You are on page 1of 13

LAPORAN PRAKTIKUM

REKAYASA LINGKUNGAN DAN BANGUNAN PERTANIAN


(TPT-2029)
ACARA I
PENDINGINAN RUANG DENGAN METODE EVAPORATIVE COOLING

DISUSUN OLEH :
NAMA :
NIM :
GOLONGAN :
CO ASS :

LABORATORIUM TEKNIK LINGKUNGAN DAN BANGUNAN PERTANIAN


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Produk pertanian seperti tanaman dan ternak menghendaki
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksi yang optimal.
Rekayasa lingkungan bangunan pertanian di Indonesia sangat diperlukan baik
itu di lingkungan kandang, ataupun lingkungan tempat tumbuh tanaman.
Sebagian tanaman dapat tumbuh dengan optimal dengan kondisi yang mana
suhu dan RH nya sesuai. Begitu juga dengan ternak, sebagian besar ternak di
Indonesia didatangkan dari Negara luar yang beriklim dingin. Sehingga agar
ternak dari luar negeri dapat nyaman hidup di Indonesia yang beriklim tropism
aka diperlukan suatu rekayasa lingkungan bangunan pertanian khususnya
kandang ternak.
Evaporative cooling merupakan salah satu metode pendinginan
udara selain pendingin mekanis (AC) namun mempunyai prinsip kerja yang
berbeda dari mesin pendingin biasanya. Berbeda dengan alat pendingin
mekanis (AC), udara yang dihasilkan dengan metode evaporative cooling
memiliki suhu yang rendah dengan RH tinggi. Evaporative cooling sangat
cocok digunakan pada bangunan kumbung untuk budidaya jamur yang
menghendaki suhu rendah dengan RH tinggi. Untuk kepentingan rancang
bangun lingkungan bangunan pertanian maka diperlukan pengetahuan terkait
prinsip kerja dan analisis pendinginan udara dengan metode evaporative
cooling, sehingga praktikum ini perlu dilakukan
1.2.Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui bagian-bagian serta konstruksi peralatan evaporative
cooling.
2. Untuk mengoperasikan dan mengetahui karakter kondisi udara hasil
pendinginan dengan cara evaporative cooling.
3. Untuk membudidayakan dan mengamati pertumbuhan jamur dalam
ruangan dengan evaporative cooling.
BAB II
DASAR TEORI
Evaporative cooling merupakan perangkat yang mendinginkan udara
melalui penguapan air. Evaporative cooling berbeda dari sistem pendingin udara
khas yang menggunakan kompresi uap atau siklus refrigerasi absorpsi. Evaporative
cooling bekerja dengan menggunakan air dengan entalpi penguapan besar. Suhu
udara kering dapat turun secara signifikan melalui fase transisidari air cair ke uap
air (penguapan), yang dapat mendinginkan udara dengan menggunakan energi jauh
lebih sedikit dari pada pendinginan. Dalam iklim yang sangat kering, evaporative
cooling udara memiliki manfaat tambahan pendingin udara dengan lebih banyak
uap air untuk kenyamanan penghuni bangunan. Tidak seperti siklus tertutup
pendinginan. evaporative cooling membutuhkan sumber air, dan harus terus
mengkonsumsi air untuk beroperasi. Setiap kali udara kering melewati air,
sebagian air akan diserap oleh udara. Itu sebabnya evaporative cooler alami terjadi
di dekat air terjun, di sungai, danau dan lautan (Adhe, 2016).
Pendinginan evaporasi adalah fenomena fisik dimana penguapan air dari
media (cooling pad) yang basah ke udara yang mengalir dan terjadi kontak
keduanya akan menyebabkan pendinginan pada media. Efek pendinginan ini akibat
dari kebutuhan panas penguapan air yang diambil dari kandungan panas media dan
udara agar proses penguapan air tetap berlangsung. Udara yang berperan dalam
proses penguapan mengalami perubahan secara psikhrometrik yaitu terjadi
perbedaan atau perubahan suhu bola kering (dry bulb temperature) dan suhu bola
basah (wet bulb temperature) udara sebelum dan sesudah kontak dengan media
basah. Besarnya perbedaan kedua suhu tersebut dari kondisi udara yang digunakan,
akan menentukan terhadap besarnya efek pendinginan yang terjadi (Nusa, 2015).
Pendingin evaporatif langsung Pendingin evaporatif jenis langsung akan
mendinginkan udara dengan cara udara dialirkan melalui media basah (biasanya
dari bahan selulosa). Saat melewati media basah, udara akan mendingin akibat
adanya penguapan air. Pada pendingin jenis ini, alat akan menambah jumlah uap
air di udara sampai mendekati saturasi. Temperatur tabung kering akan turun dan
temperatur tabung basah relatif konstan (Listiono dkk, 2015).
Makin besar selisih antara temperatur tabung kering dan temperatur tabung
basah udara (atau dikenal dengan wetbulb depression makin besar penurunan
temperatur yang dapat dicapaipada proses pendinginan evaporatif. Pada suatu
daerah dengan temperatur tabung kering105oF dan temperatur tabung basah 65oF,
sebuat mesin pendingin evaporatif denganefektivitas 75% dapat menurunkan
temperatur udara hingga 75oF (Ribikin, 2012).
Secara umum, penggunaan pendingin evaporatif memiliki kelebihan dalam
hal: Mengurangi beban chiller/mesin refrigerasi untuk mendinginkan udara luar;
Mengurangi biaya pendinginan udara (hingga 25% sampai 65%); Meningkatkan
kapasitas mesin pendingin yang telah terpasang tanpa menambahkan peralatan
pendingin mekanik; Meningkatkan umur kompresor; Meningkatkan umur penukar
kalor (Ribikin, 2012).
Szokolay dalam ‘Manual of Tropical Housing and Building’ menyebutkan
kenyamanan tergantung pada variabel iklim (matahari/radiasinya, suhu udara,
kelembaban udara, dan kecepatan angin) dan beberapa faktor individual/subyektif
seperti pakaian, aklimatisasi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat
kesehatan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit.
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat
1. Evaporative cooler
2. Thermohygrometer
3. Timbangan digital
4. Rak
5. Tempat perkembangan jamur

