You are on page 1of 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Tenaga Listrik

Sistem tenaga listrik EPS (Electric Power System) adalah rangkaian sistem

tenaga listrik dari pembangkitan, transmisi dan distribusi yang dioperasikan secara

serentak dalam rangka penyediaan tenaga listrik.

Komponen dasar yang membentuk sistem tenaga listrik adalah generator,

transformator, saluran transmisi dan beban. Dalam menganalisis sistem tenaga

diperlukan diagram yang dapat mewakili setiap komponen sistem tenaga listrik [3].

Diagram yang selalu digunakan adalah diagram satu garis dan diagram impedansi

atau diagram reaktansi Gambar 2.1 adalah diagram satu garis sistem tenaga listrik.

Pembangkit Transformator Penghantar Transformator Sistem


Step-up Step-down Distribusi

Gambar 2.1 Diagram satu garis sistem tenaga listrik

Stabilitas tegangan adalah kemampuan dari suatu sistem tenaga listrik untuk

mempertahankan besar tegangan yang memadai sehingga ketika sistem beban

nominal meningkat, daya aktual yang ditransfer ke beban akan meningkat.

Universitas Sumatera Utara


2.1.1 Stabilitas tegangan

Stabilitas tegangan mengacu pada kemampuan sistem daya untuk menjaga

tegangan di semua bus. Hal ini tergantung pada kemampuan untuk

mempertahankan/mengembalikan keseimbangan antara permintaan beban-beban

pasokan dari sistem daya, ketidak stabilan mungkin terjadi dalam hasil sebuah

progresif menurun atau kebangkitan tegangan beberapa bus, dari hasil ketidak

stabilan tegangan hilangnya beban di area atau tersandung jaringan transmisi dan

elemen lain [5].

2.1.2 Kurva P-V

Kurva P-V sangat berguna untuk analisis konseptual stabilitas dan tegangan

untuk sistem, di mana P adalah beban total dan V adalah tegangan kritis atau

perwakilan bus. P juga bisa transfer daya antara transmisi atau interkoneksi. tegangan

pada beberapa bus dapat diplot.

Untuk analisis konseptual kurva P-V nyaman pada saat karakteristik beban

sebagai fungsi dari tegangan [6]. Gambar 2.2 [5] menunjukkan titik lokus dari

tegangan menurun yang mengungkapkan sebagai titik kritis.

Gambar 2.2 Kurva P-V pada bus beban

Universitas Sumatera Utara


Titik hubungan ini mengungkapkan kinerja beban memberikan tunak, untuk

rangkaian stabilitas strain line linier, sedangkan puncak kritis titik menyatakan

kondisi operasi stabil dan titik kritis mengekspresikan ketidakstabilan kondisi operasi.

2.1.3 Kurva Q-V

Analisis stabilitas tegangan melalui kurva Q-V ini adalah untuk melihat

kondisi total banyak muatan (MVAR bagaimana) sistem strain menuju titik kritis dan

menurun. Berarti sistem kinerja dalam penyaluran daya reaktif telah melampaui

kinerja sistem itu sendiri. Gambar 2.3 [5] menunjukkan titik lokus dari tegangan

menurun yang mengungkapkan sebagai titik kritis

Gambar 2.3 Kurva Q-V pada bus beban

Titik hubungan ini mengungkapkan kinerja beban memberikan steady-state untuk

rangkaian stabilitas strain line linier, sedangkan atas titik kritis mengungkapkan

kondisi usaha yang stabil dan di bawah titik kritis mengungkapkan kondisi operasi

tidak stabil.

Universitas Sumatera Utara


2.2 Aliran Daya

Aliran daya di saluran listrik dapat dihitung apabila tegangan di masing-

masing bus saluran telah diketahui. Jadi masalah utama perhitungan aliran daya

adalah menghitung tegangan di masing-masing bus bila sumber arus injeksi

di masing-masing bus diketahui [2]. Namun dalam saluran tenaga listrik khususnya

dalam perhitungan aliran daya biasanya bukan injeksi arus yang diketahui melainkan

injeksi daya. Masalahnya hanya dapat diselesaikan secara iterasi yakni secara

bertahap mencari tegangan bus yang sesuai agar bersama dengan injeksi arus yang

ditimbulkan tegangan yang sedemikian itu menghasilkan daya yang sama dengan

daya yang diketahui.

