Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Infus f4
Jurnal Infus f4
Pembuatan Sediaan Infus KCl 0,38% Isotonis cum Glucose Sebanyak 100 ml
Oleh :
Kelompok F4
2018
1. Tujuan
Mempelajari cara pembuatan sediaan steril volume besar beserta cara sterilisasinya
Mempelajari cara penghitungan tonisitas
Membuat sediaan yang bebas pirogen
2. Latar Belakang
Menurut Farmakope Indonesia edisi III infuse intravena ialah sediaan steril dapat
berupa larutan ataupun emulsi, bebas pirogen dan memiliki tonititas yang sama dengan darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume refatif banyak. Kecuali dinyatakan lain,
infuse intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus
intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel. Apabila dibuat dalam bentuk emulsi maka
menggunakan air sebagai fase luarnya, diameter fase dalam tidak lebih dari 5μm. Emulsi
untuk infus intravenous setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan
fase. Sedangkan pada Farmakope Indonesia edisi IV, infus adalah sediaan parenteral dengan
volume besar yang merupakan sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam
wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia berdasarkan rute pemberiannya sedian
parenteral volume besar dibagi menjadi 2 macam yaitu secara intravena contohnya infuse
intravena (venoclysis) dan non intravena seperti larutan dialysis dan irigasi. Maka sedian cair
infuse intravena merupakan sedian steril yang diberikan secara parenteral mengandung obat
yang dikemas dalam wadah volume 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia. Pada
beberapa kondisi sediaan akan efektif dibuat dalam bentuk sedian infuse dengan rute
pemberian secara intravena karena,
a. Obat tidak dapat diabsorpsi secara peroral
b. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan
c. Perlunya respon yang cepat
d. Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.
e. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis
f. Obat harus terencerkan/ terlarut secara baik atau diperlukannya cairan pembawa
g. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus terus menerus
h. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
i. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena
Persyaratan infus intravena berdasarkan Farmakope IV :
Sediaan (dapat berupa larutan/emulsi) harus steril (FI IV, hlm 855)
Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan
Hayati.
Bebas pirogen (FI IV, hlm 908)
Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera pada
Uji Keamanan Hayati.
Isotonis (sebisa mungkin)
Isohidris
Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai nominal
Permasalahan yang mungkin terjadi selama proses pembuatan infus maupun pada infus
sendiri adalah :
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan steril infus KCL 0,38% isotonis cum
glukosa sebanyak 100 ml. KCl merupakan senyawa yang digunakan untuk terapi kekurangan
Kalium (hipokalemia). Sediaan ini banyak digunakan karena hypochoraemic alkalosis yang
sering terjadi pada pasien kekurangan kalium (hypokalemia) dapat diatasi dengan ion klorida
dari sediaan ini. Bahan lain yang digunakan adalah glukosa yang berfungsi sebagai agen
tonisitas dan nutrisi parenteral dimana glukosa juga membantu memenuhi kebutuhan glukosa
darah untuk kemudian diubah menjadi energi. Sediaan steril infus KCl 0,38% harus memiliki
sifat isotonis yaitu konsentrasi larutan sama dengan konsentrasi sel darah merah sehingga
tidak terjadi pertukaran cairan antara di plasma dan sel darah. KCl dan glukosa yang
digunakan harus disetarakan dengan larutan NaCl 0,9%. Hal ini dilakukan untuk menghindari
larutan infus bersifat hipotonis ataupun hipertonis.
Salah satu syarat sediaan infus adalah harus bebas pirogen. untuk menghilangkan
pirogen digunakan norit. Norit merupakan salah satu karbon aktif (carboadsorben) yang
digunakan untuk menyerap pirogen yang ada pada sediaan yang kemungkinan terbawa oleh
partikel atau komponen bahan maupun alat yang digunakan. Bahan berupa carbon aktif harus
dipanaskan pada suhu 70O C - 80O C selama 10 menit untuk meningkatkan aktivitas atau
kemampuan mengadsorbsi pirogen. Namun norit tidak hanya menyerap pirogen namun juga
zat organik lainnya. Dalam sediaan ini zat organik tersebut adalah glukosa, untuk mengatasi
hal tersebut maka jumlah glukosa dilebihkan dari berat norit. Setelah itu kondungan norit
dapat dihilangkan dengan cara penyaringan.
