Professional Documents
Culture Documents
LKP Kimia Organik 2016
LKP Kimia Organik 2016
TUJUAN :
Mengetahui sifat fisik alkohol dan fenol
Membedakan senyawa alkohol primer, sekunder, tersier dan fenol dengan menggunakan
tes Lucas dan Ferri Klorida
A. Pre-lab
1. Jelaskan perbedaan karakteristik antara alkohol primer, sekunder dan tersier!
Perbandingan struktur alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier
(Sutresna, 2007).
Atom C yang mengikat gugus –OH pada alkohol 10, mengikat 2 atom H. Atom C yang
mengikat gugus –OH pada alkohol 20, mengikat satu atom H. Atom C yang mengikat gugus –
OH pada alkohol 30, tidak mengikat atom H (Sutresna, 2007).
Untuk membedakan jenis alkohol primer, sekunder dan tersier digunakan reaksi
oksidasi. Pengoksidasi yang digunakan dapat berupa KMnO4 (untuk reaksi oksidasi dalam
suasana basa) dan K2Cr2O7 (untuk reaksi oksidasi dalam suasana asam). Reaksi oksidasi
alkohol primer menghasilkan senyawa aldehid. Jika aldehid dioksidasi lebih lanjut,
dihasilkan asam karboksilat. Alkohol 10 dapat mengalami 2 kali oksidasi karena memiliki 2
atom H. Reaksi oksidasi alkohol sekunder menghasilkan keton melalui mekanisme reaksi
berikut. Alkohol 20 hanya dapat mengalami 1 kali oksidasi karena memiliki satu atom H.
Alkohol tersier tidak dapat dioksidasi. Buktinya, jika alkohol tersier direaksikan dengan
pereaksi KMn4, warna KMnO4 tidak berubah. Atom C tersier tidak dapat mengalami
oksidasi, karena syarat berlangsungnya reaksi oksidasi yaitu atom C yang mengikat gugus –
OH pada alkohol tersebut harus mengikat atom H. Atom C yang mengikat gugus –OH
(Sutresna, 2007). Reaksinya berlangsung dengan persamaan :
(Sutresna, 2007).
Untuk membedakan juga dapat menggunakan uji lucas. Pereaksi lucas terdiri atas
ZnCl2 dalam HCL pekat. Uji lukas ini berdasarkan reaksi antara alkohol dan HCl dengan
katalis ZnCl2. Alkohol tersier bereaksi cepat dengan gejala reaksi berupa terbentuknya kabut
di permukaan larutan. Alkohol sekunder bereaksi dalam waktu 5 menit, sedangkan alkohol
primer tidak menunjukkan terjadinya reaksi (Sutresna, 2007).
2. Jelaskan perbedaan antara senyawa alkohol alifatik dan fenol !
Pada alkohol, gugus hidroksil (-OH) terikat pada atom C terbuka sehingga dapat
dengan mudah disubstitusi dan gugus R penyusunnya merupakan gugus alkil. Sementara
pada fenol, gugus hidroksil terikat langsung pada inti benzena (cincin aromatik) dan disebut
juga gugus hidroksil fenolik sehingga sulit disubstitusi dan gugus R penyusunnya merupakan
gugus aril. Alkohol memiliki rantai karbon terbuka, fenol memiliki rantai karbon
tertutup/melingkar. Alkohol dan fenol bersifat asam lemah, namun sifat asam pada fenol
lebih kuat daripada alkohol karena fenol memiliki anion dengan muatan negatif yang disebar
oleh cincin karbon melingkar. Alkohol adalah asam yang sangat lemah dan hampir netral.
Alkohol tidak bereaksi dengan basa (karena sifatnya yang sangat lemah), sedangkan fenol
bereaksi dengan basa. Alkohol bereaksi dengan Na atau PX3, sedangkan fenol tidak bereaksi
(X adalah halogen). Alkohol bereaksi dengan asam karboksilat, sedangkan fenol tidak (Ghalib,
2010).
