You are on page 1of 8

MENINGKATKAN ETIKA DAN MORAL PESERTA DIDIK

DENGAN PEMBINAAN MORAL

Erlina Sripamungka Hastasaputri

16103241002

Prodi Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

erlina4986fip2016@student.uny.ac.id

ABSTRAK

Etika dan moral adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas individu
untuk hidup dan berkerjasama. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, moral siswa yang
baik adalah yang menunjukkan bahwa dirinya seorang pelajar berpendidikan. Namun,
perilaku pelajar saat ini sepertinya tidak mencerminkan dirinya pelajar, bahkan di usia
sekolah dasar anak-anak seperti terbiasa memanggil temannya dengan sebutan yang tidak
pantas, anak laki-laki pandai berkelahi layaknya adegan smackdown, banyak kasus siswa SD
yang sudah berani melakukan perbuatan asusila, dan lain sebagainya. Dari berbagai kasus
tersebut maka diperlukan pengembangan etika dan moral untuk peserta didik, untuk
mengurangi terjadinya kasus-kasus tersebut.

Kata kunci: etika dan moral, pelajar

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan jembatan untuk mencerdaskan generasi bangsa, pendidikan


memiliki peranan yang penting dalam kemajuan negri ini. Apabila masyarakat memilik
pendidikan yang lebih baik, maka mereka tidak akan dipandang sebelah mata oleh orang lain
bahkan oleh negara lain. Pendidikan merupakan bekal utama dalam kehidupan. Akan tetapi
kondisi pendidikan saat ini sangat memprihatinkan, dimana moral dan sopan santu peserta
didik rendah. Seperti yang diketahui sekarang ini, sebagian dari peserta didik banyak yang
keluar dari etika dan sikap yang sebenarnya bagi peserta didik, sangat memprihatinkan
apabila peserta didik tidak mempunyai etika kepada orang lain. Banyak dari pelajar yang
suka melakukan tawuran dengan sesama pelajar, tindak kekerasan, bahkan mereka tidak
memiliki rasa malu berpegangan tangan dengan lawan jenisnya di tempat umum. Hal tersebut
tentunya didasari karena kurangnya etika dan moral peserta didik itu sendiri.

Dari berbagai kasus yang terjadi, persoalan utamanya adalah lunturnya nilai-nilai
moral sehingga berdampak terbentuknya karakter negatif. Potensi karakter yang baik
sebenarnya telah dimiliki manusia sebelum dilahirnya tetapi potensi tersebut harus terus
dibina melalui sosialisasi dan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu wadah dalam
menunjang pembentukan karakter tiap individu.

Dalam UU No. 20 tahun 2003 dikemukakan bahwa pendidikan Indonesia bertujuan


untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, dan
bertanggung jawab.

Etika dan Moral

Secara eimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahas Latin, bentuk
jamaknya mores, yang artinya adalah tata cara atau adat istiadat.

Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos yang berarti timbul dari kebiasaan. Etika
mencakup analisis dan penerapan nilai-nilai seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab. Sebagai suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oelh individu
ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dilakukannya itu salah
atau benar, buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”,
karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu
sendiri.

Dalam perkambangannya etika dapat dibagi menjadi dua yaitu etika perangai dan
etika moral. Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan
perangai manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah tertentu pada waktu tertentu pula.
Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdsarkan hasil
penilaian perilaku. Contohnya berbusana adat, pergaulan muda-mudi, perkawinan, upacara
adat.

Sementara etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar
berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar timbullah kejahatan yaitu perbuatan
yang tidak baik dan benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral.
Contohnya berkata dan berbuat jujur, menghormati orangtua dan guru, menghargai orang
lain, membela kebenaran dan keadilan, menyantuni anak yatim piatu.

Peserta Didik

Peserta didik adalah setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.

Peserta didik juga dikenal dengan istilah lain seperti siswa, mahasiswa, warga belajar,
pelajar, murid, serta santri.

- Siswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
- Mahasiswa adalah istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan perguruan
tinggi.
- Warga belajar adalah peserta didik non formal seperti Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat.
- Pelajar adalah peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat menengah
maupun tingkat atas.
- Murid memiliki arti yang hampir sama dengan pelajar dan siswa.
- Santri adalah peserta didik pada jalur pendidikan nonformal, khususnya pesantren
atau sekolah-sekolah yang berbasiskan agama Islam.

Kondisi Peserta Didik Saat Ini

Pendidikan adalah kegiatan universal yang dilakukan masyarakat dimana saja, di


Indonesia pendidikan merupakan salah satu usaha dalam pencapaian tujuan nasional yaitu
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, karena pada dasarnya pendidikan juga mempunyai
tujuan pendidikan secara nasional namun realita kondisi pendidikan sekarang berada pada
masa tidak menentu. Oleh sebab itu, perlu solusi yang komprehesif untuk menghadapi
kondisi tersebut adar masyarakat mampu mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak dan
terjangkau.
Permasalahan yang ada pada negara Indonesia dalam pendidikan adalah kurangnya
pengaruh pendidikan karakter yang telah diajarkan kepada peserta didik. Dapat dilihat dari
kasus-kasus yang menyangkut pelanggaran-pelanggaran nilai dan moral yang dilakukan oleh
peserta didik seperti pelecehan seksual, pemakaian narkoba, miras, dan lain sebagainya.