Sediaan steril infus KCl yang dibuat mengggunakan pelarut aqua steril bebas pirogen.
Digunakan aqua steril bebas pirogen karena sediaan harus masuk sirkulasi sistemik sehingga
diharapkan tidak ada pirogen dalam sediaan atau jumlah pirogen dapat diminimalisir
mendekati nol meskipun tetap dilakukan sterilisasi akhir.
Ada beberapa cara lain yang digunakan untuk menghilangan Pyrogen, beberapa
metoda tersebut diantaranya :
1. Cara destilasi
2. Cara pemanasan
3. Cara penyerapan
4. Cara depyrogenasi
7. Getaran ultrasonik.
1) Cara penyulingan.
a. Destilasi biasa
2) Cara pemanasan
3) Cara penyerapan
Penghilangan pyrogen dengan cara adsorpsi menggunakan filter asbes aktif, atau carbon
aktif. Pelaksanaannya dapat dibagi :
a. Berbentuk saringan.
Carbo adsorben .:
ditambahkan 0,1 – 0,3 % Norit aktif, panaskan pada suhu 60 – 700C. kocok 5 sampai
10 menit. Saring dengan kertas saring rangkap dua. Filtrat pertama dibuang,
selanjutnya ditampung bisa juga memakai penyaring bakteri.
Asbes aktif .
Kieselguhr – Silika – Kaolin dan lain sebagainya. Adsorben yang bersifat ionik
seperti : Ca3(PO4)2 dan CaSiO4.
4) Cara depyrogenasi .
a. Golongan oksidator .
Cara : Alat gelas dimasak dalam larutan KmnO4 0,1N, dalam suasana asam/basa,
bilas dengan steril bebas pyrogen. Keringkan,panaskan pada suhu 2500C, selama 1
jam.
b. Larutan bikhromat .
Cara : Alat-alat direndam selama satu hari dalam larutan bikhromat,bilas dengan air
steril bebas pyrogen, panaskan 1 jam 160 – 1800C. Atau rendam dalam larutan
bikhromat 1 jam pada suhu 700C.
c. H2O2
untuk larutan yang tidak terurai oleh H2O2.
Cara: Larutan dididihkan selama 1 jam 15 menit, tambahkan H2O2 0,1% àLarutan
mengandung 0,03 – 0,003% H2O2, dinginkan sampai suhu 900C. Kemudian
ditambahkan karbodsorben atau MnO2 untuk menghilangkan kelebihan H2O2.
Biasanya digunakan penukar ion dari jenis anion. Misalnya campuran dari berjenis-
jenis amberlite.
f. Gamma radiasi .
g. Getaran Ultrasonik.
3. PRAFORMULASI
Tinjauan Farmakologi
Efek Utama :
- Untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi kalium
- Sumber ion kalium
- Untuk pengobatan hipokalemia atau hipochloremic alkalis
- Untuk pengobatan keracunan digitalis
Efek Samping : Dosis berlebih dapat menyebabkan hiperkalemia khusunya pada
pasien gangguan ginjal. Gejala-gejalanya meliputi paraesthesia ekstremitas
(bagian kaki/tangan), kelelahan otot, paralisis, cardiac arythmias, heart block,
cardiac arrest, dan kebingungan. Dapat menyebabkan nyeri atau radang pembuluh
darah
Kontraindikasi : Pasien dengan konsentrasi kalium plasma lebih dari 5 mmol/liter,
Obat-obat yang dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah seperti ACE
Inhibitor, ciclosporin, kerusakan ginjal yang berat, alergi terhadap obat, dehidrasi
akut, kadar serum kalium dalam darah tinggi dan obat yang mengandung kalium.
