You are on page 1of 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Water Treatment

Water Treatment adalah proses pengolahan air laut dengan kadar


conductivity 42.000 μs/cm hingga menjadi air yang dapat digunakan untuk bahan
baku boiler dengan kadar conductivity 0,02 μs/cm . Water Treatment Plant di PLTU
Paiton Unit 3, 7 & 8 menggunakan sistem Reverse Osmosis, yang menyediakan air
bersih untuk Service Water, Potable Water dan Make-Up Demineralised Water
untuk Condensate Feedwater. Sistem ini dibagi dalam tiga sistem pengolahan, yaitu
SWRO Pre-Treatment, SWRO Treatment dan Make-Up Demineralizing Treatment
(DWRO Treatment).

Gambar 2.1 Proses Water Treatment

Sumber: PT. IPMOMI, 2017

5
Water Treatment pada PT.IPMOMI menggunakan system Reverse
Osmsis (RO) yaitu kebalikan dari Osmisis. Di mana Osmisis adalah fenomena
peristiwa alam yang terjadi air menembus melalui membran semi permiabel.
Air menembus membran dari solusi rendah ke solusi tinggi dan akan mengalir
terus menerus hingga tekanan osmosisnya sama. Gaya yang terjadi pada
peristiwa osmosis disebut gaya osmosis. Sedangkan Reverse Osmosis terjadi
saat pada tekanan osmosis berlebih yang digunakan pada solusi tinggi diberi
tekanan yang menyebabkan air menembus melalui membran dari solusi tinggi
ke solusi rendah.

Gambar 2. 2 Proses Reverse Osmosis


Sumber: Water Treatment Handboook, 1991

2.1.1. SWRO Pre – Treatment


a. Inlet Mixing ChamberW
Air laut dari Intake Canal (dengan nilai conductivity sekitar 42.000
μs/cm) dialirkan ke Inlet Mixing Chamber, tanki ini terbuat dari beton dengan
volume sebesar 28 m3 dan berukuran 2000 mm x 2000 mm x 3200 mm.
Sebelum memasuki Inlet Mixing Chamber air laut diinjeksi dengan Ferric
Chloride yang berfungsi sebagai koagulan, Polymer sebagai flokulan dan

6
Hypochlorite untuk membunuh bakteri dan mikroorganisme dalam air. Tujuan
dari Mixing Chamber ini adalah untuk memastikan bahwa semua bahan kimia
yang diinjeksikan tercampur rata dengan air laut sebelum air tersebut dialirkan
ke In-Filter DAF. Seperti Gambar 2.3 sebagai berikut:

Gambar 2.3 Inlet Mixing Chamber Plant


Sumber: PT. IPMOMI, 2017

b. In-Filter DAF
Terdapat empat tanki In-Filter DAF A, B, C dan D dengan dua
kompartemen pada tiap tanki. Prinsip In-Filter DAF adalah mengkombinasikan
antara proses pemisahan flok dengan sistem flokulasi dan penyaringan air
dengan menggunakan sistem filtrasi dalam satu tanki.

Selain itu tanki ini juga memiliki dua Saturation Vessel A dan B,
fungsinya untuk menginjeksikan ribuan Saturated Bubbles yang berupa
campuran antara air (± 10 – 15 %) dengan udara ke dalam tanki, tujuannya
untuk memaksimalkan terjadinya proses flokulasi di dalam tanki. Air di
Saturation Vessel didapat dari Filtered Water Pit yang dipompa dengan
menggunakan Recycle Pump berkapasitas 31.3 m3/jam @ 666 kPa, sedangkan
udaranya disuplai oleh Pressure Regulator Valve 500 kPa.

Pada In-Filter DAF terjadi dua proses berbeda didua tempat yang
berbeda tetapi masih dalam satu tanki.

7
1. Proses pertama terjadi pada permukaan tanki yaitu proses flokulasi,
dimana koagulan-koagulan yang sudah terbentuk di Mixing Chamber
kemudian menyatu membentuk flok-flok yang besar dan terakumulasi di
permukaan tanki, jika lapisan flok sudah tebal, lapisan ini kemudian akan
over flow ke Sludge Collecting dan kemudian dialirkan ke Seawater
Scrubber. Proses over flow dari lapisan flok ini disebut Desludging,
Desludging dilakukan tiap 1-2 jam pengoperasian, tergantung dari tebal-
tipisnya lapisan flok yang terbentuk. Proses Desludging menggunakan
Sludge Cutting Sprays, cara kerjanya yaitu air dispray dari pinggir tanki
sehingga lapisan flok terdorong menuju Sludge Collecting. Spray ini
diletakkan di perbatasan antara air yang mengandung flok (permukaan)
dan air yang tidak mengandung flok (di tengah) fungsinya untuk
membatasi antara air yang akan dibuang dengan air yang akan mengalir
melewati filter, sehingga flok-flok yang sudah terbentuk tidak akan
bercampur lagi dengan air yang akan melewati filter.
2. Proses kedua terjadi dibagian bawah tanki, yaitu proses filtrasi. Air yang
tidak mengandung partikel tersuspensi dialirkan ke bawah melewati filter
yang berupa lapisan pasir dan kerikil, fungsinya untuk menyaring air dari
partikel tersuspensi yang masih tersisa, mikroorganisme dan zat-zat
organic. Dari sini air dikumpulkan di Filtered Water Pit yang terletak
dibagian bawah In-Filter DAF, selain akan dialirkan ke proses
selanjutnya air ini juga digunakan untuk suplai air di Saturation Vessel
dan untuk Backwash. Proses Backwash dilakukan setiap 24 jam sekali,
biasanya Backwash dilakukan setelah Desludging. Udara dispray dari
bawah lapisan filter dengan menggunakan Air Scours Blower
berkapasitas 529 m3/jam @ 40 kPa, fungsinya untuk melonggarkan
lapisan pasir dan kerikil yang tercampur dengan partikel, setelah itu baru
air dipompa dengan menggunakan Backwash Pump berkapasitas 529
m3/jam @ 150 kPa dari Filtered Water Pit untuk membersihkan dan
membawa partikel yang terakumulasi di filter tersebut, kemudian air

8
hasil Backwash tersebut dialirkan ke Seawater Scrubber untuk
pengolahan selanjutnya. Seperti Gambar 2.4 sebagai berikut.

Gambar 2.4 In-Filter DAF

Sumber: PT. IPMOMI, 2017

c. Polishing Filter
Terdapat lima buah Polishing Filter A, B, C, D dan E, terbuat dari baja
yang dilapisi bahan anti korosif, berbentuk silinder horizontal berdiameter
2400 mm dan panjang 4800 mm. Filter ini berupa lapisan pasir dan kerikil
dengan ketebalan 700 mm dan 100 mm, fungsinya untuk menghilangkan
partikel tersuspensi atau flok-flok yang masih terbawa dari In-Filter DAF.

