You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya memperbaiki
kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan berkualitas ini harus dapat dilaksanakan di seluruh
sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, sehingga diharapkan masyarakat akan lebih
berminat untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mulai dari tingkat puskesmas, rumah
sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
masyarakat yang padat modal, padat teknologi dan padat karya yang dalam pekerjaan
sehariharinya melibatkan sumber daya manusia dengan berbagai keahlian. Rumah sakit telah
mengalami perubahan pradigma yang pada awalnya hanya tertuju pada upaya perawatan kuratif
dan rehabilitatif saja, namun perkembangan berikutnya rumah sakit dituntut untuk dapat
berperan aktif pada upaya promotif dan preventif. Salah satu faktor yang harus diperhatikan
dalam pengembangan rumah sakit adalah sumber daya manusia yang dimiliki rumah sakit
tersebut. Sumber daya manusia yang dimiliki sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya
pelayanan yang di berikan pihak rumah sakit Evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakit dapat di
lakukan melalui Akreditasi Rumah sakit, Panitia yang di bentuk oleh Departemen Kesehatanm
ISO dll. Paradigma baru ini telah menggeser system penilaian kinerja Rumah Sakit terhadap
hasil Output/Outcome atau impact.

Pengorganisasian suatu sistem, seperti rumah sakit tidak akan terlepas dari sumber daya manusia
(SDM) yang ada dalam organisasi rumah sakit tersebut. Manajemen sumber daya manusia pada
hakekatnya merupakan bagian integral dari keseluruhan manajemen rumah sakit (Soeroso,
2003). Keberhasilan sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh pengetahuan, keterampilan,
kreativitas dan motivasi staf dan karyawannya. Kebutuhan tenaga-tenaga terampil di dalam
berbagai bidang dalam sebuah rumah sakit sudah merupakan tuntutan dunia global yang tidak
bias ditunda. Kehadiran teknologi dan sumber daya lain hanyalah alat atau bahan pendukung,
karena pada akhirnya SDM-lah yang paling menentukan.

Menurut Aditama (2003) Baik buruknya suatu rumah sakit dinilai dari kualitas pelayanan
pasien, yang biasanya dihubungkan dengan kualitas pelayanan Universitas Sumatera Utaramedis
1
dan atau kualitas pelayanan perawatan. Mutu pelayanan rumah sakit dapat
dipertanggungjawabkan apabila memenuhi kriteria dari berbagai jenis disiplin pelayanan, seperti
yang tercantum dalam surat keputusan No. 436/ Menkes/ SK /VI / 1993 yaitu : (a) administrasi
dan pelayanan; (b) pelayanan medis; (c) pelayanan gawat darurat; (d) kamar operasi; (e)
pelayanan intensif; (f) pelayanan perinatal resiko tinggi; (g) pelayanan keperawatan; (h)
pelayanan anastesi ; (i) pelayanan radiologi; (j) pelayanan farmasi; (k) pelayanan laboratorium;
(l) pelayanan rehabilitasi medis; (m) pelayanan gizi; (n) rekam medik; (o) pengendalian infeksi
di rumah sakit; (p) pelayanan sterilisasi sentral; (q) pelayanan keselamatan kerja, kebakaran dan
kewaspadaan bencana; (r) pemeliharaan sarana; (s) pelayanan lain; (t) perpustakaan (Aditama,
2003).

2
BAB II

ISI

2.1 INDIKATOR PELAYANAN RUMAH SAKIT

Indikator adalah suatu cara untuk menilai penampilan kerja suatu kegiatan dengan
menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk menilai suatu
perubahan.

Indikator yang ideal menurut WHO mempunyai 4 kriteria yaitu :

1. Sahih (valid), yaitu benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek yang akan dinilai.

2. Dapat dipercaya (reliable), yaitu mampu menunjukkan hasil yang benar pada penilaian
yang dilakukan secara berulang kali, artinya komponen indikatornya tetap.

3. Sensitif, yaitu peka untuk digunakan sebagai bahan pengukur

4. Spesifik, yaitu mampu memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas pada suatu
jenis kegiatan tertentu. Ada juga yang menyatakan suatu indikator harus memenuhi syarat
SMART yaitu : Spesific, Measureable, Achievable, Rasional dan mempunyai Timeframe
dalam pencapaiannya.