3. Jelaskan prinsip analisa tes Lucas dan Ferri Klorida!
Prinsip analisa uji lucas adalah untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan
tersier yang dapat larut dalam air. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida
pekat dan seng klorida. Seng klorida adalah suatu asam lewis, yang ketika ditambahkan
dalam asam klorida akan membuat larutan menjadi lebih asam. Alkohol tersier yang larut
dalam air akan bereaksi secara cepat dengan reagen lucas membentuk alkil klorida yang tak
larut dalam larutan berair. Pada alkohol tersier terindikasikan dengan adanya pembentukan
fas cair kedua yang terpisah dari larutan semula di dalam tabung reaksi dengan segera setelah
alkohol bereaksi. Alkohol sekunder berjalan lambat dan setelah pemanasan akan terbentuk
fasa cair lapisan kedua biasanya setelah 10 menit. Alkohol primer dan metanol tidak dapat
bereaksi pada kondisi ini. Pada alkohol tersier, atom klor biasanya terikat pada atom karbon
yang sebelumnya mengikat gugus –OH. Pada alkohol sekunder, seringkali atom klor ini
terikat pada atom karbon yang mengikat gugus hidroksi. Namun penataan ulang dapat saja
terjadi yang mengakibatkan terikatnya atom klor tidak terjadi pada atom karbon yang
sebelumnya mengikat –OH. Reaksi yang terjadi adalah reaksi secara umum + reagen Lucas,
alkohol primer + reagen Lucas (tidak ada reaksi), alkohol sekunder + reagen Lucas dan
alkohol tersier + reagen Lucas( Sitorus, 2010).
Metode tes Feri Klorida dimana sampel uji ditambahkan dengan sejumlah kecil Feri
Klorida kemudian dicatat pembentukan warna yang terjadi. Metode reaksi dengan Na 2CO3
dan NaHCO3 dimana zat uji ditambahkan dengan Na2CO3 dan NaHCO3, kemudian dilihat
hasil reaksi yang terbentuk. Prinsip analisa tes Ferri Klorida adalah dengan senyawa
aromatik, dimana FeCl3 akan beraksi jika terdapat gugus aromatik yang akan menghasilkan
warna hitam, sehingga uji Ferri Klorida hanya ditemukan pada senyawa fenol dan tidak ada
pada alkohol (Ramadan, 2012).
B. Tinjauan Pustaka
1.Sampel dan Bahan
1.1 Metanol
Metanol adalah senyawa hidrokarbon dari golongan alkohol dengan rumus umum
CH3OH. merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Metanol merupakan cairan polar yang
dapat bercampur dengan air, alkohol – alkohol lain, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut
organik. Metanol sedikit larut dalam lemak dan minyak. Massa molar 32,04 g/mol; kepadatan
792 kg/m3; titik lebur -970C; titik didih 64,70C; keasaman ~15,5 pKa; viskositas 0,59 mPa
(200C); momen dipol 1,69 D (gas); tekanan uap 13,02 kPa. Metanol erbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku,
pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara
alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri (Geankoplis, 2006).
1.2 Etanol
Etanol dengan nama lain etil alkohol adalah alkohol murni atau alkohol absolut yang
memiliki rumus molekul C2H5OH. Memiliki massa molar 46,068 g/mol; kepadatan 789,3 kg/m3;
titik lebur -114,140 C; titik didih 78,290C; tekanan uap 58 kPa; keasaman 15,9 pKa; viskositas
1,200 cP (200C); momen dipol 1,69 D (gas); tekanan uap 5,95 kPa. Etanol berbentuk cairan yang
tak berwarna dengan bau yang khas, mudah terbakar atau menguap dan kelarutan dalam air
tercampur penuh yang berarti bahwa kedua zat mudah menggabungkan untuk membuat larutan
homogen. Etanol juga digunakan sebagai pelarut, antiseptik, bahan bakar, dan cairan alternatif
pengganti merkuri untuk mengisi termometer. Etanol dapat diproduksi melalui hidrasi etilena
dan fermentasi etanol (Chaudari, 2009).
1.3 2-propanol
2-propanol dengan nama lain isopropil alkohol memiliki rumus molekul C 3H7OH.
Memiliki massa molar 60,1 g/mol; kepadatan 786 kg/m3; keasaman 16,5 pKa; viskositas 2,86 cP
(150C); 1,96 cP (250C); 1,77 cP (300C), momen dipol 1, 66 D (gas). Isopropil alkohol berbentuk
cairan tak berwarna, berbau alkohol, mudah terbakar, larut dalam aseton dan tidak larut pada
larutan garam. Isopropil Alkohol di dehidrogenasi membentuk aseton dengan
katalis bermacam-macam seperti logam, oksida dan campuran logam dengan oksidanya.