Pihak pemerintah kewalahan dalam mengatasi masalah yang seperti ini, karena dalam
menanggulangi masalah-masalah tersebut tidaklah mudah. Pemerintah tidak diam diri
melainkan memberikan peringatan saja hingga memberi hukuman adil, namun belum terlihat
kemajuan mengurangi tindak kejahatan tersebut.

Kebijakan lain yang dibentuk pemerintah mengenai pendidikan misalnya “Full Day
School” untuk semua jenjang mulai dari SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi. Dalam
kebijakan ini pemerintah akan meningkatkan ilmu pengetahuan umum, sosial dan pendidikan
karakter kepada peserta didik. Namun pemerintah masih mempertimbangkan karena keadaan
masyarakat yang tidak memungkinkan. Karena pada dasarnya tidak semua anak mempunyai
kemampuan perpikir yang sama. Apabila full day school benar diterapkan akan banyak
menimbulkan masalah. Misalnya pendidikan jenjang SD, anak usia SD harus banyak bermain
bukan banyak belajar dan memiliki dampak terhadap orang tua renggang dari anaknya karena
sepulang sekolah anak tersebut langsung tidur untuk mempersiapkan tenaga untuk sekolah di
hari selanjutnya.

Permasalahan yang Ditimbulkan Peserta Didik

Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai etika dan moral pelajar yang di dapat dari
berbagai masyarakat:

1. Remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah
bahkan sampai hamil.
2. Meningkatnya kasus AIDS dan HIV di usia remaja.
3. Pekerja seks perempuan di usia sekolah atau remaja
4. Melakukan aborsi
5. Menggunakan obat-obat terlarang atau narkoba
6. Melakukan tindakan-tindakan kriminal
7. Anak SD memukuli temannya
Penyebab Menurunnya Etika dan Moral Peserta Didik

1. Lemahnya pegangan terhadap agama


Dengan lemahnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah pengendali
yang ada di dalam diri seseorang. Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan
pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturannya.
Namun biasanya pengawasan masyarakat tidak sekuat pengawasan dari dalam diri
sendiri. Karena pengawasan masyarakat datang dari luar, apabila orang luar tidak
mengetahui atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan
senang hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan yang sama. Tetapi,
jika setiap orang memiliki keyakikan yang teguh kepada Tuhan serta menjalankan
agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat.
Karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak ingin melanggar
hukum dan ketentuan Tuhan. Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari
agama, semakin sulit memelihara moral yang seseorang dalam masyarakat, dan
semakin rusaknya suasana. Karena semakin banyak pelanggaran-pelanggaran, hak,
hukum, dan nilai-nilai.
2. Kurang efektifnya pembinaan yang dilakukan di rumah, sekolah, maupun masyarakat
Pembinaan moral yang dilakukan biasanya berjalan dengan semestinya. Pembinaan
moral di rumah misalnya harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan
kemampuannya dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang
benar dan yang salah, serta belum tahu batas-batasndan ketentuan moral yang tidak
berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap
baik untuk menumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral
tersebut. Pembinaan moral pada anak di rumah bukan dengan cara menyuruh anak
menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan dengan membiasakan
anak melakukan hal-hal yang baik dengan menghindari yang buruk. Moral bukanlah
suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan
hidup bermoral dari sejak kecil. Moral tumbuh dari tindakan kepada pengertian.
Seperti halnya rumah, sekolahpun dapat mengambil peranan yang penting dalam
pembinaan moral anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi
lapangan baik baik pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di
samping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat da kecerdasan.
Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam pembinaan moral.
Masyarakat yang lebih rusak moralnya perlu segera diperbaiki dan dimulai dari diri
sendiri, keluarga, dan orang-orang terdekat. Karena kerusakan masyarakat
berpengaruh dalam pembinaan moral anak-anak. Terjadinya kerusakan moral
dikalangan pelajar sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Karena tidak efektifnya
keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga
tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif
bagi pembinaan moral.
3. Budaya materialistis, hedonisme, dan sakularistis
Sekarang ini sering muncul berita tentang anak-anak sekolah menengah yang
ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar porno,
benda-benda tajam, dan sebagainya. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan
untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gejala penyimpangan tersebut terjadi
karena pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa
nafsu, dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak
dapat dilepaskan dari derasnya arus budaya materialistis, hedonisme, dan sakularistis
yang disalurkan melalui tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran,
pertunjukkan, dan sebagainya.
4. Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah
Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan, uang, teknologi, sumber daya
manusia dan sebagainya tampak belum menunjukkan kemauan yang sungguh-
sungguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang demikian semakim
diperparah oleh adanya ulah dari sebagian elit penguasa yang semata-mata mengejar
kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara tidak mendidik,
seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kini belum adanya tanda-tanda untuk
hilang.
5. Ingin mengikuti trend
Pada awalnya kemungkinan pelajar merokok adalah ingin terlihar keren, padahal hal
tersebut sama sekali tidak benar. Apabila sudah mencoba rokok mereka akan
mencoba hal-hal lainnya seperti narkoba dan minuman keras.
6. Keadaan ekonomi yang membuat peserta didik stress dan butuh tempat pelarian
ataupun melakukan pelanggaran-pelanggaran lainnya untuk melampiaskan stressnya.
7. Kurangnya pendidikan agama dan moral]
Faktor-faktor sebelumnya sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan teknolohi.
Dengan berkembangnya teknologi, arus informasi menjadi lebih transparan.
Kemampuan masyarakat yang tidak dapat menyaring informasi tersebut dapat
mengganggu etika dan moral. Pesatnya teknologi dapat membuat masyarakat
melupakan tujuan manusia diciptakan.

Pembinaan Moral

Berdasarkan kasus-kasus serta fakto-faktor penyebab yang dijelaskan sebelumnya


bahwa pembinaan pada pada peserta didik dapat dilakukan di berbagai kesempatan. Dimana
pembinaan tersebut tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja saat KBM berlangsung tapi
juga di luar kelas di luar jam pelajaran.

Jadi upaya pembinaan moral dalam mengatasi menurunnya etika dan moral peserta didik
dapat dikelompokkan menjadi dua langkah:

a. Upaya pembinaan yang berbentuk pencegahan


Upaya ini bersifat mencegah, yaitu mencegah jangan sampai etika dan moral
peserta didik semakin parah. Upaya ini dilakukan secara terus menerus dengan selalu
menciptakan suasana religius di lingkungan sekolah, di mana tujuannya untuk
menciptakan lingkungan dan pergaulan siswa yang kondusif untuk mengacu
perkembangan moral siswa ke arah yang positif.
Pembinaan ini harus dilakukan setiap waktu, karena usia anak pada saat sangat labil.
Pada masa ini anak baru masuk tahap pertama, bahwa pada tahap ini anak berada
pada tahap pra konvnsional, dimana anak sangat tanggap terhadap aturan-aturan
kebudayaan dan penilaian baik atau buruk.
Dalam upaya ini bukan hanya guru yang melaksanakannya tetapi semua guru dan
staf seolah juga ikit andil dalam pelaksanaannya.
1) Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas
2) Melalui peringatan hari besar
3) Pondok ramadhan
4) Pertemuan yang diadakan sebelum ujian semester
5) Upacara rutin
6) Pada saat sholat jum’at
7) Pada saat kegiatan ekstrakulikuler
8) Pada saat pembagian rapor kelas
b. Upaya pembinaan moral yang berbentuk penyembuhan
Pembinaan ini lebih di tujukan kepada siswa yang bermasalah.
1) Guru menjalin kerjasama dengan guru BK
2) Menalin kerjasama antara sekolah dengan wali murid
3) Mengadakan pendekatan langsung dengan siswa yang bermasalah
4) Model gabungan

PENUTUP

Moral siswa yang baik adalah yang menunjukkan bahwa dirinya seorang pelajar
berpendidikan. Namun, perilaku pelajar saat ini sepertinya tidak mencerminkan dirinya
pelajar, bahkan di usia sekolah dasar anak-anak seperti terbiasa memanggil temannya dengan
sebutan yang tidak pantas, anak laki-laki pandai berkelahi layaknya adegan smackdown,
banyak kasus siswa SD yang sudah berani melakukan perbuatan asusila, dan lain sebagainya.
Dari berbagai kasus tersebut dapat dialakukan pembinaan moral yang dilaksanakan di
sekolah. Pembinaan moral ini mengatasi menurunnya etika dan moral peserta didik dapat
dikelompokkan menjadi dua langkah yaitu (1) upaya pembinaan yang berbentuk pencegahan
(2) Upaya pembinaan moral yang berbentuk penyembuhan.

DAFTAR REFERENSI

Donkers, Dony. 2010. “Makalah: Peserta Didik”. Diakses dari www.scirbd.com pada 19
Maret 2018.
Harits Unni’mah, Ita’. 2014. “Etika Peserta Didik”. Diakses dari digilib.uinsby.ac.id pada 18
Maret 2018.
Mirza Fuzan, Ahmadi. 2014. “Dasar-Dasar Pengertian Moral”. Diakses dari www.scribd.com
pada 19 Maret 2018.

You might also like