You are on page 1of 10

ANALISIS KERENTANAN FISIK BAHAYA BANJIR LAHAR DI DESA SEKITAR

KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG


Muhammad Awaluddin Rizal
moza.awal@gmail.com
Dyah Rahmawati Hizbaron
emmahisbaron@gmail.com
Abstract
Vulnerability is a condition that describes the inability of the community or
communities in the face of a disaster. Analysis of vulnerability is applied to handle those
inabilities. Kali Putih is part of the Progo watershed which has affected by lahar flooding after
the eruption of Merapi Volcano October 26, 2010. The method SMCE (Spatial Multi Criteria
Evaluation) is used to determine the level of vulnerability in each villages, statistical data
processing is applied into spatial data that differs into two scenarios, equal and physical
scenarios. These scenarios are used to determine the effect of physical vulnerability to the total
vulnerability. Equal scenario gives similar score in each types of vulnerability. Physical
scenario emphasizes on physical criteria in higher scores. The result shows that the scenarios
are not much different. Results comparison from distribution of physical vulnerability level in
equal and physical scenarios are different, especially on villages that located alongside Kali
Putih.
Keywords : Vulnerability, Lahar, Kali Putih, SMCE
Abstrak
Kerentanan merupakan kondisi yang menggambarkan ketidakmampuan masyarakat
dalam menghadapi sebuah bencana. Analisis kerentanan berfungsi mengidentifikasi
kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. Kali Putih merupakan bagian daerah
aliran sungai (DAS) Progo yang terkena aliran banjir lahar pasca erupsi Gunungapi Merapi 26
Oktober 2010. Metode SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation) digunakan untuk mengetahui
tingkat kerentanan pada masing – masing desa dengan mengolah data statistik menjadi data
spasial dan dibuat menjadi dua skenario yaitu skenario equal dan skenario fisik. Skenario
digunakan untuk mengetahui pengaruh kerentanan fisik terhadap tingkat kerentanan total.
Skenario equal memberikan skor yang sama pada masing – masing tipe kerentanan sebagai
penyusun kerentanan total. Skenario fisik menekankan pada kriteria fisik dengan skor yang
lebih tinggi. Hasil skenario menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Perbandingan hasil
persebaran tingkat kerentanan fisik pada skenario equal dan skenario fisik menunjukkan
perbedaan hasil kerentanan pada desa yang terletak di sekitar Kali Putih.
Kata Kunci : Kerentanan, Lahar, Kali Putih, SMCE

