Professional Documents
Culture Documents
LP Combustio
LP Combustio
oleh
Armita Iriyana Hasanah, S.Kep
NIM 122311101051
2. Epidemiologi
Anak-anak dan lansia merupakan kelompok usia yang memiliki risiko
tinggi mengalami insiden luka bakar. The National Institusi of Burn Medicine
yang mengumpulkan data-data statistik dari berbagai pusat luka bakar di seluruh
Amerika Serikat mencatat bahwa sebagaian besar pasien (75%) merupakan
korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak-anak yang
baru belajar berjalan, bermain-main dengan korek api pada anak-anak usia
sekolah, cidera karena arus listrik pada remaja laki-laki, dan penggunaan obat
bius, alkohol serta sigaret pada orang dewasa semuanya ini turut memberikan
kontribusinya pada angka statistik tersebut. Cobb, Maxwell dan Silverstein (1992)
menemukan bahwa sekitar 13% pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit
atau pun anggota keluarganya sudah pernah dirawat sebelumnya karena luka
bakar. (Smeltzer, 2001;1911).
Menurut The National Institutes of General Medical Sciences tahun 2011,
sekitar 1,1 juta pasien luka bakar yang membutuhkan perawatan medis setiap
tahun di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut, sekitar 50.000 orang
memerlukan rawat inap dan sekitar 4.500 meninggal setiap tahun akibat luka
bakar. Menurut World Fire Statistics Centre (2008) pada tahun 2003 hingga 2005
tercatat negara yang memiliki prevalensi terjadinya luka bakar terendah adalah
Singapura, yaitu sebesar 0,12% per 100.000 orang dan yang tertinggi adalah
Hongaria sebesar 1,98. Menurut Riset Kesehatan Dasar Depkes RI (2007)
prevalensi kejadian luka bakar di Indonesia adalah sebesar 2,2%. Prevalensi
tertinggi terdapat di provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau
sebesar 3,8%.
3. Etiologi
a. Luka bakar thermal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas, atau bahan-bahan panas lainnya
b. Luka bakar kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat diantaranya asam hidrokloride atau alkali. Luka bakar
kimia juga dapat terjadi karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga seperti pembersih cat dan
desinfektan
c. Luka bakar elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara gelombang
elektrik sampai mengenai tubuh
d. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industry atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik. Terbakar oleh
sinar matahari akibat terpapar terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.
e. Luka bakar akibat suhu yang sangat rendah (frost bite).
4. Patofisiologi
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan
hemokonsentrasi. Burn shock (syok Hipovolemik) merupakan komplikasi yang
sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :
a. Respon kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Resusitasi caian yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan
darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik.
Meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian
jantung tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis, dan tekanan baji arteri
pulmonalis tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan
tidak adekuat, akan terjadi syok distributif.
Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume darah
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Di samping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat
luka bakar dapat mencapai 3 hingga 5 L atau lebih selama periode 24 jam sebelum
permukaan kulit yang terbakar ditutup. Selama syok luka-bakar, respon kadar
natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hiponatremia
(deplesi natrium) terjadi. Hiponatremia juga sering dijumpai dalam minggu
pertama fase akut karena air akan pindah dari ruang interstitial ke dalam ruang
vaskuler. Segera setelah luka bakar, hiperkalemia (kadar kalium tinggi) akan
dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang massif. Hipokalemia (deplesi
kalium) dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan.
Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian
lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati tejadi hal ini nilai
hematokrit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma.
b. Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran
urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal. Destruksi sel-sel darah merah pada
lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi
kerusakan otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan
dari sel-sel otot dan diekskresikan oleh ginjal. Penggantian volume cairan yang
memadai akan memulihkan aliran darah renal, menigkatkan laju filtrasi
glomelurus dan menaikkan volume urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal
tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga
timbul komplikasi nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
c. Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik
(tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus
dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka
bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika
segera dilakukan dekompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung).
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat
ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini
menunjukkan erosi lambung atau duodenum (ulkus curling).
d. Respon Imonologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan kadar imunoglobin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, penurunan jumlah limfosit (limfositopenia).
Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami sepsis.
Sebagian basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang
masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme
masuk kedalam luka. Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh
untuk mengatur suhunya. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat
memperlihatkan suhu tubuh yang rendah beberapa jam pertama pasca luka bakar,
tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel kembali suhu inti
tubuh, pasien luka bakar akan mengalami hipertermia selama sebagian besar
periode pasca luka bakar kendati tidak terdapat infeksi.
e. Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan
meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon
lokal (White, 1993) . Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema.
Cedera saluran nafas atas diatasi dengan intubasi nasotrakeal atau endotrakeal,
cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang
tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida,
nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan
halogen. Cedera langsung terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru pada tingkat
alveoli. Cedera inhalasi dibawah glottis menyebabkan hilangnya fungsi silia,
hipersekresi, edema mukosa berat, dan kemungkinan pula bronkospasme. Zat
aktif permukaan (surfaktan) paru menurun sehingga timbul atelektasis (kolapsnya
paru).
