You are on page 1of 10

Peranan Pajak dalam Perekonomian Indonesia

Oleh : Hudiyanto

Hudlyanto, iahlr di Yogyakarta, 25 Nopember


1960. Dosen Negerf pada Fakultas Ekonom!
Unlversftas Muhammadlyah Yogyakarta (UMY).
Tamat dad FE Jurusan Umu Ekonom! dan Stud!
Pembangunan UGM, 1985, dan saat !ni masih
meng!kut!program PascaSarjan'adi UGM. Pernah
mengeioia JurnaiA GRO EKONOMtKA (1985) dan
stafpeneiit!pada P3PK UGM. Karya Umiah yang
diterbitkan antara Iain mengeha! Perkreditan
(BPS, 1986},Kemandir!anKUD(P3PKUGM, 1991)
dan bukuUmuKoperas!(bersama ProfMubyarto,
PAU UGM, akan terbit).

Pendahuluan mendorong peningkatan upaya


mengembangkan sumber penerimaan
Dalam upayanya untuk raencapai negara dari luar sektor migas.
target peitumbuhan ekonomi yang lebih Kebijaksanaan APBN yang ketat
baik dari periode sebelumnya dan mcnunjukkan adanya upaya penghematan.
sekaligus tetap teijaga stabilitasnya harga, Dalamhal penerimaan upayaitu dilakukan
maka kebijaksanaan APBN (Anggaran lewat peningkatan penerimaan dalam
Pendapatan dan Belanja Negara) selalu negeri khususnya penerimaan di luar
berpedoman kepada prinsip anggaran minyak dan gas bumi yaitu dengan cara
yang berimbang dan dinamis. Oleh mengintensifkan pungutan pajak dan
karena situasi ekonomi dunia masih saja memperluas sumber-sumber pene-
memperlihatkan gejolak yang secara rimaannya. Sedangkan daiam hal
langsung akan mempengaruhi pengeluaran maka pemerintah menghemat
perekonomian Indonesia lewat pengeluaran rutin dan pembangunan
pengaruhnya pada penerimaan ekspor, dengan mengurangi subsidi yang
maka kebijaksanaan APBN semenjak diberikan kepada konsumen lewat
tahun-tahun 1980-an ditempuh dengan komoditas tertentu yaitu pupuk dan bahan
cara yang rclatif ketat. Penerimaan dari bakar minyak.
sektor minyak dan gas (migas) yang Pajak dalam Perekonomian
secara langsung tergantung kepada Nasional
perekonomian dunia yang tidak stabil Sementara itu untuk mendukung

83
UNISIA, NO. ISTAHUNXIIITRIWULANIV-1992

upaya penerimaan dalam negeri dari angka 45 persen. Hal ini d^)engaruhi
sektor pajak maka ditempuh berbagai disamping oleh keadaan perekonomian
kebijaksanaan terutama yang dikenal dunia yang memaksa penerimaan dalam
dengan reformasi di bidang perpajakan negeri dari sektor minyak dan gas bumi
dengan diundangkannya berbagai UU (migas) mengalami kemerosotan, juga
yang berkaitandenganbidangperpajakan disebabkan oleh ekstensifikasi dan
ini. Dengan dilancarkannya berbagai intensifikasi penarikan pajak dari
upaya untuk tidak terlalu bergantung masyarakat.
kepadasektormigas itu makaintensifikasi
dan ekstensifikasi penarikan pajak Peningkatan peran pajak mempunyai
dilakukan, sehingga peran pajak dalam implikasi yang penting terutama karena
penerimaan dalam negeri selalu meningkat peningkatan peran itu juga berarti pajak
sebagaimanaditunjukkan dalam tabel 1. akan menjadi instrumen kebijaksanaan

Tabel 1 Penerimaan Dalam Negeri,


Penerimaan dari Migas, Dan Penerimaan di Luar Migas,1981• 1990

1981/ 1982/ 1983/ 1984/ 1985/ 1986/ 1987/ 1990/ 1991/*) 1992/*)
82 83 84 85 86 87 88 91 92 93

