You are on page 1of 10

1

Abstrak
Pendahuluan : Charcot foot merupakan kondisi progresif yang ditandai dengan
dislokasi sendi, fraktur patologis dan destruksi berat arsitektur kaki yang dapat
memperburuk deformitas. Diabetes melitus merupakan penyebab terjadinya Charcot foot
yang paling sering. Kaki charcot diabetik didapatkan pada sekitar 16% pasien DM
dengan neuroarthropati. Insiden kaki unilateral antara 0,08-7,7%, dan keterlibatan
bilateral antara 5,9-39,3%.Tidak ada perbedaan insiden berdasarkan jenis kelamin.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan
penunjang berupa gambaran radiologis yang mendukung. Keluhan rasa tebal,
kesemutan, rasa terbakar mungkin tidak ada karena hilangnya sensasi. Riwayat trauma
biasanya tidak ada. Pasien mungkin merasa nyeri. Nyeri sering dirasakan lebih ringan dan
tidak sebanding dengan beratnya gejala klinis. Riwayat DM yang lama mendukung
dugaan kaki Charcot Diabetik. Penatalaksanaan pada pasien meliputi regulasi gula darah,
imobilisasi, orthosis,tindakan bedah dan edukasi . Metode : Laporan kasus. Hasil : Pasien
pasien laki-laki, 53 tahun sudah dikenal diabetes melitus dirawat dengan keluhan utama
bengkak yang semakin membesar pada pergelangan kaki kanan sejak 1 bulan yang lalu.
Bengkak tidak nyeri dan tidak merah, pasien merasakan kaki kanannya lebih pendek
dibandingkan dengan kaki kirinya, serta terasa gesekan tulang pada persendian
pergelangan kaki kanannya sehingga pasien tidak bisa berjalan seperti biasanya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tampak bengkak di maleolus medial dan lateral dekstra,
Ulkus et maleolus Lateral dekstra, uk 0,5x0,5x0,5 cm. Pada palpasi konsistensi kenyal
padat, perabaan lebih hangat dibanding dengan kaki kiri. ROM pedis dekstra terbatas.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 6,9 gr/dl, leukosit
11.570/mm3, hematokrit 22%, trombosit 917.000/mm3. Gambaran darah tepi kesan
anemia sedang normositik normokromik. Gula darah sewaktu 385, GDP88 mg/dl, GD2PP
158 mg/dl, HbA1C 7,1 %. Ekspertise Rontgen Ankle AP Lateral adalah sugestif
gambaran Charchot joint ankle kanan. Konsul spesialis mata terdapat retinopati non
proliferatif diabetikum. Konsul spesialis orthopedi saran arthrodesis ankle joint. Diskusi :
Pasien didiagnosis dengan diabetes tipe 2 terkontrol insulin dengan komplikasi charcot
foot dekstra, ulkus pedis dekstra dan retinopati diabetikum non proliferatif, anemia
sedang normositik normokrom karena penyakit kronis, trombositosis reaktif. Terapi yang
diberikan pada pasien ini adalah untuk pengendalian gula darah dan rencana arthrodesis
ankle joint. Pada pasien ini kaki charcot merupakan bentuk komplikasi dari diabetes
melitus pasien. Kendali gula darah yang baik dan perawatan terhadap kaki pasien
diabetes merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya komplikasi ke
arah kaki charcot.

Pendahuluan
Charcot foot pertama kali dideskripsikan oleh Dr Jean Martin Charcot pada tahun
1868. Kaki Charcot adalah suatu kondisi yang mengenai tulang, sendi dan jaringan lunak
kaki dan pergelangan kaki, dimana fase awal ditandai dengan inflamasi. 1,2 Kaki charcot
merupakan kondisi progresif yang ditandai dengan dislokasi sendi, fraktur patologis dan
destruksi berat arsitektur kaki yang dapat memperburuk deformitas. 1 Kaki charcot sering
dikenal sebagai Neuropathic Arthropati, Charcot’s arthropati, atau Charcot foot.1,2
Neuropati perifer merupakan komplikasi yang mengenai pada sekitar 30%
penderita Diabetes Melitus (DM) usia 40 tahun ke atas. DM merupakan penyebab
2