I. PENDAHULUAN D.I.Yogyakarta. Erupsi Gunungapi Merapi


yang terjadi pada tanggal 26 Oktober –
Pulau Jawa memiliki jumlah November 2010 masuk dalam kategori VEI
Gunungapi aktif teranyak dengan jumlah 35 skala 4. Hasil erupsi dengan skala besar
buah. Salah satu gunungapi aktif yang ada tersebut menimbulkan bencana primer dan
di Indonesia adalah Gunungapi Merapi bencana skunder yang menimpa daerah
yang terletak di dua wilayah administratif disekitar Gunungapi Merapi. Bencana
yaitu Provinsi Jawa Tengah dan
175
primer gunungapi salah satunya berupa desa sekitar Kali Putih. Selain itu penelitian
aliran lava, dan awan panas sedangkan ini bertujuan untuk mengetahui upaya
bencan sekunder gunungapi adalah mitigasi bencana yang sudah dilakukan
terjadinya banjir lahar. Sisa hasil erupsi untuk memperkecil tingkat kerentanan pada
pada 26 Oktober – 11 November masih daerah penelitian
menyisakan sisa endapan piroklastik
dipuncak gunung Merapi diperkirakan II. METODE PENELITIAN
masih terdapat sejumlah 130 juta m3. Saat Penelitian analisis kerentanan fisik
musim penghujan, risiko terjadi bencana bahaya banjir lahar di desa sekitar Kali
banjir lahar akan semakin besar, karena Putih dilakukan dalam unit analisis desa.
curah hujan tinggi yang terjadi pada bagian Terdapat 13 desa yang terletak di sepanjang
atas Gunungapi Merapi membawa endapan aliran Kali Putih. Metode penilaian
piroklastik dan menyebabkan terjadinya kerentanan dilakukan dengan
banjir lahar. menggunakan metode SMCE (Spatial
Sungai – sungai yang berhulu di Multi Criteria Evaluation). Metode ini
Gunungapi Merapi diperkirakan masih adalah salah satu metode statistik yang
menyimpan material hasil erupsi dengan telah menggunakan pendekatan spasial dan
jumlah yang banyak. Diperkirakan menggabungkan pendekatan statistik untuk
besarnya volume material hasil erupsi mengakomodir keragaman jenis data.
mencapai 130 juta m3 (BPPTK, 2010) dan Metode SMCE memberikan output berupa
tersimpan di sungai – sungai yang berhulu peta kerentanan dengan menggabungkan
di Merapi. Salah satu sungai yang menjadi data dari beberapa variabel yang memiliki
jalur banjir lahar pasca erupsi Merapi standar dan jenis data yang berbeda.
adalah Kali Putih. Kali Putih juga Penilaian Kerentanan mamanfaatkan 4
menyimpan kandungan material erupsi kriteria kerentanan yang menjadi dasar
Merapi dengan jumlah volume material penentuan kelas kerentanan di desa sekitar
sebesar 18 juta m3. Bencana banjir lahar Kali Putih. Keempat kerentanan tersebut
yang terjadi di sepanjang aliran Kali Putih adalah kerentanan sosial ekonomi,
menyebabkan kerusakan dan kerugian pada kerentanan fisik, kerentanan demografi,
infrastruktur, pemukiman dan masyarakat kerentanan potensi kehilangan dan
yang tinggal di desa sekitar Kali Putih. kerentanan fisik.
Bencana banjir lahar di Kabupaten Penilaian kerentanan lebih di titik
Magelang telah menenggelamkan sembilan beratkan pada kerentanan fisik. Hal ini
belas kampung, memutus sebelas jembatan, karena karakteristik bencana banjir lahar
menghancurkan lima dam, serta lebih dari yang lebih banyak merusak bangunan fisik
40000 orang mengungsi. Mengingat seperti pemukiman, dan fasilitas umum.
besarnya dampak yang ditimbulkan dari Penilaian kerentanan menggunakan dua
bencana banjir lahar yang melanda daerah skenario dalam proses SMCE, yaitu
sekitar Kali Putih diperlukan kajian tentang skenario fisik sebagai skenario utama dan
tingkat kerentanan bencana pada elemen skenario equal sebagai skenario
risiko yang terdampak. Fungsi pengkajian pembanding. Hasil kedua skenario tersebut
kerentanan ini sebagai upaya untuk merupakan representasi tingkat kerentanan
mengurangi risiko bencana terhadap banjir pada 13 desa yang terletak di sepanjang
lahar (ISDR,2005). Tujuan dari penelitian aliran Kali Putih yang dihasilkan dari
ini antara lain adalah untuk menilai tingkat pengolahan menggunakan SMCE pada
kerentanan fisik pada desa sekitar Kali masing – masing faktor. Masing – masing
Putih dengan menggunakan skenario fisik kriteria memiliki faktor penyusun
dan skenario equal dengan metode SMCE kerentanan yang berbeda, kriteria tersebut
dan mengetahui distribusi kerentanan pada juga memiliki jenis data yang berbeda,

176
fungsi dari SMCE tersebut adalah untuk mengetahui tingkat kerentanan pada desa.
mengolah jenis data yang berbeda tersebut Proses SMCE secara sederhana dapat
sehingga dapat digunakan untuk dilihat pada gambar 1 berikut

Gambar 1. Proses SMCE.

