Professional Documents
Culture Documents
Laporan Trauma
Laporan Trauma
MODUL 1
KESADARAN MENURUN
OLEH
KELOMPOK 10
FAKULTAS KEDOKTERAN
2015
Skenario 2
Laki – laki 25 tahun masuk ke UGD RS dengan kesadaran menurun. Setelah diletakkan
ditempat tidur dan diperiksa, penderita hanya mengeluarkan suara dengan kalimat yang tidak
jelas, tanda vital TD 180/100 mmHg, nadi 140 x / menit, lemah, pernapasan 40x/menit, suhu
38 ° c, pasien kesan overweight.
Kata Sulit
Tidak ditemukan
Kalimat kunci
Pertanyaan
Tidak sadar atau kesadaran menurun adalah kondisi mental dan perilaku dari menurunnya
pemahaman (comprehension), rasionalitas (coherence), dan kapasitas motivasi.
Ketidaksadaran, diawali dengan ketidakmampuan untuk mempertahankan fokus pikiran dan
kerja, serta adanya disorientasi. Jika kondisi ini memburuk akan terjadi penurunan kesadaran
mental secara menyeluruh, termasuk kerusakan dalam ingatan, persepsi, komprehensi,
penyelesaian masalah, bahasa, praksis, fungsi visiospasial dan aspek perilaku emosional
lainnya yang merupakan bagian dari otak.1
Fungsi normal sistem aktivasi retikulasi dapat terganggu oleh adanya lesi struktural fokal dari
otak untuk proses yang lebih difus:1
1) Struktural:
a. Intratentorial (secara langsung melibatkan batang otak) misalnya: trauma, infark,
perdarahan, tumor, demielinisasi)
b. Supratentorial (menekan batang otak)
c. Penyebab patologis serupa, terutama yang mengenai hemisfer serebri kanan
2) Difus:
a. Penurunan ketersediaan substansi yang dibutuhkan untuk metabolisme normal
otak (hipoksia, hipoglikemi)
b. Penyakit metabolik lain (gagal ginjal, gagal hati, hipotermia, defisiensi vitamin)
c. Epilepsi (mempengaruhi aktivitas distrik normal batang otak)
d. Inflamasi otak/selaput otak (ensefalitis, meningitis)
e. Obat-obatan dan toksin (opiat, anti depresan, hipnotik, alkohol)
Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda struktur, metabolisme dan
fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis. Kedua, untuk
metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku seperti
protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa digunakan untuk metabolisme sel tidak
dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh ‘blood brain barrier’.
Angka pemakaian glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian
O2 ialah 3,3 cc/100 gr jaringan otak/menit.
Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses oksidasi, 50% dipakai untuk
sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang menyusun infrastruktur neuron,
dan 15% untuk fungsi transmisi.
Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi
mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam sel. Bila
metabolisme neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron akan lenyap,
bilamana tidak ada perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme.
Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma Metabolik. Yang dapat
membangkitkan koma metabolik antara lain:
- Hipoventilasi
- Anoksia iskemik.
- Anoksia anemik.
- Hipoksia atau iskemia difus akut.
- Gangguan metabolisme karbohidrat.
- Gangguan keseimbangan asam basa.
- Uremia.
- Koma hepatik
- Defisiensi vitamin B.
2. Koma diensefalik.5,6,7
Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis di daerah
mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik koma
diensefalik dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi
infratentorial.
Lesi supratentorial5,6,7
Proses desak ruang supratentorial, lama kelamaan mendesak hemisferium kearah
foramen magnum, yang merupakan satu-satunya jalan keluar untuk suatu proses desak
didalam ruang tertutup seperti tengkorak. Karena itu batang otak bagian depan
(diensefalon) mengalami distorsi dan penekanan.
Saraf-saraf otak mengalami penarikan dan menjadi lumpuh dan substansia
retikularis mengalami gangguan. Oleh karena itu bangkitlah kelumpuhan saraf otak yang
disertai gangguan penurunan derajat kesadaran. Kelumpuhan saraf otak okulomotorius dan
trokhlearismerupakan cirri bagi proses desak ruang supratentorial yang sedang menurun
ke fossa posterior serebri.
Yang dapat menyababkan lesi supratentorial antara lain; tumor serebri, abses dan
hematoma intrakranial.
Lesi infratentorial5,6,7
Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii posterior).
Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak system retikularis.
Kedua, proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak system
retikularis
batang otak.