Dari In-Filter DAF, air dipompa dengan menggunakan Polishing Filter


Feed Pump berkapasitas 249 m3/jam @ 500 kPa ke Polishing Filter, disini air
dialirkan melewati lapisan pasir dan kerikil untuk kemudian dialirkan ke
SWRO Treatment. Backwash terjadi secara otomatis jika ada indikasi kenaikan
nilai Head Loss,

9
proses yang terjadi sama seperti Backwash pada In-Filter DAF dengan
menggunakan Air Scours Blower dan Backwash Pump yang sama. Seperti
Gmbar 2.5 sebagai berikut.

Gambar 2.5 Polishing filter

Sumber: PT. IPMOMI, 2017

2.1.2 Sea Water Reverse Osmosis Treatment (SWRO)


a. Cartridge Filter
Setelah melewati Polishing Filter, air memasuki pengolahan tahap
kedua, yaitu SWRO Treatment, tetapi sebelum air dialirkan ke Reverse
Osmosis, air difilter sekali lagi di Cartridge Filter. Terdapat enam buah
Cartridge Filter A, B, C, D, E dan F, berupa baja karbon berbentuk silinder
berisi serabut filter berukuran 5 mikron yang dijalin menjadi lembaran filter
seperti kain. Cartridge Filter ini merupakan proteksi terakhir terhadap
kontaminasi fisik berupa partikel tersuspensi dan zat-zat organik yang terdapat
dalam air sebelum air tersebut dialirkan ke Reverse Osmosis.

Sebelum memasuki Cartridge Filter, air diinjeksi dengan Sulfuric Acid,


Sodium Bisulphite dan Anti Scalant. Penginjeksian Sulfuric Acid untuk
mengontrol air agar pH air selalu dibawah 7.8, Sodium Bisulphite untuk

10
menghilangkan kandungan klorin yang masih tersisa karena klorin dapat
merusak membran RO, sedangkan Anti Scalant untuk mencegah terjadinya
kerak akibat pembentukan deposit oleh zat organik pada membran RO, karena
kerak dapat mengurangi efesiensi kerja RO. Seperti Polishing Filter, proses
Backwash pada Cartridge Filter juga menggunakan parameter nilai Head Loss,
hal ini dapat diketahui dari Pressure Differential Transmitter, jika terdapat
kenaikan nilai Head Loss maka alarm akan menyala dan ini mengindikasikan
bahwa filter telah jenuh dan harus dibackwash. Tetapi jika waktu pemakaian
sudah terlalu lama, dan proses Backwash sudah tidak dapat diandalkan lagi
maka ini menandakan bahwa Cartridge Filter harus diganti.

Pada outlet Cartridge Filter terdapat pengukuran kualitas air yang akan
memasuki RO Train yaitu Redox Meter, Turbidity Meter, Conductivity Meter,
pH Meter dan Residual Chlorine Meter, hal ini dilakukan agar air yang
memasuki RO Train memiliki kualitas yang aman untuk membran RO dan
tidak akan merusak membran RO Train. Jika ada satu dari parameter tersebut
yang nilainya tinggi dan dianggap tidak aman untuk dialirkan ke RO Train,
maka dengan otomatis alarm akan menyala dan inlet RO Train akan tertutup.
Seperti Gambar 2.6 sebagai berikut

Gambar 2.6 Cartridge Filter


Sumber: PT. IPMOMI, 2017

11
b. High Pressure Pump
Untuk menebus membrane pada RO Train maka harus digunakan high
pressure pump. Setiap pompa dapat berfungsi sebagai Turbocharger Energy
Recovery dimana energinya didapat dari Reject Water. Kecepatan air pada inlet
RO sekitar 292.8 m3/jam dengan tekanan awal sebesar 500 kPa, kemudian
dipompa dengan High Pressure Pump dimana tekanan dinaikkan hingga
menjadi 4336 kPa, terakhir air dialirkan ke Turbocharger Pump, disini tekanan
aliran air dari Reject Water yang masih cukup besar (sekitar 191 m3/jam @ 6500
kPa) digunakan untuk menambah tekanan air hingga 7000 kPa. Seperti Gambar
2.7 sebagai berikut.

Gambar 2.7 High Pressure Pump


Sumber: PT. IPMOMI, 2017

c. Reverse Osmosis Train


Terdapat dua RO Train A dan B, yang berupa pipa betekanan (vessel)
yang terdapat beberapa membran di tiap vesselnya untuk menyaring kadar
garam yang terkandung pada air laut. Tiap train akan menghasilkan effluent
air bersih sebesar ± 35 % dari influent Cartridge Filter. Dari tiap effluent yang
dihasilkan, terdapat dua macam kualitas air, yaitu :

1. Permeate Water dikumpulkan di SWRO Product Storage Tank


digunakan untuk:

12
a. Service Water
b. Potable Water
c. Make-Up Demineralized Water
2. Reject Water tekanan dari air ini digunakan untuk menambah tekanan
pada RO Turbocharger Pump, setelah itu diproses untuk dinetralkan pH
& kotoran yang terdapat pada Reject Water kemudian dibuang ke laut
kembali, sehingga tidak mebunuh biota yang ada di laut.

2.1.3 Make-Up Demineralising Treatment (DWRO)


a. Make-Up Cartridge Filter
Ada dua Make-Up Cartridge Filter A dan B, terbuat dari stainless steel
berbentuk silinder sepanjang 316 mm yang berisi Filter Cartridge berukuran 5
mikron. Fungsi filter ini adalah sebagai proteksi terakhir akan kontaminasi fisik
berupa partikel tersuspensi dan zat-zat organik yang terdapat dalam air sebelum
air tersebut dialirkan ke Make-Up RO. Proses pengolahan yang terjadi di Make-
Up Cartridge Filter sama seperti proses pengolahan di RO Cartridge Filter,
begitu pula untuk proses Backwash. Seperti Gambar 2.8 sebagai berikut.