Metode pembobotan (weight) pada penelitian. Mengingat besarnya kerugian


skenario fisik ataupun skenario equal yang ditimbulkan dan kerusakan yang
menggunakan metode Weight Pairwise ditimbulkan akibat kejadian banjir lahar
Comparison. Masing – masing kriteria tahun 2010 di daerah penelitian. Metode
dilakukan pembobotan dengan proses Pairwise dilakukan dengan
pembobotan menggunakan metode membandingkan secara tingkat
Pairwise. Metode Pairwise menggunakan kepentingan antara masing – masing faktor
fungsi expert opinion atau pendapat ahli dengan faktor yang lain.
yang akan menentukan hasil skoring pada
masing – masing kriteria penyusun Tabel 1. Skenario Pembobotan
kerentanan. Fungsi dari metode Pairwise Skenario Pembobotan
adalah menentukan besar kecilnya Faktor
Equal Fisik
keterkaitan antara kriteria satu dengan yang
lain. Perbedaan nilai pada kriteria skenario Fisik 0,25 0,59
kerentanan fisik disebabkan peneliti ingin Demografi 0,25 0,06
mengetahui besarnya pengaruh kerentanan Sosial Ekonomi 0,25 0,17
fisik terhadap kerentanan total di daerah Kehilangan 0,25 0,18

Proses setelah pembobotan dan merupakan proses melakukan standarisasi


pembuatan criteria tree adalah proses nilai – nilai yang ada pada masing – masing
standarisasi. Standarisasi disini dilakukan faktor. Standarisasi dilakukan dengan
pada masing – masing faktor kerentanan. metode fuzzy logic. Standarisasi dengan
Masing – masing faktor menunjukkan fuzzy logic menunjukkan nilai antara 0 -1
hubungan benefit. Proses standarisasi dari nilai yang ada. Proses standarisasi

177
menunjukkan bahwa seluruh faktor masing – masing kriteria memiliki
kerentanan menunjukkan hubungan benefit. hubungan positif terhadap nilai kerentanan.
Artinya seluruh faktor kerentanan pada

Tabel 2. Faktor Penyusun Kerentanan


Pembobotan
Standar Skenario
Kriteria Data
isasi
Equal Fisik
Faktor Demografi 0,25 0,06
Jumlah Penduduk Atribute - Ordinal 0,13 0,13
Atrinute -
0,13 0,13
Kepadatan Penduduk Nominal
Jumlah Anak Atribute - Ordinal 0,13 0,13
Fuzzy - 0,13 0,13
Total Lansia / Desa Atribute - Ordinal
Maxim
Jumlah Penduduk Tidak Sekolah Atribute - Ordinal um 0,13 0,13
Jumlah Penduduk Tidak Bisa Baca
0,13 0,13
Tulis Atribute - Ordinal
Jumlah Penduduk Wanita Atribute - Ordinal 0,13 0,13
Dependensi Rasio Atribute - Rasio 0,13 0,13
Faktor Fisik 0,25 0,59
Kepemilikan Jalur Evakuasi Atribute - Ordinal 0,20 0,20
Jumlah Fasilitas Kritis Atribute - Ordinal Fuzzy - 0,20 0,20
Lereng Raster Maxim 0,20 0,20
Penggunaan Lahan Pemukiman Raster um 0,20 0,20
Jarak dari sungai Raster 0,20 0,20
Faktor Sosial Ekonomi 0,25 0,17
Jumlah KK Miskin Atribute - Ordinal Fuzzy - 0,33 0,33
Jumlah Penduduk Buruh Atribute - Ordinal Maxim 0,33 0,33
Rasio Lahan Produktif Atribute - Rasio um 0,33 0,33
Faktor Kehilangan 0,25 0,18
Jumlah Rumah Rusak Atribute - Ordinal 0,33 0,33
Fuzzy -
Luas Area Terdampak Atribute - Ordinal Maxim 0,33 0,33
Luas Sawah Terancam Banjir Lahar um
(Ha) Atribute - Ordinal 0,33 0,33

