You are on page 1of 10

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

PERAKITAN TANAMAN CABAI TRANSGENIK TAHAN TERHADAP


CUCUMBER MOSAIC VIRUS (CMV)

Oleh:
Eni Puspitaningrum 134140020
Admir Arhif Fayuns Fabanyo 134140024
Miftakhul Muflikhah 134140
Dwitya Rachmaningtiyas 134140

PROGAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman cabai (Capsicum annum Var.) merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia.
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong‐terongan yang memiliki
nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya
daerah Peru dan menyebar ke negara‐negara benua Amerika, Eropa dan Asia
termasuk Negara Indonesia.
Tanaman cabai mempunyai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk
buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara
asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja,
yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika. Secara umum cabai
memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori, Protein,
Lemak, Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain digunakan
untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk keperluan
industri diantaranya, Industri bumbu masakan, industry makanan dan industri
obat‐obatan atau jamu. Buah cabai ini selain dijadikan sayuran atau bumbu
masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani. Disamping
itu tanaman ini juga berfungsi sebagai bahan baku industri, yang memiliki
peluang eksport, membuka kesempatan kerja.
Tanaman cabai (Capsicum annum Var.) merupakan tanaman sayuran yang
tergolong taaman setahun, berbentuk perdu, dari suku (famili) terong terongan
(Solanaceae) (Aripin & Lubis 2003). Berdasarkan data statistik, pada tahun 2008
total areal pertanaman sayuran Indonesia sebesar 990,915 ha dan 20.46% di
antaranya ditanami komoditas cabai. Meskipun demikian, rata-rata produktivitas
cabai di Indonesia tahun 2008 baru mencapai 5.36 ton per hektar, sedangkan
potensi hasil yang dapat dicapai adalah 17–21 ton per hektar (Daryanto 2010).
Upaya peningkatan produktifitas tanaman cabai telah banyak dilakukan
mulai dari modifikasi dalam teknik budidaya, pengelolaan hama dan penyakit,
hingga teknologi genetika. Hama dan penyakit tanaman masih menjadi faktor
pembatas yang sangat berpengaruh dalam proses budidaya tanaman
cabai.Penyakit yang menyerang tanaman dapat disebabkan oleh beberapa patogen
diantaranya yaitu virus, bakteri, cendawan, dan nematoda. Salah satu tanaman
yang terserang adalah tanaman cabai.
Penyakit yang disebabkan oleh virus, diantaranya cucumber mosaic virus
(CMV), tobacco etch virus (TEV), tobacco mosaic virus (TMV), potato virus Y
(PVY), dan chilli veinal mosaic virus (CVMV). Penyakit yang disebabkan oleh
virus cukup sulit dikendalikan. Upaya pengendalian penyakit oleh virus
menggunakan insektisida untuk rnenekan populasi serangga vektor ternyata
kurang efektif dan berdampak negatif terhadap lingkungan dan konsumen rnelalui