2.3 Klasifikasi Bus

Dalam sistem tenaga setiap bus terdapat empat besaran yaitu dihubungkan

dengan daya aktif (P), daya reaktif (Q) besaran bus, magnitude tegangan (IVI) dan

sudut fasa δ. Dalam solusi aliran daya dua dari empat jumlah yang ditentukan dan dua

sisanya akan dihitung melalui solusi persamaan [9]. Bus digolongkan dalam tiga jenis

sebagai berikut :

1. Bus-PQ atau lazim disebut bus beban, komponen daya aktif P maupun daya

reaktif Q dua-duanya diketahui. Hal ini diinginkan untuk mengetahui

besarnya tegangan (IVI) dan sudut fasa δ melalui solusi aliran

daya.Tegangan pada bus dapat diizinkan untuk berbeda dalam nilai yang

Universitas Sumatera Utara


ditentukan misalnya +5% dan -10% dari tegangan nominal 150 KV ia juga

dikenal sebagian bus beban.

2. Bus – PV atau lazim disebut bus pembangkit. Di sini daya aktif P G dan besar

tegangan (IVI) yang diketahui sesuai dengan peringkat yang ditetapkan. Hal

ini diperlukan untuk mengetahui pembangkitan Q G daya reaktif dan sudut

fasa θ bus, ia juga dikenal sebagai bus generator atau bus yang dikontrol.

3. Bus penadah (slack bus) atau bus berayun (swing bus). Di sini kedua besaran

tegangan (IVI) dan sudut beban δ diketahui, ini akan mengurus daya

tambahan yang dibutuhkan dan kerugian transmisi. Hal ini diperlukan untuk

mengetahui daya nyata dan daya reaktif (P G dan Q G ) di bus.

Di sini slack bus atau swing bus dan sejak P dan Q tidak diketahui (IVI) dan

harus ditentukan. Biasanya sudut δ = 00 digunakan di bus dan semua sudut bus

lainnya disajikan [7].

Solusi aliran daya dapat dicapai oleh setiap metode iteratif, melihat metode

Newton-Raphson diterapkan dalam masalah aliran daya seperti diuraikan di atas, dua

variabel yang diterapkan pada setiap bus dan variabel sisanya diperoleh melalui solusi

aliran daya [8].

Variabel tambahan yang akan ditentukan solusi pengaturan arus beban,

mengatur transformator, kapasitansi, resistansi dan lain-lain. Jika variabel-variabel

tertentu yang diizinkan untuk bervariasi di kawasan dibatasi oleh pertimbangan

praktis (batas atas dan batas bawah, daya nyata, daya reaktif, bus batas tegangan dan

Universitas Sumatera Utara


berbagai pengaturan tap-transformator). Hasil dalam solusi aliran daya masing-

masing terkait dengan nilai dari variabel yang ditetapkan [10].

Tabel 2.1 Klasifikasi bus pada sistem tenaga

Tipe Bus Besaran yang diketahui Besaran yang tidak diketahui


Slack I V I = 1,0; θ = 0 P, Q

Gene rator (PV bus) P, I V I Q, θ

Load (PQ bus) P, Q IVI,θ

2.4 Persamaan Aliran Daya

Persamaan aliran daya secara sederhana, untuk sistem yang memiliki 2 bus.

Pada setiap bus memiliki sebuah generator dan beban [1,8,11], walaupun pada

kenyataannya tidak semua bus memiliki generator. Penghantar menghubungkan

antara bus 1 dengan bus 2. Pada setiap bus memiliki 6 besaran elektris yang terdiri

dari: P D , P G , Q D , Q G , V, dan δ [1]. Gambar 2.4 [1] dapat dihasilkan persamaan aliran

daya dengan menggunakan diagram impedansi.

G1 G2

Bus 1 Bus 2
Saluran
Line

Load 1 Load 2

Gambar 2.4 Diagram satu garis sistem 2 bus

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5 [1] merupakan diagram impedansi di mana generator sinkron

direpresentasikan sebagai sumber yang memiliki reaktansi dan transmisi model π

(phi). Beban diasumsikan memiliki impedansi konstan dan daya konstan pada

diagram impedansi.

