You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap sel berasal dari sel hidup lainnya. Siklus sel merupakan tahapan dimana
terjadinya proses pembelahan dan penduplikasian berbagai materi yang ada didalam sel,
pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting yang dapat mendasari proses
reproduksi pada berbagai organisme. Pada setiap organisme multiseluler dibutuhkan
pembelahan sel yang panjang dan rumit untuk memproduksi organisme yang baru, berbeda
dengan organisme uniseluler dalam setiap pembelahan selnya menghasilkan organisme
fungsional yang baru (Nurfathurohmi dkk, 2014).
Untuk tumbuh dan berkembang makhluk hidup melakukan pembelahan sel. Mitosis
merupakan saah satu pembelahan sel yang dilakukan oleh makhluk hidup selama proses
tumbuh dan kembangnya. Pembelahan ini melibatkan proses pembelahan kromosom
sebanyak 2n (kromosom yang sama dengan sel induk) (Bima, 2009). Pembelahan mitosis ini
hanya terjadi pada jaringan meristem tanaman, dan jaringan meristem ini terdapat pada
bagian-bagian tertentu seperti ujung akar, ujung batang, dan kambium. Salah satu yang sering
diamati adalah pembelahan mitosis pada tudung akar bawang merah.

Pembelahan mitosis menghasilkan 2 sel anak yang identik. Pembelahan mitosis terjadi
secara bersama-sama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel
(sitokenesis). Mitosis terdiri dari 4 tahap yang berkelanjutan (tahap yang satu dengan tahap
berikutnya tidak terpisah). Pembagian tahap pembelahan mitosis ini bertujuan untuk
memudahkan penjelasan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tahap-tahap tersebut
adalah profase, metafase, anafase dan telofase (Bima, 2009).

Dalam penelitian ini, bahan utama yang digunakan adalah dengan memotong ujung
akar dari bawang lanang (Allium sativum L). Hal ini tidak lain untuk mengetahui fase
pembelahan sel. Menurut Crowder (1990), menyatakan bahwa pembelahan mitosis terjadi
pada jaringan jaringan yang aktif membelah seperti tunas dan ujung akar. Begitu juga pada
bawang lanang (Allium sativum L), sel-sel pada ujung akarnya melakukan pembelahan.
Penggunaan bawang putih lanang dilakukan berdasarkan pada proses pertumbuhan yang
relatif singkat dan karena memiliki sistem perakaran serabut sehingga banyak akar yang

1
dapat tumbuh. Selain itu, varietas tanaman ini memiliki bentuk sel yang relatif besar dan
kromosom relatif sedikit sehingga memudahkan dalam proses penelitian.

Pada penelitian ini, juga dilihat pengaruh terhadap pemberian larutan kolkisin dengan
konsentrasi berbeda tiap jamnya, yaitu 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm terhadap
pembelahan sel yang tejadi pada ujung akar bawang lanang (Allium sativum L). Hal ini juga
telah dilakukan berberapa penelitian oleh para ahli, alasannya tidak lain karena perendaman
larutan kolkisin pada akar bawang lanang (Allium sativum L) mampu menghambat proses
terbentuknya benang-benang spindel. Dengan demikian pembelahan sel yang telah
mengalami replikasi tidak dapat berpindah menuju kutub yang berlawanan

Pembelahan mitosis dapat dipegaruhi oleh agen-agen tertentu seperti kolkisin,


penggunaan kolkisin dalam penilitian ini karena kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu
alkaloid berwarna putih. Senyawa ini dapat menghalangi terbentuknya benang-benang
spindel pada pembelahan sel sehingga menyebabkan terbentuknya individu poliploidi (Suryo,
1995 dalam Suminah, dkk., 2002). Penggunaan waktu yang bervariasi dikarenakan untuk
mencari tahu pada pukul berapa sel aktif membelah. Apakah sesuai dengan terori, atau
bahakan tidak sesuai.

Berdasarkan teori diatas maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh macam
konsentrasi larutan kolkisin dari ekstrak umbi tanaman sungsang (Gloriosa sp) , serta waktu
pemotongan akar bawang lanang terhadap jumlah sel yang mengalami fase mitosis pada
akar bawang lanang (Allium Sativum L)”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh macam konsentrasi larutan kolkisin terhadap jumlah sel yang
mengalami fase mitosis pada akar bawang lanang (Allium Sativum L) ?
2. Apakah ada pengaruh macam waktu pemotongan terhadap jumlah sel yang
mengalami fase mitosis pada ujung akar bawang lanang (Allium sativum L). ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh macam konsentrasi larutan kolkisin terhadap waktu


pemotongan ujung tudung akar pada tanaman bawang lanang (Allium sativum L).
2. Untuk mengetahui pengaruh waktu pemotongan terhadap jumlah sel yang mengalami
fase mitosis pada ujung tudung akar bawang lanang (Allium sativum L).

