You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

Sensasi cemas atau anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia.
Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan,
seringkali disertai oleh gejala otonomik seperti: nyeri kepala, berkeringat, palpitasi,
gelisah, dan sebagainya. Dalam peraktek sehari-hari anxietas sering dikenal dengan
perasaan cemas, perasaan bingung, was-was, bimbang dan sebagainya, dimana istilah
tersebut lebih merujuk pada kondisi normal, sedangkan gangguan anxietas merujuk
pada kondisi patologik. Gangguan anxietas mencakup: gangguan panik, gangguan
cemas menyeluruh, gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress
pasca trauma. Anxietas dapat bersifat akut atau kronik. Pada anxietas akut serangan
datang mendadak dan cepat menghilang. Anxietas kronik biasanya berlalu untuk
jangka waktu lama walaupun tidak seintensif anxietas akut, pengalaman penderitaan
dari gejala cemas oleh pasien biasanya dirasakan cukup gawat untuk mempengaruhi
prestasi kerjanya.
Gangguan anxietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering ditemukan
di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Studi menunjukkan bahwa gangguan ini
meningkatkan morbiditas, penggunaan pelayanan kesehatan dan hendaya fungsional.
National Comorbidity Study melaporkan bahwa satu diantara empat orang memenuhi
kriteria untuk sedikitnya satu gangguan cemas dan terdapat angka prevalensi 12 bulan
sebesar 17,7%. Perempuan lebih cenderung mengalami gangguan cemas dari pada
laki-laki, rationya sekitar 2:1. Prevalensi gangguan anxietas menurun dengan
meningkatnya status sosioekonomik. Di Indonesia prevalensinya secara pasti belum
diketahui, namun diperkirakan 2%-5%.
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan kecemasan adalah
pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapi dan farmakotrerapi. Anxietas tidak
perlu segera dihilangkan dengan antianxietas, tetapi sebaiknya daya tahan psikologis

1
digerakkan. Jika perlu dibantu dengan antianxietas, maka kita harus melihat dinamika
gejala yang timbul supaya dapat diberi pengobatan yang dapat menghilangkan emosi
primer yang menyebabkan gejala muncul.

2
BAB II
ANTI ANXIETAS
A. Anxietas
a. Defenisi
Anxietas merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak menyenangkan ,
tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkinan
bahaya atau ancaman bahaya dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau
reaksi fisik tertentu akibat peningkatan fisik otonomik.
b. Patofisiologi
Sindrom anxietas disebabkan oleh hiperaktivitas dari sistem limbik susunan
saraf pusat, yang terdiri dari neuron-neuron dopaminergik, noaradrenergik dan
seratonergik, yang dikendalikan oleh neuron-neuron GABA-ergik (Gamma
Amino Butiric Acid).
c. Gejala
Gejala sasaran (target syndrome) penggunaan antianxietas adalah ditemukannya
sindrom anxietas, yaitu:
- Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap dua atau
lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan
individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax)
- Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:
 Ketegangan Motorik :1. Kedutan otot atau rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/pegalinu
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadilelah
 Hiperaktivitas motorik :5. Nafas pendek/terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah-dingin
8. Mulut kering

3
9. Kepala pusing atau melayang
10. Mual, muntah, perut tak enak
11. Mudah panas atau menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
13. Sukar menelan atau rasa tersumbat
 Kewaspadaan berlebihan dan : 14. Perasaan jadi peka /mudah ngilu
penangkapan berkurang 15. Mudah terkejut atau kaget
16. Sulit konsentrasi pikiran
17. sukar tidur
18. mudah tersinggung
B. Obat Anti Anxietas
Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas ialah sedatif atau obat-obat
yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif. Antiansietas yang
terutama ialah golongan benzodiazepine. Banyak golongan depressan SSP yang
lain telah digunakan untuk sedasi siang hari pada pengobatan ansietas, namun
penggunaannya saat ini telah ditinggalkan. Alasannya ialah obat-obat tersebut
antara lain golongan barbiturat dan meprobamat, lebih toksik pada takar lajak.
a. Sinonim
Psycholeptics, minor tranquillizers, anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika.
b. Penggolongan
 Benzodiazepin
Diazepam, Clobazam, Chlordiazepoxide, Alprazolam, Lorazepam,
Bromazepam.
 Non-Benzodiazepine
Sulpiride, Buspirone, Hydroxizine.

