You are on page 1of 20

PRESENTASI KASUS PUSKESMAS

VARISELA

Pembimbing:
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

Disusun oleh:
Btari Farhana Indillah
G4A015195

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :

VARISELA

Pada tanggal, Agustus 2017

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


program profesi dokter di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh:
Btari Farhana Indillah
G4A015195

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

2
I. LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
Nama : An. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 8 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Baturraden

B. Anamnesis
Autoanamnesa dan alloanamnesa dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2017
di Puskesmas 2 Baturraden pada pukul 11.00 WIB :
1. Keluhan Utama :
Lenting-lenting di seluruh tubuh
2. Keluhan Tambahan :
Gatal di daerah lentingan, demam, nyeri kepala.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Balai Pengobatan Puskesmas 2 Baturraden dengan
keluhan timbul lentingan-lentingan berisi cairan di seluruh tubuh sejak dua hari
yang lalu. Dua hari sebelum datang ke Puskesmas, pasien merasakan demam
yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala, serta mual kemudian diikuti dengan
timbulnya lentingan berisi cairan di bagian perut pasien disertai dengan rasa
gatal dan perih. Keesokan harinya lentingan bertambah banyak menyebar ke
daerah tangan, dada, wajah dan anggota gerak atas disertai dengan rasa gatal
yang bertambah, demam dan nyeri kepala. Tidak ada keluhan muntah ataupun
keluhan batuk dan pilek, serta nafsu makan pasien masih baik.
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarganya yang mengalami keluhan
yang sama, namun teman bermain pasien ada yang mengalami keluhan serupa
dan saat ini sedang dalam pengobatan. Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap,
namun ibu pasien mengaku bahwa anaknya belum pernah mendapatkan vaksin

3
varisela saat usia 12 bulan, pasien baru mendapatkan vaksinasi kembali saat
usia 6 tahun (SD kelas 1).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat batuk, pilek : diakui
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Pasien mandi 2 kali sehari,
sering main di lapangan bersama teman-temannya. Pasien tidak menyukai
sayuran dan buah, meyukai jajanan warung.

C. Status Generalis
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : BB 25 kg; TB 131 cm; status gizi baik
Vital Sign : Tekanan Darah : - mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37.2° C

Kepala : mesocephal, rambut hitam, distribusi merata


Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : bentuk daun telinga normal, discharge (-)
Hidung : napas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokkan : T1-T1, faring tidak hiperemis

4
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada
gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium
intercostalis.
Palpasi : Gerakan dada simetris, vokal fremitus kanan sama dengan
kiri
Perkusi :Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar nafas vesikuler, RBK -/- RBH -/- wheezing -/-
Jantung
Inspeksi :Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada sebelah
kiri atas.
Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari
medial LMC sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Kelenjar getah bening : tidak teraba besar
Ekstremitas atas : akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)

5
D. Status Dermatologis
1. Lokasi :
Regio facialis, coli, thorax, abdomen, ekstremitas superior et inferior
2. Effloresensi :
Papul, vesikel dengan dinding tipis tersebar seperti tetesan air dengan dasar
eritem.
a b c

d e

Gambar 2.1 Lokasi vesikel : a) wajah dan leher; b) lengan kanan; c) lengan kiri; d) perut
dan dada e) kaki kiri

6
G. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

F. Diagnosis Banding
1. Variola
2. Herpes zoster diseminata

H. Diagnosis Kerja
Varisela

I. Resume
Pasien datang ke Balai Pengobatan Puskesmas 2 Baturraden dengan
keluhan timbul lentingan-lentingan berisi cairan di seluruh tubuh sejak dua hari
yang lalu. Dua hari sebelum datang ke Puskesmas, pasien merasakan demam
yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala, serta mual kemudian diikuti dengan
timbulnya lentingan berisi cairan di bagian perut pasien disertai dengan rasa
gatal dan perih. Keesokan harinya lentingan bertambah banyak menyebar ke
daerah tangan, dada, wajah dan anggota gerak atas disertai dengan rasa gatal
yang bertambah, demam dan nyeri kepala. Tidak ada keluhan muntah ataupun
keluhan batuk dan pilek, serta nafsu makan pasien masih baik.