2
1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1. Bagi Peneliti

1. Bagi para ahli genetikawan dapat memunculkan kembali ide-ide kreatif terkait pengaruh
apa saja selama terjadinya fase mitosis pada sel.
2. Sebagai salah satu bentuk aplikasi yang nantinya bisa diterapkan saat menjadi guru kelak,
agar peserta didik dapat mengenali bagaimanakah bentukan asli sel saat mengalami
pembelahan sel secara mitosis
1.4.2. Bagi Mahasiswa
2. Untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa di bidang genetika khususnya untuk
peristiwa mitosis akar bawang lanang.
3. Untuk memberikan pengetahuan bagi mahasiswa mengenai pengaruh kolkisin
terhadap fase-fase mitosis akar bawang lanang.

1.5 Batasan Penelitian

1. Sampel yang digunakan yaitu ujung tudung akar bawang lanang (Allium sativum L)
2. Yang diamati yaitu fase pembelahan mitosis: profase, metafase, anafase, dan teloase
3. Larutan yang digunakan yaitu menggunakan larutan kolkisin dari ekstrak kembang
sungsang dengan konsentrasi 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm
4. Waktu pemotongan ujung tudung akar bawang lanang (Allium sativum L) yaitu pada
pukul 21.00 wib, 00.00 wib dan 03.00 wib
5. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan
6. Tiap pengamatan menggunakan 3 sudut pandang yang berbeda untuk mengamati fase
pembelahan mitosis

1.6 Asumsi Penelitian


1. Kondisi awal bawang yang digunakan dalam penelitian di anggap sama
2. Umur bawang yang digunakan dalam penelitian di anggap sama
3. Faktor lingkungan di anggap sama dan tidak berpengaruh terhadap kondisi akar
bawang diantaranya suhu, kelembapan, intensitas cahaya yang didapatkan
4. Volume medium pertumbuhan dianggap sama

3
5. Kondisi larutan kolkisin yang digunakan kondisinya dianggap sama dan tidak
terkontaminasi.

1.7 Definisi Istilah


1. Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid berwarna putih yang diperoleh dari
umbi tanaman Colchichum autumnale L. (Familia Liliaceae) yang mampu menghambat
terjadinya pembentukan benang-benang spindel.
2 Mitosis adalah pembelahan inti yang berhubungan dengan pembelahan sel somatik.
3 Bawang lanang atau yang biasa disebut bawang putih (Allium sativum) merupakan jenis
bawang yang tumbuh abnormal atau tunggal sehingga hanya menghasilkan satu siung
dalam satu umbi.
4 Konsentrasi kolkisin adalah banyaknya kolkisin yang terlarut. Pada praktikum ini,
konsentrasi yang digunakan menggunakan satuan ppm meliputi 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm,
dan 75 ppm.
5 Waktu yang dilakukan merupakan waktu tertentu sesuai jam biologis pembelahan sel,
yaitu pada pukul 21.00 WIB, 00.00 WIB, dan 03.00 WIB.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Klasifikasi bawang lanang (Allium sativum L)

Bawang putih (Allium sativum) adalah herba semusim berumpun yang memepunyai
ketinggian sekitar 60 cm. tanaman ini banyak ditanam diladang-ladang didaerah pegunungan
yang cukup mendapatkan sinar matahari. Batangnya semu dan berwarna hijau. Bagian
bawahnya bersiung-siung. Daunnya berbentuk pita (pipih memanjang), tepi rata, dan
ujungnya meruncing. Berakar serabut, bunganya berwarna putih dan bentuknya paying
(Wibowo,2006).

Gambar 1

Menurut Dasuki dalam Savitri (2008), klasifikasi bawang putih adalah :


Divisi : Spermatophyte
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae
Marga : Allium
Spesies : Allium sativum L.
Bawang lanang merupakan varietas bawang putih yang terbentuk tidak sengaja karena
lingkungan penanaman yang tidak cocok. Bawang lanang pertama kali ditemukan di daerah
Sarangan, Magetan, Jawa timur. Umbi dari tanaman ini hanya berisi satu umbi yang utuh dan