4
c. Farmakodinamik dan Farmakokinetik
BENZODIAZEPINE
Farmakodinamik: Mekanisme kerja benzodiazepine merupakan potensiasi
inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Reseptor GABA
merupakan protein yang terikat pada membran dan dibedakan dalam dua bagian
besar sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan reseptor GABAB Benzodiazepin
bekerja pada reseptor GABAA, tidak pada reseptor GABAB. Benzodiazepin
berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ) reseptor GABAA (reseptor
kanal ion klorida kompleks). Pengikatan ini akan menyebabkan pembukan
kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida kedalam sel, menyebabkan
peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel
sukar tereksitasi.
Farmakokinetik: berkat sifat lipofiliknya resorpsinya di usus berlangsung baik
(80-90%) dan cepat, sedangkan kadar maksimal dalam plasma tercapai dalam
waktu ½ jam- 2 jam. Klordiazepoksida, oksazepam, dan lorazepam bersifat
kurang lipofilik sehingga mencapai puncaknya dalam plasma setelah 1-4 jam.
Distribusinya dalam tubuh juga baik, terutama di otak, hati, otot jantung dan
lemak.
(NON-BENZODIAZEPINE)
BUSPIRON
Farmakodinamik: Buspiron bekerja melalui mediasi reseptor serotonin(5-
HT1A) meskipun reseptor lain mungkin juga terlibat karena buspiron
menunjukkan afinitas untuk reseptor dopamin DA2 dan serotonin 5-HT2.
Farmakokinetik: resorpsinya di usus cepat dan tuntas. Ekskresinya melalui
berlangsung melalui urin dan tinja, terutama dalam bentuk metabolitnya.
HIDROXYZINE

5
Farmakodinamik: hydroxizine merupakan salah satu antihistamin pertama
dengan berbagaimacam khasiat, antara lain: sedatif dan anksiolitis, spasmolitis,
anti-emetis serta antikolinergis.

d. Jenis-Jenis Obat Anti Anxietas


 Diazepam
Diazepam memiliki plasma t-1/2 dari 20-54 jam, sehingga efeknya
sangat diperpanjang. Oleh karena itu obat ini lebih layak digunakan sebagai
anksiolitis dari pada sebagai obat tidur.
Efek samping yang lazim bagi kelompok benzodiazepine yakni
mengantuk, termenung-menung, pusing dan kelemahan otot.
Dosis : 2-4 dd 2-10 mg dan i.v. 5-10 mg dengan perlahan-lahan (1-2)
menit) bila perlu diulang setelah 30 menit.
Nama dagang yang tersedia di Indonesia : Diazepam, Lovium,
Mentalium, Stesolid, Valdimex, Trazep, Valium.
 Chlordiazepoxide
Daya anskiolitis benzodiazepine tertua ini (1961) tidak sekuat
Diazepam, kurang lebih setaraf dengan oksazepam. Tetapi khasiat sedatifnya
lemah, hingga efek sampingnya juga ringan.
Reabsorbsinya di usus baik dan cepat dengan mencapai kadar darah
maksimal setelah 1 jam.
Dosis: 3-4 dd 5-10 mg, pada kasus serius sampai 100 mg sehari.
Nama dagang yang tersedia di Indonesia: Cetabrium, Librium, Tensinyl.
 Lorazepam
Lebih kuat daya kerjanya karena adanya atom-klor yang meningkatkan
afinitasnya untuk reseptor otak. Zat ini bersifat kurang lipofil sehingga
resorpsinya agak lambat dan kecepatan melintasi membran juga berkurang.
Oleh karena itu mula kerjanya baru setelah lebih kurang satu jam.

6
Daya anksiolitisnya setaraf dengan diazepam dan lebih kuat dari pada
benzodiazepine lainnya.
Dosis: 2-3 dd 0,5-1 mg. Untuk lansia digunakan dosis separuhnya.
Merek dagang yang tersedia di Indonesia: Ativan, Renaquil, merlopam
 Clobazam
Clobazam merupakan derivat dari 1,5 benzodiazepine yang di
pasarkan sebagai tranquillizer, tetapi memiliki khasiat anti konvulsi yang
sama kuatnya dengan diazepam.
Dosis: oral sehari 5-15 mg, dapat ditingkatkan perlahan hingga 80% sehari.
 Alprazolam
Alprazolam merupakan salah satu dari golongan obat Benzodiazepine
atau disebut juga Minor tranquilizer, dimana golongan ini merupakan obat
yang paling umum digunakan sebagai anti ansietas. Alprazolam merupakan
obat yang efektif digunakan untuk mengurangi rangsangan abnormal pada
otak, menghambat neurotransmitter asam gamma aminobutirat (GABA)
dalam otak sehingga menyebabkan efek penenang. Alprazolam memiliki
waktu paruh yang pendek yaitu 12-15 jam dan efek sedasi lebih pendek
dibanding Benzodiazepine lainnya, sehingga tidak terlalu mengganggu
aktivitas.
Efek samping dari obat ini yakni, memiliki potensi ketergantungan
yang besar jika dipakai lebih dari dua minggu. Selain itu dapat pula
menyebabkan menagntuk, lelah, sakit kepala, gangguan ingatan, penurunan
libido, peningkatan atau penurunan berat badan dan penurunan saliva.
 Sulpride
Sulpiride terutama menghambat reseptor D2 dan praktis tanpa afinitas
bagi reseptor lain. Pada dosis yang lebih rendah (di bawah 600mg/hari)
terutama bekerja antagonistis terhadap reseptor presinaptis, dan pada dosis