2.2 Indikator rumah sakit di beberapa Negara

Indikator Mutu pelayanan rumah sakit merupakan instrument untuk mengukur" mutu pada
outcome atau dampak. Sistem penilaian ini telah lama digunakan di Amerika dan Australia,
yang merupakan kegiatan lanjutan dari akreditasi. Tujuan dari indikator ialah melihat
apakah ada kesinambungan pernberian pelayanan bermutu yang dilaksanakan. Di Australia
di juga di jalankan sistem Indikator Kunci Kinerja

2.3 Indikator bagi rumah sakit

Rumah sakit tertentu yang berstatus kepemilikannya dibawah Departemen Kesehatan


indikator yang digunakan adalah indikator mutu pelayanan rumah sakit. Proses

3
penyusunannya dilaksanakan pada tahun 1996-1997, dan telah diuji coba pada 11 rumah
sakit dari berbagai kelas yang tersebar di Indonesia. Kegiatan penyusunan diawali dengan
mencari indikator mana yang dapat dengan mudah dilaksanakan. Dalam menyusun dan
menetapkan indikator kinerja rumah sakitditempuh dengan cara menginventarisasi data apa
daja yang tersedia di rumah sakit yang dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi indikator
mutu. Indikator untuk mengukur kineria rumah sakit juga mengadop indikator mutu
pelayanan rumah sakit. Kemudian disusun definisi operasional dari setiap indikator, setiap
indikator dibahas bersama dengan perhimpunan rumah sakit, rumah sakit pelbagai kelas
dan jenisnya serta diikut sertakan organisasi profesi kesehatan.

2.4 Indikator Kinerja Rurnah Sakit Secara Umum

Indikator yang dipergunakan untuk mengukur kinerja rumah sakit maupun Indikator mutu
pelayanan rumah sakit tidak semuanya dapat diaplikasikan untuk rumah sakit pada
umumnya. Selain itu ada beberapa indikator lainnya yang dikembangkan seperti Indikator
Administrasi Pelayanan Rumah Sakit (IAPRS) yang disusun oleh BPKP dan berdasarkan
kepada Key Indicator Performance (KlP) dari Australia. KIP telah diujicoba di RSUP

2.5 STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT.

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung
antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan
pelanggan. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani
kebutuhan orang lain (Adunair, 2007).
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga,
kelompok dan ataupun masyarakat.
Keberadaan Rumah Sakit Umum akhir-akhir ini menjadi sorotan, karena fungsi rumah sakit
umum sebagai sarana pelayanan kesehatan sudah menjadi kebutuhan. Sebagaimana
dikucurkannya dana Jamkesmas, tak heran hampir semua rumah sakit sudah mulai kewalahan
menerima pasien.

4
Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 65
tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Kemudian
ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 228/ Menkes/SK/III/202 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan
Daerah. Terakhir dari Kementrian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri No: 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Tentang Penyusunan dan Penetapan Standar
Pelayanan Minimal.

Apalagi Sejalan dengan amanat Pasal 28 H, ayat (1) Perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan, kemudian dalam pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab
atas penyediaan faasilitas pelayanan kesehatan dan fasailitas pelayanan umum yang layak.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggarakan upaya
kesehatan. Penyelenggaaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan
organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan
yang beragam, berinteraksi satu sama lain.

Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti
oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar, membuat
semakin kompleks permasalahan dirumah sakit. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai
tempat penyembuhan penyakit dan pemulihaan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna
tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan
taraf kesejahteraan masyarakat.

Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan
dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal BAB I ayat 6 menyatakan Standar Pelayanan
Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara
minimal.

5
Ayat 7, indikator SPM adalah tolok ukur untuk prestasi kuatitatif dan kualitatif yang digunakan
untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM
tertentu, berupa masukan, proses hasil dan atau manfaat pelayanan.

Ayat 8, pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalaam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Dalam
penjelasan pasal 39 ayat 2 PP RI N0 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah tolok ukur
kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah.

2.5.1 Maksud dan tujuan

Standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi daerah dalam
melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggung
jawaban penyelenggaraan standar pelayanan minmal rumah sakit. Standar pelayanaan minimal
ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman tentang definisi operasional indikator kinerja,
ukuran atau satuan, rujukan, target nasional untuk tahun 2007 sampai 2012, cara
perhitungan/rumus/pembilang dan penyebut/standar/satuan pencapaian kinerja dan sumber data.

Pengertian Umum SPM : Adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.Juga
merupaklan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan
layanan Umum kepada masyarakat.