Proses yang timbul berupa (i).penekanan langsung terhadap tegmentum
mesensefalon (formasio retikularis). (ii) herniasi serebellum dan batang otak ke rostral
melewati tentorium serebelli yang kemudian menekan formation retikularis di
mesensefalon. (iii) herniasi tonsiloserebellum ke bawah melalui foramen magnum dan
sekaligus menekan medulla oblongata. Secara klinis, ketiga proses tadi sukar dibedakan.
Biasanya berbauran dan tidak ada tahapan yang khas.
Penyebab lesi infratentorial biasanya GPDO di batang otak atau serebelum,
neoplasma, abses, atau edema otak.
6. Bagaimana penanganan:
c. Primary survey
d. Secondary survey
A. Primary Survey
Primary Survey
1. Airway 11,12, 13,
A. Pemeriksaan
Pembebasan Jalan Napas
Apakah korban sadar ? ( Cek kesadaran )
1. Periksa kesadaran korban dengan menepuk bahu dan memanggil dengan suara
keras. “ siapa namanya ? “. “ coba buka mata ! ”
2. Panggil bantuan dari orang sekitar, meminta mereka untuk ikut menolong dan
telepon 118 atau rumah sakit terdekat. Minta bantuan medic / ambulans. Sebut
lokasi kejadian dengan jelas.
3. Jika korban telungkup, balikkan pelan – pelan agar terlentang. Korban harus
ditolong dalam posisi terlentang di atas alas keras.
4. Bebaskan jalan nafas dari sumbatan pangkal lidah dengan satu tangan di
dahi korban. Doronglah dahi kebelakang agar kepala menengadah dan mulut
sedikit terbuka ( head tilt ).
5. Bebaskan jalan napas dari sumbatan pangkal lidah. Dengan satu tangan
didahi korban. Doronglah dahi kebelakang agar kepala menengadah dan
mulut sedikit terbuka ( head tilit ). Pertolongan dapat ditambah dengan
mengangkat dagu ( chin lift ).
Pada orang yang tidak sadar, posisi kepala cenderung flexi. Akibat flexi ini,
menyebabkan terjadinya sumbatan akibat pangkal lidah jatuh ke belakang.
Tindakan lain untuk membebaskan jalan napas bila dengan head tilt dan chin lift,
jalan nafas tetap obstruksi adalah : dengan kedua tangan kita di dagu korban
diangkat sehingga deretan gigi rahang bawah berada didepan deretan gigi rahang
atas.
Jaw thrust
Bebaskan jalan nafas dari sumbatan benda asing.
Buka mulut korban bersihkan benda asing yang ada didalam mulut korban dengan
mengorek dan menyapukan dua jari penolong yang telah dibungkus degan secrik
kain.
C. Penanganan11,12,13
C-spine kontrol mutlak harus dilakukan terutama pada pasien yang
mengalami trauma basis cranii. Ciri nya adalah keluar darah atau cairan (LCS)
bercampur darah dari hidung atau telinga. C-spine kontrol dilakukan dengan
indikasi:
1. Multiple trauma
2. Terdapat jejas di daerah serviks ke atas
3. Penurunan kesadaran
2. Breathing13
A. Pemeriksaan
Periksa apakah korban bernafas ( Look, listen, and feel)
Dekatkan pipi penolong ke mulut dan hidung korban, mata penolong lihat
ke arah dada.
LIHAT, DENGAR, RASAKAN !!
B. Permasalahan11
Lihat keadaan torak pasien, ada atau tidak cyanosis, dan kalau pasien
sadar maka pasien mampu berbicara dalam satu kalimat panjang. Keadaan dada
pasien yang menggembung apalagi tidak simetris mungkin disebabkan
pneuomotorak atau pleurahemorage. Untuk membedakannya dilakukan perkusi di
daerah paru. Suara paru yang hipersonor disebabkan oleh pneumotorak sementara
pada pleurahemorage suara paru menjadi redup.
C. Penanganan12
2. Mouth to mask
B. Permasalahan
Pertama kali yang harus diperhatikan adalah kemungkinan pasien
mengalami shock. Nilai sirkulasi pasien dengan melihat tanda-tanda perfusi darah
yang turun seperti keadaan pucat, akral dingin, nadi lemah atau tidak teraba.
Shock yang tersering dialami pasien trauma adalah shock hemoragik.
Luka pasien trauma yang sering menimbulkan keadaan shock antara lain
luka pada abdomen, pelvis, tulang panjang, serta perdarahan torak yang massive.
Kalau terjadi henti jantung maka lakukan massasse jantung.