Karbonmonoksida mungkin merupakan gas yang paling sering
menyebabkan cedera inhalasi karena gas ini merupakan produk sampingan
pembakaran bahan-bahan organik dan dengan demikian akan terdapat dalam asap.
Efek patofisilogiknya ditimbulkan oleh hipoksia jaringan yang terjadi ketika
karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksihemoglobin. Substansi ini bersaing dengan oksigen dalam
memperebutkan tempat-tempat pengikatan hemoglobin. Terapi berupa intubasi
dini dan ventilasi mekanis dengan oksigen 100%. Komplikasi pulmoner yang
dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS
(adult respiratory distress syndrome). (Smeltzer.2001, Keperawatan medical
Bedah, Vol.3 Hal 1912-1916)
5. Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebab
- Luka bakar karena api
- Luka bakar karena air panas
- Luka bakar karena bahan kimia
- Luka bakar karena listrik
- Luka bakar karena radiasi
- Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Kedalaman dan Bagian
Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Kulit yang Gejala
Luka Kesembuhan
bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah; Kesembuhan
(Superfisial) Hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
Tersengat matahari (supersensitivitas) ketika ditekan waktu satu
Terkena api dengan Rasa nyeri mereda minimal atau minggu
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema, Pengelupasan kulit
tidak dijumpai
bullae
Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar, diperlukan
Terbakar nyala api dermis dan dan kemungkinan putih seperti pencangkokan,
Terkena cairan kadang- hemolisis, bahan kulit pembentukan
mendidih dalam kadang kemungkinan atau gosong, parut dan
waktu yang lama jaringan terdapat luka kulit retak hilangnya kontour
Tersengat arus subkutan masuk dan keluar dengan bagian serta fungsi kulit,
listrik (pada luka bakar lemak yang hilangnya satu jari
listrik) tampak, edema tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi
Umumnya luka bakar memiliki kedalaman yang tidak seragam. Pada saat
pengkajian atau penilaian luka bakar mencakup daerah-daerah cedera superfisial
pada bagian perifer luka dengan peningkatan kedalam disebelah proksimal
(bagian tengah luka). Setiap daerah yang terbakar memiliki 3 zone cidera yaitu :
Gambar 6. Zona kerusakan jaringan
1) Zona Koagulasi
Daerah sebelah dalam yang langsung mengalami kerusakan akibat pengaruh
panas, terdapat proses koagulasi protein pada luka dan kematian seluler.
2) Zona Stasis
Daerah yang berada langsung diluar zona koagulasi. Pada daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit
sehingga terjadi gangguan perfusi diikuti perubahan permebilitas kapiler dan
respon inflamasi lokal.
3) Zona Hiperemia
Daerah diluar zona statis yang mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi seluler. Zona ketiga ini dapat mengalami
penyembuhan secara spontan atau berubah ke zona kedua bahkan zona
pertama.(Moenadjat,2003: Smeltzer, 2001;1916)
6. Gejala Klinis
a. Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri:
- Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
- Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
- Kulit memucat bila ditekan.
- Edema minimal.
- Tidak ada blister.
- Kulit hangat/kering.
- Nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
- Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
- Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
b. Partial thickness (derajat II), dengan ciri.:
- Dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
- Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.
- Luka tampak merah sampai pink.
- Terbentuk blister
- Edema
- Nyeri
- Sensitif terhadap udara dingin
- Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness penyembuhannya
14 - 21 hari, pada deep partial thickness penyembuhannya 21 - 28 hari
(penyembuhan bervariasi tergantung dari kedalaman luka dan ada tidaknya
infeksi).
c. Full thickness (derajat III)
- Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat
juga mengenai permukaan otot, dan persarafan, dan pembuluh darah.
- Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat
atau hitam.
- Tanpa ada blister.
- Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
- Edema.
- Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
- Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
- Memerlukan skin graft.
- Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi:
- Menentukan derajat luka
- Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat
- Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut
tebal.
- Mukosa bibir kering
- Tanda-tanda inflamasi
Ukuran luas luka bakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
Rule of nine
Cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. System ini
mengguanakan presentase kelipatan sembilan terhadap luas permukaan tubuh.
- kepala dan leher : 9%
- Dada depan dan belakang : 18%
- Abdomen depan dan belakang : 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Paha kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan dan kiri : 18%
- Genital : 1%
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap (CBC)
b. Nilai analisis gas darah arteri : asidosis metabolic (pH turun, tekanan parsial
karbon dioksida [Pco2] naik, dan tekanan parsial oksigen [PO2] menurun.)
c. Kadar elektrolit serum : menurun karena menghilang ke daerah trauma dan
ruang interstisial.
d. Kadar glukosa serum : meningkat karena glikoneogenesis atau pemecahan
glikogen akibat stress.
e. Nitrogen urea darah (BUN) : meningkat karena kerusakan jaringan dan
oliguria.
f. Kadar protein serum : menurun disebabkan oleh pemecahan protein karena
kebutuhan energi yang meningkat.
g. Foto thoraks
h. Morfologi: pada pemeriksaan makroskopik luka bakar full-thickness tampak
putih atau gosong, kering dan anestetik (karena rusaknya ujung-ujung saraf).