Pengertian Rumah sakit : Adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanaan


kesehatan perorangan meliputi pelayanan promotif, prevntif, kurative dan rehabilitatif yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit pada hakekatnya merupakan jenis-jenis pelayanan
rumah sakit yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah/pemerintah daerah dengan standar kinerja
yang ditetapkan. Namun demikian mengingat kondisi masing-masing daerah terkait sumber daya

6
yang tidak merata diperlukan pentahapan dalam pelaksanaan SPM oleh masing-masing daerah
sejak ditetapkan tahun 2007 sampai 2012, sesuai kondisi/perkembangan kapasitas daerah.

Rumah sakit di Sumatera Utara adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan. Adapun
indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah sakit antara lain dengan
angka pemanfaatan tempat tidur (BOR), lama pasien dirawat (LOS), dan interval pemakaian
tempat tidur (TOI). Dari 30 rumah sakit pemerintah (29 RSUD dan 1 RSUP) yang paling tinggi
BOR nya adalah RSUD Padang Sidempuan (98,78 %) yang paling rendah adalah RSUD lukas
(Nias Selatan) 6,48 %.

Bila dilihat dari indikator lamanya pasien dirawat (LOS) yang paling tinggi angkanya adalah
RSUD Kabanjahe (6,76 hari ) dan yang paling rendah adalah RSUD Lukas (Nias Selatan ) 0,19
hari.Sedangkan untuk indikator TOI, rumah sakit yang paling tinggi angkanya adalah RSUD
Gunung Tua ( Kabupaten Padang lawas Utara ) 25,64 hari dan yang paling rendah adalah RSU
Tanjung Pura (Langkat ) 2,23 hari.

Mengingat pentingnya SPM sebagai hak konstitusional maka seyoyanya SPM menjadi prioritas
dalam perencanaan dan penganggaran daerah. Dengan disusunnya Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit diharapkan para Direktur Rumah Sakit di daerah untuk segera melaksanakan di
rumah sakitnya masing-masing sekaligus sebagai modal mengadvokasi stake holder didaerahnya.

SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan
perencanaan, pembiyaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan agar dapat dukungan. Untuk itu
bagi Pemerintah Daerah Propinsi maupun kabupaten/kota dapat menjadikan SPM sebagai bahan
verifikasi kepada para Direktur rumah sakit diwilayahnya apakah komit dan serius dalam
penerapan SPM jikalau ingin mewujudkan pelayanan rumah sakit yang lebih bernas dan
berkualitas.

1. Standar Pelayanan Rumah Sakit Daerah adalah penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah
sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan baik rawat inap
maupun rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit.

2. Indikator

7
Merupakan variabel ukuran atau tolok ukur yang dapat menunjukkan indikasi-indikasi terjadinya
perubahan tertentu. Untuk mengukur kinerja rumah sakit ada beberapa indikator, yaitu:

a. Input, yang dapat mengukur pada bahan alat sistem prosedur atau orang yang memberikan
pelayanan misalnya jumlah dokter, kelengkapan alat, prosedur tetap dan lain-lain.

b. Proses, yang dapat mengukur perubahan pada saat pelayanan yang misalnya kecepatan
pelayanan, pelayanan dengan ramah dan lain-lain.

c. Output, yang dapat menjadi tolok ukur pada hasil yang dicapai, misalnya jumlah yang
dilayani, jumlah pasien yang dioperasi, kebersihan ruangan.

d. Outcome, yang menjadi tolok ukur dan merupakan dampak dari hasil pelayanan sebagai
misalnya keluhan pasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanan dan lain-lain.

e. Benefit, adalah tolok ukur dari keuntungan yang diperoleh pihak rumah sakit maupun
penerima pelayanan atau pasien yang misal biaya pelayanan yang lebih murah, peningkatan
pendapatan rumah sakit.

f. Impact, adalah tolok ukur dampak pada lingkungan atau masyarakat luas misalnya angka
kematian ibu yang menurun, meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, meningkatnya
kesejahteraan karyawan.

3. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam
melakukan kegiatan. Standar ini dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan propinsi,
kabupaten/kota sesuai dengan evidence base.

4. Bahwa rumah Sakit sesuai dengan tuntutan daripada kewenangan wajib yang harus
dilaksanakan oleh rumah sakit propinsi/kabupaten/kota, maka harus memberikan pelayanan
untuk keluarga miskin dengan biaya ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

5. Secara khusus selain pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat wilayah setempat
maka rumah sakit juga harus meningkatkan manajemen di dalam rumah sakit yaitu meliputi:

a. Manajemen Sumberdaya Manusia.

b. Manajemen Keuangan.

8
c. Manajemen Sistem Informasi Rumah Sakit, kedalam dan keluar rumah sakit.

d. Sarana prasarana.

e. Mutu Pelayanan.