Penerimaan Dlm.Neg. 12.213 12.418 14.433 15.905 18.678 19.253 17.8.33 31.583 40.184
Penerimaan dari
pajaknon migas 3.585 4.248 4.913 5.475 7.518 8.108 8.095 20.800 25.175

Persentase pajak
dari Pen. Total (29) (34) (34) (35) (40) (42) (45) (66) (63)

•)RAPBN
Sumber: BankIndonesia. Laporan Tahunan, berbagaitahun

Dari Tabel 1 nampak bahwa peranan yang semakin penting. Karena pajak
sektor pajak dalam penerimaan dalam berkaitan dengan disposable income
negeri relatif rendah pada tahun 1981 maka ia berkaitan dengan multiplier
yaitu hanya 29 persen dari total effect atau . angka pengganda
penerimaan dalam negeri. Tetapi perekonomian. Dengan demikian
peranananya mulai mengalami kenaikan intensifikasi penarikan pajak juga berarti
yang cukup berarti setelah tahun 1982 berpengaruh terhadap angka pengganda
yaitu mencapai 34 persen dari total perekonomian. Teimasuk dalam hal ini
penerimaan dalam negeri dan mengalami adalah pengaruhnya nanti terhadap iklim
pelonjakan pada tahun 1986 dan tahun- investasi dan anggaran berimbang yang di
tahun berikutnya yang mencapai diatas anut oleh pemerinlah.

84
Hudiyanto, Peranan Pajakdalam Perekonomian Indonesia

Kebij aksanaan di bidang untuk menyelesaikan masalah yang timbul


perpajakan dari adanya barang publik, munculnya
eksternalitas dalam proses produksi,
Dalam litcratur ekonomi pajak selalu teijadinya kemungkinan resiko dan
merupakan komponen yang aiiiat pcnting ketidakpastian^ adanya pasar yang
dalam menjalankan roda perekonomian bekerjd tidak efisien. dan selalu
(Roadway, 1986). la merupakan alat munculnya masalah distribusi
bagi pemerintah untuk melakukan pendapatan dalam pembagian output
kebijakan fiskalnya, yaitu untuk nasional (Roadway, 1984). Yang
mempengaruhi aktifitas ekonomi dalam memungkikan pemerintah untuk
masyarakat. Apabiia pemerintah merasa menyelesaikan masalah'tersebut adalah
bahwa perekonomian tumbuh terlalu cepat karena dalam sistem perekonomian
maka ia bisa mengendalikannya dengan modem pemerintah mempunyai fungsi
pengetatan penarikan pajak yangjauh lebih-luas dibandingkan dengan
(kebijaksanaan kontraksi). Sedangkan fungsinya menumt kaum klasik dalam
dalam hal perekonomian tumbuh dengan pemikiran ekonomi. Fungsi pemerintah
lambat maka pemerintah bisa ikut campur pada masa sekarang meliputi Pertama,
tangan lewat kebijaksanaan yang bersifat fungsi untuk mengalokasikan output dan
ekspansif. sumberdaya; kedua, fungsi pemerintah
Terdapat beberapa faktor yang untuk melakukan distribusi kemakmuran
menyebabkan pemerintah melakukan bangsa; ketiga fungsi untuk melakukan
intervensi dalam suatu perekonomian stabilisasi perekonomian. (Musgrave,
(Roadway et.al, 1984). Dalam kondisi 1987)
pasar persaingan sempuma, dengan
berbekal informasinya yang lengkap, dan Dalam kaitan ini, meskipun
semua pihak bebas melakukan apa yang pemerintah "dibenarkan" untuk menarik
diinginkan (laissez faire), maka pajak dari masyarakatnya untuk
perekonomian dengan sendirinya akan membiayai pembangunan, tetapi
selalu mengalokasikan barang dan faktor dibandingkan dengan banyak negara yang
produksinya secara efisien. Tetapi dalam lain, pemerintah Indonesia terkesan "tidak
kondisi pasar tidak sempurna, sungguh-sungguh" dalam menggali
masalah eflsiensi menjadi masalah yang sumber pajak ini (Uppal, 1986) paling
hams diselesaikan oleh pemerintah. tidak sampai awal delapan puluhan. Hal
Dengan alasan seperti inilah maka itu terlihat dari Tabel 2 yang
pemerintah berhak untuk campur tangan membandingkan penerimaan pajak oleh
dalam perekonomian. Dengan tindakan beberapa negara dihitung penerimaan
campur tangannya pemerintah berambisi pajak per kapita