Pasien mengaku tidak ada anggota keluarganya yang mengalami keluhan


yang sama, namun teman bermain pasien ada yang mengalami keluhan serupa
dan saat ini sedang dalam pengobatan. Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap,
namun ibu pasien mengaku bahwa anaknya belum pernah mendapatkan vaksin
varisela saat usia 12 bulan, pasien baru mendapatkan vaksinasi kembali saat usia
6 tahun (SD kelas 1).

Pasien menyangkal mengalami riwayat penyakit serupa dan riwayat alergi,


pasien mengaku pernah mempunyai riwayat batuk, pilek kurang lebih 2 minggu
yang lalu. Pasien juga menyangkal adanya riwayat alergi pada keluarga. Pasien
merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Pasien mandi 2 kali sehari, sering main
di lapangan bersama dengan teman-temannya. Pasien tidak menyukai sayuran
dan buah, lebih menyukai jajanan warung.

7
Pemeriksaan fisik didapatkan papul, vesikel dengan dinding tipis tersebar
seperti tetesan air dengan dasar eritem di regio facialis, coli, thorax, abdomen,
ekstremitas superior et inferior.

J. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa :
a. Asiklovir 4 x 500 mg selama 5 hari
b. Loratadin 1 x 1 cth (5 mg/5 ml)
c. Paracetamol 3 x 500 mg (jika demam)
2. Nonmedikamentosa :
a. Kompres dingin untuk mengurangi rasa gatal
b. Bedak salisil atau calamine lotion untuk lesi di kulit
3. Edukasi :
a. Memotong kuku jari tangan
b. Jangan digaruk
c. Mencegah kontak dengan orang lain
d. Mandi secara tertatur
e. Bermain di tempat yang bersih
f. Meningkatkan konsumsi sayur, buah, daging

K. Prognosis
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad functionam : ad bonam
3. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
4. Quo ad komestikum : ad bonam
\

8
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Varisela atau cacar air (chicken pox) adalah infeksi akut primer oleh virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi primer bermanifestasi
sebagai varisela (chicken pox), sedangkan reaktivasi dari infeksi laten
menyebabkan herpes zoster (shingles). Penyakit ini sangat menular dengan
karakteristik lesi-lesi vesikel kemerahan. Reaktivasi laten dari virus varicella-
zoster umumnya terjadi pada dekade ke enam dengan munculnya shingles yang
berkarakteristik sebagai lesi vesikular terbatas pada dermatom tertentu dan
disertai rasa sakit yang hebat.1,3

B. Epidemiologi
Virus penyebab varisela tersebar kosmopolit artinya area penyebarannya
luas (terdapat dimana-mana). Penyakit ini dapat menyerang terutama anak-
anak, tetapi dapat juga orang dewasa. Di Amerika, varisela sering terjadi pada
anak-anak dibawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15
tahun. Di Jepang umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun
sebanyak 81,4%. Data Dinas Kesehatan tahun 2006 mencatat jumlah penderita
penyakit varisela sebanyak 1.771 orang. Data Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas menyebutkan, selama periode Januari hingga November 2007
sedikitnya 691 warga terkena penyakit varisela atau cacar air. Transmisi
penyakit secara aerogen. Masa penularannya kurang lebih 7 hari dihitung dari
timbulnya gejala kulit.1,2,4,5

C. Etiologi
Penyebab varisela adalah virus varisela-zoster yang berasal dari famili
herpes virus, sangat mirip dengan herpes simplex virus. Virus ini mempunyai
amplop, berbentuk ikosahedral, dan memiliki DNA berantai ganda yang
mengkode lebih dari 70 macam protein.1,3