pencemaran dan residu pada hasil panen.
Penyakit cucumber mosaic virus (CMV) merupakan penyakit yang sering
menyerang dan penting pada tanaman cabai. Pengendaliannya cukup sulit karena
keragaman genetika CMV yang tinggi sehingga sulit menemukan jenis cabai yang
tahan; kisaran tanaman inang CMV yang luas; dan CMV dapat ditularkan oleh
berbagai jenis kutu daun secara nirpersisten. Sifat CMV yang demikian
rnerupakan kendala bagi penerapan pengendalian baik secara kultur teknik
maupun kimiawi (Akin 2005).
Penggunaan bioteknologi bukan untuk menggantikan metode konvensional
tetapi bersama-sama menghasilkan keuntungan secara ekonomi. Penggunaan
metode konvensional dengan teknologi tinggi memaksimumkan keberhasilan
program perbaikan pertanian. Bioteknologi harus diintegrasikan ke dalam
pendekatan-pendekatan konvensional yang sudah mapan. Bioteknologi
berkembang dengan cepat di berbagai sektor dan meningkatkan keefektifan cara-
cara menghasilkan produk dan jasa (Sunarlim & Sutrisno 2003).
Bentuk rekayasa genetika dimanfaatkan dalam pembuatan tanaman
transgenik yang tahan terhadap hama ataupun penyakit tanaman. Tanaman
transgenik adalah tanaman yang ditransfer atau disisipkan sebuah gen dari spesies
lain secara sengaja, sehingga memperoleh tanaman yang diinginkan, khususnya
tanaman yang tahan terhadap hama atau penyakit. Upaya perakitan tanaman cabai
transgenikmerupakan salah satu alternatif solusi pengendalian yang ramah
lingkungan serta lebih efektif dalam menangani penyakit CMV.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara
pembuatan tanaman cabai transgenik tahan CMV dengan metode transformasi gen
melalui bantuan vektor plasmid Agrobacterium tumefaciens.
ISI
Cucumber mosaic virus (CMV) adalah penyebab penyakit yang kompleks
pada tanaman cabai. Berbagai usaha telah dilakukan untuk dapat mengendalikan
penyakit akibat CMV ini, akan tetapi usaha tersebut kurang memberikan hasil
yang efektif. Untuk itu, diperlukan tanaman yang resisten terhadap infeksi virus.
Pembuatan tanaman transgenik dengan rekayasa genetika memerlukan beberapa
komponen rekayasa genetika diantaranya: 1) tersedianya gen spesifik yaitu gen
antivirus (gen coat protein CMV), 2) tersedianya teknik indroduksi gen CP ke
dalam genom tanaman cabai dan regenerasi cabai transgenik yang diperoleh, dan
3) ekspresi gen CP pada tanaman transforman.
Pembuatan tanaman cabai resisten CMV yaitu dengan membuat tanaman
transgenik cabai dengan metode transformasi gen melalui bantuan vektor bakteri
Agrobacterium tumefaciens. Proses pembuatan tanaman transgenik dilakukan
dalam beberapa tahapan diantaranya isolasi, kloning, dan kontruksi gen ketahanan
terhadap CMV. Setelah konstruksi gen ketahanan terhadap CMV diperoleh maka
dilakukan beberapa tahapan yaitu menginduksikan gen ketahanan terhadap CMV
(gen CP CMV) ke dalam tanaman cabai, analisis molekuler tanaman transgenik,
dan uji ketahanan tanaman transgenik, juga pewarisan sifat gen CP CMV pada
regenerasi tanaman cabai.