terjadinya Charcot foot yang paling sering. Charcot foot biasanya terjadi pada sendi kaki
dan pergelangan kaki, terutama pada sendi metatarsophalangeal, sendi tarsal, dan sendi
talar.
Kaki charcot diabetik didapatkan pada sekitar 16% pasien DM dengan
neuroarthropati.3 Insiden kaki unilateral antara 0,08-7,7%, dan keterlibatan bilateral
antara 5,9-39,3%.Tidak ada perbedaan insiden berdasarkan jenis kelamin. 3
Untuk terjadinya Charcot foot diperlukan adanya 4 faktor pemicu yaitu:
neuropati perifer, trauma yang tidak disadari, stress repetitif pada struktur yang cedera,
dan peningkatan aliran darah lokal.4
Patogenesis terjadinya kaki charcot secara pasti masih belum jelas. Ada 2 teori
utama yang memperkirakan menjadi faktor penyebab yakni: 1. Teori neurotraumatik,
yaitu adanya neuropati perifer yang menyebabkan gangguan proprioseptif berakibat kaki
menjadi insensitif sehingga rentan terhadap trauma dan stress mekanik. 2.Teori
neurovaskuler, teori ini menerangkan bahwa kerusakan pada pusat pengatur tropik dari
sistem saraf menyebabkan perubahan pada kontrol simpatis. Akibatnya terjadi
peningkatan aliran darah ke tulang dan peningkatan resorpsi tulang sehingga
menimbulkan osteopenia. Tulang yang osteopenia menjadi lemah dan lebih mudah
fraktur.
Teori terbaru menyebutkan adanya peran sitokin dan jalur RANK-L – N-FkB.
RANK-L merupakan bagian dari TNF-a superfamily, yang mengganggu pengaturan
Nuclear transcription Factor kB (NF-kB), dan akan memicu peningkatan
osteoklastogenesis dan selanjutnya osteolisis. Reseptor pengikat untuk RANK-L,
osteoprotegerin (OPG), akan memodulasi aktivitas RANK-L dan NF-kB. Inflamasi eksesif
khas pada kaki Charcot mungkin menunjukkan adanya gangguan keseimbangan RANK-
L/OPG yang akan meningkatkan osteolisis secara eksesif. Kalsifikasi vaskuler yang sering
dijumpai juga berhubungan dengan jalur tersebut.4,5
Sistem Brodsky membedakan Charcot foot menjadi 5 tipe berdasarkan letak
anatominya, yaitu: Tipe 1 dengan destruksi pada sendi tarsometatarsal / Lisfranc’s , tipe
2 mengenai hindfoot, tipe 3a mengenai sendi ankle, tipe 3b mengenai kalkaneus bagian
posterior, tipe 4 mengenai beberapa regio kaki dan tipe 5 mengenai forefoot.
Klasifikasi kaki Charcot yang paling banyak digunakan adalah sistem Eichenholtz
yang juga berdasarkan gambaran radiologi. Sistem ini membagi tiga yaitu fase
perkembangan, koalesen, dan rekonstruksi yang menunjukkan tingkat proses perubahan
fisiologis.6,8,10
Pada fase perkembangan terjadi inflamasi akut ditandai hiperemia, edema
jaringan lunak, fragmentasi osteokondral, subluksasi sendi, atau dislokasi dan destruksi
sendi pada berbagai tingkat. Arkus longitudinal bisa kolaps sehingga menyebabkan
3

