Transfer embrio adalah suatu proses dimana embrio dipindahkan dari
seekor hewan betina yang bertindak sebagai donor pada waktu embrio tersebut belum mengalami implantasi, kepada seekor betina yang bertindak sebagai penerima sehingga resepien tersebut menjadi bunting. TE dimana bukan hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfatkan secara optimal. Pada betina untuk bunting hanya sekali dalam setahun (9 bulan bunting dan persiapan bunting selanjutnya) dan hanya mampu menghasilkan satu atau dua anak bila terjadi kembar. Dengan teknik TE betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bias ditransfer (dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting. Pada prinsipnya teknik TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Sel telur hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari donor dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk resipien sampai terjadi kelahiran. TE memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat mengoptimalkan bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada proses reproduksi alamiah, kemampuan betina untuk bunting hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan bunting ditambah persiapan untuk bunting berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau 2 anak bila terjadi kembar. Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer (dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting. Prinsip dasar dari transfer embrio meliputi beberapa treatmen/perlakuan dengan menggunakani teknik-teknik lainnya, yaitu superovulasi, oestrus synchronization (Sinkronisasi Birahi), artificial insemination (Inseminasi Buatan), embrio/eggs recovery (Pengumpulan atau pemanenan embrio) dan embrio/eggs transfer (Pemindahan embrio) (Sudarto, 1985) Manfaat transfer embrio yaitu memperbaikan mutu genetik te lebih efisien daripada dengan ib. Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi te, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul, mempercepat peningkatan populasi ternak, berpotensi mencegah berjangkitnya penyakit hewan menular yang ditularkan lewat saluran kelamin. Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio beku, meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul, memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan keturunan yang unggul dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Upaya pengembangan dan pemanfaatan teknologi reproduksi ternak tersebut perlu dukungan peralatan yang memadai dan dana yang cukup serta tenaga ahli yang terampil. Aplikasinya oleh petani peternak di indonesia baru sampai pada tahap inseminasi buatan (IB) dan transfer embrio (TE). Keunggulan teknologi transfer embrio dibandingkan inseminasi buatan yaitu Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi TE, sifatunggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul, Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian genetik yang tinggi (purebred) dengan TE jauh lebih cepat dibandingkan IB dan kawin alam, Dengan teknik TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih dari 20-30 ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB, hanya dapat menghasilkan satu pedet per tahun, Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio. Proses Transfer Embrio Teknik produksi embrio dapat dilaksanakan dengan beberapa cara seperti cara konvensional atau invivo dan metode invitro serta Oocyt Pick Up (OPU). Produksi embrio dengan cara invivo ialah salah satu teknik produksi embrio dimana pembentukan embrio berlangsung di dalam alat reproduki betina sedangkan metode invitro adalah sebaliknya yaitu proses pembentukan embrionya berlangsung di luar alat reproduksi. Dan untuk pengembangan dan peningkatan produksi dalam rangka penekanan biaya produksi dapat diterapkan teknik kloning Embrio. Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio). Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama sebagai stock dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang membutuhkan.Sedangkan embrio segar hanya dapat di transfer pada saat produksi dilokasi yang berdekatan dengan donor. Sebelum dilakukan transfer, dilakukan produksi embrio. Menurut Udrayana (2011) produksi embrio terdiri dari 2 cara yaitu produksi embrio in vivo dan produksi embrio in vitro. 1. Produksi embrio in vivo dilakukan dengan cara mengambil atau memanen embrio yang terdapat di dalam uterus (rahim) sapi betina donor (penghasil embrio), kemudian dipindahkan pada sapi betina yang lain (betina resipien) atau untuk disimpan dalam keadaan beku (freeze embryo). Untuk memperbanyak embrio yang dipanen, maka pada sapi-sapi betina donor biasanya dilakukan teknik superovulasi, yaitu suatu perlakuan menggunakan hormon untuk memperoleh lebih banyak sel telur (ovum) pada setiap periode tertentu. Sehingga dengan demikian, seekor betina donor yang telah di- superovulasi dan kemudian dilakukan inseminasi (memasukkan sel benih jantan pada uterus menggunakan alat tertentu), akan menghasilkan banyak embrio untuk dipanen. Embrio-embrio tersebut kemudian dipanen (flushing) 2 hari setelah superovulasi dan inseminasi. Hasil panen kemudian dilakukan evaluasi kualitas embrio (grading), setelah itu hasilnya dapat disimpan beku atau ditransfer pada betina lain. oestrus synchronization (sinkronisasi estrus) adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2a (PGF2a ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a. Sedangkan menurut Asrul superovulasi menggunakan hormon gonadotropin, seperti FSH (Follicle Stimulating Hormonr) atau PMSG (Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin). Penyuntikan hormon itu akan meningkakan jumlah corpus luteum 2. Produksi embrio in vitro dilakukan dengan cara melakukan fertilisasi antara sel benih jantan (spermatozoa) dengan sel benih betina (ovum) dalam laboratorium, sehingga disebut pembuahan di luar tubuh. Salah satu alat yang digunakan untuk proses ini adalah cawan petri atau tabung khusus. Sel telur didapatkan dengan cara mengambil sel-sel telur yang terdapat pada indung telur (ovarium) sapi-sapi betina yang telah