9
D. Patogenesis
Masa inkubasi varisela berlangsung 14 sampai 21 hari pada anak yang
imunokompeten dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat
yaitu kurang dari 14 hari. Virus varisela-zoster masuk ke dalam tubuh manusia
dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun kontak
langsung dengan lesi kulit.2
Virus varisela-zoster masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran
pernafasan bagian atas, orofaring ataupun konjungtiva. Siklus replikasi virus
pertama terjadi pada hari ke 2 sampai 4 yang berlokasi pada limfenodi regional,
kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan
kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi
pada hari ke 4 sampai 6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita
yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme
pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus
replikasi virus yang kedua yang terjadi di hepar dan limpa, yang
mengakibatkan viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar
ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14 sampai 16, yang
mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas.2
Seorang anak yang menderita varisela akan dapat menularkan kepada
yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.2

E. Gambaran Klinis
Gejala klinis varisela pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang
dewasa biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu demam yang tidak
terlalu tinggi, malaise, nyeri kepala, mual yang terjadi 1 sampai 2 hari sebelum
timbulnya lesi dikulit. Sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang
imunokompeten, gejala prodormal jarang dijumpai, hanya demam dan malaise
ringan yang timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit.2
Pada awalnya timbul makula eritematosa pada daerah wajah dan dada,
kemudian berubah dengan cepat dalam 12-14 jam menjadi papul dan
berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan jernih dengan dasar
eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan dasar eritematosa mempunyai

10
gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding tipis
sehingga terlihat seperti tetesan air (tear drops). Vesikel cepat menjadi keruh
oleh karena masuknya sel radang, sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi
pustul. Lesi kemudian akan mengering yang diawali pada bagian tengah
sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya akan menjadi krusta dalam
waktu yang bervariasi antara 2 sampai 12 hari. Kemudian krusta akan terlepas
dalam waktu 1-3 minggu. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-
vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfik. Pada fase
penyembuhan varisela jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak disertai
dengan infeksi sekunder bakterial.1,2
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regional. Selain itu penyakit ini biasanya
disertai dengan rasa gatal.1
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi pada hari mejelang kelahiran
dapat menyebabkan varisela kongenital pada neonatus.1

Gambar 3.1 Lesi kulit pada varisela

11
F. Penegakan Diagnosis
Varisela biasanya di diagnosis berdasarkan penampilan dan perubahan
pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar
varisela 2-3 minggu sebelumnya.7
G. Pemeriksaan Laboratorium
1. Tes Tzanck dapat membantu menegakan diagnosis varisela yaitu dengan cara
membuat sediaan apus yang diwarnai dengan Giemsa, kemudian diamati
menggunakan mikroskop cahaya. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel
dan akan didapati sel datia berinti banyak. Pemeriksaan ini sensitifitasnya
sekitar 84%. Tes ini tidak dapat membedakan antara virus varisela-zoster
dengan herpes simpleks virus.1,2

Gambar 3.2 Sel datia berinti banyak7

2. Direct Fluorescent Assay (DFA). Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel,
tetapi apabila sudah berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang
sensitif. Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop fluorescence. Hasil
pemeriksaan cepat. Tes ini dapat menemukan antigen virus varisela-zoster.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara virus varisela-zoster dengan
herpes simpleks virus.2
3. Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan dengan metode ini sangat
cepat dan sangat sensitif (97% - 100%). Dengan metode ini dapat digunakan
berbagai jenis preparat seperti kerokan dasar vesikel, apabila sudah terbentuk
krusta masih tetap dapat digunakan sebagai bahan preparat, cairan
serebrospinal. Tes ini dapat menemukan asam nukleat dari virus varisela-
zoster.2

12
4. Biopsi kulit. Hasil pemeriksaan histipatologi : tampak vesikel intraepidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan akantolisis. Pada dermis bagian atas
dijumpai adanya infiltrat limfositik.2

