Professional Documents
Culture Documents
Oleh : Hudiyanto
83
UNISIA, NO. ISTAHUNXIIITRIWULANIV-1992
upaya penerimaan dalam negeri dari angka 45 persen. Hal ini d^)engaruhi
sektor pajak maka ditempuh berbagai disamping oleh keadaan perekonomian
kebijaksanaan terutama yang dikenal dunia yang memaksa penerimaan dalam
dengan reformasi di bidang perpajakan negeri dari sektor minyak dan gas bumi
dengan diundangkannya berbagai UU (migas) mengalami kemerosotan, juga
yang berkaitandenganbidangperpajakan disebabkan oleh ekstensifikasi dan
ini. Dengan dilancarkannya berbagai intensifikasi penarikan pajak dari
upaya untuk tidak terlalu bergantung masyarakat.
kepadasektormigas itu makaintensifikasi
dan ekstensifikasi penarikan pajak Peningkatan peran pajak mempunyai
dilakukan, sehingga peran pajak dalam implikasi yang penting terutama karena
penerimaan dalam negeri selalu meningkat peningkatan peran itu juga berarti pajak
sebagaimanaditunjukkan dalam tabel 1. akan menjadi instrumen kebijaksanaan
1981/ 1982/ 1983/ 1984/ 1985/ 1986/ 1987/ 1990/ 1991/*) 1992/*)
82 83 84 85 86 87 88 91 92 93
Penerimaan Dlm.Neg. 12.213 12.418 14.433 15.905 18.678 19.253 17.8.33 31.583 40.184
Penerimaan dari
pajaknon migas 3.585 4.248 4.913 5.475 7.518 8.108 8.095 20.800 25.175
Persentase pajak
dari Pen. Total (29) (34) (34) (35) (40) (42) (45) (66) (63)
•)RAPBN
Sumber: BankIndonesia. Laporan Tahunan, berbagaitahun
Dari Tabel 1 nampak bahwa peranan yang semakin penting. Karena pajak
sektor pajak dalam penerimaan dalam berkaitan dengan disposable income
negeri relatif rendah pada tahun 1981 maka ia berkaitan dengan multiplier
yaitu hanya 29 persen dari total effect atau . angka pengganda
penerimaan dalam negeri. Tetapi perekonomian. Dengan demikian
peranananya mulai mengalami kenaikan intensifikasi penarikan pajak juga berarti
yang cukup berarti setelah tahun 1982 berpengaruh terhadap angka pengganda
yaitu mencapai 34 persen dari total perekonomian. Teimasuk dalam hal ini
penerimaan dalam negeri dan mengalami adalah pengaruhnya nanti terhadap iklim
pelonjakan pada tahun 1986 dan tahun- investasi dan anggaran berimbang yang di
tahun berikutnya yang mencapai diatas anut oleh pemerinlah.
84
Hudiyanto, Peranan Pajakdalam Perekonomian Indonesia
85
UNISIA. NO. 15 TAHUNXIIITRIWULANIV-1992
Indonesia
•fi
1980 370
1982 625 0,42 1.09 1,95 1,01 0.8 0,32
India 2,5
Korea 2,2
Honduras 2,1
Maroko 2,2 •
Pakistan 1.9
Malaysia 1,9
Indonesia 1,8
Sumben World Bank : Indonesia Policies Prospect for Economic Growth, 1984 dan Raja Chelliah, "Trends in
Taxation in Developing Countries dalam M FIrd, Readings on Taxations in Developing Countries,
Dikulip dari JS Uppal, EKI, 1986.
86
Hudiyanto, Peranan PajakdaJam Perekonomian Indonesia
Pajak Pendapatan 16
Pajak Kekayaan 14
Pajak Penjualan 33
Pajak Excise 34
87
UNISIA, NO. 15 TAHUN XIIITEIWULANIV -1992
menuninkan tarif pajak rata-rata. Tujuan melepaskan beban pajak padd golongan
dari kebijaksanaan itu adalah untuk penghasilan kecil tetapi diikuti dengan
mendorong paitisipasi masyarakat dalam intensifikasi penarikan pajak pada
membayar pajak kepada negara. Dengan golongan penghasilan yang lebih besar.
keluamya kebijaksanaan baru itu maka
lapisan tarif pajak pendapatan dan pajak PPN dan Pajak atas barang
perseorangan yang pada peraturan mewah.
sebelumnya masing-masing terdiri dari 6
dan 10 lapisan dengan kisaran tarif antara Penyederhanaan perpajakan nampak
5 persen - 50 persen dan 2,5 persen - 45 pula dari diundangkarmya UU no. 8 tahun
persen disederhaakan menjadi 3 lapisan 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
tarif pajak penghasilan yaitu 15 persen barang dan jasa dan pajak Penjualan atas
untuk penghasilan sampai dengan Rp. barang Mewah sebagai pengganti dari UU
10.000.000,-, 25 persen untuk tentang pajak Penjualan tahun 1951.
