You are on page 1of 2

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP / RSHS

Journal Reading
Oleh : Zaki Akbar
Sub Divisi : Nefrologi
Pembimbing : Prof. Dr. Nanan Sekarwana, dr., Sp.A(K), MARS
Prof. Dr. Dedi Rachmadi, dr., Sp.A(K), M.Kes
Prof. Dr. Dany Hilmanto, dr., Sp.A(K)
dr. Ahmedz Widiasta, Sp.A(K), M.Kes
Hari / Tanggal : April 2014

Selective Vitamin D Receptor Activation as Anti-


Inflammatory
Target in Chronic Kidney Disease
J. Donate-Correa,V. Domínguez-Pimentel, M. L. Méndez-Pérez, M. Muros-de-Fuentes,
C. Mora-Fernandez, E. Martín-Núñez, V. Cazaña-Pérez, and J. F. Navarro-Gonzalez

ABSTRACT
Paricalcitol, a selective vitamin D receptor (VDR) activator used for treatment of secondary
hyperparathyroidism in chronic kidney disease (CKD), has been associated with survival advantages,
suggesting that this drug, beyond its ability to suppress parathyroid hormone, may have additional beneficial
actions. In this prospective, nonrandomised, open-label, proof-of-concept study, we evaluated the hypothesis
that selective vitamin D receptor activation with paricalcitol is an effective target to modulate inflammation in
CKD patients. Eight patients with an estimated glomerular filtration rate between 15 and 44 mL/min/1.73m 2 and
anintactparathyroidhormone (PTH) levelhigher than 110pg/mL receivedoral paricalcitol (1 �g/48 hours) as
therapy for secondary hyperparathyroidism. Nine patients matched by age, sex, and stage of CKD, but a PTH
level <110 pg/mL, were enrolled as a control group. Our results show that five months of paricalcitol
administration were associated with a reduction in serum concentrations of hs-CRP (13.9%, � < 0.01), TNF-�
(11.9%, � = 0.01), and IL-6 (7%, � < 0.05), with a nonsignificant increase of IL-10 by 16%. In addition, mRNA
expression levels of the TNF� and IL-6 genes in peripheral blood mononuclear cells decreased significantly by
30.8% (� = 0.01) and 35.4% (� = 0.01), respectively. In conclusion, selective VDR activation is an effective
target to modulate inflammation in CKD.

PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular sangat sering dijumpai pada pasien dengan penyakit ginjal kronik,
terutama pada pasien dengan End Stage Renal Disease (ESRD). Peningkatan morbiditas dan mortalitas
pada kardiovaskular belum dapat dijelaskan berdasarkan risiko klasik kardiovaskular. Faktor risiko
nontradisional sangat berpengaruh pada kejadian PGK pada pasien ginjal, yang berhubungan erat dengan
proses inflamasi dan gangguan metabolisme mineral, yang telah dibuktikan pada stage awal PGK. Kedua
hal ini menyebabkan peningkatan risiko permasalahan kardiovaskuklar pada pasien PGK dengan
hiperparatiroisime sekunder, komplikasi yang sering timbul akibat dari kehilangan kemampuan ginjal
untuk meregulasi phosphatemia dan sintesis kalsitriol, bentuk aktif dari vitamin D. Pada beberap decade
terakhir, salah satu inovasi terapi terkaid PGK adalah paricalcitol (19-nor-1,25-dihydroxyvitamin D2),
yang merupakan selektif activator dari reseptor vitamin D untuk pencegahan dan tatalaksana
hiperparatiroidisme sekunder. Paricalcitol dihubungkan dengan angka survival pada pasien yang
menjalani hemodialisa lama. Komponen ini bekerja membantu sintesis dan sekresi paratiroid
hormone yang mempunyai efek minimal pada hipercalsemic dan hiperfosfatemi. Pada penelitian
lainnya, paricalsitol dikatakan mempunyai efek antiinflamasi, namun data yang tersedia masih
terbatas dan belum ada penelitian yang melaporkan efek dari aktivasi selektif reseptor vitamin D
sebagai target modulasi inflamasi pada pasien PGK sebelum dimulai dialisa. Tujuan utama dari
penelitian ini adalah menilai efek dari pemberian pericalsitol peroral pada pasien PGK pada profil
serum dan ekspresi gen dari sitokin pro inflamasi.