5
kecil. Hal ini disebabkan karena gagalnya pembentukan tunas utama ditajuk dan menekan
pembentukan tunas-tunas bakal siung, daun yang biasanya membungkus siung-siung hanya
mampu membungkus umbi utuh, sehingga kulit umbi utuh lebih tebal daripada kulit luar
umbi yang bersiung (Syamsiah dan Tajudin, 2005). Tanaman bawang merupakan tanaman
terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm, membentuk
rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak
panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah. Seperti juga bawang putih, tanaman
ini termasuk tidak tahan kekeringan (Wibowo, 2006). Tanaman bawang putih (Allium
sativum Linn.) merupakan tanaman monokotil dan berumpun. Bawang putih memiliki sistem
perakaran serabut dan dangkal serta berada di permukaan tanah, sehingga tanaman ini sangat
rentan terhadap cekaman kekeringan. Fungsi dari sistem perakaran serabut pada tanaman ini
adalah untuk menyerap atau mengisi air dan nutrisi yang ada disekitarnya. Bagian yang
berfungsi sebagai batang pada tanaman bawang putih adalah cakram. Cakram berbentuk
lingkaran pipih terdapat di dasar umbi dan memiliki struktur kasar dan padat. Fungsi dari
cakram pada tanaman bawang sebagai batang pokok yang tidak sempurna dan terletak di
dalam tanah. Pada permukaan bawah cakram tumbuh akar serabut dari tanaman bawang.
Daun dari tanaman bawang putih ini memiliki ciri helai daun menyerupai pita, tipis
dan bagian pangkalnya membentuk sudut. Daun berwarna hijau, bagian atas daun terlihat
lebih gelap dan sisi bawah daun berwarna lebih cerah. Kelopak daun menutupi siung umbi
bawang putih hingga pangkal daun. Kelopak ini membalut bagian kelopak daun yang lebih
muda sehingga membentuk suatu batang semu yang posisinya tepat berada pada umbi
bawang. Tanaman bawang putih tidak memiliki bunga, karena itu tanaman ini tidak dapat
dibiakkan dengan persilangan. Ukuran siung dari tanaman bawang putih bervariasi
tergantung pada varietasnya, siung memiliki bentuk lonjong (Suriana, 2011).
2.1.2 Mitosis
Pembelahan mitosis dibedakan atas dua fase, yaitu kariokinesis dan sitokinesis.
Kariokinesis adalah proses pembagian materi inti yang terdiri dari beberapa fase, yaitu
Profase, Metafase, dan Telofase. Sedangkan sitokinesis adalah proses pembagian sitoplasma
kepada dua sel anak hasil pembelahan. Kariokinesis selama mitosis menunjukkan ciri yang
berbeda – beda pada tiap fasenya. Beberapa aspek yang dapat dipelajari selama proses
pembagian materi inti berlangsung adalah perubahan pada struktur kromosom, membran inti,
mikrotubulus dan sentriol. Menurut Wiryawan dkk, 2015 ciri dari tiap fase pada kariokinesis
adalah:

6
Pada saat profase, membran inti dan nucleolus mulai hilang. Sentriol pada sitoplasma
membelah menjadi dua dan bergerak ke kutub berlawanan membentuk benang-benang
spindle (mikrotubul). Kromosom terlihat sebagai benang panjang (kromatid) yang kemudian
menjadi pendek dan tebal karena mengalami spiralisasi. Selain itu, kromosom terlihat ganda
kecuali pada kinetokor/sentromer (Campbell, et al., 2008)

Gambar 2

Sumber: Campbell & Reece, Biologi, Edisi kelima jilid satu.

Pada saat metafase, benang kromatid yang telah membentuk kromosom akan
menempatkan diri di bidang ekuator antara dua buah kutub pembelahan. Pada waktu itu juga
terbentuk benang-benang penghubung antara kinetokor dengan kutub-kutub pembelahan sel
yang dinamakan chromosomal fibers yang nantinya bertindak seolah-olah sebagai benang
yang menarik kromatid ke arah kutub-kutub pembelahan sel. Tahap metafase ini diakhiri
dengan tertariknya bagian kinetokor ke arah kutub pembelahan sel masing-masing sementara
itu bagian lengan kromatidnya masih melekat satu satu sama lain. (Campbell, et al., 2008)

(b) metafase

7
Gambar 3

Sumber: Campbell & Reece, Biologi, Edisi kelima jilid satu.

Pada saat anafase, sentromer/kinetokor membelah menjadi dua, dan beserta masing-
masing kromatid tunggal bergerak ke kutub berlawanan akibat pemendekan chromosomal
fibers. kinetokor yang masih melekat pada benang spindel berfungsi menunjukan jalan,
sedangkan lengan kromosom mengikuti di belakang (Campbell, et al., 2008)

(c ) anafase

Gambar 4

Sumber: Campbell & Reece, Biologi, Edisi kelima jilid satu.

Pada saat telofase, membran inti pada masing-masing kutub mulai terbentuk kembali.
Proses ini terjadi di dalam nukleus dan berakhir dengan terbentuknya dua nukleus pada akhir
telofase, kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma yang disebut sitokinesis
(Campbell, et al., 2008).

(d) telofase
Gamabar 5

Sumber: Campbell & Reece, Biologi, Edisi kelima jilid satu.

8
2.1.3 Kolkisin

Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid berwarna putih yang diperoleh dari
umbi tanaman Colchichum autumnale L. (Familia Liliaceae) (Suminah, et al., 2002),
Kolkisin (C22H25O6N) merupakan alkaloid yang mempengaruhi penyusunan mikrotubula,
sehingga salah satu efeknya adalah menyebabkan penggandaan jumlah kromosom tanaman
(terbentuk tanaman poliploid).