subluksasi midfoot pada bidang transversal yang akan menimbulkan gambaran rocker
bottom foot. Subluksasi sendi pergelangan kaki akan menimbulkan deformitas valgus
atau valrus di pergelangan kaki. Gambaran radiologi menunjukkan adanya demineralisasi
tulang, fragmentasi periartikuler, dan dislokasi tulang.
Fase koalesen ditandai dengan reduksi edema jaringan lunak, proliferasi kalus
tulang, dan konsolidasi fraktur. Terjadi pembentukan perioseal baru. Periode ini
merupakan penyembuhan, terjadi absorbsi debris dan penyembuhan fraktur.
Fase rekonstruksi ditandai dengan ankilosis tulang dan proliferasi hipertrofi .
Terjadi perbaikan dan remodelling tulang, yaitu peningkatan densitas dan sklerosis
dengan perbaikan stabilitas sendi. Pada fase ini terjadi proses penyembuhan. Gambaran
radiologi menunjukkan adanya absorpsi debris tulang, bagian tepi tulang yang lebih
halus, sklerosis, ankilosis tulang, penyembuhan tulang, dan resolusi osteopenia. 2,6
Pembagian ini dianggap sangat deskriptif dan berguna secara radiologis, tetapi
terbatas aplikasi praktisnya. Secara klinis, fase 1 merupakan fase akut, fase 2 dan 3
merupakan grade tetap atau reparatif. Ketiga fase ini bisa terjadi dalam 2-3 tahun,
meskipun fase akut mungkin bisa menetap dalam beberapa bulan. 2,6
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan
penunjang. Keluhan rasa tebal, kesemutan, rasa terbakar mungkin tidak ada karena
hilangnya sensasi. Riwayat trauma biasanya tidak ada. Pasien mungkin merasa nyeri.
Nyeri sering dirasakan lebih ringan dan tidak sebanding dengan beratnya gejala klinis.
Riwayat DM yang lama mendukung dugaan kaki Charcot Diabetik.7
Pasien biasanya datang dengan kondisi kaki kemerahan, hangat pada perabaan,
biasanya disertai deformitas kaki, seperti arkus yang jatuh atau turun, ekuinus
pergelangan kaki,atau berjalan dengan posisi inversi atau eversi kaki. Kecurigaan kaki
Charcot diabetik terutama jika suhunya meningkat >2˚dibandingkan kaki kontralateral,
tanpa ada luka terbuka atau limfangitis.
Pemeriksaan terdiri dari riwayat pasien, evaluasi neurologi (refleks Achilles),
gangguan sensoris, motorik, vaskuler. Diagnosis Charcot foot dibuat berdasarkan
gambaran klinis, termasuk adanya defisit sensoris, ditambah dengan bukti penunjang
berupa gambaran radiologis yang mendukung.
Penatalaksanaan pada pasien meliputi regulasi gula darah, imobilisasi,
orthosis,tindakan bedah dan edukasi .
Imobilisasi dini dan joint offloading sangat penting pada fase awal charcot
joint. Total contact cast adalah gold standar untuk imobilisasi. Tujuannya adalah untuk
mengontrol dan mengurangi edema, menjaga stabilitas sendi, dan melindungi jaringan
lunak. Secara umum imobilisasi dan non weight bearing dilakukan selama 3 bulan,
diikuti oleh periode protected weight bearing. Orthesa diberikan sesuai fase penyakit.
4

Pada fase I, standar emas terapi adalah imobilisasi dan non-weight bearing (NWB).
Imobilisasi bisa dilakukan dengan Total Contact Cast (TCC), below knee cast, atau
Patellar Tendon Bearing (PTB) dengan patton bottom. Prinsip ini masih kontroversial
karena imobilisasi juga akan memicu osteoporosis dan memperlemah kondisi tulang. 6
TCC bertujuan imobilisasi dan menghilangkan beban pada kaki Charcot. Setiap 1-2
minggu harus disesuaikan ukurannya sesuai reduksi edema. Penggunaan TCC juga
meningkatkan beban kaki kontra. 9,10
Tindakan bedah, diindikasikan apabila ada ulkus kronik berulang yang
disebabkan oleh penonjolan tulang, sendi yang tidak stabil dengan pemakaian brace,
fraktur akut dengan segmen displaced pada pasien dengan sirkulasi yang adekuat dan
nyeri yang menetap Tindakan yang paling sering dilakukan adalah arthrodesis (fusi
sendi). Selain itu bisa dilakukan total joint replacement, exostectomi penonjolan
tulang, osteotomi, tarsektomi parsial dan lengthening tendon Achilles1. Tindakan bedah
pada charcot joint masih kontroversi karena tingginya angka kegagalan dari arthrodesis,
dan seringnya terjadi loosening dan subluksasi pada total joint replacement. Penelitian
oleh Simon dkk menunjukkan hasil yang baik pada charcot joint akut yang menjalani
intervensi bedah dini. Amputasi dipertimbangkan pada kasus kerusakan sendi berat
dengan komplikasi infeksi. Edukasi mengenai diagnosis, lama terapi, dan prognosis.
Pentingnya joint off loading, mengurangi berat badan terutama pada pasien yang over
weight, dan mengatur kadar gula darah.