7
lebih tinggi (di atas 800 mg/hari) juga terhadap reseptor–D2 postsinaptis.
Pada dosis yang lebih rendah berguna pada psikosis dengan gejala negatif.
Dosis: 2-3 dd 50-100 mg/hari
Nama dagang yang tersedia di Indonesia: Dogmatil

 Buspirone
Derivat-piperazinil ini memiliki khasiat anksiolitis selektif tanpa
kegiatan sedatif, hipnotis, antikonvulsan atau merelaksasi otot. Mekanisme
kerjanya belum diketahui, obat tidak mengikat pada reseptor
benzodiazepine, melainkan pada reseptor-serotonin (5HT) di otak, juga
bersifat antidopamin. Obat ini untuk waktu singkat khusus digunakan untuk
kecemasan, tetapi efek anksiolitisnya nampak lambat baru setelah 2-4
minggu.
Efek sampingnya dapat berupa pusing, mual, nervositas dan eksitasi,
pada dosis lebih tinggi menimbulkan sedasi, perasaan tidak nyaman dan
peningkatan kadar prolaktin dan GH dalam darah.
Pada penggunaan serentak dengan ketokonazol, eritromisin, protease
inhibitor atau zat penghambat –CYP3A4 lainnya, dianjurkan dosis buspiron
diturunkan.
Studi klinik menunjukkan, Buspiron merupakan antiansietas efektif
yang efek sedatifnya relatif ringan. Efek antiansietasnya baru timbul setelah
10-15 hari dan bukan antiansietas untuk penggunaan akut. Tidak ada tolernsi
silang antara Buspiron dengan Benzodiazepine sehingga kedua obat ini tidak
dapat saling menggantikan.
Dosis: permulaan 3 dd 5 mg, bila perlu dinaikkan setiap 2-3 hari dengan 5
mg, maks 50 mg sehari.
Nama dagang yang tersedia di Indonesia: Buspar, Tran-Q, Xiety.
 Hydroxyzine

8
Derivat-klor ini adalah salah satu antihistamin pertama dengan
pelabagai macam khasiat, antara lain sedatif dan anksiolitis, spasmolitis,
anti-emetis serta antikolinergis. Sangat efektif pada urticaria dan gatal-gatal.
Dosis: 1-2 dd 50 mg. Untuk anksiolitis 1-4 dd 50-100 mg.
Nama dagang : Iterax
e. Efek Samping
Efek samping untuk golongan anti anxietas, khususnya Benzodiazepine
adalah: (1) reaksi yang lazim: kelelahan, mengantuk, ataxia; (2) reaksi yang
jarang terjadi: konstipasi, inkontinensia, retensio urin, disartria, mata kabur,
diplopia, hipotensi, nausea, mulut kering, ruam kulit, tremor; (3) efek
paradoksikal: kebingungan, depresi, nyeri kepala, perubahan libido, vertigo,
gangguan memori, insomnia, halusinasi, eksitasi dan anxietas.
Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari Narkotika, oleh
karena “at therapeutic dose they have low re-inforcing properties”. Potensi
menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat
dipertahankan setelah dosis terakhir, berlangsung sangat singkat.
Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat
(rebound phenomena): pasien menjdai iritable, bingung, gelisah, insomnia,
tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi, dll. Efek samping yang jarang
terjadi adalah meningkatnya hostilitas dan perilaku agresif. Ketergantungan
fisik dapat terjadi terutama pada penggunaan jangka panjang dengan dosis
tinggi.
Hal ini berkaitan dengan penurunan kadar Benzodiazepine dalam plasma.
Untuk obat Benzodiazepine dengan waktu paruh pendek lebih cepat dan hebat
gejala putus obatnya dibandingkan dengan obat Benzodiazepine dengan waktu
paruh panjang (misalnya , clobazam sangat minimal dalam menimbulkan efek
putus obat). Ketergantungan relatif lebih sering terjadi pada individu denga
riwayat peminum alkohol (alcoholics), penyalahgunaan obat (drug-abusers)
atau “unstable personalities”. Oleh karena itu obat Benzodiazepine tidak