Isopropil digunakan untuk anestesi, sebagai pelarut atau sebagai obat bius dengan menghirup
asap atau secara lisan (Lorch, 2010).
1.4 Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas.
Dengan umus kimianya C6H5OH , memiliki gugus hidroksil yang berikatan dengan cincin fenil.
Massa molar 94,11 g/mol; kepadatan 1,07 g/cm 3; kelarutan dalam air 8,3 g/100 ml (20 0C);
keasaman 9,95 pKa (diair); momen dipol 1,7 D. Bersifat beracun dan korosif. Fenol didapatkan
melalui oksidasi pada benzena atau asam benzoat dengan proses Raschig, juga dari hasil
oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik, dalam pembuatan obat-obatan
(bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya, juga berfungsi dalam sintesis
senyawa aromatis yang terdapat dalam batu bara (Anizar, 2008).
1.5 Aquades
Aquades atau biasa di sebut air suling merupakan air hasil penyulingan (diuapkan dan
disejukan kembali). Air suling juga memiliki rumus kimia pada air umumnya yaitu H 2O yang
berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen dan atom oksigen tunggal. Molekul
pada H2O berbentuk asimetris. Karena molekul air asimetris dan atom oksigen memiliki
elektronegativitas lebih tinggi dari atom hidrogen, ia membawa muatan negatif sedikit,
sedangkan atom hidrogen sedikit positif. Aquades biasa digunakan sebagai pelarut (Hastuti,
2007).
1. Reagen
2.1 Reagen Lucas (HCl dan ZnCl2)
Reagen lucas adalah campuran dari asam klorida pekat dan seng klorida. Uji Lucas
dalam alkohol merupakan tes untuk membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier
yang didasarkan pada perbedaan reaktivitas dari tiga kelas alkohol dengan hidrogen halida.
Alkohol tersier bereaksi dengan reagen Lucas untuk menghasilkan kekeruhan walaupun tanpa
pemanasan, sementara alkohol sekunder melakukannya dengan pemanasan. Alkohol primer
tidak bereaksi dengan reagen Lucas. Jika reaksi berlangsung lebih dari 10 menit berikunya maka
itu termasuk dalam alcohol sekunder ,sedangkan jika pada 5 menit awal sudah bereaksi maka itu
adalah alcohol tersier(Rusjdi, 2014). HCl atau asam klorida adalah larutan akuatik dari gas
hydrogen klorida. HCl termasuk asam kuat dan terdapat di asam lambung dalam jumlah kecil.
HCl adalah larutan dan cairan yang bersifat korosif. Massa molar 36, 46 g/mol, densitas 1,18
g/cm3, titik lebur -27,320C, titik didih 480C, keasamn -6,3 pKa viskositas 1,9 mPa (25 0C).
Berbentuk cairan tak berwarna sampai dengan kuning pucat, kelarutannya tercampur penuh
dengan air. HCl digunakan sebagai bahan untuk pembersih rumah, produksi gelatin dan aditif
makanan (Kemmer, 2008). ZnCl2 (seng klorida) bentuk kristal, tak berwarna atau putih, tidak
berbau dan sangat larut dalam air. Memiliki rumus molekul ZnCl2 ,berat molekul 136,315
gr/mol, densitas 2,907 gr/cm3, titik lebur 292 °C, titik didih 756 °C, kelarutan dalam air: 4320
gr/L (25 °C), kelarutan dalam alkohol: 4300 gr/L, kelarutan dalam pelarut lain: larut dalam
etanol, gliserol dan aseton merupahkan asam lewis, jika ditambahkan dengan asam klorida
menyebabkan keasaman pada larutan(Anizar, 2008).