Konstruksi Gen CP CMV pada Agrobacterium


Teknik rekayasa genetika merupakan salah satu teknik yang menjanjikan
untuk mendapatkan tanaman yang resisten terhadap penyakit virus. Tanaman
cabai transgenik yang tahan terhadap CMV merupakan tanaman cabai yang
mengandung gen ketahanan virus (coat protein PVY/CP PVY) (Siregar,
Khardinata 2005). Untuk memperoleh gen ketahanan terhadap CMV (gen CP
CMV) yang siap diintroduksikan ke dalam genom tanaman cabai, diperlukan
pekerjaan yang meliputi isolasi, kloning, dan konstruksi gen ketahanan.
Alat dan bahan yang digunakan dalam mengonstruksi gen ketahanan ini
antara lain primer spesifik berdasarkan urutan nukleotida spesifik CP CMV,
vector plasmid, vector transformasi, enzim restriksi, enzim ligase, E. coli DH5 ,
primer M13, pCAMBIA 1301, pCAMBIA 1304, Agrobacterium EHA101,
Agrobacterium EHA105, antibiotik tetracycline, rifampicin, kanamycin, dan alat-
alat untuk pekerjaan molekuler.
Metode-metode yang dilakukan dalam merakit gen ketahanan CP CMV
meliputi disain primer oligonukleotida gen CP CMV, ekstraksi RNA total dari
sampel tanaman, proses RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction) CP CMV, kloning dan konstruksi gen CP CMV pada plasmid vektor,
transformasi plasmid rekombinan, seleksi klon positif, dan kontruksi vektor
transformasi.
Dalam perakitan gen ketahanan CMV, disain primer oligonukleotida gen CP
CMV digunakan untuk menentukan sekuen yang spesifik untuk CP CMV.
Kemudian proses RT-PCR dilakukan untuk pembentukan cDNA CP CMV.
Selanjutnya, dilakukan kloning untuk memperoleh klon bakteri yang mengandung
plasmid rekombinan antara cDNA CP CMV dengan plasmid vektor. Kloning
cDNA CP CMV dilakukan dengan meligasikannya ke dalam plasmid vektor
pGEM-T Easy (Promega) sehingga akan diperoleh plasmid rekombinan yang
terdiri dari DNA plasmid dan cDNA CP CMV. Plasmid rekombinan kemudian
ditransformasikan ke dalam Escherichia coli DH5 yang kompeten dan bakteri
tersebut dikulturkan pada media seleksi LB yang mengandung ampisilin dan X-
gal.Klon bakteri yang tumbuh (klon positif) merupakan klon hasil seleksi yang
mengandung DNA CP CMV. Klon positif ini selanjutnya diambil untuk
diamplifikasi dan dideteksi dengan elektroforesis gel agarosa untuk melihat
adanya insersi dan ukuran DNA. Pemotongan dilakukan menggunakan enzim
Ncol.Untuk konstruksi vektor transformasi, DNA CP CMV dari bakteri klon
diinsersikan ke dalam plasmid pCAMBIA 1301 yang mengandung promoter kuat
35S untuk tanaman. Plasmid pCAMBIA 1301 yang mengandung gen CP CMV ini
kemudian dipindahkan ke dalam Agrobacterium tumefaciens strain EHA101 dan
EHA105 dengan sistem tri parental mating menggunakan bakteri penolong
HB101 (pRK2013). Selanjutnya, bakteri A. tumefaciens diseleksi dengan
menggunakan antibiotik penyeleksi.
Introduksi Gen CP CMV
Introduksi gen CP CMV ke dalam genom tanaman cabai dilakukan pada
eksplan daun tanaman cabai berumur 21 hari yang dikokultivasi dengan kultur
bakteri Agrobacterium dengan cara merendam eksplan di dalam suspensi bakteri
selama 5 menit. Eksplan yang telah diberi perlakuan perendaman suspensi bakteri
akan dikulturkan pada media regenerasi, yaitu media dasar MS (Murashige &
Skoog) yang ditambahkan zat pengatur tumbuh BAP dan IAA, antibiotik
penyeleksi (Kanamycin) dan antibiotik cefotaxime untuk membunuh
Agrobacterium. Eksplan disubkultur ke dalam media seleksi dan semua kultur
diinkubasikan dalam ruangan kultur dengan intensitas penyinaran 1000-1500 lux
selama 24 jam dengan suhu ruang diatur sehingga berkisar antara 26-28 ºC. Hasil
kultur eksplan yang berhasil tumbuh pada media seleksi akan dilanjutkan ke
tahapan analisis molekuler tanaman transgenik. Tanaman yang berhasil tumbuh
pada media seleksi merupakan tanaman yang berhasil direkayasa atau sudah
menjadi calon tanaman transgenik.
Analisis molekuler tanaman transgenik dilakukan untuk membuktikan
adanya integrasi gen CP CMV yang diintroduksikan ke dalam tanaman cabai.
Deteksi integrasi gen nptll dan gen CP CMV dilakukan dengan teknik PCR. Gen
nptll ini adalah gen tahan antibiotik sehingga eksplan dapat tumbuh dalam media
seleksi.