3.2. Bahan
1. Baglog jamur tiram
2. Air bersih

3.3. Cara Kerja


Alat dibersihkan dan dipatikan dalam keadaan baik. Air dialirkan
dalam tanki penampung sampai penuh. Selanjutnya bagian-bagian dan
fungsi evaporative cooler diamati dan dicatat. Suhu dan kelembaban udara
luar yang masuk kedalam alat dan udara ruangan diukur sebelum
pendinginan dimulai. Selanjutnya, alat evaporative cooler dinyalakan dan
diatur pada posisi kecepatan kipas 1. Suhu dan kelembaban udara ruang
diukur tiap 15 detik sekali hingga dicapai suhu dan kelembaban udara
konstan. Pengukuran serupa dilakukan pada posisi kecepatan 2 sampai 5.
Baglog jamur tiram ditimbang dan dicatat. Baglog diletakkan di
ruangan dengan evaporative cooler dan ruangan kontrol. perubahan warna
dan visual baglog diamati selama 5 hari. Setelah jamur mulai tumbuh,
diukur tinggi, panjang, lebar, dan berat jamur setiap hari hingga jamur siap
panen.
3.4. Cara Analisa Data
1. Kurva hubungan suu dan waktu saat proses evaporative cooling
2. Kurva hubungan kelembaban dan waktu saat proses evaporative
cooling.
3. Analisis kerja evaporative cooling (dengan psychometric chart) :
a. Hitung panas sensibel, panas laten, dan panas total dari proses
evaporative cooling.
b. Efektivitas dari proses evaporative cooling :
𝑇𝑑𝑏1 − 𝑇𝑑𝑏2
∈= × 100%
𝑇𝑑𝑏1 − 𝑇𝑤𝑏1
Tdb1 dan Tdb 2 = suhu bola kering udara sebelum dan sesudah
masuk evaporative cooler
Twb1 = suhu bola basah sebelum masuk evaporative cooler
4. Hitung index kenyamanan (THI – Temperature Humidity Index) yang
dihasilkan
5. Kurva data pertumbuhan jamur sampai panen
BAB IV
HASIL DAN ANALISA DATA