Gambar 6
Struktur senyawa kimia kolkisin.
Kolkisin sering digunakan untuk menginduksi tanaman poliploidi. Menurut Suryo
(2007), larutan kolkisin pada konsentrasi kritis tertentu akan menghalangi penyusunan
mikrotubula dari benang-benang spindle yang mengakibatkan ketidakteraturan pada mitosis.
Suminah (2005) juga menjelaskan bahwa kolkisin ini dapat menghalangi terbentuknya
benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga menyebabkan terbentuknya individu
poliploidi. Mansyurdin, et al. (2002) memaparkan bahwa semakin tingi konsentrasi kolkisin
makin tinggi persentase sel yang tetraploid,tetapi persentase kematian kecambah makin tinggi
pula.
Kolkisin yang didapat untuk proyek kali ini berasal dari ekstrak kembang sungsang,
yang mana kembang sungsang (Gloriosa superba) merupakan tanaman asli dari Afrika, dan
sekarang dapat tumbuh secara alami di beberapa tempat di Asia, seperti India, Burma,
Malaysia dan Srilanka. Nama Gloriosa berasal dari kata gloriosa yang artinya “handsome” ,
dan superba berasal dari kata superb yaitu bunga cantik yang mekar dari bulan Nopember
sampai Maret. Di Indonesia tanaman ini mempunyai beberapa nama lokal, yaitu kembang
jonggrang, kembang kuku macan (Jakarta); katongkat, kembang sungsang (Sunda); dan
Mandalika (Bali) (Susono,2004). Seluruh bagian dari tanaman ini mengandung senyawa aktif,
khususnya pada umbi banyak mengandung alkaloid yang sangat toksit, yaitu kolkisin sekitar
0.1 – 0.8 % (Addink, 2002) , atau menurut Susono, 2004 umbi kembang sungsang

9
mengandung kolkisin sekitar 0.3 %, serta alkaloid toksit yang lain adalah Gloriosin.

Efek farmakologis tanaman kembang sungsang dalam bidang kesehatan memang


telah banyak dikaji, dimanfaatkan dan dikembangkan, namun dalam bidang perbaikan
tanaman (Genetika) belum mendapat perhatian yang berarti. Kandungan senyawa alkaloid
kolkisin di hampir seluruh bagian tanaman ini merupakan potensi yang besar untuk
digunakan sebagai mutagen. Seperti dikatakan Addink, 2002 bahwa senyawa kolkisin sering
digunakan dalam genetika yaitu untuk menginduksi mutasi (poliploid). Selanjutnya
dijelaskan bahwa senyawa ini mampu menghentikan pembelahan sel (antimitosis), yaitu
dengan cara menghambat pembentukan benang gelendong sehingga sel tidak dapat ditarik ke
kutub berlawanan dan kromosom menyebar dalam sel, pembentukan membran sel baru
terhambat dan akhirnya membentuk sel dengan jumlah kromosom meningkat atau bersifat
poliploid.

2.2 Kerangka Konseptual

Mitosis merupakan periode


pembelahan sel yang
berlangsung pada jaringan
titik tumbuh (meristem).

Faktor Faktor
Internal Eksternal

Gen Senyawa
kimia
aqwa

Kolkisin dapat menghambat


pembentukan benang spindel
selama proses mitosis dan
akan mengakibatkan
kegagalan berpisah pada
kromosomnya

10
Bawang lanang merupakan
tanaman yang mudah diamati
proses mitosis pada bagian
akarnya.

Perlakuan

Konsentrasi kolkisin ( Waktu pemotongan


0 ppm, 25 ppm, 50 tudung akar ( 21.00
ppm, dan 75 ppm) wib, 00.00 wib, dan
03.00 wib)

Jumlah sel yang


mengalami fase mitosis.

2.3 Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh macam konsentrasi larutan kolkisin terhadap jumlah sel yang
mengalami fase mitosis pada tudung akar bawang lanang (Allium sativum L).
2. Ada pengaruh waktu pemotongan terhadap jumlah sel yang mengalami fase mitosis
pada ujung tudung akar bawang lanang (Allium sativum L).

11
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan jenis penelitian analisis deskriptif, dengan


menggunakan metode eksperimen yaitu menghitung jumlah sel tahap mitosis pada tudung
akar bawang lanang (Allium sativum L). Dengan menumbuhkan bawang lanang dalam wadah
gelas aqua yang ditusuk secara horizontal dengan medium air yang menyentuh permukaan
bawah umbi bawang. Kemudian satu hari sebelum pemotongan ujung tudung akar diberikan
perlakuan yaitu dengan merendam ujung tudung akar pada medium larutan kolkisin dengan
konsentrasi 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm dan melakukan pemotongan pada waktu
yang berbeda yakni pada pukul 21.00 wib, 00.00 wib dan 03.00 wib. Dengan 3 ulangan.
Penelitian ini menggunakan Analisis varian ganda dengan rancang acak kelompok 2 faktor
karena terdapat 2 faktor yakni faktor A : konsentrasi kolkisin, dan faktor B : waktu
pemotongan tudung akar, dan juga terdapat ulangan.