Gambar 2.8 Make-Up Cartridge Filter


Sumber: PT. IPMOMI, 2017

13
b. Make-Up Reverse Osmosis
Terdapat dua Make-Up RO Train A dan B, berupa membran berbentuk
gulungan spiral yang terbuat dari lapisan film tipis Cellular Acetate yang
panjangnya 1015 mm dan berdiameter 200 mm. Setiap train terdiri dari 10 pipa
dipasang paralel dan setiap pipa terdiri dari tujuh lapis film Cellular Acetat,
sehingga total terdapat 70 film Cellular Acetate tiap train. Air mengalir dari RO
Filter ke Make-Up RO Filter dengan kecepatan 87.2 m3/jam, kemudian keluar
dengan kecepatan 13.1 m3/jam, Reject Water (dengan nilai konduktiviti diatas
125 μs/cm) dipompa ke Filtered Water Pit untuk pengolahan ulang, sementara
Permeate Water (dengan nilai konduktiviti sebesar 25-125 μs/cm) ditampung
di RO Permeate Tank. Tanki ini adalah tanki tertutup berbentuk silinder,
terbuat dari plastik yang diperkuat dengan fiberglass dengan kapasitas 48 m3,
diameter 3600 mm dan tinggi 5000 mm. Selanjutnya air tesebut akan dipompa
ke Mixed Bed Demineraliser untuk pengolahan lanjutan, selain itu air tersebut
juga digunakan untuk Flushing RO Train. Seperti Gambar 2.9 sebagai berikut.

Gambar 2.9 RO Train


Sumber: PT. IPMOMI, 2017

14
c. Mixed Bed Demineraliser
Untuk mencapai nilai kondutivitas yang sangat kecil pada RO
Permeate, maka dilakukan proses Demineralisation dengan menggunakan tiga
buah Mixed Bed Demineraliser. Mixed Bed ini terbuat dari stainless steel
dengan penambahan lapisan plastik dan Polypropylene pada bagian dalam,
berbentuk silinder dengan diameter 1800 mm dan tinggi 3800 mm,
berkecepatan 74.1 m3/jam dengan effluent sebesar 1778 m3. Dari RO Permeate
Tank air dipompa ke Mixed Bed Demineraliser dengan menggunakan
Permeate Pump berkapasitas 74 m3/jam @ 653 kPa, air dialirkan turun dari
permukaan Mixed Bed ke Mixed Resin. Mixed Resin terbuat dari Polystyrene
Bead, di dalam Mixed Resin terdapat resin anion dan kation, resin ini akan
menghilangkan atau menangkap partikel terlarut seperti Na, K, Cl, SiO2, dll,
sehingga menghasilkan kualitas air yang sangat baik (dengan nilai
Conductivity sebesar 0.02 μs/cm) dan sesuai untuk High Pressure Boiler
System, effluent dari Mixed Bed akan dialirkan dan ditampung di Condensate
Storage Tank untuk kemudian digunakan sebagai Condensate Feedwater
dalam Boiler System (baca : Power Plant, Condenser), Hydrogen Generator
dan Closed Cooling Water Make-Up.

Untuk prinsip kerja dan regenerasinya sama seperti resin yang terdapat
di Boiler Polisher (baca : Power Plant, Polisher), hanya bedanya pada Mixed
Bed tidak terdapat penambahan Ammonia. Untuk Backwash dan membuang
air hasil regenerasi resin digunakan air dari Condensate Storage Tank yang
dipompa dengan Regeneration Pump kapasitas 34 m3/jam @ 40 kPa, ke Mixed
Bed, air ini akan menghilangkan dan membawa serta Sulphuric Acid dan
Caustic Soda hasil peregenerasian. Seperti Gambar 2. 10 sebagai berikut.

15
Gambar 2.10 Mix Bed Demineraliser
Sumber: PT. IPMOMI, 2017

2.2 Perawatan
Di dalam dunia industri agar mesin atau alat dapat siap beropersai secara
normal sesuai target produksi maka diperlukan adanya perawatan, perawatan
adalah suatu usaha untuk meniadakan atau mengurangi sebab-sebab kemacetan
ataupun kerusakan sebelum terjadi ataupun pada permasalahan yang telah terjadi.
Perawatan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga
fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian
penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang
efektif.
Menurut Purwono, dkk. (2013:28) dalam artian sempit, pemeliharaan atau
perawatan dimaksudkan untuk memperbaiki keandalan dari aset fisik (physical
assets), seperti:
1. Mesin-mesin dan peralatan.
2. Peralatan mesin pengangkat (material handling equipment).
3. Perangkat komputer.
4. Keselamatan bangunan-bangunan, dan
5. Sarana-sarana yang lain.

16
Siegmund dan Halpern (dalam Purwono 2013: 29) menyatakan bahwa
pemeliharaan merupakan suatu karakteristik dari perencanaan dan instalansi suatu
mesin atau peralatan atau suatu pemrosesan tertentu yang dinyatakan sebagai
peluang bahwa suatu komponen akan sesuai dengan kondisi-kondisi yang spesifik
pada suatau periode waktu tertentu, bila tindakan pemeliharaan dikenakan sesuai
dengan prosedur dan sumber dayayang telah di spesifikasikan pada mesin atau
peralatan tersebut.

2.3 Pekerjaan Perawatan


Tahapan-tahapan dalam melaksanakan pekerjaan perawatan, diantaranya
membersihkan peralatan dari debu maupun kotoran yang dianggap tidak perlu.
Melakukan pengecekan tekanan, kecepatan dan hal-hal lain yang dapat terbaca
secara visual. Serta melakukan pekerjaan perbaikan pada alat yang rusak. Akibat
banyaknya pekerjaan perawatan yang dilakukan, maka perlu dilakukan pembagian
pekerjaan perawatan sesuai dengan hal-hal mendasar yang dilakukan.
Konsep pekerjaan perawatan yang paling mendasar adalah sebagai berikut
(Bambang SAP 2013: 24):
1. Pemeriksaan/inspeksi (inspection)
2. Pembersihan (cleaning)
3. Perbaikan (repair)
4. Pelumasan (lubricating)
5. Pengaturan/Penyetelan (adjustment)
6. Penggantian (replacement)
7. Rawatan Bongkar (overhouling)
8. Pencarian/Pemecahan Kerusakan (trouble shooting)
9. Transportasi (transportation)

2.3.1 Pekerjaan Memeriksa (inspection)


Pekerjaan memeriksa (inspection) yang mempunyai tugas untuk memeriksa
bagian dan komponen dari mesin dan peralatan yang cukup kritis. Pemeriksaan
terhadap sistem produksi perlu dilakukan secara teratur/periodik mengikuti pola

17
jadwal tertentu. Jadwal ini dibuat atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang
cukup mendalam antara lain:
1. Berdasarkan pengalaman atau data masa lalu dalam suatu jenis pekerjaan yang
sama diperoleh informasi mengenai durasi waktu atau frekuensi kerusakan
untuk melakukan pemeriksaan seminimal mungkin dan seekonomis mungkin
tanpa menimbulkan resiko kerusakan pada sistem produksinya.
2. Berdasarkan sifat operasinya yang dapat menimbulkan kerusakan setelah unit
instalansi beroperasi dalam selang waktu tertentu.
3. Berdasarkan rekomendandasi dari pabrik pembuat mesin dan peralatan
tersebut.