ZS
IˆG1 Iˆ1 Iˆ2 IˆG 2

IˆD1 V̂1 RS jXS V̂2


IˆD 2
jXG1 jXG 2
Beban 1

jB  jB 

Beba n 2
 yp  yp
2  2 
Ê1 G1 G2 Ê2

Gambar 2.5 Diagram impedansi sistem 2 bus

Besar daya pada bus 1 dan bus 2 adalah:

S1 = S G1 − S D1 = (PG1 − PD1 ) + j (QG1 − QD1 ) ...........................(2.1)

S 2 = S G 2 − S D 2 = (PG 2 − PD 2 ) + j (QG 2 − QD 2 ) ........................(2.2)

Gambar 2.6 merupakan penyederhanaan dari Gambar 2.5 menjadi daya bus (bus

daya) untuk masing-masing bus.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Bus daya dengan transmisi model π untuk sistem 2 bus

Besarnya arus yang diinjeksikan pada bus 1 dan bus 2 adalah:

Bus
Power
*
ˆ
Iˆ1 = IˆG1 − IˆD1 ...........................................................................(2.3)

Iˆ2 = IˆG 2 − IˆD 2 .........................................................................(2.4)

Semua besaran adalah diasumsikan dalam sistem per-unit, sehingga:

S1 = Vˆ1 Iˆ1 = P1 + jQ1 ⇒ (P1 − jQ1 ) = Vˆ1* Iˆ1 .................................(2.5)

S 2 = Vˆ2 Iˆ2 = P2 + jQ2 ⇒ (P2 − jQ2 ) = Vˆ2* Iˆ2 .............................(2.6)


*

Bus
Power

Gambar 2.7 Aliran arus pada rangkaian ekuivalen

Universitas Sumatera Utara


Aliran arus dapat dilihat pada Gambar 2.7 [1] di mana arus pada bus 1 adalah:

Iˆ1 = Iˆ1′ + Iˆ1′′

( )
Iˆ1 = Vˆ1 y p + Vˆ1 − Vˆ2 y S

Iˆ1 = ( y p + y S )Vˆ1 + (− y S )Vˆ2 2.7)


.........………………………….....

Iˆ1 = Y11Vˆ1 + Y12Vˆ2 .……………………………………………(2.8)

Di mana.

Y 11 adalah jumlah admitansi terhubung pada bus 1 = y P + y S ……………….......(2.9)

Y 12 adalah admitansi negatif antara bus 1 dengan bus 2 = − y S ……………........2.10)

Untuk aliran arus pada bus 2 adalah:

Iˆ2 = Iˆ2′ + Iˆ2′′

( )
Iˆ2 = Vˆ2 y p + Vˆ2 − Vˆ1 y S

Iˆ2 = (− y S )Vˆ1 + ( y p + y S )Vˆ2 ..................................................(2.11)

Iˆ1 = Y21Vˆ1 + Y22Vˆ2 ………………………………...................2.12)

Universitas Sumatera Utara


Di mana.

Y 22 adalah jumlah admitansi terhubung pada bus 2 = y P + y S ………………......2.13)

Y 21 adalah admitansi negatif antara bus 2 dengan bus 1 = − y S = Y12 ………......(2.14)

Dari Persamaan (2.8) dan (2.12) dapat dihasilkan Persamaan dalam bentuk matrik,

yaitu:

 I 1   Y11 Y12  Vˆ1 


 I  = Y    ..........................................................(2.15)
 2   21 Y22  Vˆ2 

Notasi matrik dari Persamaan (2.15) adalah:

I bus = YbusVbus .........................................................................(2.16)

Persamaan (2.5) hingga (2.16) yang diberikan untuk sistem 2 bus dapat dijadikan

sebagai dasar untuk penyelesaian persamaan aliran daya sistem n-bus.

Gambar 2.8.a [1] menunjukkan sistem dengan jumlah n-bus di mana bus 1 terhubung

dengan bus lainnya. Gambar 2.8.b [1] menunjukkan model transmisi untuk sistem n-

bus.