3.2 Populasi dan Sampel


a. Populasi : Bawang lanang (Allium sativum L).
b. Sampel : Sampel yang digunakan yakni ujung tudung akar bawang lanang
(Allium sativum).

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


3.3.1 Pelaksanaan
- Penanaman bawang, pemotongan akar, pemberian perlakuan konsentrasi
kolkisin, dan pemindahan akar ke FAA dilaksanakan di Jalan Ciamis No. 2,
Kota Malang.
- Pengamatan fase mitosis akar bawang dilaksanakan di Laboratorium Genetika
dan Laboratorium Mikrobiologi Gedung O5 Jurusan Biologi Universitas
Negeri Malang.
3.3.2 Waktu Pelaksanaan penelitian:
Penelitian dilakukan mulai tanggal 15 Maret 2018 sampai dengan April 2018.

3.4 Variabel Penelitian

12
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Variabel bebas : jenis bawang lanang, keadaan lingkungan.
2. Variabel kontrol : kondisi bawang (panjang akar)
3. Variabel terikat : jumlah sel yang mengalami mitosis pada akar bawang lanang.
3.5 Instrumen Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
3.5.1 Alat
a. Mikroskop cahaya
b. Gunting
c. Penggaris
d. Botol vial
e. Gelas aqua
f. Wadah
g. Blender
h. Timbangan
i. Kaca benda
j. Kaca penutup
k. Pinset
l. Gelas arloji
m. Pipet tetes
n. Silet berkarat
o. Lidi
3.5.2 Bahan
a. Bawang lanang (Allium sativum L)
b. Tisu
c. FAA
d. HCL 1 N
e. Asetokarmin
f. Alkohol 70 %
g. Air
h. Kolkisin
i. Aquades

3.6. Prosedur Kerja


13
3.6.1 Penumbuhan Akar Bawang Lanang (Allium Sativum L.)
- Menumbuhkan bawang lanang (Allium sativum L).
- Menyediakan bawang lanang (Allium sativum L).
- Merendam bagian bawah bawang lanang kedalam air yang disediakan pada gelas
aqua dengan keadaan bagian umbi bawang ditusuk horizontal dan posisi perendaman
digantungkan.
- Menunggu sampai bawang tumbuh akar selama 6 hari.

3.6.2 Proses Pembuatan Ekstrak Kolkisin Dari Umbi Tanaman Sungsang (Gloriosa Sp.)
- Menyiapkan umbi tanaman sungsang (Gloriosa sp).
- Membersihkan umbi tanaman sungsang dari kulitnya dengan menggunakan pisau
hingga bersih.
- Menimbang umbi tanaman sungsang sebanyak 100 gram dengan menggunakan
timbangan.
- Meletakkan umbi yang telah ditimbang kedalam blender lalu ditambahkan 100 ml
aquades.
- Memblender umbi selama kurang lebih 3 menit.
- Meletakkan hasil umbi yang telah di blender pada wadah.
- Menunggu hingga mengendap selama kurang lebih 30 menit.
- Mengambil bagian diatas yang mengendap.
- Melakukan pengenceran 75 ppm, 50 ppm dan 25 ppm.

3.6.3 Memotong Tudung Akar


- Setelah tumbuh akar, meletakkan bagian tudung akar pada wadah yang berisi larutan
kolkisin dengan masing-masing konsentrasi 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm.
- Memotong bagian tudung akar 1 cm pada pukul 21.00 wib, 00.00 wib, dan 03.00 wib
untuk masing-masing konsentrasi.
- Merendam hasil potongan tudung akar dalam botol vial yang berisi larutan FAA
sampai waktu pengamatan.

3.6.4 Membuat Preparat


- Memindahkan potongan tudung akar yang telah direndam larutan FAA kedalam gelas
arloji yang berisi larutan alcohol 70 % selama 2 menit.
- Menghilangkan bekas alcohol dengan menggunakan kertas hisap.
14
- Memindahkan potongan tudung akar ke dalam gelas arloji yang berisi larutan HCL
1N, merendam selama 7 menit.
- Menghilangkan sisa HCL 1N dengan kertas hisap.
- Mencacah bagian tudung akar yang berwarna putih pada kaca benda dengan
menggunakan silet berkarat.
- Melakukan pewarnaan bagian tudung akar dengan menetesi acetokarmin pada tudung
akar yang telah dicacah.
- Menutup dengan kaca benda.
- Melakukan pengamatan 3 sudut pandang yang berbeda pada mikroskop cahaya.
- Menghitung jumlah tiap-tiap fase pada masing-masing sudut pandang.
- Mencatat hasil hitungan pada buku jurnal yang telah disediakan.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Mengamati di bawah mikroskop cahaya dengan 3 sudut pandang dari tiap fase mitosis.
Kemudian menghitung jumlah sel yang mengalami fase mitosis dari 3 sudut pandang yang
berbeda tadi. Hal ini dilakukan sebanyak 3 ulangan yakni dilakukan hal yang sama pada
pukul 21.00 wib, 00.00 wib, dan 03.00 wib. Selanjutnya memotret hasil yang ada di
mikroskop cahaya sebagai bukti hasil hitungan fase mitosis.

