yang besar (contoh luka bakar)
6) Luka dengan kontaminasi tanah, debu atau produk cairan atau kotoran
kuda
7) Implantasi ulang dari gigi yang tanggal.
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pada luka bakar mayor. Hal ini
untuk menunjang tatalaksana, mengingat luka bakar mayor dapat
menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan gangguan keseimbangan
metabolisme tubuh yang berat. Hal ini harus dikenali sehingga bisa diatasi
secepat mungkin. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu Hemoglobin,
hematokrit, elektrolit, gula darah, golongan darah, kadar COHb dan kadar
sianida (pada luka bakar akiibat kebakaran di ruangan).
Pemindahan ke Unit Luka Bakar
 Luka bakar derajat 3 yang melebihi 5% luas permukaan tubuh pada segala
kelompok usia
 Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 10% luas permukaan tubuh pada
pasien < 10 tahun atau > 50 tahun
 Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 20% luas permukaan tubuh pada
segala kelompok usia yang lain.
 Luka bakar derajat 2 dan 3 yang mengenai muka, tangan, kaki, genetalia,
perineum, serta persendian yang besar.
 Luka bakar listrik yang mencakup luka bakar tersambar petir
 Luka bakar kimia dengan ancaman ganguan fungsional atau kosmetik
yang serius
 Cedera inhalasi dengan luka bakar
 Luka bakar yang melingkar pada ektremitas dan dada
 Luka bakar pada pasien yang sebelumnya sudah menderita sakit dapat
memperumit penanganan
 Luka bakar dengan trauma dimana luka bakar tersebut menghadapi risiko
yang terbesar.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a) Pengkajian Luas Luka Bakar
Metode Rule of Nine’s

Gambar 4: Pengkajian Rule of Nine’s


Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas
permukaan tubuh.
- Adult: kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%,
genetalia = 1%, kaki kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18%
- Child: kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut =
18%, kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
- Infant: kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%,
kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
b) Pengkajian Awal
Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan
pasien yang meliputi ABC (Airway, Breathing, dan Circulation)
 Airway
- Data subjektif
pasien mengeluh sesak , pasien mengeluh nyeri .
- Data objektif
terdengar suara krekels dan stridor , terdapat edema pada laring
 Breathing
- Data subjektif
Pasien mengeluh sesak .
- Data objektif
terdapat adanya gerakan otot bantu nafas , RR lebih dari 20 kali
permenit, nampak pernafasan cuping hidung
 Circulation
- Data subjektif
pasien mengeluh pusing
- Data objektif
nadi klien meningkat > 100 x permenit .
c) Pengkajian Berdasarkan 6B
 Breathing
- Data subjektif
Pasien mengatakan susah untuk bernafas.
- Data objektif
Pasien telihat sesak (RR> 20 x/menit), pernafasan cuping hidung,
menggunakan otot bantu pernafasan
 Blood
- Data subjektif
Klien mengeluh pusing .
- Data objektif
Nadi klien meningkat > 100 x permenit , hematokrit meningkat ,
leukosit meningkat , trombosit menurun.
 Brain
- Data subjektif
Pasien merasa pusing, pasien mengeluh nyeri kepala.
- Data objektif
Pasien mungkin disorientasi.
 Bladder
- Data subjektif
Pasien mengatakan sedikit kencing
- Data objektif
Haluaran urin menurun.
 Bowel
- Data subjektif
Pasien mengeluh susah BAB .
- Data objektif
Pasien mungkin mengalami penurunan berat badan dan konstipasi.
 Bone
- Data subjektif
Pasien mengeluh letih dan pegal-pegal.
- Data objektif

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial, edema mukosa dan hilangnya kerja silia, luka bakar daerah
leher, kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan
pengembangan dada.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
rute abnormal, peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik,
ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan suhu ekstrem (air panas)
ditandai dengan kerusakan pada lapisan kulit, gangguan pada permukaan
kulit
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada area luka bakar klien terlihat meringis
5. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder
tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari
proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (mengalami
luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh khawatir dengan kondisinya
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
keterbatasan dalam ROM dan ambulasi
9. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam membasuh, mengeringkan, dan
mengambil peralatan mandi
10. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam menuju toileting, dan membersihkan
perineum secara mandiri
11. Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan kelemahan
ditandai dengan mengenakan, mengambil pakaian secara mandiri
12. PK Syok hipovolemik
13. PK Anemia
14. PK Hiponatremia
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan (Outcome) Intervensi Keperawatan