9
dianjurkan diberikan pada pasien-pasien tersebut. Untuk mengurangi resiko
ketergantungan obat, maksimum lama pemberian= 3 bulan (100 hari) dalam
rentang dosis terapeutik.

f. Interaksi Obat
 Benzodiazepine + CNS depressants (phenobarbital, alcohol, obat anti-
psikosis, anti-depresi, opiates) potensiasi efek sedasi dan penekanan
pusat napas, risiko timbulnya “respiratory failure”.
 Benzodiazepine + CNS stimulants (amphetamine, caffeine, appetite
suppressants)  antagonisme efek anti-anxietas, sehingga efek
benzodiazepine menurun.
 Benzodiazepine + Neuroleptika  manfaat efek klinis dari Benzodiazepine
mengurangi kebutuhan dosis neuroleptika, sehingga risiko efek samping
neuroleptika mengurang.
g. Cara Penggunaan
 Pemilihan obat
Pemilihan antiansietas didasarkan pada pengalaman klinik, berat
ringannya penyakit serta tujuan khusus penggunaan obat ini. Sebaiknya
ansietas dimulai dengan obat paling efektif dengan sedikit efek samping.
Penggunaan obat untuk ansietas hanya bersifat simptomatik dan
merupakan tambahan psikoterapi. Seringkali sindrom ansietas diikuti
gejala depresi. Pada generalized anxiety disorder, antidepresi kerap
digunakan bersama golongan benzodiazepine terutama pada pasien yang
memiliki kecendrungan untuk bunuh diri. Antidepressi yang sering
digunakan adalah golongan trisiklik, golongan SSRI.
Golongan benzodiasepine sebagai obat anti anxietas mempunyai
therapeutic ratio lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi dengan
toksisitas yang rendah, dibandingkan dengan meprobamate atau

10
phenobarbital. Disamping itu, phenobarbital menginduksi enzim
mikrosomal hepar, sedangkan golongan benzodiazepine tidak. Golongan
Benzodiazepine merupakan “drug of choice” dari semua obat yang
mempunyai efek anti anxietas, disebabkan spesifitas, potensi, dan
keamanannya. Spektrum klinis Benzodiazepine meliputi efek anti anxietas,
anti konvulsan, anti insomnia dan premedikasi tindakan preoperatif.(5)
Penggunaan jangka panjang obat antianxietas tidak dianjurkan karena
risiko terjadinya toleransi dan ketergantungan. Dianjurkan pembatasan
penggunaan benzodiazepine hanya selama 2-4 minggu saja dan selama itu
pasien akan lebih mudah menerima bentuk terapi lain (misalnya terapi
perilaku, terapi sosial.
Beberapa spesifikasi obat anti anxietas:
- Clobazam = 1,5 benzodiazepine = ‘psychomotor performance” paling
kurang terpengaruh, untuk pasien dewassa dan usia lanjut yang ingin
lebih aktif.
- Lorazepam = Benzodiazepine dengan waktu paruh pendek dan tidak
mengalami akumulasi obat yang signifikan pada dosis klinik untuk
pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati atau ginjal.
- Alprazolam= efektif untuk anxietas antisipatorik “onset of action” lebih
cepat dan mempunyai komponen efek antidepresi.
- Sulpride-50= efektif untuk meredakan gejala somatik dan sindrom
anxietas dan paling kecil resiko ketergantungan obatnya.
 Pengaturan dosis
‘steady state” (keadaan dengan jumlah obat yang masuk ke dalam
badan sama dengan jumlah obat yang keluar dari badan) dicapai setelah
507 hari dengan dosis 2-3 kali sehari (half life≤24 jam). ‘onset of action”
cepat dan langsung memberikan efek. Efek klinis terlihat bila kadar obat
dalam darah telah mencapai “steady state”. Pengaturan dosis tidak perlu