KASUS
Kami laporkan suatu kasus kaki charcot pada pasien laki-laki, 53 tahun, di
bangsal Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang, dengan keluhan utama bengkak
yang semakin membesar pada pergelangan kaki kanan sejak 1 bulan yang lalu.
Bengkak sudah dirasakan sejak 7 bulan yang lalu. Awalnya bengkak pada ujung
jari kaki kanan, tidak nyeri, merah dan pasien masih bisa melakukan aktifitas seperti
biasa, kemudian sembuh. 3 bulan kemudian bengkak muncul pada pergelangan kaki
kanan, tidak nyeri , tidak merah, tapi pasien sudah mulai merasakan kelemahan pada
kaki kanan, sehingga pasien sukar berjalan seperti biasa. Pada 1 bulan ini bengkak
bertambah besar, tidak nyeri dan tidak merah, pasien merasakan kaki kanannya lebih
pendek dibandingkan dengan kaki kirinya, serta terasa gesekan tulang pada persendian
pergelangan kaki kanannya sehingga pasien tidak bisa berjalan seperti biasanya. Muncul
luka di mata kaki kanan pasien sejak 1 bulan yang lalu, luka awalnya seperti bisul
kemudian meletus dan mengeluarkan cairan kehitaman dan serpihan tulang sejak 1
bulan yang lalu. Nafsu makan menurun sejak 1 bulan yang lalu, Lemah, letih dan lesu
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Penurunan berat badan (+) 6 kg baru disadari sejak 1
5

bulan ini. Tampak pucat sejak 2 minggu yang lalu. Riwayat sering BAK, sering minum,
dan sering makan ada. Riwayat kesemutan ada. Penglihatan kabur ada dirasakan dalam
tahun ini. Riwayat perdarahan dari gusi, hidung dan tempat lain tidak ada. Demam tidak
ada. Riwayat trauma tidak ada. Buang air besar frekwensi dan konsistensi seperti biasa.
Pasien sudah dikenal menderita diabetes melitus sejak 3 tahun yang lalu dan sudah
mendapatkan terapi Insulin sebesar 3 x 8 IU dan insulin malam sebesar 1 x 10 IU. Pada
tanggal 20/03/2018, pada pasien dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil
Hb/Ht/Leukosit/Trombosit : 7,0/22/9.790/1.025.000, Pt/Aptt : 10,6/38,3 INR : 1,0,
GDP/GD2PP : 286/306 . Sebelumnya pasien rutin kontrol ke poli bedah vaskular dengan
diagnosa CLI tungkai kanan. Kemudian setelah dilakukan USG Vaskular, dengan hasil
vaskular arteri normal (pada tanggal 19/03/2018). Riwayat penyakit jantung, hipertensi,
stroke dan TB paru tidak ada. Tidak ada anggota keluarga yang sakit diabetes melitus
seperti pasien. Pasien adalah guru agama di Sekolah Dasar di Jambi Pasien sudah
menikah, memiliki 1 istri dan 5 anak (4 perempuan dan 1 lelaki). Pasien bukan perokok.
Pasien datang dengan kesadaran composmentis cooperative, tekanan Darah 120/70
mmHg, nadi 84 x/menit, nafas 20 x/menit, Suhu 36.5 C .Konjuntiva anemis. Indeks
0