1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label >> Airway Management
bersihan jalan nafas selama …x… jam, diharapkan jalan 1. Auskultasi suara napas, catat hasil
berhubungan dengan napas pasien efektif dengan kriteria hasil: penurunan daerah ventilasi atau tidak
obtruksi trakeabronkial, NOC Label >> Respiratory Status: adanya suara adventif
edema mukosa dan Airway patency 2. Monitor pernapasan dan status oksigen
hilangnya kerja silia,  Tidak tampak penggunaan otot bantu yang sesuai
luka bakar daerah leher, napas 3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
kompresi jalan nafas  Menunjukkan jalan nafas yang paten potensial ventilasi
thorak dan dada atau (klien tidak merasa tercekik, irama NIC Label >> Respiratory Monitoring
keterbatasan nafas reguler, frekuensi pernafasan 1. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan
pengembangan dada. dalam rentang normal, tidak ada suara usaha pasien saat bernapas
nafas abnormal) 2. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak,
NOC Label >> Vital Signs menggunakan otot bantu pernapasan atau
 Frekuensi napas normal (16 – 20 x/ tidak
menit) 3. Monitor pola napas: bradypnea,
NOC Label >> Respiratory status : tachypnea, hiperventilasi, respirasi
Ventilation kussmaul, respirasi cheyne-stokes.
 Tidak ada sianosis dan dyspnea NIC Label >> Oxygen Therapy

 Bersihkan area mulut, hidung, jika


diperlukan
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Monitor jumlah aliran oksigen
 Monitor efektivitas terapi oksigen
2 Kekurangan volume Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label >> Fluid/Electrolyte
cairan berhubungan selama ... x … jam diharapkan volume Management
dengan kehilangan cairan seimbang dengan outcome :
 Monitor keabnormalitas tingkat elektrolit
cairan melalui rute
NOC Label >> Fluid Balance serum
abnormal, peningkatan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
kebutuhan : status  Tekanan darah dalam batas normal
yang terkait perubahan cairan atau tingkat
hypermetabolik, (sistolic 100-130 dan diastolic 70-90)
elektrolit
ketidakcukupan  HR dalam batas normal (60-100
 Berikan cairan yang adekuat
pemasukan, kehilangan x/menit)
 Berikan intake oral
perdarahan
NOC Label >> Burn Recovery  Monitor status hemodinamik klien
 Kaji membran mukosa klien untuk
 Granulasi Jaringan baik
mengindikasikan adanya perubahan
 Persen dari luas luka bakar
berkurang keseimbangan cairan dan elektrolit
 Suhu tubuh stabil  Monitor kehilangan cairan

NOC Label >> Hydration

 Urin output 0,5-1 cc/kgBB


 Mukosa membran lembab

NOC Label >> Keseimbangan Asam


Basa dan Elektrolit

 RR dalam batas normal (16 – 20


x/menit)
 Hematokrit dalam batas normal
 BUN dan Kreatinin dalam batas
normal
 Elektrolit Serum dalam batas normal
 Albumin serum dalam batas normal
3 Kerusakan integritas Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label >> Wound Care
kulit berhubungan selama ... x ...jam diharapkan integritas  Lakukan monitor terhadap karakteristik
dengan suhu ekstrem kulit klien mengalami peningkatan luka, termasuk drainase, warna, ukuran,
(air panas) ditandai dengan kriteria hasil : dan aroma.
dengan kerusakan pada NOC Label >> Wound Healing :  Bersihkan luka dengan normal saline
lapisan kulit, gangguan Secondary Intention secara tepat.
pada permukaan kulit  Ukuran lesi pada kulit klien  Lakukan wound dressing sesuai tipe luka.
berkurang.  Pertahankan teknik steril selama
 Inflamasi pada luka berkurang. melakukan perawatan luka, secara tepat.
 Granulasi dalam jaringan subkutan  Lakukan penggantian dressing secara
klien meningkat. tepat
 Eritema kulit sekitarnya berkurang  Jelaskan pada klien dan keluarga tentang
 Tidak ada blister pada daerah luka tanda dan gejala infeksi
bakar
NOC Label >> Tissue Integrity : Skin NIC Label >> Skin Care : Topical
& Mucous Membranes Treatments
 Suhu kulit normal  Beri antibiotic topikal pada area yang
 Jaringan parut tidak ada terkena
 Integritas kulit normal  Beri antiinflamasi topical pada area yang
 Lesi kulit tidak ada terkena
 Eritema tidak ada  Memeriksa kulit setiap hari untuk yang
berisiko mengalami kerusakan
 Catat derajat kerusakan kulit

