Professional Documents
Culture Documents
Penyaji :
Deka Dharma Putra, drg
Pembimbing :
dr. Diki Drajat K.S , Sp.B, Sp.BA
Hipotermia, yang didefinisikan sebagai suhu inti di bawah 36oC (96,8oF), adalah
bentuk gangguan perioperatif yang paling sering terjadi pada populasi anak-anak. Hal
ini disebabkan oleh kapasitas termoregulasi anak yang masih belum efektif
yang tak terencana (unplanned /inadvertent hypothermia) pada populasi bedah anak
masih terbatas.1, 2
INSIDENSI
Risiko terjadinya hipotermia pada populasi bedah anak telah dilaporkan lebih
estimasi kejadian hipotermia perioperatif pada anak saat ini berkisar antara 4,2% sampai
60%. Risiko hipotermia perioperatif yang tak terencana ditambah dengan signifikansi
kemungkinan hasil akhir yang kurang baik membuat masalah ini layak dilakukan
PATOFISIOLOGI
Termoregulasi
Setelah persalinan, suhu lingkungan sekitar yang relatif rendah dan penguapan
(evaporasi) dari sisa cairan amnion dari kulit semakin meningkatkan kehilangan panas
tubuh pada neonatus. Sehingga neonatus jauh lebih rentan terhadap perubahan suhu
lingkungan dibandingkan orang dewasa karena neonatus memiliki massa yang kecil dan
relatif memiliki area permukaan tubuh yang luas, neonatus tidak memiliki jaringan
penutup tubuh (jaringan penyekat panas) seperti lemak dan rambut, tidak mampu
sentral atau memberikan pakaian ekstra, dan hanya memiliki cadangan energi yang
terbatas. Zona termonetral adalah zona yang sangat penting pada bayi yaitu 32-34oC
untuk bayi cukup bulan, di mana kisaran ini lebih tinggi daripada dewasa. Zona
termonetral pada dewasa adalah 26-28oC, dan pada bayi dengan berat lahir rendah
bahkan bisa lebih tinggi dari 34-35oC. Suhu lingkungan di sekitar individu harus
dipertahankan sesuai dengan kisaran suhu kritis tersebut yaitu sesuai dengan zona
termonetral. Terdapat beberapa tabel yang memberikan suhu lingkungan yang optimal
untuk bayi sesuai berat badan dan usia. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada bayi yang dirawat
pada suhu di luar zona termonetral. Walaupun terdapat indikasi untuk dilakukan
(25%), kenaikan suhu makanan (3%), dan melalui ekskreta (2%). Respon dari bayi
keberadaan substrat untuk termogenesis. Respon awal yang dimediasi melalui sistem
saraf simpatis, adalah untuk menurunkan kehilangan panas melalui vasokonstriksi dan
jaringan lemak coklat. Jaringan ini terbentuk dengan baik saat usia 22 minggu
kehamilan dan membentuk 90% lemak total tubuh pada usia 29 minggu kehamilan.
Lokasi lain meliputi otak, hati, dan ginjal. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa bahan bakar yang lebih dipilih untuk termogenesis nonshivering adalah asam
lemak bebas. Energi yang dibutuhkan untuk termoregulasi di dalam lingkungan yang
memerlukan sampai 8% dari pemakaian energi total. Pemakaian energi saat istirahat
atau Resting Energy Expenditure (REE) dapat meningkat dua kali lipat ketika
kesulitan yang lebih besar di dalam mempertahankan suhu tubuh fisiologis terhadap
penyembuhan luka yang terganggu atau melambat. Neonatus tidak dapat berespon
terhadap paparan suhu dingin dengan menggigil namun memiliki jaringan yang sangat
spesifik, lemak coklat, yang mampu menghasilkan panas tanpa proses shivering
terjadi peningkatan aliran darah menuju simpanan lemak coklat dan panas dihasilkan di
dalam mitokondria lemak coklat. Selama operasi, neonatus tidak hanya terpapar suhu
lingkungan yang dingin, namun juga terhadap berbagai agen anestesi dan paralitik yang
dapat memiliki efek yang merugikan pada produksi panas (pengeluaran energi) dan dan
suhu inti tubuh. Termogenesis nonshivering diinhibisi oleh agen anestesi pada hewan
umum selama paparan suhu dingin menyebabkan peningkatan yang cepat dan sangat
besar dari termogenesis nonshivering pada kelinci. Hal ini dapat menjelaskan
peningkatan pengeluaran energi yang cepat dan mendadak pada bayi muda, saat
proton yang terbentuk melewati membran interna mitokondria selama oksidasi substrat.