Tijauan Sifat Fisika Kimia
a. KCl (Excipient hal 385, FI IV hal. 477; HPE: 572)
Pemerian : Kristal atau serbuk kristal putih atau tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa atau berasa asin
Kelarutan : 1 : 2,8 dalam air (20OC), 1: 1,8 dalam air (100OC), 1:250 dalam etanol
95% (20OC), 1 : 14 dalam gliserin (20OC), praktis tidak laut dalam aseton dan eter
(20OC). (Handbook of Excipient. 2009. 572)
Stabilitas : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering, di
bawah suhu 25OC (Handbook of Excipient. 2009.572)
Cara sterilisasi : filtrasi atau autoclave (121OC, 30 menit)
pH : 4-8
Konsentrasi : 2,5-11,5%
Kesetaraan equivalent elektrolit : 1 g KCl ≈ 13,4 mEq K+ ; Ekuivalen : 0,76
Inkompatibilitas : Larutkan KCl bereaksi kuat dengan bromine trifluoride dan
dengan campuran H2SO4dan KMnO4. Adanya HCl, NaCl, dan MgCl akan
menurunkan kelarutn KCl dalam air. Larutan intravena KCl inkompatibel dngan
proton hidrolisat (Handbook of Excipient. 2009.573)
Cara penggunaan dan dosis : Konsentrasi kalium pada rute iv tidak lebih dari 40
mEq/L dengan kecepatan 20 mEq/jam (untuk hipokalemia). Untuk
mempertahankan konsentrasi kalium pada plasma 4 mEq/L. K+ dalam plasma =
3,5-5 mEq/L. Dosis maksimum yang dapat diberikan 2-3 mmol /kg selama 24
jam. Digunakan secara injeksi intravena dengan dosis 20 mmol kalium dalam
larutan 500 ml selama 2-3 jam dengan pmantauan ECO
b. Glukosa (FI IV hal. 300, Martindale 28 hal. 50, Excipient hal. 154)
Pemerian : Serbuk putih, bentuk kristal, rasa manis
Kelarutan : Larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar
larut dalam etanol 95% mendidih
E NaCl : 0,16
Konsentrasi : 2,5-11,5% untuk IV . Untuk hipoglikemia 20-50 ml (konsentrasi
50%)
Osmolaritas : 5,51% w/v larutan air sudah isotonis dengan serum
Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam keadaan
penyimpanan yang kering, dengan pemanasan tinggi dapat menyebabkan reduksi
pH dan karamelisasi dalam larutan
Sterilisasi : autoklaf
PH : 3,5 – 6,5 (dalam 20%w/v larutan air)
Efek samping : Larutan glukosa hipertonik dapat menyebabkan sakit pada tempat
pemberian (lokal), tromboklebitise, larutan glukose untuk infus dapat
menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit termasuk edema, hipokalemia,
hipopostemia, hipomagnesia.
Kontraindikasi : Pada pasien anuria, intrakranial atau intraspiral hemorage
Titik lebur : 83OC
Penggunaan : Larutan glukosa bersifat iso somotik dengan darah pada konsentrasi
5,05% (glukosa anhidrat) dan 5,51% (glukosa monohidrat). Larutan glukosa 5%
sering digunakan pada kondisi kekurangan cairan. Larutan glukosa lebih dari 5%
bersifat hiper osmotik dan biasa digunakan sebagai sumber karbohidrat
(martindale : 1946)
c. HCl (HPE: 166)
Pemerian : Tidak berwarna, berbau khas, pada suhu kamar berbentuk gas yang
tidak berwarna dengan bau menyengat.