Bus 2

Bus 3
Bus 1

Bus n

Gambar 2.8.a Sistem n-bus

Universitas Sumatera Utara


V1 V2
atau
Bus 2
V3
atau
Bus 1 Bus 3

ˆ
V4
atau
Bus n

Gambar 2.8.b Model transmisi π untuk sistem n – bus

Persamaan yang dihasilkan dari Gambar 2.8.b adalah:

( ) ( ) ( )
Iˆ1 = Vˆ1 y P12 + Vˆ1 y P13 + ... + Vˆ1 y P1n + Vˆ1 − Vˆ2 y S12 + Vˆ1 − Vˆ3 y S13 + ... + Vˆ1 − Vˆn y S1n

Iˆ1 = ( y P12 + y P13 + ... + y P1n + y S12 + y S13 + ... + y S1n )Vˆn − y S12Vˆ2 − y S13Vˆ3 + ... − y S1nVˆn .....(2.17)

Iˆ1 = Y11Vˆ1 + Y12Vˆ2 + Y13Vˆ3 + ... + Y1nVˆn ........................................................(2.18)

Di mana:

Y11 = y P12 + y P13 + ... + y P1n + y S12 + y S13 + ... + y S1n ...................................(2.19)

= jumlah semua admitansi yang dihubungkan dengan bus 1

Y12 = − y S12 ; Y13 = − y S13 ; Y1n = − y S1n ............................................................(2.20)

Universitas Sumatera Utara


Persamaan (2.21) dapat disubtitusikan ke Persamaan (2.5) menjadi Persamaan (2.22),

yaitu:

n
Iˆ1 = ∑ YijVˆ j ...........................................................................(2.21)
j =1

n
P1 − jQ1 = Vˆ1* I 1 = Vˆ1* ∑ Y1 jVˆ j .................................................(2.22)
j =1

n
Pi − jQi = Vˆi* ∑ YijVˆ j i = 1,2,....., n .........................(2.23)
j =1

Persamaan (2.23) merupakan representasi persamaan aliran daya yang non linear.

Untuk sistem n-bus, seperti Persamaan (2.15) dapat dihasilkan Persamaan (2.24)

yaitu:

 Iˆ1  Y 11 Y 12 ... Y 1n  Vˆ1 


ˆ    
 I 2  = Y 21 Y 22 ... Y 2 n  Vˆ2 
...........................................(2.24)
:  : : ... :   : 
    
 Iˆn  Y n1 Y n 2 ... Y nn  Vˆn 

Notasi matrik dari Persamaan (2.24) adalah.

I bus = YbusVbus .........................................................................(2.25)

Y 11 Y 12 ... Y 1n 
Y Y 22 ... Y 2 n 
Di mana: Ybus =  21 = matrik bus admitansi................2.26)
 : : ... : 
 
Y n1 Y n 2 ... Y nn 

Universitas Sumatera Utara


2.5 Metode Aliran Daya

Pada sistem multi-bus, penyelesaian aliran daya dengan metode persamaan

aliran daya. Metode yang digunakan pada umumnya dalam penyelesaian aliran daya,

yaitu metode: Gauss-Seidel, Fast Decoupled dan Newton-Raphson, pada tesis ini

akan dibahas dengan menggunakan metode Newton-Raphson [11,17].

2.5.1 Metode Newton-Raphson

Dalam metode Newton-Raphson secara luas digunakan untuk permasalahan

Persamaan non-linear. Penyelesaian Persamaan ini menggunakan permasalahan yang

linear dengan solusi pendekatan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk satu

Persamaan atau beberapa Persamaan dengan beberapa variabel yang tidak diketahui

[13,16].

Untuk Persamaan non-linear yang diasumsikan memiliki sebuah variabel seperti

Persamaan (2.27).

y = f (x) ...............................................................................(2.27)

Persamaan (2.27) dapat diselesaikan dengan membuat Persamaan menjadi

f ( x) = 0 ................................................................................(2.28)

Menggunakan deret Taylor Persamaan (2.28) dapat dijabarkan menjadi Persamaan

(2.29).

1 df ( x0 )
(x − x0 )+ 1 df (2x0 ) (x − x0 )2 + ...........
2
f ( x ) = f ( x0 ) +
1! dx 2! dx
1 df n (x0 )
+ n
(x − x0 )n = 0 ...................................................(2.29)
n! dx

Universitas Sumatera Utara


Turunan pertama dari Persamaan (2.29) diabaikan, pendekatan linear menghasilkan

Persamaan (2.30).

df ( x0 )
f ( x ) = f ( x0 ) + (x − x0 ) = 0 .........................................(2.30)
dx

Dari.

f ( x0 )
x1 = x0 − ..............................................................(2.31)
df ( x0 ) dx

Bagaimana pun, untuk mengatasi kesalahan notasi, maka Persamaan (2.31) dapat

diulang seperti Persamaan (2.32).