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN


Subjek dan design study
Penelitian ini merupakan jenis penelitian prospektif non randomisasi, terbuka, dari pasien dengan PGK
pada satu tempat.
Pasien
Penelitian retrospektif ini melibatkan 31 pasien yang didiagnosis sebagai SNRS primer.
Pasien dengan SNRS sekunder dikeluarkan dari penelitian. Jenis kelamin pasien,
usia di episode pertama, kekerabatan orangtua dan riwayat keluarga sindrom nefrotik
dicatat. Biopsi ginjal dilakukan pada 29 pasien.
Analisa Statistik
Data dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 15.0 untuk Windows (SPSS Inc, Chicago, IL).
Data dinyatakan sebagai frekuensi dan persentase. Hubungan antara variabel dianalisis melalui uji chi-
square dan uji Mann-whitney U. Tingkat signifikansi statistik telah diatur pada P <0,05.

HASIL
Penelitian ini melibatkan 31 pasien SNRS. Rasio laki-laki-perempuan adalah 1,2: 1. Usia rata-rata
di episode pertama SNRS adalah 4,1 ± 2,9 tahun. Kekerabatan orang tua tercatat pada 13 pasien(41,9%)
dan 5 pasien (16%) memiliki riwayat keluarga sindrom nefrotik. Karakteristik demografi pasien
ditunjukkan pada (Tabel. 3). Biopsi ginjal dilakukan pada 29 dari 31 pasien SNRS dan temuannya
sebagai berikut: FSGS: n = 18 (62%); proliferasi mesangial: n = 8 (27%); perubahan penyakit minimal
(MCD): n = 2 (6,8%); difusi mesangial sclerosis (DMS): n = 1 (3,4%). Mutasi tercatat hanya 4 pasien
(12,9%) (Table.4), yang mana 2 mengalami NPHS2 homozigot mutasi. Mutasi terdeteksi hanya 2 dari 4
pasien dengan SSP : Pasien no. 1, yang didiagnosis sebagai Denys-thrash Syndrome (DDS), mengalami
WT1 mutasi heterozigot dan pasien no. 2, yang didiagnosis sebagai sindrom Pierson, mengalami mutasi
homozigot pada gen LAMB2.
Pada akhir siklus pengobatan imunosupresif pertama, 14 pasien (51,8%) mencapai remisi
lengkap, 4 pasien (14,8%) mencapai remisi parsial dan 9 pasien (33,3%) tidak mencapai remisi. Analisis
status akhir dari pasien menunjukkan bahwa 16 pasien (51,6%) yang mengalami remisi, 5 pasien (16%)
tetap mengalami nefrotik kisaran proteinuria dan 10 pasien (32%) mengalami gagal ginjal kronis (CRF).

DISKUSI
SNRS merupakan 10% -20% dari semua kasus NS idiopatik. Pada sebagian besar anak-anak
dengan SNRS penyebabnya tidak dapat ditentukan, sedangkan sepertiga dari pasien memiliki cacat
genetik tunggal. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pasien SNRS, dalam hal karakteristik
demografi, temuan biopsi ginjal, kelainan genetik yang mendasari, respon terhadap pengobatan,
kekambuhan, prognosis dan komplikasi.
Biopsi ginjal dianjurkan untuk diagnosis histologis dari anak-anak dengan SNRS dan untuk
menentukan pilihan pengobatan dan prognosis. 3 temuan yang paling sering terlihat pada temuan
histologis yaitu FSGS, proliferasi mesangial dan MCD.

KESIMPULAN
Pengobatan optimal SNRS masih kontroversial. Identifikasi mutasi genetik merupakan faktor
penting untuk memprediksi respon terhadap pengobatan imunosupresif. Pengujian genetik dini dapat
mencegah perawatan imunosupresif yang tak terelakkan, yang mungkin tidak efektif dan memiliki
beberapa efek samping. Temuan studi ini memperlihatkan bahwa usia di episode pertama SNRS,
kekerabatan orangtua dan riwayat keluarga sindrom nefrotik tidak memiliki dampak yang signifikan
terhadap prognosis. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada
pasien dengan SNRS adalah respon terhadap pengobatan imunosupresif.

You might also like