H. Diagnosis banding
Varisela harus dapat dibedakan dengan variola. Pada variola penyakitnya
lebih berat, memberi gambaran monomorfik dan penyebarannya dimulai dari
bagian akral tubuh seperti telapak tangan dan telapak kaki, vesikel jauh lebih
banyak dan berisi tidak hanya cairan tetapi juga nanah dan darah. Kadang dapat
timbul perdarahan yang disebabkan oleh depresi hematopoetik yang disebut
black variola yang sering fatal.1

Gambar 3.3 Lesi kulit pada variola

I. Penatalaksanaan
Pengobatan varisela bersifat simtomatik seperti pemberian calamine lotion
lokal pada lesi kulit, untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan kompres
dingin, mandi secara teratur atau pemberian antihistamin. Lokal dapat pula
diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal (mentol, kamfora) untuk
mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Vesikel
yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap antibiotika

13
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Selain itu pada anak-anak untuk
mencegah infeksi sekunder akibat garukan, kuku jari tangan harus dipotong.1,2,6
Pemberian antivirus dapat pula digunakan untuk mengurangi lama sakit,
keparahan dan waktu penyembuhan menjadi lebih singkat. Pemberian antivirus
sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah erupsi dikulit
muncul. Obat antivirus yang biasa digunakan yaitu asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valaksiklovir. Untuk anak > 12 tahun dan dewasa dosis asiklovir yang
dianjurkan adalah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan selama 7 hari,
sedangkan valaksiklovir 3 x 1000 mg sehari selama 7 hari dan famasiklovir
adalah 3 x 500 mg per hari selama 7 hari. Jika lesi baru masih tetap timbul obat-
obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi
baru tidak timbul lagi. Untuk neonatus, dosis asiklovir yang diberikan adalah
sebanyak 500 mg/m2 intravena setiap 8 jam selama 10 hari. Untuk anak-anak
usia 2 sampai 12 tahun, dosis asiklovir sebanyak 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 5
hari.1,2

J. Pencegahan
1. Imunisasi pasif
Pada imunisasi pasif dapat menggunakan varicella zoster
immunoglobuline (VZIG), diberikan secara intramuskular, sebanyak 125
U/10 kgBB dengan dosis maksimal 625 U, diberikan dalam 4 hari setelah
terpajan. Pada anak imunokompeten terbukti mencegah varisela sedangkan
pada anak imunokompromais pemberian VZIG dapat meringankan gejala
varisela.1,2
VZIG dapat diberikan pada2 :
a. Anak-anak yang berusia <15 tahun yang belum pernah menderita varisela
atau herpes zoster;
b. Usia pubertas >15 tahun yang belum pernah menderita varisela atau herpes
zoster dan tidak mempunyai antibodi terhdap virus varisela-zoster;
c. Bayi baru lahir yang ibunya menderita varisela dalam kurun waktu 5 hari
sebelum atau 48 jam setelah melahirkan;

14
d. Bayi prematur dan bayi usia ≤ 14 hari yang ibunya belum pernah menderita
varisela atau herpes zoster;
e. Anak-anak yang menderita leukemia atau limfoma yang belum pernah
menderita varisela.
2. Imunisasi aktif
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi. Vaksin varisela berasal
dari galur yang dilemahkan. Diberikan saat anak usia 12 bulan atau lebih.
Lama proteksi belum diketahui secara pasti, meskipun demikian vaksinasi
ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun. Pemberiannya secara subkutan 0,5
ml pada usia 12 bulan sampai 12 tahun. Pada usia diatas 12 tahun juga
diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis yang sama.
Kadang dapat timbul demam ataupun reaksi lokal seperti ruam
makulopapular atau vesikel sebagai efek samping dari vaksinasi, terjadi pada
3-5% anak-anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian pada lokasi
penyuntikan.1,2
Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari, perlindungan vaksin yang
diberikan masih terjadi. Sedangkan antibodi yang cukup sudah timbul antara
3-6 hari setelah vaksinasi. Imunisasi aktif tidak boleh diberikan pada wanita
hamil oleh karena dapat menyebabkan terjadinya varisela kongenital.1,2