Proses terakhir pada metode Spatial beberapa kelas. Baik skenario equal
Multi Criteria Evaluation ini adalah maupun skenario fisik pada masing –
pembuatan skenario kerentanan. Skenario masing kriteria, yaitu kriteria demografi,
kerentanan pada penelitian ini kriteria fisik, kriteria sosial ekonomi, dan
menggunakan dua skenario yaitu skenario kriteria kehilangan menggunakan kelas
equal dan skenario kerentanan fisik. kerentanan yang sama. Tingkat kerentanan
Metode skenario yang digunakan adalah terdiri dari lima kelas
dengan menggunakan Slicing. Metode
Slicing digunakan dengan mengiris atau yaitu kerentanan sangat rendah, rendah,
membagi hasil peta kerentanan menjadi sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

178
III. HASIL DAN PEMBAHASAN peneliti menggunakan skala antara range 0
– 1 data hasil skenario kerentanan tidak
Kerentanan Skenario Fisik terdistribusi dengan normal, sehingga
banyak menghasilkan kelas kerentanan
Kerentanan fisik (infrastruktur) sedang.
menggambarkan perkiraan tingkat
kerusakan terhadap fisik (infrastruktur) bila Histogram skenario kerentanan
ada faktor berbahaya (hazard) tertentu. fisik menunjukkan bahwa sebagian besar
Penelitian ini menggunakan parameter daerah penelitian masuk dalam tingkat
kerentanan fisik kepemilikan jalur kerentanan rendah (33,68%), tingkat
evakuasi, jumlah fasilitas kritis, lereng, kerentanan sangat rendah (30,16%),
penggunaan lahan (pemukiman), dan jarak kerentanan tinggi (16,45%), kerentanan
dari sungai. Penggunaan kelima parameter sedang (11,37%) dan kerentanan sangat
tersebut disebabkan keterbatasan data pada tinggi (8,36%). Tingkat kerentanan fisik
instansi terkait. Hal ini tidak lepas dari pada daerah penelitian sebagian besar
peran Pemda Kabupaten Magelang yang menunjukkan tingkat rendah. Berdasarkan
baru membentuk Badan Penanggulangan peta hasil skenario kerentanan fisik
Bencana Daerah (BPBD) tahun 2011, yaitu menggunakan SMCE (Gambar 3) desa
pasca terjadinya bencana banjir lahar yang memiliki tingkat kerentanan sangat
sehingga peneliti mengalami kesulitan pada tinggi dan tinggi terletak pada Desa Jumoyo
saat pengumpulan parameter untuk kriteria dan Desa Gulon. Beberapa bagian wilayah
kerentanan fisik dari Desa Jumoyo memiliki tingkat
kerentanan sangat tinggi. Wilayah dengan
Kriteria fisik pada penelitian kali ini tingkat kerentanan sangat tinggi berasosiasi
memiliki aspek yang besar dalam dengan letak jarak dari sungai. Seperti yang
penentuan kerentanan skenario fisik pada diketahui bahwa Desa Jumoyo menjadi
daerah penelitian. Berdasarkan hasil tempat pertamakali lahar meluap sehingga
skoring yang dilakukan pada skenario fisik, menimbulkan banjir. Banjir lahar yang
kriteria fisik memiliki skor yang lebih besar melanda Desa Jumoyo banyak merusak
jika dibandingkan dengan kriteria pemukiman dan memutus jalan Magelang
kerentanan lainnya. Skor kerentanan fisik pada saat kejadian banjir lahar
pada skenario fisik sebesar 0,59 dari total
nilai kerentanan yang berjumlah 1. Kelas
kerentanan tersebut terdiri dari kelas
kerentanan sangat rendah, kerentanan
rendah, kerentanan sedang, kerentanan
tinggi, dan kerentanan sangat tinggi.
Kondisi faktor fisik pada daerah
penelitian memberikan kontribusi terhadap
tingkat kerentanan pada daerah penelitian.
Faktor fisik yang memengaruhi kerentanan
fisik meliputi jumlah jalur evakuasi, jumlah Gambar 2. Histogram Skenario Kerentanan
fasilitas kritis, lereng, penggunaan lahan Fisik
pemukiman, dan jarak dari sungai. Indeks
komposite pada skenario kerentanan fisik Desa Gulon yang terletak di sebelah
menunjukkan nilai 0,29 – 078. Untuk barat Desa Jumoyo juga memiliki tingkat
membuat distribusi nilai kerentanan hasil kerentanan tinggi dan pada beberapa bagian
skenario maka tidak dilakukan pengkelasan wilayahnya memiliki tingkat kerentanan
menggunakan interval 0; 0,25 ; 0,5 ; 0,75; sangat tinggi. Letak geografis Desa Gulon
dan 1. Hal ini dilakukan karena pada saat yang berada tidak jauh dari Kali Pabelan