5.1.Hasil
A. Bagian – bagian alat Evaporative Cooler
1. Kipas/fan : berfungsi untuk menghisap (exhaust) udara dari dalam alat
dan menghembuskan (blower) udara ke luar.
2. Pompa air : berfungsi untuk mengalirkan air dari penampungan air
untuk membasahi pad.
3. Penampung air : untuk menampung air
4. Pengisi dan Penguras : berfungsi untuk mengisi air dalam penampungan
dan membuang air dari penampungan.
5. Alat pengendalian : berfungsi untuk mengatur kecepatan kipas serta
mode yang digunakan.
6. Pads : berfungsi untuk menyerap air yang akan digunakan untuk
mendinginkan udara.
7. Filter : berfungsi unutk menyaring udara luar.
5.2.Analisa Data
A. Hubungan suhu, kelembaban udara dengan waktu
76 30.5

75.5 30

75
29.5

Suhu
74.5
29
RH

74
28.5
73.5

73 28
RH (Kipas 1)

72.5 27.5 T (Kipas 1)


0 100 200 300 400
waktu

Gambar 4.1. hubungan suhu dan RH udara dengan waktu


pendinginan pada kecepatan kipas 1

75.4 30.5
75.2
30
75
74.8
29.5
74.6
suhu

74.4 29
RH

74.2
28.5
74
73.8
28
73.6 RH (Kipas
73.4 27.5 2)
0 100 200 300
waktu

Gambar 4.2. hubungan suhu dan RH udara dengan waktu


pendinginan pada kecepatan kipas 2
76 31

75 30.5

74 30
29.5
73
29

suhu
72
28.5
71
28
70 27.5
69 27
68 26.5 RH (Kipas
3)
0 200 400 600 T (Kipas3)
waktu

Gambar 4.3. hubungan suhu dan RH udara dengan waktu pendinginan


pada kecepatan kipas 3

75.5 30.5

75 30
74.5
29.5
74
29
73.5
suhu

28.5
RH

73
28
72.5

72 27.5
RH (Kipas
71.5 27 4)
0 100 200 300 400 T (Kipas4)
waktu

Gambar 4.4. hubungan suhu dan RH udara dengan waktu pendinginan


pada kecepatan kipas 4
76 30.5
75
30
74
29.5
73
72 29

suhu
RH

71 28.5
70
28
69
27.5
68 RH (Kipas
5)
67 27
0 100 200 300 400 T (Kipas5)
waktu

Gambar 4.5. hubungan suhu dan RH udara dengan waktu pendinginan


pada kecepatan kipas 5

B. Analisis kinerja evaporative cooling (pada kecepatan 1)


Kondisi udara masuk alat evaporative cooler :
Tdb1 = 30,1 oC ; RH = 73,7 %  H1 = 80 kJ/kg
Penurunan suhu Tdb2 = 28,1oC ; pada w tetap  H2 = 77,5 kJ/kg
Kondisi udara keluar evaporative cooler (saat konstan) :
Tdb2 = 28,1 oC ; RH = 73,2 %  H3 = 76,5 kJ/kg
Panas Sensibel yang dilepaskan (Hsensibel)
Hsensibel = H2 – H1
= 77,5 kJ/kg – 80 kJ/kg
= - 2,5 kJ/kg udara kering
Hlaten = H3 – H2
= 76,5 kJ/kg – 77,5 kJ/kg
= - 1 kJ/kg udara kering
Htotal = Hsensibel + Hlaten
= (- 2,5 kJ/kg) + (-1 kJ/kg)
= - 3,5 kJ/kg udara kering
Efektivitas Evaporative Cooling
𝑇𝑑𝑏1−𝑇𝑑𝑏2
∈= 𝑇𝑑𝑏1−𝑇𝑤𝑏1 𝑥 100%
30−28,1
∈= 30−25.5 𝑥 100%