penghasilan Rp. 10.000.000,- sampai Kebijaksanaan yang baru itu
Rp. 50.000.000,- dan 35 persen untuk memungkinkan dihindarkannya
penghasilan diatas Rp. 50.000.000,- pemungutan pajak secara berganda. Tarif
setehun. pajak disederhanakan dari 8 jenis menjadi
Kebijaksanaan di bidang perpajakan hanya 2 jenis tarif pajak. Pertama. tarif
sebagaimana dikemukakan selain pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar
dimaksudkan untuk meningkatkan 10 persen bagi barang yang dikonsumsi di
penerimaan negara juga dimaksudkan dalam negeri serta kedua 0 persen untuk
untuk menciptakan iklim perpajakan yang barang yang 'akan diekspor. Tarif itu
adil dan menciptakan keringanan beban dengan ketentuan pemerintah untuk PPN
pajak bagi masyarakat yang bisa diubah menjadi serendah-rendahnya
berpenghasilan rendah melalui 5 persen dan setinggi-tingginya 15 persen
kebijaksanaan peningkatan batas untuk barang-barang yang akan
pendapatan Bebas Pajak. Menunit UU dikonsumsi di dalam negeri. Sedangkan
Pajak penghasilan 1984 Pendapatan Tidak untuk barang-barang mewah yang
Kena Pajak (PTKP, isiilah lain dari dikonsumsi di dalam negeri dikenakan
BPBP) bagi wajib pajak dinaikkan dari pajak Penjualan antara 10 sampai 20
Rp. 300.000,- menjadi Rp. 960.000,- persen tergantung kepada tingkat
dan untuk isteri dari Rp. 300.000,- kemewahan dari barang itu, sementara
menjadi Rp. 480.000,- sedangkan bagi untuk barang-barang mewah yang akan
anak dari Rp. 150.000,- menjadi Rp. diekspor dikenakan .pajak 0 persen.
480.000.-. Peningkatan PTKP teiapi yang Meskipun demikian, ketentuan untuk
disertai dengan esktensifikasi subyek pajak bagi barang-barang mewah yang
pajak diharapkan bisa tetap meningkatkan dikonsumsi di dalam negeri itu bisa
penerimaan pajak oleh pemerintah diubah menjadi setinggi-tingginya 35
terutama yang ditarik dari kelompok persen. Dengan dikeluarkaimya undang-
masyarakat berpenghasilan tinggi. Hal ini undang di bidang perpajakan itu maka
menunjukkan tekad pemerintah untuk diharapkan jumlah penerimaan pajak akan
Hudiyanto, Peranan Pajak dalam Perekonomian Indonesia
89
UNISIA, NO. 15 TAHUNXIIITRIWULANIV -1992
seperti itu dimana masih terdapat unsur menganut anggaran berimbang. Apabila
pinjaman luar negeri, APBN itu disebut penerimaan pajak tidak mencukupi
menganut APBN yang defisit. (Budiono/ pengeluaran konsumsi pemerintah,
• 1984). Tetapi dengan menggunakan disebut menganut sistem anggaran defisit
pengertian yang longgar, struktur APBN dan apabila pajak yang ditarik melebihi
Indonesia masih bisa disebut sebagai pengeluaran pemerintah maka ia disebut
berinibang karena tidak melakukan sebagai anggaran surplus. (Boediono,
pencetakan uang oleh pemerintah 1984). Dengan mengabaikan pajak dari
(meminjam dari bank Indonesia). minyak yang sebagian besar merupakan
Sementara itu dalam analisis ekonomi pajak atas perusahaan asing, maka kita
makro tenitama analisis multiplier effect, bisa melihat sistem anggaran yang
keseimbangan anggaran (defisit, surplus, "sebenamya" dianut di Indonesia.
berimbang) dilihat dari seberapa besar Meskipun anggaran Indonesia disebut
pengeluaran pemerintah (G, sebagai anggaran berimbang, tetapi
Govermnent Expenditure) bisa dibeayai temyata untuk kepentingan analisis
dari penerimaan dari pajak. Apabila pajak pengganda anggaran kita tidak selalu
yang ditarik dari masyarakat semuanya demikian, sebagaimana bisa dilihat dari
digunakan untuk (dan sama dengan) tabel.
pengeluaran pemerintah, maka ia disebut
Tabei 5 ; Penarikan Pajak, Pengeluaran Pemerintah, 1969 - 1990 (dalam
mllyar Rp)
"daflalf
Panarlaaan Pajak Pengoluaran Anggaran
non algaa Paaarlntah
Rp. Z.kaw
1990/91 18.240,4 —
90
Hudiyanto, PerananPajakdalam Perekonomian Indonesia
91
UNISIA. NO. 15TAHUNXIIITRIWULAN IV-1992
92