massa tubuh 20 kg/m2 (normoweight). Pada pemeriksaan paru, jantung, dan abdomen
dalam batas normal. Ankle Brachial Indeks ektremitas kanan dan kiri dalam batas
normal. Sensibilitas halus kaki kanan dan dan kiri terganggu setinggi ibu jari kaki kanan
dan kiri. Pulsasi Arteri tibialis posterior sulit dinilai. Tampak bengkak di maleolus medial
dan lateral dekstra, Ulkus et maleolus Lateral dekstra, uk 0,5x0,5x0,5 cm. Pada palpasi
konsistensi kenyal padat, perabaan lebih hangat dibanding dengan kaki kiri. ROM pedis
dekstra terbatas.
Hasil pemeriksaan laboratorium adalah hemoglobin 6,9 gr/dl, leukosit
11.570/mm3, hematokrit 22%, trombosit 917.000/mm3, LED 106 mm, hitung jenis
0/2/0/63/28/7. Gambaran darah tepi kesan anemia sedang normositik normokrom,
leukositosis, trombositosis. Gula darah sewaktu 385, GDP 88 mg/dl, GD2PP 158
mg/dl, HbA1C 7,1 %, kolesterol total 133 mg/dl, HDL 42 mg/dl, LDL 80 mg/dl, trigliserida
53 mg/dl, albumin 2,9 gr/dl, globulin 5,3 gr/dl, ureum/creatinin 30/1,2; SI 56ug/dl,
TIBC 140 ug/dl, feritin 150 ng/ml. Hasil pemeriksaan urin dan feses dalam batas
normal. Rontgen Ankle AP Lateral adalah sugestif gambaran Charchot joint ankle kanan
Konsul spesialis mata terdapat retinopati non proliferatif diabetikum. Konsul spesialis
orthopedi saran arthrodesis ankle joint.
Penatalaksanaan
- Istirahat/ ML Nasi lembek DM 1100 kkal + putih telur 2 butir/hari
- IVFD NaCl 0,9% 8 jam / kolf
- Infus Metronidazol 3 x 500 mg (IV)
6

- Inj. Ceftriakson 2 x 1 gr (IV)


- Inj. Levemir 1 x 10 (SC)
- Inj. Novorapid 3 x 8 IU
- Paracetamol 3 x 500 mg (po)
- Aspilet 1 x 80 mg (po)
- Vitamin B Comp 3 x 2 tab
- Vitamin C 3 x 50 mg
- Zink 1 x 20 mg
- Asam Folat 1 x 1 mg

Selama perawatan, tampilan klinis membaik.

Pembahasan
Telah dilaporkan seorang laki-laki usia 53 tahun di bangsal penyakit dalam RSUP
DR. M.Djamil sejak tanggal 23 Maret 2018 dengan diagnosis diabetes tipe 2 terkontrol
insulin dengan komplikasi charcot foot dekstra, ulkus pedis dekstra dan retinopati
diabetikum non proliferatif, anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronis,
trombositosis reaktif.
Diagnosis Diabetes melitus tipe 2 pada pasien ini ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesa dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis, didapatkan data bahwa
pasien sudah dikenal menderita DM sejak 3 tahun yang lalu, tapi pasien tidak rutin
kontrol dan tidak rutin menggunakan insulin. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil GDS/ GDP/GD2PP/HbA1C di atas nilai rujukan. Berdasarkan Literatur, target Gula
Darah <200mg/dl. Menurut American diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
Diabetes melitus tipe 2 memiliki klasifikasi etiologis yang bervariasi, mulai yang dominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Komplikasi Charchot foot pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa didapatkan keluhan
tidak bisa berjalan yang diawali dengan adanya pembengkakan pada kaki yang tidak
nyeri, merah 7 bulan yang lalu, adanya riwayat kebas, kemudian pasien berobat dan
dianggap sebagai suatu kronik limb iskemik, setelah dilakukan dopler vaskuler,
didapatkan hasil vaskuler dalam batas normal. Kemudian os kontrol ke poli endokrin dan
7