2.3.2 Pekerjaan Membersihkan (cleaning)

Pekerjaan membersihkan (cleaning) mesin dan peralatan dari debu, kotoran,


karat atau korosi atau kotoran lain yang dianggap tidak perlu dan menggangu proses
produksi. Debu ini akan menjadi inti bermulanya proses kondensasi uap air yang
berada di udara. Butir air yang terjadi dari debu tersebut lambat laun akan merusak
permukaan mesin dan peralatan, shingga dari keseluruhan sistem produksi akan
menjadi rusak atau tidak berfungsi (failure). Pada umumnya pekerjaan
“membersihkan” ini diabaikan orang atau karyawan di perusahaan karena dianggap
“suatu pekerjaan” yang tidak penting.
Beberapa petunjuk dalam melakukan pekerjaan membersihkan mesin dan
peralatan ini, yaitu:
1. Bagaimana (How) cara melakukan pekerjaan membersihkan mesin dan
peralatan?
2. Kapan (When) melakukan pekerjaan membersihkan mesin dan peralatan?
3. Alat bantu apa saja (What) yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan
membersihkan mesin dan peralatan?

18
2.3.3 Pekerjaan Memperbaiki (repair)
Setelah melakukan pekerjaan inspeksi (memeriksa) dan apabila bagian
dan/atau komponen mesin dan peralatan terjadi kerusakan, maka pekerjaan
selanjutnya adalah pekerjaan memperbaiki yang mempunyai tugas untuk
memperbaiki kerusakan-kerusakan pada bagian dan/atau komponen mesin dan
peralatan sedemikian rupa sehingga kondisi sistem produksi dapat
beropersi/berfungsi dengan baik pada tingkat yang memadai dan memerlukan biaya
yang wajar masuk akal (reasonable).
Dengan berkembangnya teknologi secara pesat dalam bidang industri maka
pemeliharaan terhadap mesin dan perlatan produksi secara sadar memberikan
kontribusi atau nilai sangat penting bagi perusahaan.
Pada mulanya tumbuhnya industri, pemeliharaan terhadap peralatan baru
mendapat perhatian setelah mesin dan peralatan tersebut mengalami kerusakan
karena tidak pernah mendapat perhatian yang layak. Beberapa kerusakan pada
mesin dan peralatan produksi tidak hanya berakibat terhentinya sebagian atau
seluruh sistem produksi, tetapi seluruh peralatan produksi lainnya akan ikut
terhenti, karena mesin dan peralatan yang saling terkait dengan mesin dan peralatan
yang lain.
Dengan meningkatnya persaingan yang cukup kuat dalam bidang industri,
jelas perhatian akan ditunjukan pada hal-hal yng menyangkut usaha-usaha untuk
dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan kuantitas dan kualitas dan
penurunan biaya dengan cara se-efisien mungkin dan wajar.

2.3.4 Pekerjaan Pelumasan (lubricating)


Pekerjaan pelumasan yang mempunyai tugas memeriksa, mengisi,
menambah, dan mengganti pelumas pada bagian-bagian yang saling bergesekan,
bagian yang berputar, dan kontak langsung, misal: transmisi rantai, transmisi roda,
gigi, piston dan dinding silinder, poros dan dudukan (bantalan), dan bantalan
(bearing.

19
2.3.5 Pekerjaan Penyetelan/Pengaturan (adjusment)
Pekerjaan penyetelan mempunyai tugas untuk memeriksa, menyetel, dan
mengganti komponen agar kinerja mesin dan peralatan berfungsi dengan baik,
misal: menyetel waktu pengapian pada mesin kendaraan bermotor, mengatur jarak
antara kutub busi. Menyetel ketegangan rantai transmisi pada kendaraan roda dua,
menyetel jarak antara roda gigi, menyetel rem, dan mengencangkan tautan dari baut
dan mur.

2.3.6 Pekerjaan Penggantian (replacement)


Selain pekerjaan pemeriksan, maka pekerjaan penggantian komponen
mempunyai tugas untuk mengganti satu atau beberapa komponen yang telah rusak
dan tidak dapat di reparasi, maka komponen tersebut perlu diganti. Ada penggantian
yang periodik (harian, mingguan, bulanan, triwulan, ddan teman), misal:
penggantian pelumas, bantalan, piston ring, busi, dan komponen-komponen yang
saling bersinggungan dan dinamis.

2.3.7 Pekerjaan Rawatan Bongkar (overhauling)


Setelah dilakukan pemeriksaan dan terdapat komponen mesin atau peralatan
tidak berfungsi dengan baik dan membuat sistem produksi berhenti, maka perlu
dilakukan rawatan bongkar terhadap mesin tersebut. Pekerjaan rawat bongkar
mempunyai tugas ”menurunkan/membongkar” mesin, memperbaiki, mengganti
komponen, dan merakit kembali agar mesin tersebut berfungsi dengan baik seperti
semula, hal ini dilakukan secara periodik atau sesuai dengan buku panduan reparasi.

2.3.8 Pekerjaan Pencarian Kerusakan (trouble shooting)


Pekerjaan pencarian kerusakan mempunyai tugas untuk memperhatikan
mesin dan peralatan yang sedang beroperasi baik secara visual maupun dengan
menggunakan alat bantu dan apabila muncul gejala atau suara atau yang berbeda
ataupun menghasilkan banyak produk cacat (reject), maka perlu dilakukan
pemeriksaan dan dicarikan solusi terhadap permasalahan yang ada.

20
2.3.9 Pekerjaan Transportasi (transportation)
Setelah mesin dan peralatan dibersihkan dari debu dan kotoran, diinspeksi
dan apabila terjadi kerusakan segera diperbaiki. Dan apabila mesin dan peralatan
telah dapat beroperasi dengan baik, maka pekerjaan berikutnya adalah melakukan
pekerjaan transportasi/pemindahan mesin dan peralatan ke lokasi dimana mesin dan
peralatan tersebut akan dioperasikan atau disimpan di dalam gedung untuk
persediaan.

2.4 Tujuan Perawatan


Tujuan dari suatu kebijaksaan didalam pemeliharaan yang efektif adalah untuk
mempertahankan sistem operasi pada kondisi operasi yang optimum, artinya bahwa
pemeliharaan dapat memberikan kepuasan tterhadap permintaan yang
diekspektaksikan pada ongkos yang minimum.
Bambang SA, (2013: 27) menyebutkan adapun tujuan pemeliharaan adalah
untuk:
1. Mempertahankan sistem produksi dapat beroperasi pada kondisi yang optimal.
2. Sedapat mungkin mencegah terjadi kerusakan pada mesin dan peralatan
produksinya.
3. Memperbaiki keandalan dari aset fisik.
4. Memberikan jaminan terhadap mesin dan peralatan untuk dapat beroperasi
dengan andal (reliable performance) dari suatu sistem produksi.