K. Prognosis
Varisela pada anak imunokompeten tanpa disertai komplikasi,
prognosisnya biasanya sangat baik, sedangkan pada anak imunokompromais
angka morbiditas dan mortalitasnya signifikan. Varisela jika dengan perawatan
yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang baik dan
jaringan parut yang timbul juga sangat sedikit.1,2

L. Komplikasi
Pada anak yang imunokompeten biasanya dijumpai varisela yang ringan
dan jangan terjadi komplikasi. Adapun beberapa komplikasi yang dapat terjadi
pada varisela yaitu :
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri

15
a. Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak (5-10%).
Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organisme yang virulen dan
apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis
dan erisipelas.2
b. Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya yaitu
Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus.2
2. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus dan
streptococcus yang berasal dari garukan.2
3. Pneumonia
Pneumonia dapat timbul pada anak-anak yang lebih tua dan pada orang
dewasa yang dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden
varisela pneumonia sekitar 1 : 400 kasus.2
4. Neurologik
a. Acute postinfectious cerebellar ataxia
Ataxia sring muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah timbulnya
varisela. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan Manifestasinya berupa
tidak dapat mempertahankan posisi berdiri hingga tidak mampu untuk
berdiri dan tidak adanya koordinasi dan disartria. Insiden berkisar 1 : 4000
kasus varisela.2
b. Encephalitis
Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varisela yaitu beberapa hari
setelah timbulnya ruam. Gejala penurunan kesadaran seperti letargi,
somnolen, kebingungan sering dijumpai. Beberapa anak mengalami
kejang dan perkembangan encefalitis yang cepat dapat menimbulkan
koma yang dalam. Merupakan komplikasi yang serius, angka kematian
berkisar 5-20%. Insiden berkisar 1,7 : 100.000 penderita.2
5. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varisela yaitu timbulnya herpes zoster,
timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Virus
varisela-zoster menetap pada ganglion sensoris.2

16
IV. PEMBAHASAN

Pasien datang ke Balai Pengobatan Puskesmas 2 Baturraden dengan keluhan


timbul lentingan-lentingan berisi cairan di seluruh tubuh sejak dua hari yang lalu.
Dua hari sebelum datang ke Puskesmas, pasien merasakan demam yang tidak
terlalu tinggi, nyeri kepala, serta mual kemudian diikuti dengan timbulnya lentingan
berisi cairan di bagian perut pasien disertai dengan rasa gatal dan perih. Keesokan
harinya lentingan bertambah banyak menyebar ke daerah tangan, dada, wajah dan
anggota gerak atas disertai dengan rasa gatal yang bertambah, demam dan nyeri
kepala. Tidak ada keluhan muntah ataupun keluhan batuk dan pilek, serta nafsu
makan pasien masih baik.
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarganya yang mengalami keluhan
yang sama, namun teman bermain pasien ada yang mengalami keluhan serupa dan
saat ini sedang dalam pengobatan. Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap, namun
ibu pasien mengaku bahwa anaknya belum pernah mendapatkan vaksin varisela
saat usia 12 bulan, pasien baru mendapatkan vaksinasi kembali saat usia 6 tahun
(SD kelas 1).
Pasien mengaku mandi 2 kali sehari, sering main di lapangan bersama teman-
temannya. Pasien tidak menyukai sayuran dan buah, lebih menyukai jajanan
warung.
Pemeriksaan fisik didapatkan papul, vesikel dengan dinding tipis tersebar
seperti tetesan air dengan dasar eritem di regio facialis, coli, thorax, abdomen,
ekstremitas superior et inferior.
Diagnosa varisela dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan
pemeriksaan status dermatologis. Berdasarkan anamnesis yang telah didapatkan,
diagnosa merujuk kepada varisela yaitu timbulnya vesikel dengan dasar eritematosa
mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding
tipis sehingga terlihat seperti tetesan air (tear drops). Sebelum timbulnya lesi
dikulit, didahului oleh gejala prodormal yaitu demam yang tidak terlalu tinggi,
malaise, nyeri kepala, mual yang terjadi 1 sampai 2 hari sebelum timbulnya lesi
dikulit.