dirawat sebagai charcot foot. Charcot foot sering dianggap sebagai osteomielitis atau
suatu keganasan tulang. Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam kondisi baik dengan
bengkak yang cukup banyak, tidak merah dan perabaan hangat dibanding kaki
sebelahnya, hilangnya sensasi setinggi S1, adanya ulkus pada maleolus dekstra yang
tidak sembuh dengan pengobatan sebelumnya dan tidak ada demam. Pada Charchot foot
terjadi pelunakan tulang secara mendadak di kaki yang dapat terjadi pada orang yang
mengalami kerusakan saraf perifer. Charchot Foot dapat membuat tulang menjadi rapuh,
dalam hal ini dapat pecah atau dislokasi dengan mudah. Pada pemeriksaan radiologi
didapatkan kesan Charcot foot.
Ulkus Pedis Dektra pada pesien ditegakkan berdasarkan keluhan pasien yaitu
terdapat luka pada mata kaki kanan pasien. Luka tidak sembuh, dan tidak nyeri.Pada
penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan
anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular
(retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun
makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease).15,16
Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat
mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang
kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. 14,16Masalah pada kaki
diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren, merupakan penyebab umum perawatan
di rumah sakit bagi para penderita diabetes. Perawatan rutin kaki diabetik adalah segala
bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor
utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati
otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. 16 Penderita kaki
diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak
dirasakan oleh penderita. Hal ini menyebabkan transmisi infeksi terus terjadi dan angka
kecacatan semakin tinggi. Pada pasien ini setelah dilakukan kultur pada pus, tidak
ditemukan kuman patogen.
Retinopati diabetikum non proliferatif merupakan salah satu komplikasi
mikrovaskular pada pasien DM. Retinopati Diabetikum Non Proliferatif ditemukan sekitar
25 % ketika diagnosis Diabetes melitus baru ditegakkan. Retinopati diabetikum non
proliferatif ini merupakan bentuk yang paling ringan dari retinopati diabetikum dan sering
tidak memperlihatkan gejala. Tata laksana pada pasien ini berupa regulasi gula darah
dan kontrol ke poli mata.
Pada pasien ini juga ditegakkan diagnosa anemia sedang normositik normokrom
karena penyakit kronis. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Pada anamnesa didapatkan keluhan berupa lemas , letih, tampak
pucat dan penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik yaitu konjungtiva anemis dan
8

dari pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb pasien 6,9 gr/dl, gambaran darah tepi
berupa normositik normokrom, SI dan TIBC yang rendah serta kadar feritin yang normal.
Pada umumnya anemia pada penyakit kronis, biasanya didapatkan anemia ringan atau
sedang. Pada pasien ditemukan keluhan lemah dan penurunan nafsu makan. Pada
laboratorium biasanya didapatkan kadar serum besi dan TIBC yang menurun serta kadar
feritin yang meningkat. 19 Pada pasien ini tatalakasan anemia penyakit kronis cukup
diberikan transfusi PRC.
Diagnosis Trombositosis reaktif ditegakkan jika terdapat peningkatan jumlah
trombosit diatas 500.000 dan disebabkan oleh kondisi yang mendasarinya, seperti infeksi
dan inflamasi. Pada pasien ini didapatkan peningkatan jumlah trombosit diatas
500.000/m 3
dan adanya suatu inflamasi yaitu adanya suatu penyakit mendasari seperti
DM. Diabetes melitus terjadi hiperglikemia, hiperinsulinemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Pada pasien DM terjadi percepatan
trombopoesis dan peningkatan pergantian trombosit, atau yang biasanya disebut platelet
turnover7-9.Trombosit pada pasien DM telah terbukti menjadi hiperaktif dengan
peningkatan adhesi, aktivasi, dan agregasi trombosit. Beberapa mekanisme yang diduga
berperan dalam peningkatan reaktivitas trombosit antara lain : disebabkan oleh kelainan
metabolisme dan seluler yang dikelompokkan ke dalam kategori dengan penyakit
diabetes hiplerglikemia, resistensi insulin, dan kondisi kondisi metabolik yang berkaitan 15.
Pada pasien ini diberikan terapi Aspilet 1 x 80 mg. Tiga puluh tiga laporan penelitian
menunjukkan penggunaan aspirin mencapai 41%, dan 27-73% digunakan pada mereka
dengan indikasi pencegahan primer dan sekunder terhadap penyakit kardiovaskular. 16
Aspirin menghambat sintesis tromboksan oleh siklooksigenase trombosit dan telah
digunakan sebagai pencegahan primer dan sekunder terhadap terjadinya kejadian
kardiovaskuler pada orang dengan diabetes.14-16
Pada pasien ini direncanakan tindakan arthrodesis. Tindakan ini bertujuan agar
pasien bisa berjalan. Artrodesis dilakukan pada deformitas midfoot dan hindfoot yang
tidak memungkinkan penggunaan brace dan menyebabkan ulserasi berulang. Tujuan
utamanya adalah mempertahankan stabilitas dan alignment kaki dan pergelangan kaki,
sehingga bisa menggunakan sepatu terapi dan menurunkan risiko ulserasi. 2,8 Tindakan
arthrodesis ini akan menghentikan proses destruksi lanjutan pada sendi tersebut.
9

