You are on page 1of 8

Geologi Regional Cekungan Barito ; Fisiografi,

Stratigrafi, Struktur, dan Sejarah Geologinya


By Flysh Geost di 3/08/2016 08:00:00 AM

Fisiografi Cekungan Barito


Pulau Kalimantan terletak di sebelah tenggara lempeng Eurasia, sebelah utara
berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah timur berbatasan dengan sabuk
aktif Filipina, dan sebelah selatan berbatasan dengan Busur Banda dan Sunda,
serta bagian barat berbatasan dengan Paparan Sunda dan Semenanjung Malaya.

Cekungan Barito merupakan cekungan berumur Tersier yang terletak di bagian


tenggara Schwaner Shield di daerah Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi
Pegunungan Meratus pada bagian timur dan pada bagian utaranya berbatasan
dengan Cekungan Kutai. Cekungan Barito pada bagian selatan dibatasi Laut Jawa
dan bagian barat dibatasi oleh Paparan Sunda (Kusuma dan Nafi, 1986).

Baca juga : Geologi Pulau Misool Papua Barat

Cekungan Barito termasuk didalamnya Meratus Range yang dicirikan dengan


endapan berumur Paleogen yang terdiri dari batupasir kuarsa,
konglomerat, serpih, batulempung, lapisan batubara dan pada bagian atasnya
berupa napal dan batugamping yang telah mengalami perlipatan dan
pensesaran secara intensif pada akhir zaman Tersier (Van Bemmelen, 1949).
Stratigrafi Cekungan Barito
Secara umum sedimentasi di Cekungan Barito merupakan suatu daur lengkap
sedimentasi yang terdiri dari seri transgresi dan regresi. Fase transgresi terjadi
pada kala Eosen – Miosen Awal dan disertai dengan pengendapan Formasi
Tanjung dan Berai, sedangkan fase regresi berlangsung pada kala Miosen
Tengah hingga Pliosen bersamaan dengan diendapkannya Formasi Warukin dan
Dahor ( Kusuma dan Nafi, 1986). Menurut Sikumbang dan Heryanto (1987),
urutan stratigrafi Cekungan Barito dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

Batuan Alas
Batuan alas ini berumur pra - Tersier dan merupakan batuan dasar dari
batuan-batuan Tersier. Komposisinya terdiri dari beberapa batuan, yaitu
lava andesit, batugamping klastik dan konglomerat polimik.

Formasi Tanjung
Formasi Tanjung diendapkan secara tidak selaras di atas batuan pra–
Tersier. Formasi ini dibagi menjadi dua anggota, dari tua ke muda yaitu:
 Tanjung Bawah, terdiri dari konglomerat, batupasir, batubara sebagai hasil
endapan pantai–paralik.
 Tanjung Atas, terdiri dari batulempung, napal, dan batugamping fosilan yang
merupakan endapan laut dangkal.

Formasi Tanjung berumur Eosen. Formasi Tanjung mempunyai ketebalan


1300 m dengan lingkungan pengendapan paralik – delta – laut dangkal. Formasi
Tanjung pertama kali ditemukan di kampung Tanjung, penyebarannya meliputi
daerah Kambitu, Tanjung, Panaan dan Manunggal di daerah Tanjung Raya. Fosil
penunjuk Formasi Tanjung adalah Discocyclina sp, Nummulites djogjakartae,
Nummulites pengaronensis dan Sigmoilina personata.

Formasi Berai
Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Tanjung. Formasi Berai dibagi
menjadi tiga anggota, dari tua ke muda yaitu:
 Berai Bawah, merupakan selang-seling batugamping, batulempung dan napal.
 Berai Tengah, merupakan batugamping masif.
 Berai Atas, merupakan selang-seling serpih, batulanau dan batugamping dengan
sisipan tipis batubara.

Formasi Berai berumur Oligosen – Miosen Awal. Formasi Berai


mempunyai ketebalan 1250 m dengan lingkungan pengendapannya laguna dan
laut dangkal. Formasi Berai pertama kali ditemukan di Gunung Berai dan
penyebarannya meliputi seluruh daerah Cekungan Barito. Fosil penunjuk
Formasi Berai adalah Heterosgina borneoensis, Nummulites fichtel, dan
Spyroclypeus leupoldi.

Formasi Warukin
Formasi Warukin terletak selaras di atas Formasi Berai. Formasi Warukin
terdiri dari tiga anggota, dari tua ke muda yaitu:
 Warukin Bawah, merupakan selang-seling napal, batugamping, serpih, dan
serpih gampingan.
 Warukin Tengah, terdiri dari napal, lanau, lempung dan lapisan pasir tipis
dengan sisipan batubara.
 Warukin Atas, terdiri dari batubara dengan sisipan lempung karbonat dan
batupasir.
Formasi Warukin berumur Miosen Awal – Miosen Akhir. Formasi ini
mempunyai ketebalan 300 – 500 m dengan lingkungan pengendapan paralik -
delta. Formasi Warukin pertama kali ditemukan di desa Warukin, Tanjung Raya
Kalimantan Selatan. Penyebaran formasi ini meliputi seluruh Cekungan Barito.
Fosil penunjuk Heterosgina sp, Lepidocyclina sp dan Spyroclypeus leupoldi.