Namun hanya beberapa tahun terakhir ini saja, di mana kontribusi kebocoran proton ini
terhadap termogenesis di dalam hati terjadi. Besarnya kebocoran proton dapat menjadi
determinan laju metabolik. Pemecahan oksidatif dari nutrisi akan melepaskan energi,
yang dikonversi menjadi bahan bakar kimia (ATP) di dalam mitokondria sel oleh proses
fosforilasi oksidatif. Hal ini digunakan untuk mendorong proses konsumsi energi di
matriks melalui satu atau dua rute: “jalur fosforilasi”, yang menghasilkan ATP, atau
melalui ”jalur kebocoran” yang nonproduktif dan melepaskan energi berupa panas.
Proporsi yang signifikan (20% sampai 30%) oksigen yang dikonsumsi oleh hepatosit
yang sedang dalam keadaan istirahat, pada tikus dewasa digunakan untuk mendorong
terjadinya kebocoran proton yang menghasilkan panas. Jalur kebocoran proton ini di
dalam hati dan organ-organ lain adalah kontributor yang signifikan terhadap reaksi yang
selama istirahat. Permeabilitas proton dari membran interna mitokondria terdapat pada
mitokondria sel hati tikus ditemukan cukup tinggi pada bayi dan secara signifikan
menurun selama selama kehidupan neonatal awal dan mencapat tingkat yang paling
rendah dan tetap bertahan pada orang dewasa. Neonatus telah deprogram dengan
terapeutik untuk meningkatkan hasil akhir fungsi neurologis pada pasien pasca henti
jantung atau sebagai bantuan dalam mengontrol tekanan intracranial pada pasien cedera
Pasien pediatrik lebih rentan terhadap kejadian hipotermia tak terencana ini. Kerentanan
yang lebih tinggi ini terutama disebabkan oleh peningkatan kehilangan panas akibat
ukuran kepala yang lebih besar, kulit yang tipis, kurangnya lemak subkutan dan
keterbatasan kemampuan termogenesis kompensasi dari lemak coklat. Oleh karena itu,
strategi diagnostik, pencegahan dan terapi yang tepat dan efektif harus dirancang agar
dapat melindungi populasi anak-anak dari komplikasi yang potensial terjadi akibat
mempengaruhi hasil akhir, terutama pada pasien dengan risiko tinggi. Kombinasi
panas endogen dan kurangnya respons termoregulasi membuat bayi sangat rentan
literatur seperti pada orang dewasa, hipotermia perioperatif telah dikaitkan dengan
sejumlah komplikasi yang serius pada bayi.Sehingga normotermia pada pasien anak-
metode untuk mendeteksi dan mencegah hipotermia perioperatif pada anak-anak harus
dilakukan.3, 6
Kualitas perawatan dan keamanan anak yang menjalani operasi selalu ada dalam
peningkatan hipotermia yang tidak direncanakan pada anak-anak dan dimulai. Sebuah
proyek peningkatan kualitas dilakukan untuk mengatasi masalah ini dan menghasilkan
panduan praktik klinis anak yang berfokus pada pemeliharaan perioperatif normotermia.
Panduan praktik klinis ini diterapkan sebulan penuh dengan menggunakan pengukuran
suhu temporal atau timpani secara konsisten untuk setiap anak, di mana ditemukan
bahwa termometri arteri temporal menghasilkan lebih sedikit variasi suhu dibandingkan
hipotermi perioperative pada pasien anak. Elemen panduan klinis tersebut meliputi :5
secara konsisten untuk menjaga tingkat kenyamanan dan suhu termal anak, dan
6. Suhu ruang intraoperatif ambien dari 21,1oC sampai 23,9oC (70oF sampai 75oF).
paparan suhu dingin. Ambang termoregulator menurun akibat agen anestesi umum.