(1)
=x (0)

( )
f x( 0 )
x
( )
df x( 0 ) dx
........................................................(2.32)

Di mana.

x(0) = Pendekatan perkiraan

x(1) = Pendekatan pertama

Oleh karena itu, rumus dapat dikembangkan sampai iterasi terakhir (k+1), menjadi

Persamaan (2.33).

( k +1)
=x (k )

( )
f x( k )
x
( )
df x( k ) dx
.....................................................(2.33)

x ( k +1) = x ( k ) −
( )
f x( k )
( )
f ' x( k )
...........................................................(2.34)

Universitas Sumatera Utara


Jadi,

∆x = −
( )
f x( k )
( )
f ' x( k )
......................................................................(2.35)

∆x = x ( k +1) − x ( k ) ....................................................................(2.36)

Metode Newton-Raphson secara grafik dapat dilihat pada Gambar 2.9 [13] ilustrasi

Metode Newton-Raphson

Gambar 2.9 Ilustrasi metode Newton-Raphson

Pada Gambar 2.9 dapat dilihat kurva garis melengkung diasumsikan grafik

Persamaan y = F (x) . Nilai x0 pada garis x merupakan nilai perkiraan awal kemudian

dilakukan dengan nilai perkiraan kedua hingga perkiraan ketiga.

2.6 Metode Newton-Raphson dengan Koordinat Polar

Besaran-besaran listrik yang digunakan untuk koordinat polar, pada

umumnya seperti Persamaan (2.37).

Vi = Vi ∠δ i ; V j = V j ∠δ j ; dan Yij = Yij ∠θ ij ...................(2.37)

Universitas Sumatera Utara


Persamaan arus (2.21) pada Persamaan sebelumnya dapat diubah kedalam Persamaan

polar (2.38).

n
Ii = ∑Y V
j =1
ij j

n
I i = ∑ Yij V j ∠θ ij + δ j .........................................................(2.38)
j =1

Persamaan (2.38) dapat disubstitusikan kedalam Persamaan daya (2.39) pada

Persamaan sebelumnya menjadi Persamaan (2.39).

Pi − jQi = Vi * I i

Vi* = Vi ∠ − δ i Vi * = conjugate dari Vi

n
Pi − jQi = Vi ∠ − δ i ∑ Yij V j ∠θ ij + δ j
j =1

n
Pi − jQi = ∑ Vi Yij V j ∠θ ij − δ i + δ j ...................................(2.39)
j =1

Di mana:

≅ Cos (θ ij − δ i + δ j ) + j sin (θ ij − δ i + δ j ) ..............(2.40)


(
j θ ij −δ i +δ j )
e

Persamaan (2.39) dan (2.40) dapat diketahui Persamaan daya aktif (2.41) dan

Persamaan daya reaktif (2.42).

Universitas Sumatera Utara


( )
n
Pi ( k ) = ∑ Vi ( k ) Yij V j( k ) cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) .........................(2.41)
j =1

( )
n
Qi( k ) = −∑ Vi ( k ) Yij V j( k ) sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) .......................(2.42)
j =1

Persamaan (2.41) dan (2.42) merupakan langkah awal perhitungan aliran daya

menggunakan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran daya menggunakan

proses iterasi (k+1). Untuk iterasi pertama (1) nilai k = 0, merupakan nilai perkiraan

awal (initial estimate) yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya

[14,15].

Hasil perhitungan aliran daya menggunakan Persamaan (2.41) dan (2.42) dengan nilai

Pi (k ) dan Qi(k ) . Hasil nilai ini digunakan untuk menghitung nilai ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) .

Menghitung nilai ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) menggunakan Persamaan (2.43) dan (2.44).

∆Pi (k ) = pi , spec − Pi ,(calc


k)
............................................................(2.43)

∆Qi(k ) = Qi , spec − Qi(,kcalc


)
...........................................................(2.44)

Hasil perhitungan ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) digunakan untuk matrik Jacobian pada

Persamaan (2.45).