Dikocok
HASIL
2 tetes FeCl3 5 %
Dikocok
HASIL
D. Pembahasan
1. Uji Lucas
Prinsip Uji Lucas
Prinsip analisa uji lucas adalah untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan
tersier dengan reagen lucas, dimana terjadi reaksi subtitusi atom OH - digantikan dengan Cl-
yang membentuk alkil klorida dan air, reaksi positif dari uji lucas ditandai dengan
terbentuknya kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel. Reagen lucas merupakan suatu
campuran asam klorida pekat dan seng klorida. Dimana ZnCl2 berfungsi sebagai katalis asam
lewis, HCl berfungsi untuk melarutkan alkohol dan menyumbangkan atom Cl- pada
pembuatan alkil klorida dan Cl2 berfungsi sebagai katalisator pada reaksi sucas dan
membantu dalam proses pemekatan warna reagen lucas itu sendiri. Dalam reagen ini alkohol
primer tidak bereaksi, alkohol sekunder bereaksi sedikit dan lambat ditambah dengan
pemanasan dan alkohol tersier dapat bereaksi cepat meskipun tanpa pemanasan. Reaksi
positif ditandai dengan terbentuknya kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel (Anam,
2007).
Analisa Prosedur
Langkah-langkah dalam uji lucas adalah menyiapkan alat dan bahan, alat yang
digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet ukur, bulb, kertas stiker, sumbat
gabus, waterbath, beaker glass 500 ml. 4 tabung reaksi berfungsi untuk mereaksikan sampel,
rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, 5 pipet ukur berfungsi untuk
mengambil sampel cairan dan reagen lucas, sumbat gabus berfungsi untuk menyumbat
tabung reaksi mencegah sampel menguap, waterbath berfungsi untuk memanaskan beaker
glass berisi air, beaker glass berfungsi sebagai wadah air yang akan dipanaskan diatas
waterbath, bulb berfungsi untuk menghisap cairan sampel dengan dipasangkan pada pipet
ukur, kertas stiker berfungsi untuk memberi label masing-masing sampel. Bahan yang
digunakan adalah metanol, etanol, fenol, 2-propanol, HCl, ZnCl 2. Metanol, etanol, fenol, 2-
propanol berfungsi sebagai sampel, HCl berfungsi sebagai reagen lucas, ZnCl 2 berfungsi
sebagai katalis asam lewis. Setelah alat dan bahan disiapkan, kemudian praktikum dimulai.
Pertama menyiapkan 4 tabung reaksi yang bersih dan memberi label sesuai dengan nama
sampel uji. Menambahkan masing-masing tabung reaksi dengan 0,5 ml metanol, etanol, 2-
propanol dan larutan fenol menggunakan pipet ukur dan bulb secara berurutan. Selanjutnya
ke dalam masing masing tabung reaksi yang telah berisi sampel dimasukkan reagen lucas
sebanyak 3 ml menggunakan pipet ukur secara cepat dan langsung menutupnya
menggunakan sumbat gabus, bertujuan agar sampel tidak mengalami penguapan. Kemudian
mencampur isi sampel dengan mengocoknya secara kuat selama beberapa detik. Kemudian
diamati selama 15 menit dan diamati perubahannya apakah terbentuknya kabut atau tidak.
Jika larutan tidak terbentuk kabut maka memanaskannya pada suhu 600C selama 10 menit.
Kemudian mengamati lagi perubahannya, dicatat dan diperoleh hasil.