Kelarutan : Dapat campur air, larut dalam dietil eter, etanol 95% dan metanol
Penggunaan : Agen pengasam
Stabilitas : Harus disimpan dalam wadah tertutup, gelas atau wadah inert lainnya
pada suhu di bawah 38˚C. Penyimpanan di dekat alkali terkonsentrasi, logam, dan
sianida
Inkompatibilitas : Asam klorida bereaksi hebat dengan alkali menghasilkan
sejumlah besar panas. Asam klorida juga bereaksi dengan banyak logam,
membebaskan hydrogen
Berat Molekul: 36,46
Keasaman / alkalinitas: pH = 0,1 (10% v / v larutan berair)
Titik didih: 118˚C (campuran didih konstan 20.24% b / b HCl)
Kepadatan: 1.18 g / cm3 pada 28˚C
Titik beku: 248˚C
d. Norit (FI IV hal. 1169, Martindale hal. 79)
Pemerian : Serbuk hitam dan tidak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam suasana pelarut biasa
Stabilitas : Stabil ditempat yang tertutup dan kedap udara, hindari temperatur
tinggi dan cahaya secara langsung
Inkompatibilitas : Intraksi dengan oksidator kuat, hindari kontak dengan asam
kuat
Kegunaan : Untuk kelebihan H2O2 dalam sediaan
Konsentrasi : 0,1-0,3%
Alasan pemilihan : Norit inert sehingga tidak bereaksi dengan zat aktif
e. Aqua bebas pirogen
Merupakan air murni yang diproses dengan destilasi atau proses pemurnian lain untuk
menghilangkan bahan kimia hasil metabolit mikroba dan pathogen
4. FORMULASI
Permasalahan dan penyelesaian
Sediaan tidak boleh mengandung pirogen
Penyelesaian :menggunakan aqua steril bebas pirogen sebagai pelarut, tidak
didiamkan pada udara terbuka lebih dari 4 jam dengan suhu 220 C,
menggunakan norit (carbo-adsorben) untuk menghilangkan pirogen
Pemberian carbo-adsorben dapat menyerap bahan yang termasuk zat organik
Penyelesaian :menambahkan bahan yang berserap dengan jumlah yang kira-kira
sama, misalnya glukosa 95%
Sediaan harus dibebaskan dari carbo-adsorben
Penyelesaian :carbo-adsorben diaktifkan dengan pemanasan 70-800 C (pemanasan
stabilpada ± 100 C), saring dengan kertas saring rangkap dua. Filtrate
dipanaskan dan saring kembali dengan kertas saring pertama. Filtrate
tidak dipanaskan dan saring kembali dengan selapis kertas saring
Sediaan infus sedapat mungkin dibuat isohidris agar tidak terasa sakit saat
disuntikkan.
Penyelesaian :pH dibuat mendekati pH fisiologis 7,4 dengan cara ditambah NaOH
jika kurang basa dan ditambah HCl jika kurang asam.
Sediaan infus harus bebas partikel melayang, oleh karena itu sediaan infus harus
disaring 2 kali
Penyelesaian :Pada jumlah bahan diberi kelebihan 20%.
Glucose
1 g KCl setara dengan 0,76 NaCl
1 g KCl 0,57 g KCl
=
0,76 g NaCl x
NaCl = 0,4332 g
Isotonis 0,9 % NaCl = 0,9 g dalam 100 ml
Jika dalam 150 maka :
150 ml
x 0,9 g = 1,35 g
100 ml
1. Kaca arloji 2 3 cm
2. Kaca arloji 2 5 cm
7 Pengaduk 2 -
8 Pinset 2 -
9 Sendok porselin 2 -
11 Pipet tetes 3 -
12 Corong 2 -
13 Kertas Saring 3 -
14 Sumbat karet 1 -
15 Gelas ukur 10 ml 1 10 ml
18 Hot plate 1 -
2. Bahan-
bahan yang digunakan :
KCL
Glucose
HCL 0.1 N
Norit
Aqua Steril Bebas Pirogen
Cara Kerja
Kalibrasi botol 150 mL + 2%
Menyetarakan timbangan15
Ditimbang norit sebanyak 0.15 gram, masukkan dalam campuran dan aduk
hingga merata
Panaskan pada suhu 70-80 ̊C selama 10 menit
Disaring dengan kertas saring rangkap dua dengan menggunakan corong, ditambah
aqua bebas pirogen ad 150 ml
Dipanaskan kembali hasil saringan pertama, disaring lagi dengan kertas saring
yang sama, filtrat ditampung
Disaring dengan kertas saring yang baru satu lapis, filtrat ditampung
Diambil 102 mL (V' + 2%), dimasukkan dalam botol infus, ditutup dengan karet
dan diikat
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, 4th ed. Jakarta: UI press.
Depkes R.I. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan