Professional Documents
Culture Documents
Tugas Etno Adiscing
Tugas Etno Adiscing
(Petiveria alliacea)
Sebagai Tugas dari Mata Kuliah Etnofarmasi
Oleh:
Etnofarmasi kelas A
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
PENDAHULUAN
Psikoterapi adalah bentuk khusus dari interaksi antara pasien dan terapis. Pasien
memulai interaksi karena mencari bantuan psikologik, terapis menyusun interaksi dengan
menggunakan dasar psikologik. Dalam hal ini, terapis membantu pasien dengan cara
meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah
pikiran, perasaan dan tindakan (Watson & Morse (1977). Menurut Watson & Morse (1977)
psikoterapi merupakan proses formal dari interaksi antar dua pihak. Kedua pihak tersebut
dapat terdiri dari satu orang atau lebih tujuannya dalah untuk memperbaiki keadaan yang
tidak menyenangkan pada salah satu pihak.
Penggunaan P. alliacea sebagai tanaman obat telah tersebar di berbagai belahan dunia.
Biasanya digunakan sebanyak 9g dari tanaman kering dengan air mendidih sebanyak 600 ml
tiga kali setiap (Ferraz et al., 1991). Sediaan yang dibuat bisa berupa dekok maupun infus
dengan 30g tanaman kering dengan satu liter air dan digunakan tiga kalli setiap hari atau
secara topikal (Taylor, 2005).
Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana masyarakat suatu etnis atau wilayah
dalam menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu multidisiplin yang mempelajari
penggunaan obat-obatan terutama obat tradisional oleh suatu masyarakat lokal (etnik) yang
menempati wilayah tertentu. (Midiana, 1983). Ethnopharmacological relevansi Atlantic Forest
adalah bioma dalam situasi berbahaya dan tidak memiliki informasi yang lebih luas pada spesies
dengan tujuan pengobatan yang digunakan oleh orang-orang di daerah tersebut. Dalam penelitian ini
survei etnobotani dilakukan di Apiúna, Brazil dengan tujuan menilai pengetahuan tradisional tanaman
obat yang digunakan oleh masyarakat pedesaan di wilayah Atlantic Forest.
Petiveria alliacea L. umumnya tumbuh di daerah tropis wilayah Amerika seperti hutan
Amazon, Amerika Tengah, Kepulauan Karibia dan Meksiko, serta daerah-daerah tertentu di
Afrika. Dikenal dengan beberapa nama yang berbeda termasuk 'mucuracaá', 'Guiné' dan 'pipi'.
P. alliacea telah digunakan dalam pengobatan berbagai gangguan sistem saraf pusat (SSP),
seperti kecemasan, nyeri, defisit memori dan kejang, serta untuk anestesi dan obat penenang.
P. alliacea juga diketahui memberi efek toksik pada SSP (Lima et al., 1991). Kematian
setelah satu tahun paparan terus menerus dari tanaman ini telah dilaporkan (Peckolt dan
Peckolt, 1900).
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Caryophyllales
Famili : Phytolaccaceae
Genus : Petiveria
Tanaman ini memiliki beberapa sinonim ilmiah, yang terdaftar meliputi Petiveria
foetida Salisb., P. alliacea var. grandifolia MOQ., P. alliacea var. octandra (L.) Dari
kuantitatif., P. foetida Salisb., P. hexandria Sesse & Moc., P. ochroleuca kuantitatif., P.
octandra L. dan P. paraguayensis D. Parodi (Tropicos.org 2015).
P. alliacea adalah tanaman herba, batang tegak, sampai dengan 1 m. Daun memiliki
stipula 2 mm; tangkai daun 0,4-2 cm; berbentuk pisau elips sampai lonjong atau bulat telur,
berukuran 20 × 7 cm. Bunga biseksual, zygomorphic, sepal putih atau kehijauan ke merah
muda, berbentuk linier-lonjong, 3,5-6 mm; ovarium superior. (Nienaber dan Thieret, 2003;
Alegre dan Clavo, 2007). Petiveria alliacea memiliki daun sederhana, dengan phyllotaxy,
pinggiran sedikit bergelombang, berukuran 7-12 cm panjang dan lebar 3-6 cm. tangkai daun
pendek, tekstur daun adalah membranaceous dan venasi yaitu menyirip camptodromous-
brochidodromous.
Sampel P. alliacea dari Amazon berbunga paling tinggi pada bulan September dan
November sekitar tanggal 20-21. Paling rendah pada bulan Februari dan Juli, dan juga
berbuah paling tinggi pada 21 hari dibulan April dan Mei, paling rendah pada bulan
Desember (Assis et al., 2013).
Sampel P. alliacea dari Brazil selatan berbunga paling tinggi antara bulan November
sampai Maret (Neves and Bauermann, 2006). Berbunga dan berbuah pada bulan Desember
hingga April (Hatschbach andGuimarães, 1973)
PEMBAHASAN
P. alliacea juga dikonsumsi untuk efek penenang dalam bentuk infus dan sediaan cair
dari akar pada suhu tinggi (Germano et al., 1993).
Etnik Quilombola
Digunakan pada kasus ketika penduduk merasakan kecemasan (Garcia et al., 2010).
Infus akar secara oral dikonsumsi untuk mengurangi kecemasan (Ososki et al, 2002;.
Manon Rossi, 1983). Masyarakat biasa menumbuk daun P. alliacea dalam alkohol dan
digunkan untuk mengobati kejang pada anak-anak (Cabang dan Silva, 1983).
FITOKIMIA
Senyawa Sulphur
Untuk senyawa sulfur pada P. alliacea, terutama terlokalisasi di akar. Senyawa sulfur
pada P. alliacea bertanggung jawab atas aktivitas antijamur dari ekstrak methanol. Menurut
Kubec et al. (2001) senyawa ini ada ketika jaringan rusak karena tidak ditemukan pada
jaringan yang masih segar.
Flavonoid ditemukan pada tumbuhan P. alliacea khususnya di daun. Fraksi etil asetat
dari ekstrak yang diuji mengandung engeletin dan astibin sebagai flavonol miristin. Hidrolisis
asam dari ekstrak daunnya mengandung dihidro-kloramfenikol, dihidrokuersetin dan
miricetin. P. alliacea merupakan sumber dari flavonoid leridal kalkon, flavanon petiveral dan
o-petiveral-4-etil (Monache et al., 1996). Belakangan ini diketahui pula bahwa mengandung
leridol, miricetin, petiveral dan petiveral-4-ethyl (Hernández et al., 2014).
Minyak atsiri
Minyak esensial dapat diperoleh dari daun, batang, akar dan bunga P. alliacea, yang
berwarna kuning, dengan bau yang kuat dan tidak menyenangkan karena alil sulfida
(Domingues, 1928). P. alliacea juga mengandung serbuk amorf yang komponennya dikenal
sebagai petiverine, yang tidak berbau, pahit, pedas dan larut dalam alkohol dan eter, sedikit
larut dalam larutan air asam pada 100 ° C (Matta, 1913; Peckoltdan Peckolt, 1900).
Efek Neurofarmakologi
Aktifitas antinociceptive
Di Amerika Latin digunakan untuk mengobati beberapa nyeri seperti sakit gigi dan
pusing dan juga nyeri pada kaki. Penelitian dilakukan dengan menggunakan mencit Swiss
betina, fraksi P. alliacea diberikan secara i.p (100 dan 200mg/kgBB) dan nyeri diinduksi
dengan acetic acid (0.6%, 10 ml/kg, i.p.). Dilakukan pula uji dengan menggunakan test
formalin yang digunakan sebagi kotrol positive. Myricitrin adalah glikosida flavonoid juga
ditemukan di P. alliacea yang diketahui memiliki aktifitas sebagai antioksidan, analgesik,
anti-inflamasi dan antinociceptive (Meotti et al, 2006;. Schwanke et al, 2013;.. Domitrovic et
al, 2015). Beberapa studi telah melaporkan efek antinociceptive dari flavonoid ini. Dengan
mekanisme sebagai berikut:
Oleh karena itu, myricitrin dapat mewakili salah satu dari banyak senyawa aktif yang
ditemukan di P. alliacea yang dapat bertanggung jawab untuk menghilangkan nyeri pada
manusia dan hewan percobaan.
Aktifitas Anxiogenic/Anxiolytic
Menurut Blainski et al. (2010) menunjukkan efek terkait dengan kecemasan, dari
seluruh tanaman (WP), AP dan akar (R) liofilisasi ekstrak mentah dari P. alliacea. Diketahui
bahwa pemberian oral akut WP (300 dan 600 mg / kg), AP (600 dan 900 mg / kg) dan R (300,
600 dan 900 mg / kg) tidak mengurangi perilaku kecemasan pada tikus Swiss jantan yang
diuji.
Aktifitas antidepresan
Daun dan akar dari P. alliacea digunakan sebagai stimulan pada berbagai daerah di
Brazil dan Trinidad. Depresi memiliki gejala, seperti perasaan depresi, kehilangan gairah atau
kesenangan, energi menurun, perasaan rendah diri, susah tidur atau nafsu makan hilang, dan
konsentrasi yang buruk (WHO, 2015). Dengan demikian, penggunaan P. alliacea sebagai
stimulan bisa menjadi pengobatan gejala depresi karena sebagai obat perangsang bertindak
pada monoamine neurotransmisi (Noradrenalin, serotonin dan dopamin), yang juga
merupakan target farmakologi utama antidepresan klasik (Ayflegül Yildiz et al., 2002).
Semua fraksi yang diujikan pada mencit swiss betina (100 dan 200mg/kg)
menunjukkan efek antidepresan ketika diberikan secara p.o maupun i.p yang ditunjukkan
dengan meningkatnya waktu immobilitas hewan yang diuji. Tetapi penurunan waktu
imobilitas hewan uji menurun pada pemberian 900mg/kg p.o. efek antidepresan mungkin
disebabkan karena adanya coumarin yang diketahui bekerja dengan serotogenic dan transmisi
noradregeik untuk memodulasi kebiasaan/mood behavior (Ariza et al., 2007).
P. alliacea diketahui sebagai CNS depresan dan juga sebagai bahan yang memiliki
efek sedatif. Semua fraksi yang diuji menurunkan aktifitas locomotor, terlihat pula adanya
efek hipnotik yang potensial pada ekstrak ini.
Blainski et al. (2010) menjelaskan kenaikan aktivitas lokomotor pada tikus Swiss
jantan ketika diberi dengan 900 mg / kg ekstrak akar P.alliacea. Cifuentes et al. (2001)
mengamati bahwa ekstrak akar (1250 mg / kg) menyebabkan sedikit penurunan dalam
aktivitas motorik spontan ditikus, sedangkan ekstrak daun menginduksi hipereksitabilitas
pada dosis yang sama. Kedua AP dan WP ekstrak P. alliacea (300 dan 900 mg / kg) telah
terbukti meningkatkan aktivitas lokomotor (Andrade et al, 2012;.. Blainski et al, 2010). Efek
yang bertentangan dijelaskan dalam literatur dapat dikaitkan dengan perbedaan pada bagian
tanaman, serta dosis yang diberikan.
Aktifitas antikonvulsan
Hewan uji diberikan ekstrak dengan dosis tinggi 1000 dan 2000mg/kg menunjukkan
adanya peningkatan yang signifikan dari ambang convulsive dan penurunan dari waktu
convulsi. Tetapi karena dosisnya yang terlalu besaar maka tidak relevan ketika digunakan
dalam praktek farmakologi. Dosis yang lebih rendah dari fraksi akar juga menunjukkan
adanya efek anticonvulsan. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa ekstrak akar memberikan efek
yang diinginkan tetapi komunitas Amerika latin justru menggunakan daun dibandingkan
dengan akar. Sehingga aktifitas anti konvulsan dari daun P. alliacea memerlukan investigasi
yang lebih lanjut.
EFEK TOKSIK
Crude aqueous extract dari akar P. alliacea pada dosis 800-8000 mg/kg menunjukan
terjadinya penurunan aktifitas locomotor, ketika diberi dosis 8000 mg/kg menunjukan ptosis
dan ataxia meskipun tidak ada hewan yang mati. Toksisitas akut juga ditunjukkan pada
ekstrak akar P. alliacea secara i.p pada dosis 500-3000 mg/kg dan secara oral sebesar 100-
400mg/kg.
P. alliacea adalah tanaman herba, batang tegak, sampai dengan 1 m. Ekstrak kasar,
fraksi dan konstituen fitokimia yang diisolasi dari berbagai belahan. P. alliacea menunjukkan
efek pada spektrum yang luas sebagai neuropharmacological termasuk anxiolytic,
antidepresan, antinociceptive dan anti-kejang, dan enhancer kognitif. Selanjutnya tes
genotoksik in vitro dan in vivo tes genotoksik P. alliacea penting untuk ethnomedical.
DAFTAR PUSTAKA
Luz, Diandra A., Pinheiro, Alana M., Silva, Mallone Lopes.,et al.( 2016). Ethnobotany,
phytochemistry and neuropharmacological effects of Petiveria alliacea L.
(Phytolaccaceae): A review. 1-9.
Duarte, M. R., & Lopes, J. F. (2005). Leaf and stem morphoanatomy of Petiveria alliacea, 76,
599–607. https://doi.org/10.1016/j.fitote.2005.05.004
Gomes, P. B., Noronha, E. C., Thiciane, C., Melo, V. De, Viana, G. S. B., Cléa, F., & Sousa, F.
De. (2008). Central effects of isolated fractions from the root of Petiveria alliacea L . ( tipi ) in
mice, 120, 209–214. https://doi.org/10.1016/j.jep.2008.08.012
Kim, S., Kubec, R., & Musah, R. A. (2006). Antibacterial and antifungal activity of sulfur-
containing compounds from Petiveria alliacea L ., 104, 188–192.
https://doi.org/10.1016/j.jep.2005.08.072
Lopes, M., Araújo, D., Portal, T., Paulo, J., Silva, B., Jesus, I., … Maia, F. (2015). Petiveria
alliacea exerts mnemonic and learning effects on rats. Journal of Ethnopharmacology, 1–6.
https://doi.org/10.1016/j.jep.2015.04.005
Tribess, B., Pintarelli, G. M., Bini, L. A., Camargo, A., Funez, A., & Gasper, A. L. De. (2015).
Author ’ s Accepted Manuscript. Journal of Ethnopharmacology.
https://doi.org/10.1016/j.jep.2015.02.005