179
menjadi salah satu penyebab tingginya Desa Ngablak, Ngargosoko, Srumbung,
tingkat kerentanan fisik. Seperti yang telah Polengan, dan Mranggen memiliki tingkat
disajikan dalam peta kerentanan fisik kerentanan sangat rendah. Sebagian besar
(Gambar 3) menunjukkan bahwa daerah daerah penelitian memiliki tingkat
dengan kerentanan sangat tinggi (merah) kerentanan sangat rendah berdasarkan hasil
pada Desa Gulon sebagain besar tersebar pengolahan skenario equal (Gambar 4).
pada bagian barat desa yang berdekatan Tingkat kerentanan sangat rendah sebsar
dengan Kali Pabelan. (58,67%), kerentanan rendah (8,93%),
kerentanan sedang (7,21%) kerentanan
Desa Sirahan yang terletak pada tinggi (5,33%) dan kerentanan sangat tinggi
bagian meander Kali Putih yang jebol (19,85%)
tanggul sungainya karena terjangan aliran
lahar memiliki tingkat kerentanan sedang
hingga tinggi. Sifat banjir lahar yang
bergerak mengikuti gravitasi menyebabkan
tanggul sungai yang berada di Desa Sirahan
mengalami jebol dan menghanyutkan 11
rumah serta merusak 58 rumah dengan
tingkat kerusakan berat. Faktor lereng dan
jarak dari sungai yang menyebabkan
Gambar 3. Histogram Skenario Kerentanan
tingkat kerentanan fisik pada Desa Sirahan
Equal
masuk dalam tingkat kerentanan sedang
hingga kerentanan tinggi. Jarak Desa
Mitigasi Struktural
Sirahan yang ≤ 50 meter dari badan Kali
Putih serta letaknya yang berada pada
Berdasarkan karakteristik bahaya
meander meningkatkan tingkat kerentanan.
banjir lahar yang terjadi, pembuatan sabo
Beberapa fasilitas krtis seperti sekolah, dan
lebih difokuskan pada bagian lereng barat,
masjid yang berada di Desa Sirahan juga
selatan dan tenggara Gunungapi Merapi.
mengalami kerusakan berat pasca bencana
Kali Putih merupakan salah satu sungai
banjir lahar sehingga meningkatkan tingkat
yang terletak di lereng barat gunungapi
kerentanan fisik pada Desa Sirahan.
Merapi yang sering menjadi lintasan aliran
Kerentanan Equal lahar. Kondisi lereng barat Merapi yang
mempunyai struktur umur lebih muda
Hasil skenario kerentanan equal menyebabkan material endapan hasil erupsi
tidak jauh berbeda dengan hasil skenario tidak sekompak material yang berada di
kerentanan fisik. Pola spasial kerentanan lereng timur. Faktor tersebut menyebabkan
pada masing – masing desa juga memiliki aliran lahar cenderung mengalir ke bagian
hasil yang hampir sama. Desa Jumoyo dan lereng barat Gunungapi Merapi. Pembuatan
Desa Gulon masih masuk dalam kategori bangunan sabo seperti bangunan
kerentanan tinggi hingga sangat tinggi. pengendali dasar sedimen (check dam),
Desa Sirahan juga memiliki tingkat kantong lahar (sand pocket), bendungan
kerentanan tinggi, persebaran wilayah pengendali dasar sungai, krib, kanalisasi,
yang memiliki tingkat kerentanan tinggi perkuatan tebing dan lain – lain telah
berada pada daerah yang dekat dengan Kali dilakukan pada 10 sungai yang berhulu di
Putih yang mengalami jebol tanggul Merapi dimana salah satunya adalah Kali
sungainya saat banjir lahar sehingga Putih.
melanda Desa Sirahan. Untuk desa yang
terletak pada bagian hulu Kali Putih yaitu