C. Penanganan
Pentingnya Terapi Cairan
Cairan tubuh berhubungan dengan fungsi kardiovaskuler yang sangat penting untuk
oksigenasi jaringan. Oksigen yang tidak cukup akan menyebabkan hipoksia atau bahkan
anoksia. Peredaran darah yang baik berarti oksigenasi jaringan baik. Oksigenasi yang baik,
memerlukan perfusi yangbaik. Perfusi yang baik memerlukan curah jantung yang baik, dan salah
satu indicator dari curah jantung yang baik adalah tekanan darah yang baik.24
Ketidakmampuan untuk makan dan minum cukup cairan untuk mengganti kehilangan cairan yang
normal terjadi.
Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat
untukmemperbaiki keadaan seperti metabolic asidosis.
Tidak mengandung K+
KadarNa+ dan Cl- relatif sehingga dapat terjadi asidosis hyperchloremia, asidosis
dilutional dan hypernatremia.
Berlangsungnya metabolisme
Mencegah hipoglikemia
Menentukan lokasi pijat jantung. Titik tumpu pijat jantung adalah di tengah – tengah
sternum.
Tumit 1 tangan diletakkan di atas sternum, kemudian tangan satunya diletakkan di
atas tangan yang sudah berada di titik pijat jantung ( di-tengah-sternum)
Jari-jari kedua tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu dilakukan tiupan nafas,
agar tidak menekan dada
Penolong mengambil posisi tegak lurus di atas dada korban dengan siku lengan
lurus.
Menekan tulang sedalam kira-kira 4-5 cm. Setiap melepas 1 pijatan, tangan jangan
masih menekan dada korban.
Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat
perlukaan.16
Riwayat “ AMPLE ” patut diingat3:
A : alergi
M : medikasi ( obat yang diminum saat ini )
P : past illness ( penyakit penyerta ) / pregnancy
L : last meal
E : event / environment ( lingkungan ) yang berhubungan dengan kejadian
perlukaan.
Pemeriksaan Fisik
Periksa setiap bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri
pada palpasi. Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination)
dilakukan dengan perhatian utama16
1. Kepala
2. Maksilo-fasial
3. Vertebra servikalis dan leher
4. Thorax
5. Abdomen
6. Perineum
7. Muskulo-skeletal
Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk
menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari
riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.16
Breathing
Periksa frekuensi napas
Perhatikan gerakan respirasi
Palpaso thorax
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumothorax
Circulation
Periksa frekuensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit ( adanya sianosis )
Resusitasi cairan dengan memasang 2 IV lines
Torakotomi emergency bila diperlukan
Operasi eksplorasi vasckular emergency
Disability
Nilai GCS dan reaksi pupil
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralaan medis sesuai kebutuhan
atau yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan.
monitoring tanda vital dan pulse oksimetri
Bantuan kardiorespirasi bila perlu
Pemberian darah bila perlu
Pemberian obat sesuai instruksi dokter ( analgesik jangan diberikan karena
bisa membiasakan symptom
Dokumentasi selama perjalanan
Head:
observasi dan palpasi, ukuran dan respon pupil, telinga, membran thympani diperiksa
untukmelihat adanya darah atau CSF. Battle’s sign (ecchymosis di mastoid) yg menunjukkan
adanyaFraktur Basis Cranii. Serta diperiksa dan dicari Cedera di daerah Maxillofacial dan
cervical spine.
Neck:
harus diimobilisasi jika dicurigai ada cedera cervical. Rontgen cervical lateral (C1-C7) harus
dikerjakan.
Chest:
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta thoraks foto. Diperiksa dan dicari Pelebaran
mediastinum, fractur costae, flail segment, haemothorax, pneumothorax, dan contusio paru.
Abdomen:
fokus pada pemeriksaan untuk mencari kondisi akut yang membutuhkan intervensi bedah.
Keputusan untuk segera melaksanakan DPL, Ct-Scan, atau laparotomi cito harus segera
diambil.
Rectal:
Examination of Extremities:
Dicari adanya cedera vaskular dan musculoskeletal. Hilangnya denyut nadi perifer
merupakan
Neurologic examination:
Re-Evaluasi
‡Penurunan keadaan dapat dikenal apabila dilakukan evaluasi ulang terus menerus, sehingga
gejala yg baru timbul segera dapat dikenali dan dapat ditangani
secepatnya.
‡Monitoring tanda vital dan produksi urin penting. Produksi urin org dewasa sebaiknya
dijaga ½ cc/kgBB/jam, pd anak 1 cc/kgBB/jam. Bila penderita
dalam keadaan kritis dapat dipakai pulse oximeter dan end tidal CO2 monitoring.
Penanganan rasa nyeri merupakan hal yang penting. Golongan opiat atau anxiolitika harus
diberikan secara i.v dan sebaiknya jangan i.m.