Universitas Sumatera Utara


 ∂P2( k ) ∂P2( k ) ∂P2( k ) ∂P2( k ) 
 ... ... 
∂δ 2 ∂δ n ∂ V2 ∂ Vn   ∆δ ( k )
 ∆P2( k )   
   :( k ) : : : : :  2

 :   ∂Pn ∂Pn( k ) ∂Pn( k ) ∂Pn( k )  :  .(2.45)
 ∆Pn( k )   ∂δ 2
...
∂δ n ∂ V2
...
∂ Vn   ∆δ ( k ) 
 =  2

(k ) 
∆Q2   ∂Q2 ∂Q2( k ) ∂Q2( k ) ∂Q2( k )  ∆ Vn( k )
(k )
... ... 
 :   ∂δ 2 ∂δ n ∂ V2 ∂ Vn  : 
   :  
∆Qn   ∂Q ( k )
(k ) : : : : :  ∆ Vn( k ) 
 n ∂Qn( k ) ∂Qn( k ) ∂Qn( k ) 
 ∂δ ... ... 
 2 ∂δ n ∂ V2 ∂ Vn 

Persamaan (2.45) [8] dapat dilihat bahwa perubahan daya berhubungan dengan

perubahan besar tegangan dan sudut fasa.

Secara umum Persamaan (2.45) dapat disederhanakan menjadi Persamaan (2.46).

 ∆P ( k )   J 1 J 2   ∆δ ( k ) 
 (k )  =   ( k )  ....................................................(2.46)
∆Q   J 3 J 4  ∆ V 

Besaran elemen matriks Jacobian Persamaan (2.46) adalah.

a) J1

∂Pi
( )
(k )

= ∑ Vi ( k ) V j( k ) Yij sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) ...........................(2.47)


∂δ i j ≠i

∂Pi
( )
(k )

= − Vi ( k ) V j( k ) Yij sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) j ≠ i ...........(2.48)


∂δ j

b) J2

∂Pi
( )
(k )

= 2 Vi ( k ) Yii cos θ ii + ∑ V j( k ) Yij cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) ....(2.49)


∂ Vi j ≠i

Universitas Sumatera Utara


∂Pi
( )
(k )

= Vi ( k ) Yij cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) j ≠ i ............(2.50)


∂Vj

c) J3

∂Qi
( )
(k )

= ∑ Vi ( k ) V j( k ) Yij cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) ..........................(2.51)


∂δ i j ≠i

∂Qi
( )
(k )

= − Vi ( k ) V j( k ) Yij cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) j ≠ i ...........(2.52)


∂δ j

d) J4

∂Qi
( )
(k )

= −2 Vi ( k ) Yii sin θ ii − ∑ V j( k ) Yij sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) ...(2.53)


∂ Vi j ≠i

∂Qi
( )
(k )

= − Vi ( k ) Yij sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k ) j ≠ i ..........(2.54)


∂Vj

Setelah nilai matrik Jacobian dimasukkan kedalam Persamaan (2.46) maka nilai

∆δ i(k ) dan ∆ V
(k )
i
dapat dicari dengan menginversikan matrik Jacobian seperti

Persamaan (2.55).

−1
 ∆δ ( k )   J 1 J 2   ∆P ( k ) 
 (k )  =    .................................................(2.55)
∆ V   J 3 J 4  ∆Q ( k ) 

Universitas Sumatera Utara


( k +1)
Setelah nilai ∆δ i(k ) dan ∆ V diketahui nilainya maka nilai ∆δ i( k +1) dan ∆ V
(k )
i i

dapat dicari dengan menggunakan nilai ∆δ i(k ) dan ∆ V


(k )
i
ke dalam Persamaan (2.56)

dan (2.57).

δ i(k +1) = δ i(k ) + ∆δ i(k ) ...............................................................(2.56)

Vi (k +1) = Vi (k ) + ∆ Vi (k ) ..........................................................(2.57)

( k +1)
Nilai δ i( k +1) dan V i
hasil perhitungan dari Persamaan (2.56) dan (2.57) merupakan

perhitungan pada iterasi pertama. Nilai ini digunakan kembali untuk perhitungan

iterasi ke-2 dengan cara memasukan nilai ini ke dalam Persamaan (2.41) dan (2.42)

sebagai langkah awal perhitungan aliran daya, dengan diperolehnya hasil output

aliran beban dari sistem dengan metode Newton-Raphson adalah merupakan output

yang digunakan dalam analisis penempatan stabilitas tegangan menggunakan statcom

[16].

Perhitungan aliran daya pada iterasi ke-2 mempunyai nilai k = 1. Iterasi

perhitungan aliran daya dapat dilakukan sampai iterasi ke-n. Perhitungan selesai

apabila nilai ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) mencapai nilai 2,5.10-4.

Perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson

1. Membentuk matrik admitansi Y rel sistem.

2. Menentukan nilai awal V(0), δ(0), P spec , Q spec.

Universitas Sumatera Utara


3. Menghitung daya aktif dan daya reaktif berdasarkan Persamaan (2.41) dan

(2.42).

4. Menghitung nilai ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) berdasarkan Persamaan (2.43) dan

(2.44).

5. Membuat matrik Jacobian berdasarkan Persamaan (2.46) sampai Persamaan

(2.54).

6. Menghitung nilai δ ( k +1) dan V ( k +1) berdasarkan Persamaan (2.56) dan

(2.57).

7. Hasil nilai δ ( k +1) dan V ( k +1) dimasukkan kedalam Persamaan (2.41) dan

(2.42) untuk mencari nilai ∆P dan ∆Q . Perhitungan akan konvergensi jika

nilai ∆P dan ∆Q ≤ 10-4.

8. Jika sudah konvergensi maka perhitungan selesai, jika belum konvergensi

maka perhitungan dilanjutkan untuk iterasi berikutnya.

2.7 Static Compensator (STATCOM)

Merupakan perangkat yang terhubung dalam derivasi, terdiri dari sebuah

transformator kopling yang melayani mata rantai antara sistem tenaga listrik dan

tegangan kontrol sinkron yang menghasilkan gelombang tegangan

membandingkannya dengan salah satu sistem listrik untuk mewujudkan pertukaran

daya reaktif. Sistem kontrol Statcom menyesuaikan pada setiap saat tegangan terbalik

Universitas Sumatera Utara


sehingga arus injeksi pada jaringan di dalam kuadrat dengan tegangan saluran dalam

kondisi P = 0 dan Q = 0 [20,21,22].

Statcom adalah konverter perangkat tegangan berbasis sumber, yang

mengubah tegangan input DC menjadi tegangan output AC untuk mengkompensasi

kebutuhan aktif dan reaktif dari sistem.

Statcom memiliki karakteristik yang lebih baik, ketika tegangan sistem

cukup untuk memperoses output statcom, output daya reaktif maksimum yang tidak

akan terpengaruh oleh besarnya tegangan. Oleh karena itu, menunjukkan karakteristik

arus konstan ketika tegangan rendah.

Diagram skema dan karakteristik statcom ditunjukkan pada Gambar 2.10

[18] dan Gambar 2.11[19].

Gambar 2.10 Struktur dari Statcom

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.11 Typical karakteristik V-I Statcom

Jadi, ketika beroperasi pada batas tegangannya, jumlah kompensasi daya reaktif yang

lebih diberikan dari statcom. Hal ini karena pada batas tegangan rendah daya reaktif

yang jatuh menitikberatkan turun sebagai kuadrat dari tegangan, di mana MVAR = f

(BV2), tapi yang jatuh menitikberatkan dari linier dengan statcom di mana MVAR =

f (V-I). Hal ini membuat kemampuan kontrol daya reaktif dari Statcom pada saat

sistem bermasalah.

V V

Gambar 2.12 Satu fasa rangkaian dari Statcom

Gambar 2.12 [18] di mana V VR mewakili tegangan di terminal statcom dan V K

adalah tegangan dalam daya sistem bus. Dasar-dasar operasi statcom adalah bahwa

Universitas Sumatera Utara


amplitudo dan sudut fasa drop tegangan, Gambar di atas dapat dikendalikan,

menentukan jumlah dan arah aliran daya aktif dan reaktif melalui reaktansi jika kita

mengambil sebagai acuan untuk menyederhanakan formulasi, persamaan

tegangan dan daya yang digunakan untuk rangkaian.

2.8 Prinsip Kerja Statcom

Statcom menghasilkan tegangan 3 phasa seimbang dan fasa yang besarnya

dapat disesuaikan dengan cepat dengan menggunakan saklar semikonduktor. Statcom

terdiri dari sumber tegangan inverter dengan kapasitor DC, transformator kopling,

sinyal pembangkit dan rangkaian kontrol.

Sumber tegangan inverter untuk transmisi statcom beroperasi dalam mode

multi – jembatan Gambar 2.13 [27] menunjukkan rangkaian ekivalen fasa-tunggal di

mana statcom dikontrol dengan mengubah sudut fasa antara tegangan keluaran

inverter dan tegangan bus pada titik sambungan titik yang sama. Inverter tegangan Vi

diasumsikan dalam fasa dengan tegangan terminal Vt AC.