Analisa Hasil
Dari percobaan uji lucas diperoleh analisa data hasil percobaan sebagai berikut. Pada
sampel metanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan dipanaskan
selama 10 menit tidak terjadi perubahan warna yang artinya hasil uji reagen lucas dengan
metanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reaksi pada uji lucas hanya akan terjadi apabila
ada pertukaran atau subtitusi gugus OH- pada sampel dengan Cl- pada reagen lucas HCl,
sementara metanol termasuk dalam golongan alkohol primer yang mana gugus –OH nya
terikat secara langsung dan sangat kuat dengan atom C primer, sehingga sangat sulit untuk
dilepas meskipun dilakukan pemanasan. Dalam percobaan ini tidak terjadi pertukaran atom
karena gugus –OH sulit terlepas, sehingga reaksi uji lucas tidak berlangsung. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa metanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai literatur bahwa
alkohol dari jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam uji lucas dikarenakan energi
yang digunakan oleh atom karbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingga
gugus-OH terikat sangat kuat pada atom C primer dan sulit dipisahkan ataupun disubtitusikan
dengan reagen lucas (Widiyana, 2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji
lucas akan terjadi reaksi subtitusi atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom
Cl- dari reagen lucas HCl dengan ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
Pada sampel etanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan
dipanaskan selama 10 menit tidak terjadi perubahan warna yang artinya hasil uji reagen lucas
dengan etanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reaksi pada uji lucas hanya akan terjadi
apabila ada pertukaran atau subtitusi gugus OH- pada sampel dengan Cl- pada reagen lucas
HCl, sementara etanol termasuk dalam golongan alkohol primer yang mana gugus –OH nya
terikat secara langsung dan sangat kuat dengan atom C primer, sehingga sangat sulit untuk
dilepas meskipun dilakukan pemanasan. Dalam percobaan ini tidak terjadi pertukaran atom
karena gugus –OH sulit terlepas, sehingga reaksi uji lucas tidak berlangsung. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa etanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C mengikat
gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai literatur bahwa alkohol dari
jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam uji lucas dikarenakan energi yang digunakan
oleh atom karbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingga gugus-OH terikat
sangat kuat pada atom C primer dan sulit dipisahkan ataupun disubtitusikan dengan reagen
lucas (Widiyana, 2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji lucas akan terjadi
reaksi subtitusi atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom Cl - dari reagen
lucas HCl dengan ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
Pada sampel fenol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan
dipanaskan selama 10 menit tidak ada perubahan yang artinya hasil uji reagen lucas dengan
efenol adalah negatif. Hal ini terjadi karena fenol merupakan gugus hidroksil benzena yang
bersifat cenderung asam, sehingga tidak dapat bereaksi dengan asam dari reagen lucas yaitu
HCl. Juga karena fenol termasuk benzena yang memiliki ikatan melingkar dan tertutup. Hal
ini sesuai dengan literatur bahwa sifat asam pada fenol lebih kuat daripada alkohol karena
fenol memiliki anion dengan muatan negatif yang disebar oleh cincin karbon melingkar.
Alkohol tidak bereaksi dengan basa (karena sifatnya yang sangat lemah), sedangkan fenol
bereaksi dengan basa. Alkohol bereaksi dengan Na atau PX3, sedangkan fenol tidak bereaksi
(X adalah halogen). Alkohol bereaksi dengan asam karboksilat, sedangkan fenol tidak (Ghalib,
2010).
Pada sampel 2-propanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit
dan dipanaskan selama 10 menit menjadi berwarna kuning yang artinya hasil uji reagen lucas
dengan etanol adalah positif. Hal ini terjadi karena 2-propanol termasuk dalam golongan
alkohol sekunder yang mana gugus –OH nya terikat secara langsung dengan atom C
sekunder, sehingga ikatan dapat dilepas melalui pemanasan terlebih dahulu sehingga setelah
gugus –OH terlepas maka terjadi reaksi pada uji lucas yaitu reaksi subtitusi gugus OH -
dengan atom Cl- dari reagen lucas dengan bantuan katalis ZnCl 2 . Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa 2-propanol tergolong kedalam alkohol sekunder yang mana atom C mengikat
gugus –OH dan 1 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa
alkohol dari golongan alkohol sekunder dapat bereaksi dengan reagen lucas dengan
pemanasan terlebih dahulu untuk melepas gugus –OH dari rantai atom C sekunder yang
mana ikatannya dengan OH agak lemah karena atom C mengikat 2 atom C lain (Widiyana,
2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji lucas akan terjadi reaksi subtitusi
atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom Cl - dari reagen lucas HCl dengan
ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
Analisa Prosedur
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ferri klorida adalah menyiapkan alat dan
bahan. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pipet tetes, pipet ukur, bulb, kertas stiker, beaker glass. 4 tabung reaksi berfungsi
untuk mereaksikan sampel, rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi,
pipet ukur berfungsi untuk mengambil aquades, beaker glass berfungsi sebagai wadah
aquades yang akan dimasukkan kedalam tabung reaksi, bulb berfungsi untuk menghisap
cairan sampel dengan dipasangkan pada pipet ukur, kertas stiker berfungsi untuk memberi
label masing-masing sampel. 4 pipet tetes berfungsi untuk mengambil sampel dalam bentuk
tetesan. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquades, metanol,
etanol, 2-propanol, larutan fenol dan reagen feri klorida 5%. Metanol, etanol, 2-propanol,
larutan fenol berfungsi sebagai sampel, aquades berfungsi untuk menaikkan titik didih dari
sampel uji, FeCl3 berfungsi untuk mendeteksi adanya fenol dalam suatu senyawa. Setelah
menyiapkan alat dan bahan praktikum dimulai. Kemudian menyiapkan 4 tabung reaksi yang
bersih dan memberinya label sesuai sampel uji. Setelah itu mengisi empat tabung reaksi
dengan aquades sebanyak 1 ml menggunakan pipet ukur tujuannnya untuk meaikkan titik
didih dari sampel uji nantinya. Kemudian masing-masing tabung reaksi yang telah berisi 1 ml
aquades ditetesi sampel sebanyak 5 tetes menggunakan pipet tetes yaitu metanol, etanol, 2-
propanol, larutan fenol. Selanjutnya menambahkan reagen ferri klorida sebanyak 2 tetes
(bertujuan untuk mendeteksi adanya fenol pada masing-masing sampel) dengan
menggunakan pipet tetes pada masing-masing tabung reaksi yang telah terisi sampel dan
aquades, kemudian mengocoknya. Selanjutnya mengamati perubahan yang terjadi dan
mencatatnya, kemudian diperoleh hasil uji.