DAFTAR PUSTAKA

1. Frykberg RG, Zgonist T, Aemstrong DG, Driver VR, Giurini JM, Kravitz SR, et al.
Diabetic foot disorders: A clinical practice guideline. J Foot and Ankle Surgery.
2006; 45(5).

2. Rogers LC, Frykeberg RG, Armstrong DG, Boulton A, Edmonds M, Ha Van J, et al.
The Charcot foot in diabetes. Diabetic Care 2011; 34: 2123-9.

3. Vella, Cachia. Charcot neuroarthropathy: Pathogenesis, diagnosis and medical


management. Malta Med J. 2008; 20(3).

4. Johnsen B. Acute Charcot’s arthropathy: A difficult diagnosis. JAAPA 20(7)


[online]. JULY 2007 . [cited on ]. Available from : http://www.jaapa.com

5. Schumacher HR, Klippel JH, Koopman WJ. Neuropathic Arthropathy. In : Primer


on the Rheumatic Diseases. 10th ed. Atlanta : Arthritis Foundation ; 1993. p191-
2

6. Frykberg RG. Charcot artropathy in the diabetic foot. The diabetic foot. 2nd ed.
New Jersey; 2006.

7. De Asla RJ, Deland JT. Anatomy and Biomechanics of the Foot and Ankle. In :
Foot and Ankle. Philadelpia : Lippincot Williams and Wilkins ; 2004. p 1-23

8. Gupta PPK, Mohan V. Charcot foot - an update. JAPI 51; 2003.


9. Graf J, Shoback D.Endocrine and Metabolic Disorders. In :Current Rheumatology
Diagnosis & Treatment. International ed. Singapore : Mc Graw Hill ; 2004.p 378-
80

10. Yngen M. Platelet hyperactivity in diabetes melitus. Eur J Cardiol. 2005; 1-4
11. Law EH, Simpson SH. Aspirin use rate in diabetes : A systematic review and cross
sectional study. Canadian Journal of diabetes. 2010;34(3):211-7

12. American Diabetes Association. Aspirin therapy in Diabetes. Diabetes care.


2004;27:1-2

13. Kraw M. Antiplatelet therapy in Diabetes. Endocrinology. 2002;2:118-21


14. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe-2 di
Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2015.

15. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi ke-IV. Jakarta: Interna Publishing; 2007.

16. Soetjahjo A. Peranan neuropati diabetik. Dalam: Tjokroprawiro A, Tandra H,


editor

17. Shibata T, Tada K, Kagawa, Hashizume C. The result of arthrodesis of the ankle
for neuroarthropathy. J Bone and Joint Surg. 1990; 72A(5).
10

18. Kolodin EL, Vitale T. Foot disorder. Phyisical medicine and rehabilitation,
principles and practice. 4th ed. Ch. 38. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins; 2010.

You might also like