Gambar 2.13 Statcom

Universitas Sumatera Utara


Statcom pasokan daya reaktif ke sistem AC jika besar Vi lebih besar dari pada Vt,

menarik daya reaktif dari sistem AC jika besarnya V t lebih besar dari V i .

Daya aktif dapat ditukar antara statcom dan EPS (Electric Power System)

pertukaran antara inverter dan sistem AC dapat dikontrol menyesuaikan sudut

tegangan output dari inverter ke sudut tegangan dari sistem AC, ini berarti bahwa

inverter tidak dapat memberikan daya aktif ke sistem AC, DC membentuk akumulasi

energi jika tegangan keluaran inverter mendahului tegangan dari sistem AC. Di sisi

lain, inverter dapat menyerap daya aktif dari sistem AC jika tegangan yang tertunda

sehubungan dengan sistem tegangan AC.

Menggunakan persamaan klasik yang menggambarkan aliran daya aktif dan

reaktif sejalan dalam hal Vi dan Vs, impedansi trafo (yang dapat diasumsikan sebagai

ideal) dan perbedaan sudut antara kedua bus, kita dapat menentukan P dan Q. Sudut

antara Vs dan Vi dalam sistem ini d. Ketika statcom beroperasi dengan d = 0 kita

dapat melihat bagaimana daya aktif mengirim ke perangkat sistem menjadi nol

sedangkan daya reaktif terutama akan tergantung pada modul tegangan. Kondisi

operasi ini berarti bahwa arus yang melewati trafo harus memiliki perbedaan +/- 900

phasa ke Vs. Dari Gambar 2.14 Prinsip operasi dari statcom, jika lebih besar dari Vi,

Vs, reaktif akan dikirim ke statcom sistem (operasi kapasitif) yang berasal dari aliran

arus. Dalam kasus sebaliknya, reaktif akan diserap dari sistem melalui statcom

(operasi induktif) dan arus akan mengalir dalam arah yang berlawanan. Akhirnya jika

modul Vs dan V i adalah sama, tidak akan ada atau aliran arus atau reaktif dalam

sistem [28,29].

Universitas Sumatera Utara


Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa dalam keadaan vertikal tetap Q

hanya tergantung pada perbedaan antara mode Vs dan tegangan Vi. Jumlah daya

reaktif sebanding dengan perbedaan tegangan antara Vs dan Vi. Pertukaran daya aktif

antara statcom dan Electric Power System (EPS). pertukaran antara inverter dan

sistem AC dapat dikontrol menyesuaikan sudut tegangan output dari inverter ke sudut

tegangan dari sistem AC. Ini berarti bahwa inverter tidak dapat menyediakan daya

aktif ke sistem AC. DC membentuk akumulasi energi jika tegangan keluaran inverter

berjalan sebelum tegangan dari sistem AC.

Mode Gelombang Fasor Deskripsi

Vi jika V i = V S ,I is =0
Mode beban
tidak ada
(a)Vi =Vs Vi
Vi I =leading Iis
is jx.Iis Jika V i > V s , I is
Mode operasi tampaknya termuka saat
kapasitif ini karena besarnya
(b)Vi>Vs Vi dengan arus dapat
dikontrol terus menerus
oleh Vi, fungsinya
statcom akan sebagai
reactansi kapasitip
kapasitor yang terus
terkendali
Vi
Mode operasi Iis=lagging Jika V i < V s , I is
induktif tampaknya tertinggal saat
Vi jx.Iis
(c)Vi<Vs dalam mode ini,
Iis
fungsinya statcom akan
sebagai reaktor yang
reaktansi induktif terus
terkendali

Gambar 2.14 Prinsip operasi dari statcom

Universitas Sumatera Utara


2.9 Matlab -Simulink

Matlab merupakan salah satu paket program (software) komputer yang

berhubungan erat dengan matrices, numerics, visualization, grafhics, dan lain-lain.

Di samping itu di dalam Matlab ini juga terdapat beberapa fasilitas yang lainnya

seperti: toolboxes dengan commuication, wavalet, fuzzy logic, statistics, signal

processing, control system, simulink, blocksets dengan power system blockset, DSP

blockset, nonlinear control design dan stateflow. [30,31,33].

Universitas Sumatera Utara

You might also like