Formasi Dahor
Formasi Dahor diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Warukin.
Formasi ini tersusun oleh batupasir kuarsa putih kurang padat, sebagian berupa
pasir lepas, bersisipan lempung, lanau abu-abu, lignit dan limonit. Di beberapa
lokasi ditemukan sisipan kerakal kuarsa, kerakal batuan beku bersifat granitis
dan batuan metasedimen. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Akhir
sampai Pliosen dengan lingkungan pengendapan paralik. Formasi ini
mempunyai ketebalan 300 m. Formasi Dahor pertama kali ditemukan di
kampung Dahor dan penyebarannya ke arah timur dan barat.
Susunan stratigrafi Cekungan Barito secara keseluruhan dapat dilihat pada
gambar dibawah (kanan).
Gambar (kiri) Tectonic Setting Kalimantan, (kanan) Kolom Stratigrafi Cekungan
Barito (Satyana et al,1999 dalam Darman dan Sidi, 2000, modifikasi).

Struktur Geologi Cekungan Barito


Tektonik Cekungan Barito merupakan bagian dari konfigurasi tektonik
Kalimantan yang terdiri dari gaya regangan pada akhir Kapur – awal Miosen (fase
syn and post-rifting) dan gaya tekanan pada Plio – Plistosen yang
menghasilkan struktur patahan dan lipatan. Struktur yang berkembang dalam
pembentukan Cekungan Barito ada 2 jenis :
 Tensional, sinistral shear, dengan arah relatif barat laut- tenggara (NW – SE).
 Transpesional, merupakan konvergen sehingga mengalami uplift, dan lalu
mengalami reaktifasi dan mengalami invert struktur yang tua, sehingga
menghasilkan wrenching, pensesaran, dan perlipatan.

Setting tektonik secara umum terjadi pada arah timur laut (NNE) Cekungan
Barito, dengan struktur yang intensif berarah sejajar barat daya – timur laut
(SSW-NNE) membentuk struktur lipatan mengelilingi pegunungan Meratus dan
dipengaruhi oleh sesar naik dengan dip yang curam. Adanya sesar wrench
utama, menunjukkan adanya indikasi drag atau sesar pada lipatan dan bekas
sesar naik. Pada bagian barat dan selatan Cekungan Barito umumnya sedikit
dikontrol oleh tektonik lempeng sehingga tidak menunjukkan bentuk deformasi
struktur (Darman dan Sidi, 2000).

Dengan demikian struktur geologi regional secara umum yang terdapat di


Cekungan Barito adalah lipatan dan patahan yang terjadi pada batuan Tersier.
Lipatan pada umumnya berarah timurlaut – barat daya. Sesar yang terdapat di
daerah ini berarah barat laut – tenggara dan timur laut – barat daya. Sesar yang
ada berupa sesar naik dan sesar geser.

Sejarah Geologi Cekungan Barito


Cekungan Barito adalah cekungan asimetri, terbentuk di daerah foredeep
pada bagian timur dan sebuah platform berdekatan dengan Schwaner atau
Shield Kalimantan Barat. Cekungan Barito mulai terbentuk pada akhir Kapur,
bersamaan dengan tumbukan antara Paternosfer dengan SW Borneo
microcontinent (Satyana, 1999 dalam Darman dan Sidi, 2000).

Pada awal zaman Tersier terjadi deformasi sebagai akibat dari peristiwa
tektonik oblique convergence dengan arah barat laut – tenggara (NW – SE).
Kemudian terbentuk rekahan dan berkembang menjadi accomodation space
untuk sedimen produk alluvial fan dan lakustrin yang merupakan anggota
Formasi Tanjung bawah. Pada awal pertengahan Eosen, sebagai hasil akhir dari
transgresi, rift atau rekahan tersebut berkembang menjadi fluviodeltaic dan
pada akhirnya menjadi lingkungan marine, yang seluruhnya merupakan hasil
transgresi selama proses deposisi Formasi Tanjung bagian tengah. Pada Kala
awal Oligosen-Eosen akhir terjadi transgresi, sehingga terjadi genang laut.
Akibatnya diendapkan shale marine dari bagian Formasi Tanjung bagian atas.

Setelah terjadi regresi pada pertengahan Oligosen, Cekungan Barito


mengalami sagging, karena terjadi transgresi lagi. Pada Kala Oligosen akhir,
terjadi pengendapan platform carbonate, merupakan anggota Formasi Berai.
Sedimen karbonat kemudian mengalami deposisi lagi pada kala awal Miosen,
ketika deposisi berakhir, material sedimen klastik mengalami deposisi dari
bagian barat.

Selama Miosen, terjadi sea level drop hingga kemudian Schwaner Core
dan Pegunungan Meratus mengalami uplift. Material sedimen klastik berasal
dari proses deposisi ke arah bagian timur, dan progadasi sedimen produk
dari deltayang merupakan anggota Formasi Warukin. Pada Miosen akhir,
Pegunungan Meratus muncul kembali, diikuti oleh adanya peristiwa penurunan
cekungan (subsidence) sehingga terjadi proses deposisi sedimen, yang
merupakan Formasi Warukin. Pegunungan Meratus lalu mengalami uplift lagi
hingga kala Pleistosen, dan diendapkan produk batuan sedimen molasic-
deltaic, merupakan Formasi Dahor pada kala Pliosen. Proses tektonik dan
deposisi tetap berlangsung hingga sekarang (Darman dan Sidi, 2000).

Referensi : Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol.1A, 2nd,
Batavia, Netherland, 732 hal. Kusuma, M.I., dan Nafi, A.N., 1986, Prospek
hidrokarbon Formasi Warukin di Cekungan Barito Kalimantan, Kumpulan
Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan XIV IAGI, Jakarta, hal 105-124. Darman, H.,
dan Sidi, F.H., 2000, An Outline Of The Geology Of Indonesia, Ikatan Ahli Geologi
Indonesia, Jakarta, 181 hal. Sikumbang, N. dan Heryanto, R., 1987, Laporan
Geologi Lembar Banjarmasin Kalimantan Selatan, Proyek Pemetaan Geologi dan
Interpretasi Foto Udara, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

You might also like