Terapi Definitif
‡Terapi definitif dimulai setelah primary dan secondary survey selesai. Untuk keputusan
merujuk penderita dapat dipakai Interhospital Triage Criteria. Apabila keputusan merujuk
penderita telah diambil, maka harus dipilih rumah sakit terdekat yang cocok untuk
penanganan pasien.
Rujukan
‡Bila cedera penderita terlalu sulit untuk dapat ditangani, penderita harus dirujuk. Proses
rujukan ini harus dimulai saat alasan untuk merujuk ditemukan, karena menunda
rujukan akan meninggikan morbiditas dan mortalitas penderita. Tentukan : indikasi rujukan,
prosedur rujukan, kebutuhan penderita selama perjalanan, dan cara komunikasi dg dokter yg
akan dirujuk.
Transportasi
Memenuhi syarat
- Perdarahan dihentikan
- Luka ditutup
Selama Tranportasi
Monitor:
- Kesadaran
- Pernapasan
Kendaraan
-Cukup luas minimal untuk 2 penderita & petugas dapat bergerak leluasa
- Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus dapat jalan
- Dapat melakukan komunikasi ke sentral komunikasi dan rumah sakit
Penatalaksanaan
PENATALAKSANAAN20
Ada 3 komponen penting dalam tatalaksana ketoasidosis diabetik yaitu resusitasi cairan,
insulin dan penggantian kalium. Terapi resusitasi cairan merupakan terapi pertama dan utama
pada kasus ketoasidosis diabetik. Resusitasi cairan harus sudah diinisiasi dari sejak hasil lab
masih dalam tahap proses pemeriksaan. Diharapkan, dengan resusitasi yang cepat dan tepat
volume cairan intravaskular dapat dikembalikan serta perfusi ke organ vital membaik.
Pada pasien dewasa, kita perlu memberikan normal saline sebanyak 2 liter dalam 2 jam
pertama dilanjutkan dengan 2 liter pada 4 jam berikutnya. Selanjutnya, pemberian cairan
dititrasi sesuai dengan perbaikan kondisi klinis pasien dan kondisi hidrasinya. Jika gula darah
sudah menurun hingga kurang dari 300 mg/dl, perlu diberikan cairan berisi dextrose 5%.
Pada pemberian cairan resusitasi, kita perlu memperhatikan beberapa kondisi yang mungkin
muncul antara lain adalah edema cerebral dan respiratory distress syndrome. Kondisi tersebut
disebabkan oleh overload cairan. Namun, kondisi tersebut jarang terjadi.
Setelah memulai resusitasi cairan, serta hasil elektrolit sudah didapatkan, kita dapat
menginisiasi terapi insulin. Pemeriksaan elektrolit penting untuk didapatkan lebih dahulu
untuk memastikan bahwa kadar kalium tidak dalam kondisi hipokalemia. Mengapa seperti
itu? Pemberian insulin menyebabkan kalium ditarik masuk ke dalam intrasel sehingga
kadarnya dalam darah akan menurun. Kondisi hipokalemia tersebut dapat menyebabkan
disritmia serta paralisis respiratori. Kondisi hipokalemia itu sendiri disebabkan karena
defisiensi insulin, asidosis, diuretik osmosis, dan muntah.
Insulin diberikan dalam bentuk bolus serta infus. Pada awal pemberian, kita berikan insulin
bolus IV sebanyak 0,1 unit/kgBB dilanjutkan dengan 0,1 unit/kgBB/jam (maksimal 10 unit
/jam). Insulin yang digunakan adalah insulin yang bekerja jangka pendek. Selama pemberian
terapi insulin, kita perlu pantau glukosa darah dengan pemeriksaan dari darah kapiler. Infus
insulin sebaiknya terus dilanjutkan hingga keton serum bersih serta anion gap normal. Untuk
menjaga kondisi normoglikemia, pemberian dextrose 5% juga perlu diberikan.
Penggantian kalium perlu dilakukan secara hati-hati karena kondisi hiperkalemia maupun
hipokalemia dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa. Oleh karena itu,
pemeriksaan kadar serum serta EKG perlu dilakukan sebelum menginisiasi terapi kalium ini.
Inisiasi pemberian kalium sebaiknya diinisiasi kecuali pasien memiliki kadar kalium >5,5
meq/l atau pasien mengalami anuria. Kalium diberikan dalam bentuk KCl dengan kecepatan
maksimal 5-15 meq/jam. Jika kadar kalium sudah di bawah 3,5 meq/l, terapi pengganti
kalium segera diberikan sejak sebelum inisiasi terapi insulin dilakukan. Target kadar kalium
yang diharapkan adalah dalam kisaran 4-5 meq/l.