Ulangan ƩTotal
Konsentrasi waktu Fase ulangan 1 ulangan 2 ulanagn 3
BP1 BP2 BP3 BP1 BP2 BP3 BP1 BP2 BP3
P
M
21:00
A
T
P
M
0 ppm 0:00
A
T
P
M
03:00
A
T
P
M
25 ppm 21:00
A
T

15
P
M
0:00
A
T
P
M
03:00
A
T
P
M
21:00
A
T
P
M
50 ppm 0:00
A
T
P
M
03:00
A
T
P
M
21:00
A
T
P
M
75 ppm 0:00
A
T
P
M
03:00
A
T

3.8 Teknik Analisis Data

Hasil sel yang mengalami mitosis pada pengamatan dilakukan dianalisis


menggunakan Rancangan Acak Kelompok 2 faktor karena terdapat 2 faktor dan ulangan
tidak dilakukan dalam waktu yang homogen.

Rumus : Yij = µ + τi + βj + εij

16
BAB IV

DATA DAN ANALISIS DATA

4.1 Data

4.1.1 Tabel hasil pengamatan jumlah tahap mitosis pada konsentrasi 0 ppm.

Ulangan ƩTotal
Konsentrasi Waktu Fase Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
BP BP BP BP BP BP BP BP BP
1 2 3 1 2 3 1 2 3
P 26 39 36 34 74 92 - - -
M 0 0 3 0 1 1 - - -
21:00
A 1 0 0 0 0 0 - - -
T 5 4 5 0 0 0 - - -
P 29 42 43 66 85 73 52 76 95
M 0 1 1 0 0 0 0 0 0
0% 0:00
A 1 1 3 2 0 0 0 0 0
T 1 0 1 0 0 0 0 0 0
P 30 21 12 25 11 56 44 55 60
M 0 0 0 0 0 2 0 0 0
3:00
A 1 1 2 1 1 3 2 0 0
T 0 0 2 0 0 1 0 0 0
P 45 33 50
M 0 0 0
25 % 21.00
A 0 0 0
T 0 0 0
P 33 42 36
M 0 0 0
50 % 21.00
A 0 0 0
T 0 0 0
P 55 56 66
M 0 0 0
75 % 21.00
A 0 0 0
T 0 0 0

4.2 Analisis data

Berdasarkan hasil data dari konsentrasi 0 %, pada pukul 21.00 WIB menunjukkan
jumlah profase yang lumayan banyak dan dari tiap ulangan menghasilkan jumlah profase
lebih sering dijumpai daripada tahap mitosis lainnya. Ada tahap metaphase pada ulangan ke 1
pada sudut bidang pandang 3 yakni 3 fase metaphase. Kemudian pada ulangan ke 2
ditemukan fase metaphase pada bidang pandang 2 dan 3 dengan jumlah masing-masing 1.

17
Untuk fase anaphase terdapat pada ulangan 1 pada sudut bidang pandang 1 dengan jumlah 1.
Sedangkan pada ulangan 2 tidak ditemukan adanya fase metaphase. Selanjutnya pada pukul
21.00 WIB ini ditemukan fase telofase pada ulangan 1 dengan bidang pandang 1 sejumlah 5
fase telofase dan bidang pandang 2 sejumlah 4 dan bidang pandang 3 sejumlah 5. Sedangkan
pada ulangan 2 tidak ditemukan sama sekali.

Selanjutnya pada akar yang dipotong pada pukul 00.00 WIB hasil profase yang cukup
banyak yaitu : ulangan 1 pada bidang pandang 1 berjumlah 29 fase profase, pada bidang
pandang 2 sejumlah 42 fase profase, pada bidang pandang 3 sejumlah 43 fase profase.
Sedangkan pada ulangan kedua pada bidang pandang 1 sejumlah 66 fase profase, bidang
pandang 2 sejumlah 85 fase profase, bidang pandang 3 sejumlah 73 fase profase. Kemudian
ditemukan fase metaphase pada ulangan 1 tepatnya pada bidang pandang 2 dan 1 sejumlah 1.
Untuk fase anaphase ditemukan pada ulangan 1 tepatnya pada bidang pandang 1 dan 2
sebanyak 1 fase. Pada bidang pandang 3 ditemukan 3 fase. Sedangkan pada ulangan 2
ditemukan pada bidang pandang 2 sebanyak 2 fase. Selanjutnya untuk fase telofase,
ditemukan pada ulangan 1 pada bidang pandang 1 dan 3 sebanyak 1 fase telofase.