11
seperti neuroleptika dan antidepressan. Mulai dengan dosis awal (dosis
anjuran)  naikkan dosis tiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal 
dipertahankan 2-3 minggu diturunkan 1/8x dosis sebelumnya (dosis
terakhir yang sedang dipertahankan) setiap 2-4 minggudosis minimal
yang masih efektif (maintenance dose)bila kambuh dinaikkan lagi bila
tetap efektif pertahankan 4-8 minggu  tapering off.
 Lama Pemberian
Pada sindrom anxietas yang disebabkan faktor situasi eksternal,
pemberian obat tidak lebih dari 1-3 bulan. Pemberian yang sewaktu-waktu
dapat dilakukan apabila sindrom anxietas dapat diramalkan waktu
datangnya dan hanya pada situasi tertentu (anticipatory anxiety) serta
terjadinya tidak sering. Penghentian selalu secara bertahap (stepwise) agar
tidak menimbulkan gejala lepas obat (withdrawal symptoms).
h. Perhatian Khusus
Kontraindikasi : pasien dengan hipersensitifitas terhadap benzodiazepine,
glaucoma, myasthenia gravis, chronic pulmonary insufficiency, chronic renal or
hepatic disease.
Gejala over dosis / intoksiskasi:
- Kesadaran menurun, lemas, jarang yang sampai dengan coma
- Pernapasan, tekanan darah, denyut nadi menurun sedikit.
- Ataksia, disartria, convulsion, refleks fisiologis menurun.

Terapi suportif : tatalaksana terhadap “respiratory depression” dan shock


Terapi kausal: “Benzodiazepine antagonist” Flumazenil (ANEXATE) Ampul
0,5 mg/5 cc (I.V)
Tidak ada kematian pada Diazepam sampai dengan 1400 mg dan
chlorazepoxide 6000 mg ( Benzodiazepine merupakan golongan obat paling
aman dalam hal efek samping over dosis, jika dibandingkan obat-obat
psikotropika lainnya).

12
Efek teratogenik (khusus pada semester I) berkaitan dengan obat
golongan benzodiazepine yang dapat melewati placenta dan mempengaruhi
janin. Pada saat persalinan harus dihindarkan karena dapat menyebabkan
hypotonia, penekanan pernapasan dan hipotermia pada anak yang dilahirkan.
Pada penderita usia lanjut dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan
(paradoxical reaction) berupa: kegelisahan, iritabilitas, disinhibisi, spastitas
oto meningkat dan gangguan tidur.

13
BAB III

Kesimpulan

Keadaan stres, konflik-konflik yang kompleks menjadikan pencetus stres bagi


individu maupun masyarakat sendiri. Secara subjektif kecemasan itu bagi
kebanyakanorang adalah perasaan yang tidak enak, yang perlu secepat-cepatnya
ditangani.
Bentuk-bentuk anxietas secara psikis sendiri berupa gangguan panik, gangguan
fobik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca trauma dan gangguan
cemas menyeluruh. Terapi yang dianjurkan adalah manajemen krisis, farmakoterapi
(obat anti anxietas) dan psikoterapi.
Ada dua jenis penggolongan obat anti anxietas, yaitu: Benzodiazepine dan Non-
benzodiazepine.golongan Benzodiazepine merupakan drug of choice untuk
pengobatan gangguan anxietas, karena mempunyai ratio terapeutik yang lebih tinggi
dan kurang menimbulkan efek adiksi serat memiliki toksisitas yang rendah.
Pemberian obat golongan benzodiazepine tidak dianjurkan pada pasien-pasien
dengan riwayat peminum alkohol, penyalahgunaan obat dan unstable personalities,
karena ketergantungan relatif sering terjadi.
Dalam pemberian obat anti anxietas tetap perlu diperhatikan penggunaan obat
yang tepat, efek samping obat, interaksi obat dan kontra indikasinya.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. KAPLAN & SADOCK Buku Ajar Psikiatri Klinik. 2
ed. Muttaqin H, Sihombing RNE, editors. Jakarta: EGC; 2012.

2. Maramis WF, Maramis AA. Catatan ILMU KEDOKTERAN JIWA. 2 ed.


Surabaya: Airlangga University Press; 2007.

3. Kaplan H, Sadock BJ. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Bina Rupa aksara; 1997.

4. Maslim R. PANDUAN PRAKTIS PENGGUNAAN KLINIS OBAT


PSIKOTROPIK (PSYCHOTROPIC MEDICATION). 3 ed. Jakarta: PT Nuh
Jaya; 2007.

5. Wiria MSS. FARMAKOLOGI DAN TERAPI. 5 ed. Gunawan SG, Setiabudy


R, Nafriadi, Elysabeth, editors. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.

6. Tjay TH, Rahardja K. OBAT-OBAT PENTING kasiat Penggunaan dan Efek


Samping. 6 ed. Jakarta: ramedia; 2008.

7. Sadock BJ, Sadock VA. KAPLAN & SADOCK Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2
ed. Muttaqin H, Sihombing RNE, editors. Jakarta: EGC; 2012.

15

You might also like