85
UNISIA. NO. 15 TAHUNXIIITRIWULANIV-1992

Tabel 2 Penerimaan Pajak Menurut Jenis Pajak


Sebagai Proporsi dari GDP, 1978-1980

Negara GNPper Pajak Pajak Exise Duty Duty PjK.


kapita pend. penj. tax impoit exp. proper

Indonesia
•fi
1980 370
1982 625 0,42 1.09 1,95 1,01 0.8 0,32

Rata-rata21 Negara dengan


GDP kurang dari $ 300 206 1.22 1.71 1.63 4.5 1.62 0,26

Rata-rata 43 negara dengan


GDP$300-$600 510 1,90 1,54 2.5 2.8 1,15 0.37

Sumber: (Uppal. 1986)

Dari Tabel 2 nampak bahwa negara yang sederajat tingkat GDP-nya,


dibandingkan dengan negara-negara hanya seperempatnya, yaitu 1,90 %.
dengan GDP yang lebih rendah hasil Kesimpulannya adalah bahwa Indonesia
penarikan pajak dari masyarakat Indonesia tidak banyak menggunakan pajak sebagai
masih tertinggal. Untuk pajak kekayaan sumber penerimaannya.
yang merupakan fungsi dari pendapatan
nasional misalnya, Indonesia hanya Rendahnya penerimaan pajak tersebut
menunjukkan angka 0,42 % sementara bisa dilacak dari elastisitas penerimaan
negara dengan pendapatan yang lebih pajak dari pendapatan sebagaimana bisa
rendah mencapai lebih dua kali lipatnya dilihat perbandingan antar negara dalam
yaitu 1,22 dan dibandingkan dengan Tabel 3.

Tabel 3 Elastisitas Penerimaan Pajak dari Pendapatan Nasional, 1976 -1982

Negara Elastisitas Penerimaan Pajak


Pendapatan

India 2,5
Korea 2,2
Honduras 2,1
Maroko 2,2 •
Pakistan 1.9
Malaysia 1,9
Indonesia 1,8

Sumben World Bank : Indonesia Policies Prospect for Economic Growth, 1984 dan Raja Chelliah, "Trends in
Taxation in Developing Countries dalam M FIrd, Readings on Taxations in Developing Countries,
Dikulip dari JS Uppal, EKI, 1986.

86
Hudiyanto, Peranan PajakdaJam Perekonomian Indonesia

Rendahnya angka pajak Indonesia per. Reformasi di bidang perpajakan


kapila itu disebabkan oleh sistim
perpajakan yang kurang mendukung Dalam kaitan itu pemerintah telah
sehingga penarikan pajak masyarakat mempengaruhi sistcm perpajakan yang
kurang efektif. Tingkat pengelaan pajak berlaku selania ini. Sistem perpajakan
secara legal (tax avoidance) dan yang baru itu terdiri dari undang-undang
pengelaan secara tidak legal (tax tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
evasion) dengan demikian menjadi Perpajakan (UU No. 6/1978), Undang-
cukup tinggi. Hal ini nanipak dari Tabel 4 Undang tentang pajak Penghasilan (UU
yang menunjukkan tingkat realisasi No. 7/1983), Undang-Undang tentang
penerimaan paj^ dibandingkan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
penerimaan pajak yang ditargetkan. dan pajak penjualan atas Barang Mewah

Tabel 4. Realisasi Pajak dari Potensi Pajak Yang Sebenarnya.

