You are on page 1of 13

ANALISIS BILANGAN PEROKSIDA

Disusun oleh:
Kelompok VIII
Nama :
Leni Nursafitri 11150960000056
Annisa Aprillia 11150960000058
Muhammad Fatih Asror 11150960000066
Ariawan Darari 11150960000078
Nurinayah 11150960000082

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia mengkonsumsi minyak cukup tinggi. Makanan yang


digoreng cenderung lebih disukai dibandingkan makanan yang direbus. Karena
makanan yang digoreng memiliki cita rasa yang gurih dan renyah. Salah satu
minyak yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat menengah kebawah adalah
minyak goreng curah. Minyak goreng curah yang didistribusikan dalam bentuk
tanpa kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan
banyak terpapar oksigen. Namun kondisi ini sering kali menjadi sebuah dilema,
disatu sisi masyarakat kita cenderung masih berorientasi pada nilai ekonomis
ketimbang nilai kesehatannya. Badan WHO (1990) menganjurkan konsumsi
lemak sebanyak 15 – 30 % kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan.
Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan untuk membantu
penyerapan vitamin larut lemak.
Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya
matahari, tidak merusak flavour hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan
produk dengan tekstur dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan
berulang-ulang, serta menghasilkan warna keemasan pada produk (Wijana, dkk,
2005).
Kerusakan minyak atau lemak juga diakibatkan pemanasan pada suhu tinggi
(200-250°C), yang terjadi selama proses penggorengan, hal ini akan
mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng
(Sunita, 2004).
Mutu dari suatu minyak dapat diketahui dari rasa dan aromanya, salah
satunya adalah ketengikan atau adanya peroksida. Peroksida merupakan suatu
tanda adanya pemecahan atau kerusakan pada minyak karena terjadi oksidasi
(terjadi kontak udara), yang menyebabkan aroma/bau tengik pada minyak. Ukuran
dari ketengikan dapat diketahui dengan menentukan bilangan peroksida. Semakin
tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi pula tingkat ketengikan pada
suatu minyak (ASA, 2000).
Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan menyebabkan turunnya
kualitas minyak goreng curah. Semakin banyak pengulangan penggorengan
bilangan peroksida semakin meningkat. Secara organoleptik minyak goreng
curah menunjukkan parameter organoleptik warna, rasa, aroma mempunyai
nilai yang semakin tidak baik (Aminah, 2010).

Menurut Penelitian terdahulu Siti Aminah (2010) mengemukakan bahwa


Penambahan minyak segar selama pengulangan penggorengan (penggorengan
ke 5) tidak banyak memberikan sumbangan terhadap ketahanan mutu minyak
goreng. Disarankan pengulangan penggorengan dilakukan maksimum 5 kali.

Menurut Penelitian terdahulu Ika Risti Lempang, dkk (2016), uji analisis
kualitas minyak goreng di Manado menggunakan uji parameter kadar air,
bilangan asam lemak bebas, bilangan asam, dan bilangan peroksida. Hasil
penelitian bahan minyak goreng curah memenuhi persyaratan SNI 100%
terhadap kadar air, asam lemak bebas 50%, bilangan asam 100%, dan tidak
memenuhi syarat terhadap bilangan peroksida. Minyak goreng kemasan
memenuhi persyaratan SNI 50% terhadap kadar air, bilangan asam 100%,
bilangan peroksida 50%, dan tidak memenuhi syarat terhadap bilangan asam
lemak bebas.

Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan cara titrasi yang


menggunakan larutan natrium tiosulfat 0.1 N sebagai penitar. Prinsip dari
bilangan peroksida adalah senyawa dalam lemak (minyak) akan dioksidasi oleh
Kalium lodida (KI) dan lod yang dilepaskan dititar dengan natrium tiosulfat.
Tujuan dalam praktikum kali ini adalah untuk mengetahui kerusakan minyak
berdasarkan bilangan peroksidanya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak

Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut air, tetapi larut

dalam pelarut organik seperti: petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, kloroform

dan benzena. Asam lemak rantai pendek sampai rantai atom karbon delapan

bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai akan membentuk gugus karboksil

yang tidak bermuatan. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan

tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah teroksidasi. Lemak tidak dapat

meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu

interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak

merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair

sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).

Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang tidak jenuh.

Semakin tidak jenuh asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi. Selain itu,

faktor – faktor seperti suhu, adanya logam berat dan cahaya, tekanan udara, enzim

dan adanya senyawa peroksida juga semakin memper-cepat berlangsungnya

oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat terjadi ketengikan.

Berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati dengan beberapa cara,

salah satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil penguraian senyawaan

peroksida (asam – asam, alkohol, ester, aldehid, keton, dan sebagainya). Uji

peroksida ini pada dasarnya mengukur kadar senyawaan peroksida yang terbentuk

selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan untuk menilai mutu minyak
tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis makanan yang berkadar lemak

rendah (Syarief & Hariyadi, 1993).

Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan yang utama pada
minyak dan lemak, yaitu:

a. Ketengikan

Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah

menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan

minyak tak jenuh.

b. Hidrolisa

Hidrolisa minyak dan lemak akan menghasilkan asam-asam lemak

bebas yang dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu.

Hidrolisa dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau

karena kegiatan enzim.

Gambar 1. Asam Lemak Tidak Jenuh yang mengalami Reaksi Oksidasi

2.2 Minyak Goreng

Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih

dan penambah kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik
asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak

diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol

akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik

asap makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng

tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk

menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis lemak

(Winarno, 1997).

Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan

yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan

menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak

enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat

dalam minyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton,

hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik

dan rasa getir. Sedangkan pembentukan senyawa polimer selama proses

menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh.

Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di

dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986).

2.3 Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat


kerusakan pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat
ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk
menentukan bilangan peroksida adalah berdasarkan pada reaksi antara alkali
iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada
reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosilfat. Penentuan peroksida ini
kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan
alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi
sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi
antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986).
PERCOBAAN III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

1. Erlenmeyer
2. Buret
3. Pemanas
4. Pipet volume
5. Timbangan

3.2 Bahan

1. Sampel Minyak
2. Asam asetat glasial
3. Kloroform
4. Alcohol
5. Larutan KI jenuh
6. Na2S2O4 0.1 N
7. Amilum

3.3 Prosedur Kerja

Ditimbang 2,5 gram minyak dalam Erlenmeyer bertutup. Ditambahkan 25


mL larutan (asam asetat glasial, kloroform,dan alcohol) kemudian ditambahkan
larutan KI jenuh sebanyak 0.5 mL dan dididihkan selama 1 menit. Ditambahkan
akuades sebanyak 30 mL pada larutan sampel dan tambahkan 2-3 tetes indicator
kanji lalu dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0.1 N hingga warna
kuning hilang. Blanko dibuat dengan perlakuan yang sama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan kali ini yaitu mengenai analisis bilangan peroksida pada sampel
minyak goreng curah. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah
mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal
reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak
atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah
bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka
peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil
dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar
peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain (Raharjo,
2006).

Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada
minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen,
cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi.
Menurut deMan (1999), setiap peningkatan suhu 10℃ laju kecepatan oksidasi
meningkat dua kali lipat. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah. Kecepatan akumulasi peroksida
selama proses aerasi minyak pada suhu 100 – 115℃ dua kali lebih besar
dibanding pada suhu 10℃. Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan
jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan
oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan (Ketaren,
1986).
Tabel 1. Pengamatan Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah

Sampel Volume Na2S2O3 (mL) Bilangan Peroksida

Fresh Pemanasan Fresh Pemanasan

Minyak goreng 0,4 0,4 0,317 0,317


curah

Hasil pengamatan pada tabel menunjukkan bahwa sampel minyak goreng


curah mempunyai bilangan peroksida sebesar 0,317 baik sebelum pemanasan
maupun sesudah pemanasan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa laju
pembentukan peroksida sangat kecil. Bilangan peroksida yang rendah dapat
diakibatkan karena pemanasan yang hanya berkisar 1 jam saja. Seharusnya
penggunaan suhu tinggi selama penggorengan menyebabkan turunnya kualitas
minyak goreng curah. Semakin banyak pengulangan penggorengan bilangan
peroksida semakin meningkat.

Sedangkan berdasarkan penelitian Alyas et al. (2006) menunjukkan


peningkatan bilangan peroksida yang signifikan dengan meningkatnya suhu dan
waktu penggorengan. Aidos et al. (2001) juga melaporkan bahwa peningkatan
bilangan peroksida signifikan dengan peningkatan suhu penyimpanan. Hasil
tersebut menunjukkan adanya efek sinergis suhu yang tinggi dengan waktu yang
lama terhadap bilangan peroksida.

Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen
diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan
logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang
terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat
mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan
radikal bebas yang baru ( deMan, 1999; Ericson, 2002).
BAB V
KESIMPULAN

sampel minyak goreng curah mempunyai bilangan peroksida sebesar 0,317


baik sebelum pemanasan maupun sesudah pemanasan. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa laju pembentukan peroksida sangat kecil. Semakin tinggi
bilangan peroksida suatu minyak semakin besar kerusakan minyak tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Aidos, I., Padt, A.F.D.,Remko, B.M., and Luten, JB. 2001. Upgrading of Maatjes
herring by-products: production of crude fish oil. Journal Agriculture and
Food Chemistry Vol.49 No. 8:3697-3704.

Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng dan Sifat Organoleptik
Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01
No. 01. Semarang : Universitas Muhammadiyah.

ASA, 2000. Feed Quality Management Workshop. Penentuan Bilangan


Peroksida. Ciawi .

Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3555. 1998 (Cara Uji Minyak dan Lemak).
Badan Standarisasi Nasional : Jakarta

Badan Standarisasi Nasional. SNI 01–3741. 2013 ( Standart Mutu Minyak


Goreng). Badan Standarisasi Nasional : Jakarta.

Buckle, K.1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia.

DeMan, M.J, 1999. Principles of Food Chemistry. Third Edition. Aspen


Publicher, Inc. Gaithersburg, Maryland.

Ericson, M.C., 2002 Lipid Oxidation of Muscle Foods dalam Akoh.C.C., and
Min.B.D. 2002. Food Lipid: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. 2nd
Ed. Marcel Dekker Inc. New York-Basel.

Goreng Curah dan Minyak Goreng Kemasan Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol.
5 No. 4.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta:


Penerbit Universitas Indonesia

Lempang, Ika Risti, Fatimawali, Nancy C. Palealu. 2016. Uji Kualitas Minyak

Raharjo, S., 2006. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Sunita, Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.ed-4. PT.Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta.

Syarief R. dan Hariyadi. 1993. Teknologi Bahan Makanan. Jakarta: Mediyatama

Sarana Perkasa.

Tranggono dan Setiaji, B. 1989. Biokimia Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar

Universitas pangan Gizi UGM.

Wijana, Susinggih,dkk. 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas.ed1 Trubus


Agrisarana: Surabaya.

You might also like