Selanjutnya pada akar yang dipotong pada pukul 03.00 WIB hasil profase dijumpai
pada semua ulangan pada ulangan 1, bidang pandang 1 ada 30 fase profase, bidang pandang 2
ada 21 fase, pada bidang pandang 3 ada 12 fase. Pada ulangan 2, bidang pandang 1 ada 25
fase, pada bidang pandang 2 ada 11 fase, pada bidang pandang 3 ada 56 fase. Pada ulangan 3,
bidang pandang 1 ada 44 fase, pada bidang pandang 2 ada 55 fase, pada bidang pandang 3
ada 60 fase. Untuk fase metaphase pada pukul 03.00 WIB ini hanya ada pada ulangan 2 pada
bidang pandang 3 ada 2 fase. Untuk fase anaphase pada pukul 03.00 WIB ada pada ulangan 1
pada bidang pandang 1 dan 2 ada 1 fase, pada bidang pandang 3 ada 2 fase. Pada ulangan 2,
bidang pandang 1 dan 2 ada 1 fase, pada bidang pandang 3 ada 3. Pada ulangan 3 ada pada
bidang pandang 1 ada 2 fase. Untuk fase telofase pada pukul 03.00 WIb hanya ada pada
ulangan 1 pada bidang pandang 3 ada 2 fase, pada ulangan 2 bdiang pandang 3 ada 1 fase.

18
120
100
80 Profase
60 Metafase
40 Anafase
Telofase
20
0
21.00 WIB 00.00 Wib 03.00 WIB
Gambar 7 : Grafik total ulangan 1, konsentrasi 0 %.

250

200

150 Profase
Metafase
100
Anafase
50 Telofase

0
21.00 00.00 03.00
WIB WIB WIB
Gambar 8 : Grafik total ulangan 2, konsentrasi 0 %.

19
250

200
Profase
150
Metafase
100 Anafase
50 Telofase

0
21.00 WIB 00.00 WIB 03.00 WIB
Gambar 9 : Grafik total ulangan 3, konsentrasi 0 %.

BAB V

PEMBAHASAN

Tumbuhan pada masa awal perkembangan mengalami pertumbuhan sangat banyak,


tumbuhan mengalami pembelahan sel secara tidak langsung yang disebut juga dengan
mitosis (Setjo, 2004), mitosis adalah pembelahan duplikasi dimana sel memproduksi dirinya
sendiri dengan jumlah kromosom sel induk. Mitosis mempertahankan pasangan kromosom
yang sama melalui pembelahan inti dari sel somatis secara berturut turut. Peristiwa ini terjadi
bersama-sama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel dan memiliki
peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan hampir semua organisme. Mitosis
memiliki beberapa tahapan meliputi profase metafase, anafase, dan telofase.
Sebelum mengamati sel-sel akar tersebut dibawah mikroskop, potongan-potongan
akar tersebut harus memalalui beberapa perlakuan, yaitu harus direndam di dalam alcohol
70%, hal ini bertujuan untuk menyegarkan kembali sel-sel akar. selanjutnya adalah
perendaman dengan HCl 1 N, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memotong tudung
akar bawang lanang (Allium sativum L), karena dengan pemberian HCl dapat memperjelas
batas tudung akar dengan sel-sel diatasnya, tudung akar akan terlihat lebih putih
dibandingkan bagian lain dari akar bawang lanang(Allium sativum L), pemberian HCl ini juga

20
dapat melunakkan dinding sel sehingga memudahkan dalam memotong. Kemudian dilanjut
dengan melakukan pencacahan tudung akar, menggunakan silet yang telah berkarat. Hal ini
bertujuan untuk lebih memperjelas pewarnaan pembelahan sel yang terjadi. Selanjutnya,
pemberian acetocarmin. Acetocarmin adalah pewarna, sehingga jelas fungsinya adalah untuk
memberi pigmen kepada sel-sel akar bawang sehingga mudah untuk diamati.Dan langkah
terakhir membakar preparat di atas spirtus yang memiliki tujuan agar asetocarmin yang
diberikan mampu terserap oleh sel dan tampak jelas terlihat perubahan warna pada sel
tersebut.