JENIS PAJAK REALISASI PAJAK DARI PAJAK


POTENSIAL

Pajak Pendapatan 16
Pajak Kekayaan 14

Pajak Penjualan 33
Pajak Excise 34

Pajak Penjualan Impor 23


Tarif Impor 31
IPEDA 20
Rata-rata 28

Sumber: Lerche, 1980, halaman 39

Dari Tabel 4 nampak bahwa rata-rata (No. 8/1983) dan Undang-Undang


penarikan pajak dari potensi yang tentang Pajak Bumi dan bangunan (PBB).
sebenarnya hanya 28 persen. Dari uraian
tersebut maka bisa disimpulkan bahwa Pajak penghasilan
potensi pajak belum dimanfaatkan secara
optimal untuk membiayai pembangunan. Undang-undang Pajak Penghasilan
Keadaan ini kemudian cukup terasa ketika 1984 untuk menggantikan 1925, UU
bonanza (rejeki nomplok) dari minyak PBDR tahun 1970 dan UU No. 8 tahun
bumi menunjukkan kesuramannya pada 1967 tentang MPO dan MPS pada
tahun 1980-an, .yang kemudian dasamya merupakan upaya untuk
menyebabkan pemerintah menyadari meningkatkan penerimaan dalam negeri
bahwa penarikan pajak secara efektif dari sektor pajak. Undang-undang yang
(bukan hanya dari pajak minyak) cukup mulai diberlakukan pada 1 Januari itu
penting untuk dilakukan. pada dasamya menyederhanakan dan

87
UNISIA, NO. 15 TAHUN XIIITEIWULANIV -1992

menuninkan tarif pajak rata-rata. Tujuan melepaskan beban pajak padd golongan
dari kebijaksanaan itu adalah untuk penghasilan kecil tetapi diikuti dengan
mendorong paitisipasi masyarakat dalam intensifikasi penarikan pajak pada
membayar pajak kepada negara. Dengan golongan penghasilan yang lebih besar.
keluamya kebijaksanaan baru itu maka
lapisan tarif pajak pendapatan dan pajak PPN dan Pajak atas barang
perseorangan yang pada peraturan mewah.
sebelumnya masing-masing terdiri dari 6
dan 10 lapisan dengan kisaran tarif antara Penyederhanaan perpajakan nampak
5 persen - 50 persen dan 2,5 persen - 45 pula dari diundangkarmya UU no. 8 tahun
persen disederhaakan menjadi 3 lapisan 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
tarif pajak penghasilan yaitu 15 persen barang dan jasa dan pajak Penjualan atas
untuk penghasilan sampai dengan Rp. barang Mewah sebagai pengganti dari UU
10.000.000,-, 25 persen untuk tentang pajak Penjualan tahun 1951.
penghasilan Rp. 10.000.000,- sampai Kebijaksanaan yang baru itu
Rp. 50.000.000,- dan 35 persen untuk memungkinkan dihindarkannya
penghasilan diatas Rp. 50.000.000,- pemungutan pajak secara berganda. Tarif
setehun. pajak disederhanakan dari 8 jenis menjadi
Kebijaksanaan di bidang perpajakan hanya 2 jenis tarif pajak. Pertama. tarif
sebagaimana dikemukakan selain pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar
dimaksudkan untuk meningkatkan 10 persen bagi barang yang dikonsumsi di
penerimaan negara juga dimaksudkan dalam negeri serta kedua 0 persen untuk
untuk menciptakan iklim perpajakan yang barang yang 'akan diekspor. Tarif itu
adil dan menciptakan keringanan beban dengan ketentuan pemerintah untuk PPN
pajak bagi masyarakat yang bisa diubah menjadi serendah-rendahnya
berpenghasilan rendah melalui 5 persen dan setinggi-tingginya 15 persen
kebijaksanaan peningkatan batas untuk barang-barang yang akan
pendapatan Bebas Pajak. Menunit UU dikonsumsi di dalam negeri. Sedangkan
Pajak penghasilan 1984 Pendapatan Tidak untuk barang-barang mewah yang
Kena Pajak (PTKP, isiilah lain dari dikonsumsi di dalam negeri dikenakan
BPBP) bagi wajib pajak dinaikkan dari pajak Penjualan antara 10 sampai 20
Rp. 300.000,- menjadi Rp. 960.000,- persen tergantung kepada tingkat
dan untuk isteri dari Rp. 300.000,- kemewahan dari barang itu, sementara
menjadi Rp. 480.000,- sedangkan bagi untuk barang-barang mewah yang akan
anak dari Rp. 150.000,- menjadi Rp. diekspor dikenakan .pajak 0 persen.
480.000.-. Peningkatan PTKP teiapi yang Meskipun demikian, ketentuan untuk
disertai dengan esktensifikasi subyek pajak bagi barang-barang mewah yang
pajak diharapkan bisa tetap meningkatkan dikonsumsi di dalam negeri itu bisa
penerimaan pajak oleh pemerintah diubah menjadi setinggi-tingginya 35
terutama yang ditarik dari kelompok persen. Dengan dikeluarkaimya undang-
masyarakat berpenghasilan tinggi. Hal ini undang di bidang perpajakan itu maka
menunjukkan tekad pemerintah untuk diharapkan jumlah penerimaan pajak akan
Hudiyanto, Peranan Pajak dalam Perekonomian Indonesia