2.6 PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT

Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga kesehatan dan


melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal rumah sakit yang bias
disebut hospital by laws. Peraturan tersebut meliputi aturan-aturan berkaitan dengan pelayanan
kesehatan, ketenagaan, administrasi dan manajemen. Bentuk peraturan internal rumah sakit
(HBL) yang merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: Tata tertib rawat
inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed
consent, rekam medik, visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran, komete medik,
panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit,
persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan
dan rekanan. Bentuk dari Hispital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah Sakit, Standar
Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan, Pengumuman, Pemberitahuan
dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal rumah akit (HBL) antara rumah sakit satu dengan yang
lainnya tidak harus sama materi muatannya, hal tersebut tergantung pada: sejarahnya,
pendiriannya, kepemilikannya, situasi dan kondisi yang ada pada rumah sakit tersebut. Namun
demikian peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya
seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang.
Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan Undang-undang nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.

2.7 PENGHITUNGAN EFISIENSI

Indikator penilaian efisiensi pelayanan adalah:

a. Bed occupancy rate.


b. Bed turn over.
c. Length of stay.
d. Turn over interval.

9
Bed occupancy rate (BOR) atau Pemakaian Tempat Tidur dipegunakan untuk melihat berapa
banyak tempat tidur di rumah sakit yang digunakan pasien dalam suatu masa.

Jumlah hari perawatan

BOR = ————————————– x 100%

Jumlah TT x hari perawatan

Prosentase ini menunjukkan sampai berapa jauh pemakaian tempat tidur yang tersedia di rumah
sakit dalam jangka waktu tertentu. Bila nilai ini mendekati 100 berarti ideal tetapi bila BOR
Rumah Sakit 60-80% sudah bias dikatakan ideal.

BOR antara rumah sakit yang berbeda tidak bisa dibandingkan oleh karena adanya perbedaan
fasilitas rumah sakit, tindakan medik, perbedaan teknologi intervensi. Semua per bedaan tadi
disebut sebagai “case mix”.

Turn over internal (TOI), waktu rata-rata suatu tempat tidur kosong atau waktu antara satu
tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi oleh pasien lain.

(Jumlah TT x 365) – hari perawatan

TOI = ——————————————– x 100%

Jumlah semua pasien keluar hidup + mati

TOI diusahakan lebih kecil daripada 5 hari.

Bed turn over (BTO), berpa kali satu tempat tidur ditempati pasien dalam satu tahun. Usahakan
BTO lebih besar dari 40.

Length of stay yang baik 5-13 hari atau maksimum 12 hari, 6-10 hari.

Infant mortality rate (angka kematian bayi). Standar 20%

10
Jumlah kematian bayi yang lahir di RS

IMR = ————————————————- x 100%

Jumlah bayi yang lahir di RS dalam waktu tertentu

Maternal Mortality Rate (MMR) atau angka kematian ibu melahirkan. Standard 0,25% atau
antara 0,1-0,2%

Jumlah pasien obstetri yang meninggal

MMR = —————————————————— x 100%

Jumlah pasien obstetri dalam jangka waktu tertentu

Foetal Death Rate (FDR) atau angka bayi lahir mati. Standar 2%.

Jumlah kematian bayi dengan umur kandungan 20 minggu

FDR = ————————————————————- x 100%

Jumlah semua kelahiran dalam jangka waktu tertentu

Post Operative Death Rate (FODR) atau angka kematian pasca bedah. Standar 1%.

Jumlah kematian setelah operasi dalam satu periode

FODR = —————————————————— x 100%

Jumlah pasien yang dioperasi dalam periode yang sama

Angka kematian sectio caesaria. Standar 5%.

Dalam usaha memperkecil pengaruh “case mix” untuk menilai tingkat efisiensi digunakan
indikator yang lebih tajam, indikator yang dimaksud adalah:

1. Av LOS pasien prabedah

Pasien yang akan dioperasi biasanya harus menjalani pemeriksaan radiologi dan laboratorium
serta perlu observasi terhadap keadaan tertentu. Jadi sebelum operasi pasien telah menggunakan

11
jasa rumah sakit yang tidak sedikit. Lebih banyak pemeriksaan atau lebih lama observasi
tentunya lebih banyak menggunakan sumber daya rumah sakit. Agar efisiensi maka pemborosan
harus ditekan. Bertambah singkat Av LOS prabedah, bertambah hemat atau bertambah efisien
pelayanan yang diberikan.