Karena anestesi inhalasi menyebabkan inhibisi nonlinier, konsentrasi yang lebih tinggi
Respons termoregulasi yang paling efektif pada bayi adalah nonshivering atau
aksilar, dan inguinal dan di sekitar ginjal dan adrenal. Oksidasi trigliserida melepaskan
asam lemak yang digunakan untuk menghasilkan panas yang disalurkan melalui aliran
darah ke berbagai bagian tubuh. Termogenesis nonshivering yang penting secara klinis
diperkirakan berlangsung sampai usia 2 tahun. Namun, hal itu dapat dihambat oleh agen
anestesi dan fakta ini mungkin memainkan peran penting pada terjadinya hipotermia
intraoperatif.1, 3
hipotermia dan mekanisme menggigil bahkan pada kelompok usia yang lebih tinggi
Periode perioperatif adalah saat anak terpapar lingkungan ruang operasi yang
dingin karena pemberian cairan intravena yang tidak dihangatkan, dan penguapan
potensial dari daerah yang akan dioperasi. Namun, faktor ini saja biasanya tidak
sangat efisien pada bayi dan anak-anak, mekanisme ini secara fungsional serupa dengan
orang dewasa yaitu tidak dapat meningkatkan laju metabolismesebagai respons terhadap
Redistribusi panas dari inti ke perifer, penurunan suhu inti secara linier, dan plateau
suhu inti. Awalnya, vasodilatasi yang disebabkan oleh agen anestesi menyebabkan
redistribusi panas dari inti tubuh ke pinggiran. Kandungan panas tubuh tetap tidak
berubah. Bayi dan anak-anak mengalami redistribusi panas yang sedikit karena
intraoperatif.3
oleh radiasi, konveksi, konduksi dan penguapan. Radiasi bertanggung jawab atas
kehilangan panas maksimum sampai batas 40% dan sebanding dengan perbedaan antara
suhu lingkungan dan suhu inti tubuh. Konveksi adalah penyebab utama kehilangan
panas lain dan menunjukkan hilangnya panas ke molekul udara yang mengelilingi
tubuh. Kehilangan panas konduktif disebabkan oleh perbedaan suhu antara badan dan
permukaan yang bersentuhan dengan kulit tubuh. Penguapan mengacu pada kehilangan
panas dari permukaan kulit, pernafasan, usus dan luka. Pasien pediatrik rentan terhadap
tubuh terhadap berat badan yang besar, kepala yang berukuran besar dengan kulit
kepala dan tengkorak yang tipis, kulit tipis meningkatkan kehilangan panas secara
Setelah tiga sampai empat jam periode intra operatif, suhu inti mencapai plateau
yang mencerminkan keadaan di mana kehilangan panas sama dengan produksi panas.
Biasanya plateau suhu inti terjadi pada suhu yang lebih rendah, meskipun suhu inti
dipertahankan selama fase ini. Hal ini mungkin menutupi penurunan kandungan panas
tubuh yang berkelanjutan karena kehilangan panas dari ekstremitas terus berlanjut tanpa
henti.3
Beberapa penelitian telah mengidentifikasi faktor risiko spesifik untuk hipotermia
intraoperatif pada kelompok usia anak. Tander et al, mengevaluasi faktor-faktor yang
menjadi predisposisi penyebab hipotermia intraoperatif pada enam puluh neonatus dan
bayi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bayi memiliki sedikit penurunan suhu
dibandingkan neonatus selama operasi besar dan kecil dan bahwa suhu ruang operasi di
bawah 23˚C dapat secara signifikan mengganggu pemeliharaan suhu inti neonatus dan
bayi selama anestesi. Sebuah studi pada anak di bawah usia 18 tahun oleh Pearce B et
al, mengungkapkan bahwa hipotermia secara signifikan berhubungan dengan suhu dasar
preoperatif yang lebih rendah dan jenis operasi (mayor atau minor).3, 4
Konsekuensi Hipothermia
Jika hipotermia yang sedang berlangsung tidak segera ditangani, banyak
komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus, bayi dan anak. Kegagalan respirasi atau
dan retensi karbon dioksida, asidosis metabolik, hipoglikemia dan pergeseran kurva