meningkat karena sistem perpajakannya ini terutama diarahkan untuk mendorong


lebih sederhaha dan lebih pasti dalam produksi dan tetap memperluas
pengenaan pajaknya. kesempatan keija. Untuk jenis sigaret
kretek buatan mesin (SKM) baik yang
Pajak bumi dan bangunan memakai filter maupun yang tidak
memakai filter dengan tingkat produksi
Pajak atas Properti juga mengalami teiendah 675 juta batang atau kurang tarif
reformasi. luran Pembangunan Daerah cukainya ditetapkan 30 persen per tahun
telah diganti dengan Pajak Bumi dan sedangkan untuk tingkat produksi diatas
Bangunan dengan diberlakukannya 8,5 milyar dikenakan cukai 37,5 persen
undang-undang mengenai PBB sejak pertahun. Sementara itu untuk sigaret
Januari 1986. Nitai Jual Obyek (NJOP) putih buatan mesin (SPM) dengan
yang merupakan faktor penentu pajak produksi terendah 320 juta batang atau
bumi dan bangunan disempumakan kurang, t^f cukainya dikenakan sebesar
melalui klasifikasi yang disesuaikan 22,5 persen pertahun, sedangkan untuk
perkembangan harga tanah dan bangunan. yang tingkat produksi diatas 10 milyar
Dari NJOP kemudian ditetapkan Nilai batang per tahun dikenakan cukai 35
Jual Kena Pajak (NJKP) yang dengan persen per tahun. Untuk sigaret kretek
Peraturan Nomor 46 Tahun 1986 tangan (SKT) dengan tingkat produksi
besamya adalah 20 persen dari NJOP. terendah 1,2 milyar batang atau lebih
dari NJKP ini-maka ditarik pajak yang rendah dikenakan cukai 5 persen per
sama sebesar 0,5 persen dari nilai jual tahun , sedangkan untuk SKT dengan
kena pajak. tingkat produksi diatas 5 ihilyar batang
dikenakan t^f cukai 17,5 pertahun.
Bea meterai
Pajak, pengeluaran pemerintah
Untuk pajak lainya yaitu bea meterai
dan lelang telah dikeluarkan Undang- Semenjak Orde Baru pemerintah
Undang nomor 13 yang antara lain menyatakan tekadnya untuk menggunakan
menetapkan tarif Rp. 1.000,- untuk sistem anggaran pendapatan dan belanja
semua dokumen berbentuk perjanjian, yang seimbang .(balanced budget).
akta tanah, akta notaris dan surat yang Anggaran berimbang dalam konteks ini
memuat nilai uang lebih dari Rp. 1 juta. dimaksudkan sebagai pemerintah tidak
*Sedangkan untuk cek dan bilyet giro melakukan pinjamankepadaBank Sentral
ditetapkan Rp. 500,- atau tidak melakukan pencetakan uang
untukmembiayai semua pengeluarannya.
Cukai Hal ini tercermin dari struktur APBN di
mana belanja negara dibeayai oleh
Kebijaksanaan di bidang cukai yaitu penerimaan dalam negeri dan penerimaan
cukai tembakau, cukai gula, cukai bir dan pembangunan (penerimaan dari hutang
alkohol sulingan juga mengalami luar negeri). Dalam pengertian yang
perkembangan. Kebijaksanaan di sektor paling ketat sebenamya struktur APBN