dipotong di rumah potong hewan. Setelah diperoleh banyak sel telur, kemudian dilakukan pencucian dengan larutan khusus, selanjutnya dilakukan pemilihan sel telur yang masih baik dan ditempatkan dalam cawan petri. Pembuahan akan berlangsung jika pada cawan yang berisi sel-sel telur tadi ditempatkan sel benih jantan (spermatozoa yang masih hidup). Fertilisasi sempurna akan berlangsung sekitar 22 jam. Hasil fertilisasi kemudian ditumbuh kembangkan dalam media khusus dan diamati pembelahan sel-nya hingga hari ke 6-8 atau pada saat terbentuknya blastocyst. Kemudian dilakukan evaluasi embrio dengan melaksanakan grading. Embrio yang memiliki kualitas A dan B kemudian dibekuan, untuk disimpan dalam waktu yang lama. Pada dasarnya, embrio dapat hidup di tempat yang memenuhi syarat kehidupannya. Embrio yang sedang tumbuh membutuhkan sulplai makanan dari dirinya sendiri selama beberapa waktu, kemudian akan tergantung pada sekelilingnya, dalam hal ini tergantung pada rahim tempatnya berkembang. Penanganan harus mengupayakan rahim calon induk memiliki kondisi yang sama dengan kondisi rahim yang menghasilkan embrio, atau menyiapkan kondisi rahim induk untuk dapat memelihara embrio yang akan diterimanya. Perlakuan yang disiapkan untuk induk calon penerima embrio tentu harus esktra hati-hati, Pemberian hormon reproduksi dengan dosis dan waktu yang tertentu, pakan yang berkualitas baik serta manajemen pemeliharaan calon induk, mutlak harus dilakukan untuk memperoleh kondisi rahim yang baik dan siap menerima embrio dari luar. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang teliti, kondisi rahim calon induk dinyatakan siap untuk menerima embrio, barulah dilakukan pemindahan (transfer) embrio kedalam rahim tersebut. Proses transfer embrio yaitu sebagai berikut: A. Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien Calon donor yang akan dipakai harus diseleksi dengan kriteria sbb: a. Memiliki genetik yang unggul (Genetik Superiority) b. Mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi (High Reproductivity), sehat secara serologis bebas dari penyakit hewan menular terutama penyakit- penyakit reproduksi c. Memiliki nilai pasar tinggi. d. Sejarah reproduksi diketahui, mempunyai siklus birahi normal dan kemampuan fertilitas tinggi Pada calon resipient diberikan persyaratan berikut : a. Minimal sudah beranak atau dara yang mempunyai performans yang baik mempunyai berat badan minimal 300 kg b. Bebas penyakit menular terutama penyakit reproduksi. c. Sejarah reproduksi tidak menunjukkan gejala infertil, mempunyai siklus normal, tanda birahi terlihat jelas, intensitas lendir birahi normal dan transparan dan mempunyai interval birahi antara l8-24 hari. d. Sapi resipien tidak harus mempunyai mutu genetik yang baik dan berasal dari bangsa yang sama, tetapi harus mempunyai organ dan siklus reproduksi normal, tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan (distokia) B. Super Ovulasi Dalam program TE, untuk merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka diberikan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare’s Serum Gonadotripin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Penyuntikan hormon gonadotropin akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak. C. Penyerentakan Berahi Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2a (PGF2a ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a . Prosedur yang digunakan adalah: Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan. Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a dilakukan dua kali selang waktu 11-12 hari. Penyuntikan PGF2a pada ternak resipien harus dilakukan satu hari lebih awal daripada donor. Keadaan ini disebabkan karena pada ternak donor yang telah diberi hormon gonadotropin, berahi biasanya lebih cepat yaitu 36 -60 jam setelah penyuntikan PGF2a, sedangkan pada resipien berahi biasanya timbul 48-96 jam setelah penyuntikan PGF2a. D. Inseminasi Buatan IB yang baik dilaksanakan 6 sampai 24 jam setelah timbulnya berahi. Berahi pada sapi ditandai oleh alat kelamin luar (vagina) berwarna merah, bengkak dan keluarnya lendir jernih serta tingkah laku sapi yang menaiki sapi lain atau diam apabila dinaiki sapi lain. Pada program TE, IB dilakukan dengan dosis ganda dimana satu straw semen beku biasanya mengandung 30 juta spermatozoa unggul. E. Koleksi Embrio Koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke 7 sampai 8 setelah berahi. Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina dibersihkan dan disterilkan dengan menggunakan kapas yang mengandung alkohol 70%. Koleksi embrio dilakukan dengan menggunakan foley kateter dua jalur 16-20G steril (tergantung ukuran serviks). Pembilasan dilakukan dengan memasukkan medium flushing Modified Dulbecco Phosphate Buffered Saline (M-PBS) yang telah dihangatkan di dalam waterbath 37°C. Embrio yang didapat dari pembilasan bisa langsung di transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu lain. F. Transfer Embrio Terdapat dua metode TE yang digunakan yaitu metode pembedahan dan metode tanpa pembedahan. Metode pembedahan dilakukan dengan jalan membuatan sayatan di daerah perut (laparotomi) baik sayatan sisi (flank incici) atau sayatan pada garis tengah perut (midle incici). Metode tanpa pembedahan dilakukan dengan memasukkan embrio kedalam straw kemudian ditransfer kedalam uterus resipien dengan menggunakan cassoue gun insemination Faktor penting yang harus diperhatikan guna keberhasilan pelaksanaan transfer embrio adalah : Kualitas embrio yang akan di transfer; umur, kwalitas, jenis embrio (bela/segar) metode pembekuan adanyakontaminasi atau infeksi pada embrio. Tingkat keterampilan petugas dalam mentranfer antara lain kemampuan mendeposisikan embrio secara tepat (sepertiga apexcornua uteri) dan cepat, tidak terjadi luka pada uterus, dan sapi tenang/tidak stres. Respon sapi resipien terhadap sinkronisasi, kondisi pakan yang digunakan,kondisi tubuh dengan BCS (Body Condition Skor) sedang (2,8-3,5) tidak ditemukan peradangan, kondisi ovarium dan CL normal dan penjagaan sapi jangan sampai stres.