NIC Label >> Skin surveillance


 Periksa kulit dan membrane mukosa
terkait adanya kemerahan, hangat,
edema, atau drainase
 Pantau warna dan suhu kulit
 Catat perubahan kondisi kulit dan
membrane mukosa
4 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label >> Pain Management
berhubungan dengan selama …..x …. jam diharapkan nyeri
 Lakukan pengkajian komprehensif nyeri
agen cedera fisik klien berkurang dengan kriteria hasil :
termasuk lokasi, karakteristik,
ditandai dengan klien
NOC Label >> Vital Sign onset/durasi, frekwensi, kwalitas,
mengatakan nyeri pada
intensitas atau derajat nyeri, dan faktor
area luka bakarklien  Suhu tubuh klien dalam batas normal
yang menimbulkan.
terlihat meringis 36,5 0C- 37,5 0C (skala 5)
 Observasi reaksi non verbal terhdapat
 Respiratory rate dalam batas normal nyeri
16-20 x/menit (skala 5)  Pastikan pasien mendapat perhatian
 Denyut nadi radial dalam batas mengenai perawatan dengan analgesic
normal 60-100 x/menit (skala 5)  Gunakan strategi komunikasi terapeutik
NOC Label >> Pain Level untuk menggai informasi terhadap
pengalaman nyeri dan cara pasien
 Klien melaporkan adanya rasa nyeri
merespon terjadinya nyeri
yang ringan (skala 4)
 Gali pengetahuan dan kepercayaan klien
 Klien tidak mengerang atau
mengenai nyeri
menangis terhadap rasa sakitnya
 Tanyakan pada klien kapan nyeri menjadi
(skala 5)
lebih buruk dan apa yang dilakukan
 Klien tidak menunjukkan rasa sakit
untuk menguranginya
akibat nyerinya (skala 5)
 Ajarkan prinsip dari manajemen nyeri
NOC Label >> Pain Control
 Ajari pasien untuk menggunakan
 Klien menyadari onset terjadinya medikasi nyeri yang adekuat
nyeri dengan baik (skala 5) NIC Label >> Analgesic Administration
 Klien dapat menjelaskan faktor
 Ketahui lokasi, karakteristik, kualitas,
penyebab timbulnya nyeri dengan
dan derajat nyeri sebelum memberikan
sering (skala 4)
pasien medikasi
 Klien sering menggunakan tindakan  Lakukan pengecekan terhadap riwayat
pencegahan ( skala 4) alergi
 Sering menggunakan pengobatan non  Pilih analgesic yang sesuai atau
farmakologis untuk meredakan rasa kombinasikan analgesic saat di resepkan
sakit (skala 4) anagesik lebih dari
 Kadang-kadang menggunakan  Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
analgesic jika dianjurkan (skala 3) setelah diberikan analgesic dengan satu
NOC Label >> Discomfort Level kali dosis atau tanda yang tidak biasa
Nyeri dalam skala ringan (skala 4) dicatat perawat
 Evaluasi keefektian dari analgesic
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2007. Luka Bakar, (online), (http://www.sehatgroup.web.id/, diakses 1


September 2013).

Anonim. 2009. Luka Bakar, (online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Luka_bakar, 1


September 2013).

Anonim. 2009. Askep Combustio (Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Luka Bakar/Combustio. (online) (http://nursingbegin.com/askep-
combustio/, diakses 1 September 2013).

Arixs. 2008. Simulasi Rutin di RSUP Sanglah, (online),


(http://www.cybertokoh.com/, 1 September 2013).

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions


Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Doenges, M E. 200. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

NANDA International. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta:EGC

Moorhead, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson.


2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition.
Missouri: Mosby Elsevier.

Prasetyo, Budi. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Luka Bakar
(combustio), (online), (http://nurse-community.socialgo.com/, diakses 7
Juli 2013)

Rosfanty. 2009. Luka Bakar. (online)


(http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/03/luka-bakar.html, diakses 7
Juli 2013).

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Vol 3.
Jakarta: EGC.

You might also like