2.5 Klasifikasi Perawatan


Secara garis besar manajemen perawatan dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu:
improvement, preventive dan corrective (Ngadiyono, Y 2010: 4). Seperti pada
Gambar 2.11 sebagai berikut.

21
Gambar 2. 11 Struktur perawatan
Sumber : Ngadiyono, 2010.

Manajemen perawatan dari waktu ke waktu harus meningkat untuk


memperbaiki segala kekurangan yang ada, oleh karenanya maintenance
improvement merupakan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kebutuhan
perawatan. Sedangkan kegiatan perawatan pencegahan berfungsi untuk mendeteksi
kerusakan secara dini, diantaranya terdiri dari membersihkan, inspeksi, perbaikan
kecil, perawatan berjalan serta penghentian operasi mesin dan peralatan (cleaning,
inspection, small repair, running maintenance, and shutdown). Kegiatan perawatan
korektif terdiri dari perawatan perbaikan (shutdown dan breakdown maintenance)
yang terbagi lagi menjadi rawat bongkar kecil (minor) dan berat (major).

Dan untuk perawatan tidak terencana atau unplanned maintenance terdiri dari
perawatan darurat (emergency maintenance) yang sifatnya sangat darurat atau
mendesak.

22
Berikut ini adalah bagan klasifiksai perawatan. Seperti Gambar 2.12 sebagai berikut:

Gambar 2. 12 Struktur perawatan


Sumber: Purwono, Bambang SA, dkk, 2013

2.5.1 Perawatan Terencana


Perawatan terencana merupakan salah satu metode perawatan yang dilakukan
secara berkala sesuai interval waktu yang ditentukan, dengan demikian kerusakan
yang lebih besar dapat dihindari. Interval waktu perbaikan ini ditentukan terutama
berdasarkan benban dan derajat kerumitan dari peralatan yang bersangkutan.

23
Dalam hal ini pelaksanaan perawatan terencana diekspetasikan terhadap
peningkatan efektifitas maintenance peralatan dengan istilah yang lebih ilmiah
dikenal dengan “planned maintenance (suatu metode pemeliharaan
terencana/terprogram)”. Perawatan terencana ini (sudah termasuk didalamnya
perawatan pencegahan dan perawatan korektif) diharapkan dapat memperlama
umur pakai/physical life mesin dan peralatan dan dapat mengurangi terjadinya
kerusakan yang tidak diharapkan (Purwono, dkk. 2013: 50).
Urutan perencanaan fungsi perawatan meliputi:
1. Bentuk perawatan yang akan ditentukan.
2. Pengorganisaaian pekerjaan perawatan yang akan dilaksanakan dengan
pertimbangan masa depan.
3. Pengumpulan semua masalah perawatan yang akan diselesaikan dengan suatu
bentuk perawatan.
4. Penerapan bentuk perawatan yang dipilih.
a. Kebijaksanaan perawatan yang telah dipertimbangkan secara cermat.
b. Pengontrolan dan pengarahan pekerjaan sesuai rencana.
c. Riwayat perawatan dicatat secara statistik dan dihimpun serta dijaga untuk
di evaluasi hasilnya guna menentukan pesiapan berikutnya.

Sedangkan dasar-dasar pokok yang menunjang dalam pembentukan sistem


perawatan:

1. Jadwal kegiatan perawatan untuk semua fasilitas pabrik.


2. Jaswal kegiatan perawatan lengkap untuk masimg-masing tugas yang harus
dilakukan pada tiap bagian.
3. Program yang menunjukan kapan tiap tugas harus dilakukan.
4. Metode yang menjamin program perawatan dapat berhasil.
5. Metode pencatatan hasil dan penilaian keberhasilan program perawatan.

24
Dalam pekerjaan perawatan terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Ruang lingkup pekerjaan dan pengarahan pekerjaan yang lengkap dan jelas.
2. Lokasi pekerjaan yang tepat dan jelas, jika perlu diberikan denah lokasi mesin,
nomer mesin dan nomer gedung.
3. Prioritas pekerjaan yang harus bisa memilih pekerjaan mana yang lebih
didahulukan.
4. Metode pekerjaan yang dilakukan harus sudah direncanakan baik oleh
supervisi maupun teknisinya.
5. Kebutuhan material atau sparepart yang harus selalu tersedia.
6. Kebutuhan alat perkakas yang selalu dalam keadaan siap.
7. Kebutuhan tenaga kerja yang ahli agar mempercepat dan menambah kualitas
pekerjaan sehingga menjadi efisien.

a. Perawatan Pencegahan

Perawatan pencegahan merupakan salah satu metode pemeliharaan yang


memerlukan pengamatan secara sistematik disertai analisis teknis-ekonomis untuk
menjamin berfungsinya mesin dan peralatan produksi dan memperlama umur mesin
dan peralatan yang bersangkutan. (Purwono, dkk. 2013: 53)
Pelaksanaan perawatan pencegahan sebenarnya sangat bervariasi, beberapa
hanya sebatas pelumasan sedikit dan sedikit penyesuaian, namun program
perawatan pencegahan lebih kompresif dan mencangkup jadwal perbaikan,
pelumasan, penyesuaian, dan membangun kembali semua mesin sesuai
perencanaan.

Ngadiyono, Y (2010: 6) berpendapat bahwa program perawatan pencegahan


dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Time driven: program pemeliharaan terjadwal, penggantian komponen


berdasarkan waktu atau jarak tempuh pemakaian.