180
Gambar 4. Peta Kerentanan Fisik Skenario Fisik

181
Gambar 5. Peta Kerentanan Fisik Skenario Equal

182
Upaya mitigasi struktural lainnya Interview yang dilakukan peneliti dengan
yang dilakukan oleh pemerintah setempat Kepala Dusun Gulon, masyarakat menolak
adalah dengan penguatan dinding sungai untuk direlokasi dengan alasan khawatir
yaitu membuat jaring – jaring dari kawat tidak akan memperoleh kehidupan yang
dengan mengaitkan pada batu sisa material lebih baik. Mereka beranggapan bahwa
piroklastik yang dibawa oleh aliran lahar belum tentu jika pindah di tempat yang
(Gambar 4.26). Tujuan dari penguatan lebih aman dari bahaya, mereka akan
dinding – dinding sungai ini adalah untuk memperoleh kehidupan ekonomi yang
meminimalisir terjadinya longsor tebing lebih baik. Karena diperlukan adaptasi yang
sungai yang dapat meningkatkan risiko cukup lama untuk menyesuaikan dengan
terhadap bahaya banjir lahar yang dapat kondisi yang baru.
terjadi sewaktu – waktu
Berdasarkan hasil survei dan
Mitigasi struktural selanjutnya Indepth Interview yang dilakukan peneliti
dilakukan adalah dengan melakukan oleh peneliti kepada pemerintah Kecamatan
relokasi masyarakat pada daerah yang Salam telah melakukan sosialiasi kepada
terdampak langsung bencana banjir lahar. masyarakat tentang bahaya banjir lahar
Relokasi masyarakat pada daerah yang serta dampak yang akan terjadi terhadap
dianggap lebih aman tersebut dilakukan masyarakat di masa yang akan datang.
dengan pembuatan Huntap (Hunian tetap). Beberapa pelatihan tanggap bencana yang
Pemberian Huntap hanya diberikan kepada diinisisasi oleh BPBD Kab Magelang juga
masyarakat yang mengalami kerusakan telah dilakukan sebagai upaya mitigasi
rumah berat dan hilang atau rumah nonstruktural. Pembentukan organisasi
penduduk yang berisiko terkena dampak seperti TAGANA yang ada pada Desa
bencana banjir lahar. Masyarakat yang Gulon dan Desa Jumoyo juga sebagai
tinggal di wilayah hilir Kali Putih yang bentuk mitigasi nonstruktural yang telah
terkena dampak banjir lahar serta dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
masyarakat yang tinggal di lereng kaki setempat. Mitigasi nonstruktural dapat
Gunungapi Merapi yang terkena dampak dilakukan secara bersama – sama antara
erupsi Merapi tahun 2010 juga masyarakat dan pemerintah. Masyarakat
mendapatkan Huntap dari BPBD Kab baik sebagai individu maupun masyarakat
Magelang. secara keseluruhan dapat berperan secara
signifikan dalam manajemen bencana
Namun tidak seluruh warga yang banjir lahar yang bertujuan untuk
mendapatkan jatah relokasi bersedia untuk meminimalisir dampak dari bencana banjir
direlokasi. Seperti pada kasus Dusun lahar.
Gulon, dimana seluruh masyarakatnya
menolak untuk relokasi dari tempat yang Hambatan pelaksanaan mitigasi
ditinggali saat ini. Dusun Gulon merupakan antara lain rendahnya biaya, rendahnya
dusun yang terletak di Desa Jumoyo yang dukungan politik, isu – isu sosial budaya,
terletak pada titik banjir lahar mulai dan persepsi masyarakat terhadap risiko
meluap. Letak Dusun Jumoyo yang terletak (Mileti, 1999 dalam Kusumasari, 2014).
di tekuk lereng Kali Putih menyebabkan Mitigasi dapat menjadi sebuah kegiatan
dusun tersebut terdampak sangat parah saat yang sangat mahal. Faktanya adalah
kejadian banjir lahar tahun 2010 – 2011 lalu pemerintah memiliki anggaran terbatas
sehingga BNPB mengkategorikan Dusun untuk mendukung pembangunan dan
Gulon termasuk dalam zona bahaya banjir banyak pemerintah yang menganggap
lahar. Oleh sebab itu, masyarakat Dusun bencana sebagai peristiwa yang kebetulan
Gulon diminta untuk melakukan relokasi terjadi dan mungkin tidak akan terjadi.
Oleh BPBD Kab Magelang bersama Pemda Rendahnya tingkat dukungan politik juga
Magelang. Berdasarkan hasil Indepth dianggap sebagai kendala dalam