∈= 42,2%
C. Temperature Humidity Index (THI)
Model persamaan THI untuk manusia :
TH6 = (Tdb+Twb)x0,72+40,6
= (30+25,5)x0,72+40,6
= 80,2
Model persamaan THI untuk ternak :
TH2 = ((0,35xTdb)+(0,65xTwb))x1,8+32
=((0,35x30)+(0,65x25,5))x1,8+32
= (9,975+16,484)x1,8+32
=80,73
D. Pengamatan Pertumbuhan Jamur
Tabel 4.2. Data pengamatan visual baglog jamur
Hari ke - Pengamatan Visual Baglog
Warna putih di ½ bagian baglog, ½ bagian lainnya
0 berwarna coklat gelap
Warna putih di ½ bagian baglog, dan agak putih di
1 ½ bagian lainnya.
Terdapat satu sampel yang sudah putih keseluruhan,
2 tetapi 4 sampel yang lain hanya putih sebagian
Terdapat satu sampel yang sudah putih keseluruhan,
3 tetapi 4 sampel yang lain hanya putih sebagian
Dua sampel mulai terlihat putih keseluruhan
4
4 sampel sudah terlihat putih keseluruhan, tetapi
terdapat 1 sampel yang masih dominan berwarna
5
coklat dan 1 sampel yang rusak
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Evaporative cooler tersusun atas bagian-bagian utama yaitu pad, kipas, case,
pipa, pompa, tangki/water tank, dan filter.
2. Udara masuk memiliki suhu (Tdb1) sebesar 29,1°C dan kelembaban relatif
(RH) sebesar 74,5 %. Sedangkan udara keluar evaporative cooler (Tdb2)
terukur sebesar 26,6 °C dengan RH sebesar 67,9 %. Panas sensibel yang
dipindahkan sebesar 2,44 kj/kg dan panas laten sebesar 10,68 kj/kg sehingga
panas total pada proses evaporative cooling adalah sebesar 13,12 kj/kg.
Efisiensi proses evaporative cooling terhitung sebesar 67,568 %
3. Berdasarkan perhitungan index kenyamanan (THI), ternak dan manusia
merasa stress ringan jika berada di lingkungan dengan pendingin evaporative
cooling

6.2 Saran
Sebaiknya baglog disediakan yang sudah siap, harus diperhitungkan lagi
waktunya agar siap diguankan untuk praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Adhe. 2016. Evapoartive Cooling. Dalam https://id.scribd.com-


/doc/175920585/Evaporative-Cooling-Opm-Fiksss-Pembaha-san. Diakses
pada hari Jumat 29 April 2018 pukul 17.14 WIB.
Nusa. 2015. Teknologi Pendingin Evaporasi (Evaporative Cooling) Untuk
Memperpanjang Umur Simpan Buah Dan Sayuran Segar. Dalam jurnal
Agrium ISSN 2442-7306 (19):3.
Listiono, dkk. 2015. Analisis Evaporative Air Cooler Dengan Temperatur Media
Pendingin Yang Berbeda. Dalam jurnal Jom Fteknik (2):2.
Ribikin. 2015. Pendingin Evaporatif. Dalam https://id.scribd.com/doc/-
112389824/Pendingin-Evaporatif. Diakses pada hari Jumat 29 April 2018
pukul 17.14 WIB.
Szokolay S.V, et. Al. 1973. Manual of Tropical Housing and Building. Bombay:
Orient Langman.

You might also like