25
2. Predictive: pengukuran untuk mendeteksi timbulnya degradasi sistem (turunya
fungsi), sehingga dilakukan pencarian penyebab ganguan untuk dihilangkan
atau dikontrol sebelum membawa dampak penurunan fungsi yang signifikan.
3. Proactive: perbaikan mesin didasarkan pada hasil studi kelayakan mesin.
Melalui pemanfaatan prosedur pemeliharaan pencegahan yang baik, dimana
terjadi koordinasi yang baik antara departemen produksi dan departemen
perawatan, maka akan didapat mafaat sebagi berikut:
1. Meningkatkan kondisi keselamatan kerja.
2. Mengurangi waktu tidak beroperasinya mesin dan peralatan (down time).
3. Meningkatkan umur fisik mesin dan peralatan.
4. Mengurangi kerugian waktu produksi.
5. Mengurangi biaya perbaikan.
6. Interupsi terhadap jadwal yang telah direncanakan waktu produksi maupun
perawatan dapat dihilangkan atau dikurangi. (Purwono, dkk. 2013: 54).
Adapun kegiatan perawatan pencegahan meliputi:

1. Inspeksi (inspection), adalah kegiatan pemeliharaan periodik untuk memeriksa


kondisi komponen peralatan produksi dan area sekitar peralatan produksi.
Lihat, rasa, dengar, adalah kegiatan pemeliharaan untuk memeriksa kondisi
peralatan melalui penglihatan, perasaan dan pendengaran.
2. Pemeliharaan berjalan (running maintenance), adalah kegiatan pemeliharaan
yang dilaksanakan tanpa menghentikan operasi dari sistem produksi
3. Reparasi komponen (small repair), adalah kegiatan pemeliharaan yang berupa
penggantian komponen kecil yang tidak membuat sistem produksi berhenti.
4. Perawatan berhenti (shutdown maintenance), adalah pemeliharaan yang dapat
dilakukan hanya pada saat sistem produksi tidak beroperasi (mesin dan
peralatan berhenti beroperasi). (Purwono, dkk. 2013: 56).

Perawatan pencegahan juga memiliki keuntungan dan kerugian. Beberapa


keuntungan dari perawatan pencegahan adalah sebagai berikut:

26
1. Perawatan pencegahan bersifat antisipasif, oleh karenanya departemen
produksi maupun departemen pemeliharaan seharusnya dapat melakukan
estimasi/peramalan dan penjadwalan produksi yang baik.
2. Perawatan pencegahan dapat meminimumkan waktu berhentinya peralatan
produksi (down time) dan berdampak pada minimasi biaya pemeliharaan.
3. Perawatan pencegahan dapat meningkatkan mutu pengendalian suku cadang
dan produk serta jumlah produk yang cacat.
4. Perawatan pencegahan dapat menurunkan tingkat kegiatan pekerjaan yang
bersifat darurat.
Sedangkan kerugian perawatan pencegahan adalah dapat terjadi
pemborosan suku cadang, karena ada kemungkinan terdapat penggantian suku-suku
cadang dilakukan sebelum komponen-komponen tersebut rusak.

b. Perawatan Korektif

Perawatan korektif adalah pekerjaan perawatan yang dilakukan untuk


memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas/perawatan sehingga mencapai
standart yang dapat diterima. Dalam perbaikan dapat dilakukan peningkatan-
peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi
rancangan agar peralatan menjadi lebik baik.

Kegiatan perawatan korektif diantaranya adalah shutdown, breakdown,


minor repair/medium, major repair/overhoul.

1. Shutdown maintenance, adalah perawatan yang hanya dapat dilaksanakan


ketika proses suatu mesin atau peralatan dalam keadaan berhenti.
2. Breakdown maintenance, adalah perawatan yang dilakukan setelah mein atau
peralatan mengalami kerusakan.
3. Medium repair, adalah perbaikan-perbaikan dari kerusakan akibat aus atau
akibat kecelakaan yang perbaikanya memerlukan pembetulan komponen
dengan biaya yang lebih tinggi dan waktu kerja yang lebih lama.

27
4. Overhaul, adalah salah satu metod perawatan yang biasanya dilakukan secara
periodik dan sangat teratur serta mempunyai konsentrasi dan perhatian yang
lebih dibanding pemeriksaan rutin dan perawatan kecil.

Berikut ini adalah beberapa perawatan korektif yang dapat dilakukam sebagai
pilihan:
1. Mengubah proses produksi, sehingga semua sistem produksi berubah.
2. Mengganti desain/kontruksi/material dari komponen yang mengalami
kerusakan.
3. Mengganti komponen yang rusak dengan komponen sejenis dengan design
atau kontruksi yang lebik baik.
4. Seluruh mesin diganti baru (replacement).
5. Memperbaiki prosedur perbaikan pencegahan seperti jadwal pelumasan.
6. Mempertimbangkan/megganti prosedur operasi, misalnya dilakukan program
pelatihan yang sesuai dengan bidang pekerjaanya (proper training) terhadap
operator untuk mengoperasikan suatu unit khusus dengan benar.
7. Mengubah/ mengurangi beban pada unit. (Purwono, dkk. 2013: 52).
Dengan pemeliharaan korektif ini maka jumlah kerusakan berkurang atau
down time juga berkurang sehingga kapasitas produksi dapat ditingkatkan
disamping itu pula masih membuka kemungkinan berubahnya proses produksi,
penggatian peralatan dan perencanaan kembali peralatan demi penyempurnaan.
Menurut Ngadiyono, Y (2010: 7) dalam proses perawatan korektif
memiliki keuntungan dan kerugian adalah sebagai berikut:
Keuntungan:
1. Biaya rendah.
2. Staff sedikit
Kerugian:
1. Peningkatan biaya peralatan akibat downtime yang tidak direncanakan.
2. Peningkatan biaya tenaga kerja, terutama jika diperlukan lembur.
3. Biaya berkaitan dengan perbaikan atau penggantian peralatan tingi.

28
4. Selama proses perbaikan dimungkinkan adanya kerusakan peralatan sekunder
atau kegagalan proses.
5. Penggunaan sumber daya staff tidak efisien.

2.5.2 Perawatan Tidak Terencana


Perawatan tidak terencana (unplanned maintenance) adalah perawatan yang
dilakukan ketika terjadi kerusakan mesin secara tiba-tiba atau kerusakan yang tak
terduga. Dalam arti lain perawatan ini tidak sesuai dengan kehendak waktu yang
sudah direncanakan.

Salah satu perawatan yang tidak terencana yaitu perawatan darurat/mendadak


(emergency maintenance). Perawatan ini dilakukan ketika suatu mesin atau
peralatan mengalami kerusakan, maka segera mungkin mesin itu harus diperbaiki
agar proses produksi tidak terhenti terlalu lama. Perawatan darurat lebih
diprioritaskan jika ada perawatan yang lainya.

2.6 Computerized Maintenance Management System (CMMS)

Pemanfaatan sistem imformasi dalam bidang maintenance yang saat ini


mengalami perkembangan sangat cepat diperusahaan-perusahaan besar tingkat
dunia dikenal dengan nama CMMS/ Computerized Maintenance Management
System. CMMS yang umumnya digunakan sebagai alat kontrol terhadap asset
perusahaan dan fungsi previntive maintenance, menjadi sistem informasi
maintenance perusahaan. Maintenance Management System (CMMS) adalah
perangkat lunak komputer yang didesain untuk memudahkan suatu perencanaan,
manajemen dan biaya administrasi yang diperlukan untuk perawatan yang efektif.
Beberapa manejemen perawatan dan biayanya yang sebelumnya diselesaikan
secara manual, kini dapat diselesaikan secara otomatis dengan software CMMS.
Data yang berhubungan dengan mesin atau alat yang mengalami kerusakan bisa
langsung dimasukan pada software. (Mohsen, Abdul 2008: 12).