Luka partial-thickness tampak merah muda atau bercak disertai lepuh serta
nyeri, bergantung pada kedalamannya.
i. Histology: pada pemeriksaan histology jaringan yang mati memperlihatkan
nekrosis koagulasi. Jaringan hidup di dekatnya cepat mengalami peradangan
disertai akumulasi sel radang dan eksudasi hebat.
9. Kriteria Diagnosis
Apabila terjadi kerusakan kulit akibat agen-agen thermal, dan kimia,
kemudian ditentukan derajatnya dengan rule of nine’s untuk mengetahui luas
daerah yang terbakar.
10. Therapy
Penatalaksanaan Secara Umum
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri).
Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling,
baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
- Clothing: singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan
pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk
sampai pada fase cleaning.
- Cooling: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan
air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di
bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai
dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air
sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia
(penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan
es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia.
Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram
dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila
penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari
kulit baru disiram air yang mengalir.
- Cleaning: Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi
rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses
penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
- Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka
yang lebih dalam dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver
sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka
bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa,
perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari
2 bulan
- Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa
atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat
hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega,
minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.
- Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa
Paracetamol dan codein (PO-per oral) 20-30mg/kg
Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
(Rosfanty, 2009)
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari
ABC yaitu
Airway and breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga
(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah.
Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana
intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok)
untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di
fasilitas kesehatan yang lengkap.
Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu
dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting
karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan
karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme
dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar
pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema).
Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka
volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan
kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya
dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan
yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc/kgBB/%TBSA +
cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB
dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB
untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4cc/kgBB/%TBSA)
diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16
jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat
dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).
Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalan 24 jam pertama dihitung
berdasarkan luas luka bakar. Resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan
sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan
mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48
jam. Beberapa rumus telah dikembangkan untuk memperbaiki kehilangan
cairan berdasarkan estimasi persentase luas permukaan tubuh yang terbakar
dan berat badan pasien.
Rumus Konsesus
Lartutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x
kg berat badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam
pertama: sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Rumus Evans
1. Koloid : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (Salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam
16 jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan kolid yang diberikan pada hari
sebelumnya: seluruh penggantian cairan insesibel
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga
yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh.
Rumus Brooke Army
1. Koliod : 0,5ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (RL) : 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertam: separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan kolid: separuh dari cairan elektrolit: seluruh
penggantian cairan insesibel
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh
Rumus Parkland/Baxter
Larutan Ringer Laktat: 4 ml x BB (Kg) x % luas luka bakar
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya
Hari 2 : Bervariasi. Ditambahkan koloid
Larutan Salin Hipertonik
Larutan pekat natrium klorida (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi 250-
300mEq natrium perliter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan
meningkatkan kecepatan intfus selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar
natrium serum harus dipantau ketat.
Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk
mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
Tatalaksana Luka Bakar Minor
Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat
membutuhkan morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal.
Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga
balut dan bidai
Pemeriksaan status tetanus pasien
Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan
yang keluar dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan.
Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan
mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh selama beberapa hari. Jika
gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan tidak menghalangi
pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung cairan yang
besar dan yang meliputi daerah persendian harus dipecah dan dibersihkan.
Gelembung cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah beberapa hari
menandakan proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.
- Luka bakar superfisial/dangkal dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang
menunjukakan kecenderungan terbentuknya gelembung cairan atau
penggarukan dapat ditutup perban untuk proteksi.
- Luka bakar sebagian (partial thicknes) dilakukan pembersihan luka dan
sekelilingnya dengan salin (larutan yang mengandung garam-steril). Jika
luka kotor dapat dibersihkan dengan clorhexidine 0,1% lalu dengan salin.
Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang
tidak menempel lalu dibalut atau di plester. Luka bakar deep partial
thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang tidak lengket dan
diberikan antimikroba krim silverdiazin.
Follow up bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau
menunjukkan tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka
rujukan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang
berlebihan (scar hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3
minggu luka bakar belum juga menyembuh.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial, edema mukosa dan hilangnya kerja silia, luka bakar daerah
leher, kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan
pengembangan dada.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
rute abnormal, peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik,
ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan suhu ekstrem (air panas)
ditandai dengan kerusakan pada lapisan kulit, gangguan pada permukaan
kulit
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada area luka bakar klien terlihat meringis
5. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder
tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari
proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (mengalami
luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh khawatir dengan kondisinya
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
keterbatasan dalam ROM dan ambulasi
9. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam membasuh, mengeringkan, dan
mengambil peralatan mandi
10. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam menuju toileting, dan membersihkan
perineum secara mandiri
11. Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan kelemahan
ditandai dengan mengenakan, mengambil pakaian secara mandiri
12. PK Syok hipovolemik
13. PK Anemia
14. PK Hiponatremia
3. Intervensi
Prasetyo, Budi. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Luka Bakar
(combustio), (online), (http://nurse-community.socialgo.com/, diakses 7
Juli 2013)
Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Vol 3.
Jakarta: EGC.