89
UNISIA, NO. 15 TAHUNXIIITRIWULANIV -1992

seperti itu dimana masih terdapat unsur menganut anggaran berimbang. Apabila
pinjaman luar negeri, APBN itu disebut penerimaan pajak tidak mencukupi
menganut APBN yang defisit. (Budiono/ pengeluaran konsumsi pemerintah,
• 1984). Tetapi dengan menggunakan disebut menganut sistem anggaran defisit
pengertian yang longgar, struktur APBN dan apabila pajak yang ditarik melebihi
Indonesia masih bisa disebut sebagai pengeluaran pemerintah maka ia disebut
berinibang karena tidak melakukan sebagai anggaran surplus. (Boediono,
pencetakan uang oleh pemerintah 1984). Dengan mengabaikan pajak dari
(meminjam dari bank Indonesia). minyak yang sebagian besar merupakan
Sementara itu dalam analisis ekonomi pajak atas perusahaan asing, maka kita
makro tenitama analisis multiplier effect, bisa melihat sistem anggaran yang
keseimbangan anggaran (defisit, surplus, "sebenamya" dianut di Indonesia.
berimbang) dilihat dari seberapa besar Meskipun anggaran Indonesia disebut
pengeluaran pemerintah (G, sebagai anggaran berimbang, tetapi
Govermnent Expenditure) bisa dibeayai temyata untuk kepentingan analisis
dari penerimaan dari pajak. Apabila pajak pengganda anggaran kita tidak selalu
yang ditarik dari masyarakat semuanya demikian, sebagaimana bisa dilihat dari
digunakan untuk (dan sama dengan) tabel.
pengeluaran pemerintah, maka ia disebut
Tabei 5 ; Penarikan Pajak, Pengeluaran Pemerintah, 1969 - 1990 (dalam
mllyar Rp)
"daflalf
Panarlaaan Pajak Pengoluaran Anggaran
non algaa Paaarlntah
Rp. Z.kaw