29
Keuntungan CMMS adalah sebagai berikut:

a. Mengurangi downtime pada peralatan.


b. Meningkatkan efisiensi tenaga kerja yang melakukan perawatan.
c. Penurunan biaya perawatan.
d. Meningkatkan avaibility part dan material.
e. Mengurangi biaya pembelian part untuk perawatan.
f. Mengurangi biaya kontraktor luar yang menangani perawatan.

Dalam perusahaan bermacam-macam software CMMS, salah satunya adalah


Maximo 7.5.

Maximo 7.5 mempunyai beberapa menu diantaranya adalah:

a. Raise Fault Work Order


Laporan jika ada kegagalan di dalam suatu asset.
b. Raise Material Requistion
Laporan jika ada permintaan material (komponen).
c. Raise Purchase Requistion
Laporan untuk pembelian suatu komponen.

2.7 Root Cause Analysis (RCA)

Root Cause Analysis adalah metode yang digunakan untuk menganalisa


terjadinya suatu kerusakan sampai akar kerusakan tersebut. Akar penyebab (root
cause) adalah kerusakan yang mendasar atau kegagalan proses yang ketika
diselesaikan akan mencegah kambuhnya masalah. Analisa akar penyebab adalah
pendekatan sistematis untuk sampai ke benar akar penyebab masalah. Metode ini
digunakan agar kita dapat memperbaiki atau menghilangkan penyebabnya dan
mencegah masalah yang berulang-ulang. (Vorley, geoff. 2008: 3). Berikut ini
merupakan diagram teknik dasar dari metode Root Cause Analysis: seperti Gambar
2.13 sebagai beikut.

30
Gambar 2. 13 Siklus RCA
Sumber : Vorley, Geoff, 2008
Dalam diagram tersebut langkah awal untuk mengatasi malasah adalah:

a. Mengidentifikasi masalah
Identifikasi masalah sangat diperlukan pada saat alat atau komponen tersebut
mengalami kerusakan sehingga alat tersebut tidak dapat bekerja.
b. Menetapkan masalah
Jika sudah mengidentifikasi masalah maka kita harus menetapkan masalah.
c. Mengerti masalah tersebut
Kita harus mengerti masalah yang terjadi pada alat tersebut.
d. Mengidentifikasi akar penyebab masalah tersebut
Mencari penyebab-penyebab dari masalah/kerusakan dengan menggunakan
diagram tulang ikan (fish bone diagram).
e. Memperbaiki masalah tersebut
Setelah penyebab dari kerusakan/masalah tersebut langah kita selanjutnya
adalah perbaikan pada masalah tersebut.
f. Melihat sistem setelah diperbaiki

31
Melihat sistem/mengecek kinerja alat tersebut setelah dilakukan perbaikan
apakah alat atau mesin tersebut bisa bekerja baik. (Vorley, Geoff 2008: 3)

Banyak alat yang digunakan didalam Root Cause Analysis. Berikut alat yang
digunakan untuk menganalisa akar permasalahan (Root Cause Analysis): seperti
gambar 2.14 sebagai berikut.

Gambar 2. 14 Metode RCA

Sumber : Vorley, Geoff, 2008

a. Diskusi (brainstorming) adalah proses diamana suatu kelompok yang dapat


menemukan banyak penyebab-penyebab dari kerusakan/masalah yang pernah
terjadi. Diskusi bermanfaat karena dapat membantu suatu kelompok untuk
memperoleh beberapa ide dengan waktu tang tepat.
b. Diagram tulang ikan (fishbone diagram) adalah teknik untuk mengidentifikasi
kemungkinan penyebab-penyebab dari suatu masalah. Fishbone diagram juga
dapat membantu suatu kelompok untuk mengerti suatu penyebab masalah yang
terjadi. Diagram tulang ikan (fishbone diagram) menampilkan banyak
kemungkinan penyebab-penyebab dari suatu masalah dan dapat membantu
fokus pemecahan masalah dan mengurangi pengambilan keputusan secara
subjektif.

32
Berikut contoh diagram tulang ikan (fishbone diagram): seperti gambar 2.15.

Gambar 2. 15 Fishbone Diagram

Sumber : Vorley, Geoff, 2008


Pada diagram tulang ikan diatas diperlihatkan dengan empat katagori penyebab
timbulnya kegagalan. Namun demikian, bisa juga kategori penyebab yang lainya
dimasukan dalam fishbone diagram tergantung pada kedalaman cakupan
analisa. Metode RCA lebih banyak digunakan dalam sebuah tim untuk
memecahkan masalah-masalah setelah terjadinya kegagalan.
c. Diagram Pareto adalah serangkaian seri diagram yang menggambarkan
frekuensi atau pengaruh dari suatu proses/keadaan. Diagram pareto sebagai alat
bantu mengivestigasi data-data masalah yang kemudian akan dipecahkan dalam
kategori tertentu. Berikut contoh diagram pareto: seperti gambar 2.16

33
Gambar 2. 16 Diagram Pareto

Gambar 2. 16 Diagram Pareto


Sumber : Vorley, Geoff, 2008

2.8 Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah metode untuk


mengidentifikasi dan menghindari permasalahan pada produk dan proses sebelum
permasalahan tersebut terjadi. Efek yang diakibatkan oleh setiap mode kegagalan
ditelusuri sampai diketahui penyebabnya sehingga dapat ditentukan tindakan
koreksi yang diperlukan.

Setiap mode kegagalan dan efek yang ditimbulkannya ditandai dengan


penilaian kritis berdasarkan probabilitas tingkat kemunculan (occurrence = O ),
tingkat keparahan/bahayanya (severity = S ) dan tingkat mampu deteksi
(detectability = D) yang masing-masing diberi skala rating 1 s/d 10. Hasil perkalian
S x O x D disebut Risk Priority Number (RPN) yaitu nilai kritis adanya resiko
kegagalan dengan skala rating maksimum s/d 1000. Pada penerapan FMEA jika
terdapat bilangan RPN terlalu tinggi maka direkomendasikan untuk merubah desain
agar resiko kegagalan menjadi berkurang.