Uji Tanaman Transgenik


Tahap terakhir dari perakitan tanaman transgenik ini yaitu dengan uji
ketahanan dan pola pewarisan sifat dari tanaman transgenik. Uji ketahanan ini
bertujuan untuk mengetahui ketahanan tanaman transgenik yang diperoleh
terhadap strain virus CMV. Tanaman transgenik yang berhasil menjadi tanaman
sempurna di media seleksi (R0) akan diaklimatisasi pada pot di rumah kasa
tertutup. Kemudian benih yang diperoleh dari tanaman R0 merupakan benih R1
atau generasi F1.Tanaman R1 digunakan sebagai tanaman pengujian.Tanaman R1
diinokulasikan CMV secara mekanik, kemudian tiga minggu setelah inokulasi
daun pucuk tanaman cabai dianalisis dengan teknik ELISA (Enzym Link
Immunosorbant Assay). Tanaman yang telah teruji ketahananya selanjutnya harus
diketahui pola pewarisan dari gen CP CMV pada tanaman transgenik cabai. Pola
pewarisan sifat pada tanaman cabai transgenik yang diperoleh dilakukan
pengujian sampai keturunan R2 (generasi F2). Kegiatan pemuliaan hingga R2
akan dapat mengetahui kestabilan integrasi gen CP CMV yang diinsersikan pada
genom cabai.
Teknik rekayasa genetik merupakan salah satu cara yang menjanjikan untuk
mendapatkan tanaman yang resisten terhadap penyakit virus. Gen ketahanan
tersebut berasal dari virus sendiri, yaitu gen CP CMV dan gen tersebut
dimasukkan ke dalam genom tanaman cabai (Siregar 2005). Tiga komponen kunci
rekayasa genetik untuk mendapatkan tanaman cabai transgenik tahan virus adalah
tersedianya gen antivirus (gen CP CMV), tersedianya cara introduksi gen CP ke
dalam genom tanaman cabai dan regenerasi cabai transgenik, serta ekspresi gen
CP pada tanaman transforman (Siregar 2005).
PENUTUP
Kesimpulan
Perakitan tanaman cabai transgenik tahan terhadap penyakit Cucumber
Mosaic Virus (CMV) dilakukan melalui konstruksi gen ketahanan CP CMV,
kemudian transformasi gen ke dalam gen Agrobacterium tumefaciens, lalu
introduksi gen ke dalam genom tanaman cabai. Tanaman cabai yang telah
diitroduksi genom, kemudian diuji ketahanannya terhadap CMV dan pewarisan
sifat gen CP CMV-nya.
DAFTAR PUSTAKA

Akin HM. 2005. Kepatogenan satelit RNA yang berasosiasi dengan Cucumber
Mosaic Virus (CMV-satRNA) pada tanaman cabai. HPT Tropika 5(1): 37-
41.
Aripin K, Lubis L. 2003. Teknik pengelolaan hama terpadu (PHT) pada tanaman
cabai (Capsicum annum) di dataran rendah. Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara.
Daryanto A , Sujiprihati S, Syukur M. 2010. Heterosis dan daya gabung karakter
agronomi cabai (Capsicum annuum L.) hasil persilangan half diallel. J.
Agron 38 (2): 113-121.
Siregar EBM. 2004. Uji virus mosaik ketimun-satelit RNA-5 dalam
memproteksi tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) terhadap virus
mosaik ketimun patogenik (Siregar 2004).
Siregar EBM. 2005. Kontruksi gen CP CMV pada Agrobacterium. Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Siregar EBM, Khardinata EH. 2005. Rekayasa Genetika Tanaman Cabai
(Capsicum annum L.) Tahan Virus Mosaik Ketimun (CMV). Jurnal
Komunikasi Penelitian 17 (2): 30-36.
Sunarlim N, Sutrisno. 2003. Perkembangan penelitian bioteknologi pertanian di
Indonesia. Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian 6 (1).

You might also like