17
Pada varisela terjadi viremia yang menyebabkan reaksi peningkatan suhu
tubuh berupa demam, sehingga untuk pengobatan dapat diberikan antipiretik
parasetamol 3 x 500 mg. Selain itu dapat diberikan antivirus untuk mengurangi
keparahan gejala, diberikan asiklovir 4 x 20 mg/kgBB per hari selama 5 hari. Pada
pasien ini berat badannya yaitu 25 kg, sehingga dosis per hari nya yaitu 4 x 500 mg
per hari selama 5 hari. Selain itu, virus yang mencapai epidermis pada hari ke 14
sampai 16, akan mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas seperti vesikel.
Untuk mencegah vesikel tersebut pecah dapat diberikan bedah salisil atau calamine
lotion sekaligus untuk meredakan gejala gatalnya. Selain itu dapat pula diberikan
antihistamin oral untuk mengurangi rasa gatal yang timbul karena pelepasan
histamin akibat respon inflamasi. Antihistamin oral yang diberikan yaitu loratadin
5mg/5ml diminum 1 kali sehari, yang merupakan antihistamin-1 generasi 2 yang
bekerja menghambat efek histamin pada pembuluh darah, otot polos, reaksi
anafilaksis dan alergi.
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada varisela yaitu infeksi sekunder
pada kulit yang disebabkan oleh bakteri, timbulnya scar dan herpes zoster biasanya
terjadi secara lambat dalam hitungan bulan sampai tahun. Pada anak yang
imunokompeten biasanya dijumpai varisela yang ringan dan jangan terjadi
komplikasi dan biasanya prognosisnya baik.

18
V. KESIMPULAN

1. Virus varicella-zoster merupakan penyebab penyakit Varisela yang besifat


menular
2. Infeksi primer virus varicella-zoster bermanifestasi sebagai varisela (chicken
pox) yang umumnya menyerang anak-anak, sedangkan reaktivasi dari infeksi
laten menyebabkan herpes zoster (shingles).
3. Predileksi utama di badan dan sedikit pada wajah dan ekstrimitas. Terkadang
dapat timbul di mulut, palatum mole dan faring.
4. Transmisi penyakit secara aerogen. Masa penularannya kurang lebih 7 hari
dihitung dari timbulnya gejala kulit.
5. Gejala klinis berupa gejala prodormal diikuti timbulnya vesikel yang
terbentuk dengan dasar eritematosa mempunyai gambaran klasik yaitu
letaknya superfisial dan mempunyai dinding tipis sehingga terlihat seperti
tetesan air (tear drops).
6. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah Tes Tzanck, Direct
Fluorescent Assay (DFA), Polymerase Chain Reaction (PCR) dan biopsi
kulit.
7. Pengobatan varisela bersifat simtomatik seperti pemberian calamine lotion
lokal pada lesi kulit, untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan kompres
dingin, mandi secara teratur atau pemberian antihistamin.
8. Tujuan terapi varisela adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi, terutama pada pasien dengan sistem imun buruk
9. Asiklovir oral tetap menjadi obat utama untuk pengobatan varisela.
10. Pemberian vaksinasi dan immunoglobulin telah terbukti efektif
memberikan perlindungan dari infeksi virus ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A., Mochtar H., dan Siti A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-
6. Jakarta : FK UI, 2013, hal 129-133

Kurniawan M., Norberta D., Matheus T. Varicella Zoster Pada Anak. Jurnal
Medicinus, 2009, 3(1) : 23-30

Lubis R.D. Varicella dan Herpes Zoster. Medan : FK USU, 2008, hal 1-13

Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007,


Available from www.depkes.go.id

Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2002, hal 152-159

Straus., Stephen E., Michael N., Kenneth E. Dermatology in General Medicine


Seventh Edition, 2008, 1(2) : 1885-95

Theresia S. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa Penyulit. Sari
Pediatri, 2010, 11(6):440-47

20

You might also like