2. Av LOS penyakit tertentu atau tracer conditions.

Telah disusun kelompok-kelompok diagnosis penyakit yang tidak berbeda banyak cara
penganannya mediknya, tidak berbeda banyak Av LOS-nya, dan hampir sama menyerap sumber
dayanya. Kelompok penyakit ini disebut Diagnosis Related Group (DRG). Dalam DRG ini ada
83 kelompok diagnesis yang masih terbagi lagi menjadi 383 subkelompok.

2.8 INDIKATOR PENILAIAN

Untuk menilai pemanfaatan tenaga dipergunakan indikator:

a. Rasio kunjungan dengan jumlah tenaga perawat jalan.


b. Rasio jumlah hari perawatan dengan jumlah tenaga perawat inap
c. Rasio jumlah paisien intensif dengan jumlah tenaga perawat yang melayani.
d. Rasio persalinan dengan tenaga bidan yang melayani.

12
Indikator untuk penilaian cakupan pelayanan adalah:

- Rata-rata kunjungan per hari

- Rata-rata kunjungan baru per hari

- Rasio kunjungan baru dengan total kunjunga

- Jumlah rata-rata pasien ugd per hari

- Rata-rata pasien intensif per hari

- Rata-rata pasien intensif perhari

- Rata-rata pemeriksaan radiologi per hari

- Prosentase r/ yang dilayani terhadap rumah rumah sakit

- Prosentase item obat dalam formularium

- Jumlah pelayanan ambulans

- Rasio banyaknya cucian dengan pasien rawat inap

- Prosentase penyediaan makanan khusus

- Rasio pasien rawat jalan terhadap jumlah penduduk dalam, catchment area

- Admission use rate

- Hospitalization rate

Mutu pelayanan ditinjau dari GDR & NDR

1. Angka Kematian Kasar/CDR (%) = <45%

13
2. Angka Kematian Netto/NDR (%) = <25%

14
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat
2 Indikator pelayanan kesehatan di rumah sakit yakni BOR, LOS, BTO, TOI, NDR, GDR,ratio
tenaga kesehatan, Ratio pendapatan operasional, Kesesuaian ratio tempat tidur kelas 3,
Kesesuaian dengan SPM RS, Kejadian infeksi nosokomial, Waktu tunggu operasi elektif,
Proporsi persalinan seksio sesaria, Penggunaan obat generic, Ketidakhadiran staf (absenteeism),
Kesesuaian pengelolahan limbah, Kelengkapan organisasi rumah sakit, Kecukupan peralatan
sesuia kelas, Kelengkapan pelayanan rawat jalan, Pencanangan kasus tuberklosis, Kejadian
dekubitus, Beban penggunaan kamar operasi,Kemampuan pelayanan intensif, Kemampuan
sebagai RS PONEK, Pelaksanaan kalibrasi peralatan, Kematian di gawat darurat.
3. Indicator pelayanan kesehatan di puskesmas terdiri atas : Kondisi bangunan puskesmas,
Ketersedian listrik 24 jam, Alat kesehatan sesuai standar, Kecukupan sarana computer
Pelaksanaan perencanaan, Pelaksanaan upaya kesehatan pilihan, Pelaksanaan UKBM, Pertemuan
berkala lintas sector, Persentase penduduk miskin ditangani, Cakupan desa siaga aktif,
Ketersediaan dan kecukupan air bersih, Kecukupan tenaga kesehatan, Ketersediaan obatsesuai
standar, Ketersediaan sarana transportasi, Kecukupan dana operasional, Pelaksanaan upaya
kesehatan wajib, Rujukan medis dan kesmas, Pelaksanaan diskusi kasus(audit kasus), Persentase
penduduk ditangani, Prosentase kemandirian posyandu
4. Perkembangan system informasi kesehatan dan pelaksanaan semua indicator ini sangat berperan
guna mencapai pelayanan kesehatan yang lebih memadai di masa yang akan datang. Penggunaan
sisten informasi secara tepat dapat mempercepat pelaksanaan semua indicator yang telah di buat.

15
3.2. SARAN
1. Diperlukan adanya kerja sama dari semua pihak bukan hanya dari sector pemerintah dalam hal
ini pembuat kebijakan namun dari berbagai sector agar tujuan yang di harapkan dari adanya
indicator ini dapat terwujud.
2. Perlunya ada kesadaran dari para petugas kesehatan dan masyarakat akan pentingnya
penggunaan system informasi agar dapat memudahkan dalam pekerjaan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyadi B, Sutarjo US etal. Pedoman Indikator Mutu

2. Pelayanan Rumah Sakit, cetakan ll, Jakarta,2001.

3. Kementerian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No.


36 Tahun2009 Tentang Kesehatan.

17

You might also like