1969/70 174,0 199,0 24,2 12

1970/71 232,3 293,0 60,7 21

1971/72 259,8 - 341,0 80,2 24

1972/73 325,5 414,0 88,5 21

1973/74 535,7 716,0 174,5 24

1974/75 729,9 041,0 111,1 13

1975/76 883,5 1.253,7 370,2 30

1976/77 1.152,2 1.590,5 448,3 28

1977/70 1.443,1 2.077,3 6^,2 30

1970/79 1.766,0 2.658,9 092, • 36

1979/80 2.249,9 • 3.733,4 1.403,5 40

1980/01 2.891,7 4.680,2 1.796,5 39

1901/02 3.248,4 5.787,9 2.539,5 • 44 •

1902/03 3.812,3 6.031,7 3.019,4 44

• 1903/04 4.393,5 7.791,3 3.397,8 44

1984/05 . 4.788,3 9.121,5 4.333,2 48

1905/06 6.616,9 10.093,1 4.276,2 39

1986/07 7.645,7 11.328,7 3:683,0 33

1987/80 8.779,4 11.763,5 2.904,1 25

1980/89 11.908,5 .12.755,5 047,0 7

1989/90 15.425,6 15.697,6' 272,0 2

1990/91 18.240,4 —

SuBbari Not« k«uangan. 1990

90
Hudiyanto, PerananPajakdalam Perekonomian Indonesia

Dari tabcl nampak bahwa dari sisi penerimaan pemerintah semakin


keseimbangan anggaran dalam pengeitian membesar. Apakah dampak dari
yang "mumi", anggaran pendapatan dan intensifikasi penarikan pajak itu terhadap
belanja temyata menunjukkan anggaran anggaran defisit ? Apakah dampaknya
yang tidak seimbang dalam arti defisit. terhadap aktifitas ekonomi dalam
Pengeluaran pemerintah selalu tidak bisa masyarakat ?
dibeayai hanya dengan penerimaan dari Meskipun dalam struktur resmi
pajak saja, tetapi mesti ditambah dengan APBN kita yang seimbang peningkatan
sumber lain di luar pajak. Pada tahun penerimaan dari pajak itu tidak akan
1969 terdapat defisit yang relatif rendah niengubah keseimbangan anggaran, tetapi
yaitu 12 persen dari total pengeluaran. Hal karena kita melihat ada defisit anggaran
ini karena memang tidak terdapat sumber dalam APBN, maka peningkatan
dari sektor luar negeri yang berarti. Defisit penerimaan dari pajak sebagai akibat dari
itu semakin lama semakin membengkak reformasi di bidang perpajakan yang
sampai angka antara 30-45 persen antara disertai tekad yang kuat untuk
tahun 1977-1986. Tetapi.dalam dua tahun melaksanakan reformasi akan
terakhir tingkat defisit anggaran belanja memperkecil defisit anggaran. Persentase
pemerintah mengalami penunman masing- anggaran belanja pemerintah untuk
masing hanya 7 persen pada tahun 1988 membeli barang dan jasa yang berasal dari
dan 2 persen untuk tahun 1989. Hal ini penerimaan pajak akan semakin
dikarenakan penerimaan dari pajak yang meningkat.
memang terus meningkat. Hal ini Apabila penerimaan pajak semakin
menunjukkan adanya kemandirian dalam menuju keseimbangan dengan
perekonomian Indonesia pada tahun-tahun pengeluaran pemerintah maka hal ini
terakhir. mempunyai konsekuensi multiplier effect
dari perekonomian menjadi semakin
Reformasi pajak mengecil dan ceteris paribus akan
mendekati multiplier effect dari anggaran
Dari uraian terdahulu bisa dilihat dua berimbang (=1). Hal ini berarti dengan
hal. Pertama. adanya kenyataan bahwa intensifikasi penarikan pajak maka gejolak
sebenamya anggaran Belanja Indonesia perekonomian akibat terjadinya perubahan
imtuk analisis multiplier adalah defisit, variabel ekonomi dalam perekonomian
dengan menggunakan kriteria terketat. akan semakin mengecil. Kebijaksanaan
Kedua. terdapat usaha pemerintah yang yang sifatnya ekspansif akan
cukup intensif untuk meningkatkan peran menyebabkan meningkatnya aktifitas
pajak sebagai tulang punggung ekonomi dalam tingkatan yang lebih
perekonomian Indonesia. Upaya itu rendah. Sebaliknya adanya kebijaksanaan
nampak hasilnya dari peningkatan kontraksi akan menyebabkan penurunan
penerimaan dari pajak yang semakin aktifitas ekonomi tidak akan secepat
tinggi sehingga persentase pajak untuk apabila penarikan pajak tidak intensif.

91
UNISIA. NO. 15TAHUNXIIITRIWULAN IV-1992

Daftar Pustaka Guritno Mangkusubroto, Ekonomi Publik, BPFE


UGM, Yogyakarta, 1985
Bank Indonesia, Laporan Keuangan BI, Musgraave, Richard A dan Peggy B Musgrave,
beberapa tahun penerbitan. Public Finance, Theory and Practice,
Boadway, Robin W dan David E Wildasin, Macgraw Hill, 1987
Public Sector Economy, Litlle Brown Uppal, JS, "The Indonesian Tax Strustur" dalam
and Company, Boston, Toronto, 1984 Ekonomi Keuangan indonesia, vol
Bransson, William H, Macroeconomic Theory XXXIV, Nomer I, tahun 1986
and Policy, Harper and Row Publishers, Nota Keuangan RI, 1991/1992
New York, 2nd edition. 1979.

92

You might also like