pada pasien dewasa telah menunjukkan bahwa hipotermia dapat menyebabkan masalah
jantung, gangguan fungsi trombosit dan fungsi enzim faktor pembekuan, sehingga
meningkatkan kebutuhan transfusi darah allogenik. Hal ini juga akan memfasilitasi
terjadinya infeksi luka operasi. Selain itu, dapat terjadi perubahan metabolisme obat,
ketidaknyamanan terhadap suhu, sebuah dampak yang penting terhadap hasil akhir
MONITORING SUHU
Pemantauan suhu secara terus menerus pada anak yang menerima anestesi umum
Anaesthesiologists (ASA). Setiap lokasi pengukuran suhu inti tubuh secara tepat dapat
dipilih untuk intervensi diagnostik. Pilihan metode yang digunakan untuk pengukuran
suhu didasarkan pada tingkat invasifnya dan keakuratannya. Terdapat berbagai lokasi,
paru
Timpanik
Patensi dari meatus auditorius eksterna merupakan suatu
keharusan
temporal
panas
Untuk pengukuran yang akurat, probe harus diposisikan di
arteri karotis
Menghindari risiko perdarahan hidung, infeksi
PENCEGAHAN
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Pepatah ini mungkin paling tepat dalam
situasi mencegah hipotermia pada bayi dan anak-anak. Berikut ini adalah beberapa cara
1. Pendidikan orang tua / pengasuh agar anak tetap hangat selama masa rawat
inappreoperatif serta saat diantar ke ruang operasi sehingga terhindar dari risiko
berbagai teknik dan obat-obatan anestesi harus dijelaskan kepada orang tua.
melalui radiasi dan konveksi namun hal ini dapat dikaitkan dengan
- induksi anestesi tidak boleh dimulai sampai suhu pasien 36,0°C atau lebih.
- penggunaancairan intravena yang hangatsaja mungkin tidak terbukti efektif.
anak dari lingkungan dengan menggunakan surgical drapes, selimut katun dan
panas adalah sekitar 30% dan berbanding lurus dengan luas permukaan tubuh
yang tertutup.
aktif yang paling umum digunakan dan efisien.Alat ini terdiri dari unit
pemanas yang meniupkan udara hangat yang menggunakan tenaga listrik dan
selimut yang terbuat dari kertas untuk menutupi pasien. Metode ini
diutamakan. Metode ini dapat meningkatkan suhu inti tubuh hampir 0,75°C /
jam
(ii) Pemanasan resistif (selimut listrik) lebih murah dan sama efisiennya dengan
(iii) Bantalan energi menggunakan air panas yang bersirkulasi yang bersentuhan
(iv) Kasur dengan sirkulasi air hangat ditempatkan di atas meja operasi di bawah
pasien anak. Sistem ini mempertahankan efisiensi yang dapat diterima pada
tubuh yang menyediakan area permukaan yang lebih luas pada anak-anak
pasien dan arahnya. Alat ini dapat digunakan selama induksi anestesi sampai
Kekurangan alat atau perangkat pemanas mencakup adanya risiko luka bakar yang
terlihat saat digunakan secara kurang tepat. Kombinasi keduanya juga meningkatkan
biaya pengobatan.
kehilangan darah yang cukup besar dan pergeseran cairan yang masif. Pelembab gas
inspirasi aktif dan pasif sedikit berkontribusi dalam mempertahankan suhu inti pada
pasien anak-anak yang sedang dianestesi. Pemanasan dan pelembaban jalan nafas secara
aktif menggunakan pelembab listrik dan pelembaban pasif yang melibatkan penggunaan
alat penukar panas dan kelembaban. Metode ini memelihara fungsi silia dan mencegah
bronkospasme. Tapi Surgical Care Improvement Project (SCIP) baru-baru ini tidak
merekomendasikan penggunaannya.3, 4, 7
KESIMPULAN
Kesimpulannya, bayi dan anak-anak rentan terhadap hipotermia perioperatif
karena banyak faktor yang berhubungan. Sehingga,monitoring suhu inti tubuh wajib
dilakukan. Penanganan harus mencakup pencegahan dan / atau penurunan risiko dengan
tetap hangat, meningkatkan suhu udara ruang operasi sampai 23o-25oC, penggunaan
cairan intravena hangat, isolasi pasif dan penggunaan perangkat pemanasan udara
bertekanan.3, 7
DAFTAR PUSTAKA