183
pelaksanaan mitigasi pada program DAFTAR PUSTAKA
pemerintah.
Bronto, Sutikno. 2001. Volkanologi.
IV KESIMPULAN Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Yogyakarta. Yogyakarta
Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat diambil kesimpulan seperti berikut : Disater Prevention and Mitigation.
Penilaian kerentanan fisik pada daerah Seismological Aspect 3. 2005.
penelitian menggunakan metode SMCE United Nation – International
(Spatial Multi Criteria Evaluation) yang Strategy for Disaster Reduction.
menghasilkan dua skenario kerentanan, USA
yaitu skenario kerentanan fisik dan skenario
equal sebagai pembanding. Hasil penilaian Giyarsih. 2013. Aspek Sosial Banjir
kerentanan skenario fisik menggunakan Lahar. Gadjah Mada University
SMCE menunjukkan Desa Jumoyo dan Press. Yogyakarta
Desa Gulon memiliki tingkat kerentanan Hizbaron, Rahmawati, D. 2012. Integration
tinggi hingga sangat tinggi. Desa Seloboro of Vulnerability Assessment, Into
memiliki tingkat kerentanan sedang hingga Seismic Based Spatial Plan in Bantul,
tinggi, dan seluruh desa yang terletak pada Yogyakarta, Indonesia. Doctoral.
bagian hulu memiliki tingkat kerentanan Dissertation. UGM. Environmental
rendah – sangat rendah. Skenario Equal Science
menunjukkan hasil distribusi kerentanan
fisik yang hampir sama dengan kerentanan Kusumasari. B. 2014. Manajemen
skenario fisik. Desa Jumoyo dan Gulon Bencana dan Kapabilitas
memiliki tingkat kerentanan tinggi – sangat Pemerintah Lokal. Gava Media.
tingi dan Desa Sirahan memiliki tingkat Yogyakarta
kerentanan sedang – tinggi. Sehingga dapat
Lavigne. F.J., Thoret.B., Voight. H.,
disimpulkan bahwa skenario kerentanan
Suwa.A., Sumaryono. 2000. Lahars
fisik mempunyai hasil yang relevan karena
at Merapi Vulcano. Central Java.
memiliki hasil serta distribusi yang hampir
Jurnal of Vulcanology and
sama dengan skenario equal.
Geothermal Research 100(2000)
Mitigasi struktural yang sudah 423-456
dilakukan pada daerah penelitian terhadap Westen, C.V., Kingma, N. 2006. Section 4.
bencana banjir lahar adalah pembuatan Element at Risk. Multi Hazard
Sabo Dam sebanyak 22 buah, melakukan Risk Assessment. United Nations
relokasi warga yang terletak pada daerah University. ITC. Endesce. The
yang terdampak oleh banjir lahar dengan Netherland
jumlah huntap sebanyak 40 Huntap,
membuat dan memperbaiki tanggul sungai Westen, C.V.,Kingma, N. 2006. Section 5.
sepanjang aliran Kali Putih. Mitigasi non Vulnerability Assessment. Multi
struktural pembuatan organisasi TAGANA, Hazard Risk Assessment. United
pelaksanaan simulasi tanggap bencana dan Nations University. ITC. Endesce.
sosialisasi bencana banjir lahar. The Netherland

184

You might also like