34
Tabel 2.1 Tingkat bahaya/keparahan

Pengaruh Kriteria : Tingkat bahaya oleh pengaruh Nilai

Berbahaya Posisi berbahaya sangat tinggi ketika bentuk potensi 10


tanpa kegagalan mempengaruhi keamanan operasi alat dan/atau
peringatan meliputi pemenuhan dengan peraturan pemerintah tanpa
peringatan

Berbahaya Posisi berbahaya sangat tinggi ketiika bentuk potensi 9


dengan kegagalan mempengaruhi keamanan operasi alat dan/atau
peringatan meliputi pemenuhan dengan peraturan pemerintah tanpa
peringatan.
Sangat tinggi Peralatan atau barang tidak bisa dioperasikan, dengan 8
hilangnya fungsi utama

Tinggi Peralatan bisa dioperasikan tetapi tingkat kemampuan 7


menurun. Pelanggan kurang puas

Menengah Peralatan bisa dioperasikan tetapi tingkat kemampuan 6


menurun. Pelanggan mengalami ketidaknyamanan

Rendah Peralatan bisa dioperasikan tetapi bagian kenyamanan tidak 5


bisa dioperasikan pada tingkat penurunan kemampuan.
Pelanggan mengalami beberapa ketidakpuasan
Sangat rendah Kecocokan dan penyelesaian dan bagian berderik membuat 4
tidak nyaman. Cacat banyak diterima oleh pelanggan

Kecil Kecocokan dan penyelesaian dan bagian berderik membuat 3


tidak nyaman. Cacat banyak diterima oleh rata-rata pelanggan

Sangat kecil Kecocokan dan penyelesaian dan bagian berderik membuat 2


tidak nyaman. Cacat banyak diterima dengan membeda-
bedakan pelanggan
Kosong Tidak ada pengaruh 1

Sumber : General Motors Corporation, 1993

35
Tabel 2.2 Tingkat kemunculan/kejadian
Kemungkinan kegagalan Kemungkinan waktu kegagalan Nilai
≥1 sampai 2 10
Sangat tinggi :
Kegagalan hampir pasti terjadi 1 sampai 3 9

Tinggi : Kegagalan berulang- 1 sampai 8 8


ulang 1 sampai 20 7

1 sampai 80 6
Menengah : kadang-kadang
1 sampai 400 5
terjadi kegagalan
1 sampai 2.000 4

Rendah : relatif kecil terjadi 1 sampai 15.000 3


kegagalan 1 sampai 150.000 2

Sedikit : kegagalan tidak ≤1 sampai 1.500.000 1


mungkin terjadi

Sumber :. General Motors Corporation, 1993


Tabel 2. 1 Tingkat mampu deteksi
Deteksi Kriteria: kemampuan pengendali bentuk untuk mendeteksi Nilai
Ketidakpastian Pengendali bentuk tidak bisa mendeteksi kemungkinan penyebab 10
dan tipe kegagalan selanjutnya atau tidak ada pengendali bentuk

Kemungkinan Sangat kecil kemungkinan pengendali bentuk untuk menemukan 9


kecil kemungkinan penyebab dan bentuk kegagalan selanjutnya

Kecil Tipis/kecil kemungkinan pengendali bentuk untuk menemukan 8


kemungkinan penyebab dan bentuk kegagalan selanjutnya
Sangat rendah Sangat rendah kemungkinan pengendali bentuk untuk menemukan 7
kemungkinan penyebab dan bentuk kegagalan selanjutnya

Rendah Rendah kemungkinan pengendali bentuk untuk menemukan 6


kemungkinan penyebab dan bentuk kegagalan selanjutnya

Menengah/ Cukup kemungkinan pengendali bentuk untuk menemukan 5


cukup kemungkinan penyebab dan bentuk kegagalan selanjutnya
Menengah keatas Cukup kemungkinan pengendali bentuk untuk menemukan 4
kemungkinan penyebab dan bentuk kegagalan selanjutnya
Tinggi Tinggi kemungkinan pengendali bentuk untuk menemukan 3
kemungkinan penyebab dan bentuk kegagalan selanjutnya
Sangat tinggi Sangat tinggi kemungkinan pengendali bentuk untuk menemukan 2
kemungkinan penyebab dan bentuk kegagalan selanjutnya

Hampir pasti Pengendali bentuk hampir pasti dapat menemukan dan bentuk 1
kegagalan selanjutnya

Sumber: General Motors Corporation, 1993

36
2.8.1 Penerapan FMEA

FMEA dapat mengurangi biaya-biaya dengan cara mengidentifikasi potensi


kegagalan produk/desain ataupun proses pembuatan produk dengan cara mudah dan
murah. Sehingga akan dihasilkan proses yang lebih reliable melalui tindakan
preventif, korektif dibandingkan jika melakukan perbaikan setelah terjadi kegagalan
dan kerusakan kritis akibat perubahan yang terlambat dilakukan.

Penerapan pada produk/desain

 Tujuan dari FMEA pada produk atau desain adalah untuk mengetahui
permasalahan yang akan mengakibatkan resiko keselamatan, kegagalan fungsi
produk, atau pemendekan umur produk.
 FMEA pada produk/desain dapat dilakukan pada setiap tahap dalam proses
desain (desain awal, prototipe, atau desain akhir) atau dapat diterapkan pada
produk yang sudah dalam proses produksi.
 Tujuan dari FMEA pada proses adalah untuk mengetahui permasalahan yang
berhubungan dengan pembuatan produk.

2.9 Perhitungan Biaya

Biaya perawatan adalah semua pengeluaran yang dapat dihitung dari


kegiatan yang dilakukan, baik yang sedang, telah, maupun yang akan dilakukan.
Dalam menghitung estimasi biaya harus berdasarkan pada pertimbangan nyata
dan tafsiran pada akibat kemungkinan yang tidak terkontrol. Dalam melakukan
perkiraan terhadap faktor biaya digunakan batasan-batasan.Ada beberapa faktor
penting yang menjadi acuan yaitu:

1. Mengetahui kerusakan komponen


2. Penentuan umur komponen,
3. Harga komponen
4. Ongkos tenaga kerja
Untuk itu dalam perencanaan estimasi biaya digunakan konsep untuk
menghitung nilai uang di waktu yang akan datang .

37
Perhitungan biaya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengeluaran
khususnya biaya perawatan. Dengan mengetahui biaya perawatan yang dilakukan
akan mudah bagi kita untuk menghitung keuntungan yang diperoleh. Biaya-biaya
yang dilakukan dalam perawatan meliputi:

a. Biaya tenaga kerja


b. Biaya pergantian komponen
c. Biaya bahan habis pakai
d. Biaya perbaikan
e. Biaya Overhoul

Rumus berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung nilai mata
uang mendatang adalah:

(Sumber : Buku Analisis Ekonomi Teknik, 1995)

Keterangan:

F = Nilai uang masa depan

P = Nilai uang sekarang

I = Tingkat suku bunga per periode

n = Periode penelahan

38

You might also like