5.1 Pengaruh macam konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap jumlah fase mitosis
pada tudung akar bawang lanang.
Pada konsentrasi 0 ppm dari hasil pengamatan dapat ditemukan lebih banyak sel yang
mengalami ke empat fase pada mitosis. Hal ini terjadi karena pada konsentrasi tersebut tidak
ditambahkan kolkisin. Berdasarkan ini dapat diketahui bahwa larutan kolkisin berpengaruh
pada proses pembelahan mitosis yaitu dengan menghambat pembentukan benang spindel. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Robertis (1963) dalam Margono (1973) bahwa dengan
memberikan kolkisin pada sel dapat mengakibatkan tidak terbentuknya benang-benang
spindel. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Suryo (1995) dalam Suminah (2002)
yakni pemberian kolkisin dengan konsentrasi yang kritis dapat mencegah terbentuknya
benang-benang mikrotubuli dari gelendong inti (benang-benang spindel) sehingga pemisahan
kromosom yang menandai perpindahan dari tahap metafase ke anafase tidak berlangsung dan
menyebabkan penggandaan kromosom tanpa penggandaan dinding sel. Kolkisin dapat
berikatan dengan tubulin dimer melalui Colchicine Binding Site of inhibitor (CBSI) yang
terletak diantara ikatan a-tubulin dan b-tubulin. Ketika ada perlakuan dengan kolkisin maka
kolkisin akan merusak ikatan dimer protein. Tidak terbentuknya dimer menyebabkan tidak
terbentuknya protofilamen, akibatnya mikrotubul juga tidak terbentuk.

Gambar 10 : Colchicine binding site of inhibitor.

21
Menurut Goodenough (1991), pemberian kolkisin sangat berpengaruh pada metafase
yang mana awal metafase ditandai dengan meleburnya membran nukleus, membebaskan
kromosom. Tahap metafase berikutnya, gelendong akan muncul. Struktur ini terjadi dari
sebaris mikrotubul yang meluas di antara kutub-kutub sel. Ujung lepas kromosom dapat
secara acak arahnya tetapi semua sentromer terletak persis dalam suatu bidang di ekuator.
Pada mumnya kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1% untuk jangka
waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda (Suryo,
1995 dalam Suminah, dkk., 2002). Konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkhisin
berpengaruh terhadap induksi poliploidi. Penelitian Jauhariana (1995) tentang pengaruh
pemberian kolkhisin terhadap perubahan jumlah kromosom, struktur anatomi daun pada stek
tanaman Stevia rebaudiuana Bertoni M. menunjukkan bahwa perlakuan perendaman selama
satu jam pada konsentrasi larutan 0,04% sudah dapat menginduksi timbulnya tetraploid,
tetapi diperoleh hasil terbaik terhadap pertumbuhan stek S. rebaudiuana pada perlakuan
perendaman dua jam dari konsentrasi larutan kolkhisin 0,02% (Wiendra, dkk., 2011).

5.2 Pengaruh macam konsentrasi kolkisin tidak berpengaruh terhadap jumlah fase
mitosis pada tudung akar bawang lanang.
Apabila macam konsentrasi kolkisin tidak berpengaruh terhadap jumlah fase mitosis
pada tudung akar bawang lanang, hal ini bisa disebabkan karena pada saat proses pembuatan
ekstrak dari umbi kembang sungsang kurang.

5.3 Pengaruh waktu pemotongan akar berpengaruh terhadap jumlah fase mitosis pada
tudung akar bawang lanang.
Pada penelitian ini, digunakan bahan utama berupa bawang lanang (Allium sativum L)
yang mana bawang lanang (Allium sativum L) ini akan dipotong bagian tudung akar pada jam
tertentu, meliputi jam 21.00 WIB, 00.00 WIB, dan 03.00 WIB. Hal ini didukung oleh teori
yang menyatakan bahwa pada akar mempunyai titik tumbuh di bagian ujung yang terdiri dari
sekumpulan sel. Di belakang titik tumbuh terdapat daerah meristem tumbuh dengan sel-sel
dalam keadaan aktif membelah. Di belakang daerah meristematik terdapat daerah tumbuh
memanjang. Jaringan yang mudah untuk ditelaah mitosis adalah meristem pada titik tumbuh
akar bawang baik akar bawang merah maupun akar bawang putih. Mewarnainya dengan zat
pewarna yang sesuai akan tampak kromosom-kromosom dalam sel-sel yang membelah diri
(Kimball, 1983:197).

22
Dalam hal ini waktu pemotongan akar bawang lanang (Allium sativum L) juga
berpengaruh terhadap pembelahan sel. Menurut Margono (1973) hal ini dikarenakan pada
ujung akar bawang merah (Allium cepa) banyak sel yang mengalami aktivitas pembelahan
dengan rentangan 5 menit sebelum dan sesudah pukul 00.00. Pukul 00.00 WIB tersebut
merupakan waktu pembelahan maksimum pada bagian akar bawang merah (Allium cepa L.)
kejadian ini terjadi sama seperti pada bawang lanang (Allium sativum L). Hal ini dikareakan
jam 00.00 WIB merupakan jam biolgis aktifnya pembelahan sel pada tumbuhan.

23

You might also like