2.Hipertensi Enchepalopati22
Pengobatan ensefalopati disesuaikan dengan penyebab dan gejala yang muncul. Ensefalopati
yang disebabkan oleh infeksi diobati dengan antibiotika. Ensefalopati yang disebabkan oleh
gangguan fungsi hati berat membutuhkan obat-obatan untuk hati dan pada kasus kanker hati
terkadang membutuhkan transplantasi hati. Ensefalopati yang disebabkan oleh gangguan
fungsi ginjal membutuhkan terapi cuci darah.
Penderita dengan keluhan kejang diberikan obat antikonvulsan (obat antikejang). Penderita
dengan penurunan kesadaran biasanya membutuhkan bantuan alat pernapasan. Penderita
dengan kelemahan anggota gerak tubuh membutuhkan fisioterapi pada tahap pemulihan.
DAFTAR PUSTAKA
1. The Merek Manual for Health Care Professionals, [Online]. 2008.[cited: 2015
September 30]: avaible from: URL: http://www.mumj.org/Issues/v 10
2. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, Edisi ketiga. Penerbit Gajah Mada
University Press.
3. Prof. Dr. dr. B. Chandra, Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf
FK.Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya,.
4. Priguna Sidharta, M. D., Ph. D. , Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Dian
Rakyat.
5. Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit
Dian Rakyat.
6. J.G.Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Diterjemahkan
oleh dr. Andri Hartono, Gadjah Mada University press, cetakan ke empat 1993.
7. Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing (ed. 2005) Neurologi Klinik, pemeriksaan fisik
dan mental, cetakan ketujuh. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Lumbantobing,PDds. Pemeriksaan Neurologis. Neurologi Klinik. Pemeriksaan
Fisik dan Mental. Jakarta:FK UI Hal: 7-8
9. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. 2013. Jakarta: Dian
Rakyat. Halaman: 192-199.
10. Rilantono Lily L. Penyakit Kardiovaskular. 2013. Jakarta: FK UI. Halaman: 365-367
11. Jeremy P.T. Ward, jane Ward, dkk. Dalam: Amalia Safitri, editor. At a Glance
Sistem Respirasi. Edisi 2. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2008. hal. 11-13.
12. Dr. Abdul Mukty, dr. Adji Widjaja, dkk. Dalam: Hood Alsagaff, H. Abdul Mukty,
editor. Edisi 7. Surabaya: Airlangga University Press, 2010. hal. 7-20
13. Clair St, Saint. Dalam : American college of surgeons, editor. Advanced Trauma
Life Support. Edisi 7. Chicago: Ikatan Ahli Bedah Indonesia; 2004. Hal. 112, 113,
114, 115, 139
14. Sudoyo, W Aru.dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Halaman
158
15. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi Edisi VIII.Halaman 8
16. Aryamehr Syahdad, Dr. Cardiopulmonary Resusciation (CPR). Makassar:
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis
Anestesi FK UNHAS:2003
17. Principle and Practice of Emergency Neurology, 2003
18. Plum and Posner’s 2007
19. The Merek Manual for Health Care Professionals, 2008
20. Newton CRH. Clinical Emergency Medicine : Diabetes-Related Emergencies. New York:
Cambridge University Press; 2005. P. 223-227
21. Asnelia Devicaesaria. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo [Cited: 2015, October 1]. Avaible URL:
http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Hipertensi_Kritis.pdf.
22. Fredy, Filex Chikita.Enchepalopati Neurologi. [online: 2014-05-30]. [cited: 2015,
Oktober, 01] Avaible URL from: http://www.kerjanya.net/faq/5741-
ensefalopati.html
23. Hendrizal. Pengaruh Terapi Oksigen Menggunakan Non-Rebreathing Mask
terhadap Tekanan Parsial CO2 Darah pada Pasien Cedera Kepala Sedang. [cited:
2015, Oktober, 02] Avaible URL from.
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Hendrizal.pdf
24. Azis, Zaimursyaf. Terapi Cairan. [cited: 2015, Oktober, 02] Avaible URL from:
https://www.scribd.com/doc/97287967/TERAPI-CAIRAN
25. Admin Kalbe Medical. Kontroversi dalam Terapi Cairan. Dosis dan Jenis Cairan.
Kalbe. [online: 2014-06-06 06:45]. [cited: 2015, Oktober, 02] Avaible URL from:
http://www.kalbemed.com/News/tabid/229/id/16723/Kontroversi-dalam-
Terapi-Cairan-Dosis-dan-Jenis-Cairan.aspx