Analisa Hasil
Dari percobaan uji ferri klorida didapat analisa data hasil percobaan sebagai berikut.
Pada sampel metanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna kuning artinya uji
ferri klorida pada metanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya bereaksi
dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara metanol termasuk kedalam
alkohol golongan alkohol primer. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri klorida
berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan penambahan
reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai dengan
subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan ferri
klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2011). Hal ini juga
sesuai dengan literatur bahwa metanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009).
Pada sampel etanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl3 sampel berwarna kuning
artinya uji ferri klorida pada etanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya
bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara etanol termasuk kedalam
alkohol golongan alkohol primer. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri klorida
berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan penambahan
reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai dengan
subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan ferri
klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2010). Hal ini juga
sesuai dengan literatur bahwa etanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009).
Pada sampel fenol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna ungu artinya
uji ferri klorida pada fenol adalah positif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya bereaksi
dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara dalam sampel fenol ini terkandung
gugus –OH yang bereaksi dengan reagen ferri klorida terbentuk warna ungu. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa uji ferri klorida berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada
suatu senyawa dengan penambahan reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah,
hijau atau biru sesuai dengan subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada
fenol bereaksi dengan ferri klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl
(Rahamdinal, 2010). Hal ini sesuai literatur bahwa fenol bereaksi dengan reagen ferri klorida
akan membentuk warna ungu karena fenol memiliki substituen OH, sehingga perubahan
warna yang terjadi adalah ungu (Gurdianto, 2006).
Dari percobaan uji ferri klorida didapat analisa data hasil percobaan sebagai berikut.
Pada sampel 2-propanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna kuning artinya
uji ferri klorida pada 2-propanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya
bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara 2-propanol termasuk
kedalam alkohol golongan alkohol sekunder. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri
klorida berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan
penambahan reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai
dengan subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan
ferri klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2010). Hal ini
juga sesuai dengan literatur bahwa 2-propanol tergolong kedalam alkohol sekunder yang
mana atom C mengikat gugus –OH dan 1 atom H (Riswiyanto, 2009).
Pertanyaan
1. a. Bahas dan bandingkan data-data hasil uji Lucas dari beberapa sampel dalam percobaan ini!
Prinsip Uji Lucas
Prinsip analisa uji lucas adalah untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan
tersier dengan reagen lucas, dimana terjadi reaksi subtitusi atom OH - digantikan dengan Cl-
yang membentuk alkil klorida dan air, reaksi positif dari uji lucas ditandai dengan
terbentuknya kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel. Reagen lucas merupakan suatu
campuran asam klorida pekat dan seng klorida. Dimana ZnCl2 berfungsi sebagai katalis asam
lewis, HCl berfungsi untuk melarutkan alkohol dan menyumbangkan atom Cl- pada
pembuatan alkil klorida dan Cl2 berfungsi sebagai katalisator pada reaksi sucas dan
membantu dalam proses pemekatan warna reagen lucas itu sendiri. Dalam reagen ini alkohol
primer tidak bereaksi, alkohol sekunder bereaksi sedikit dan lambat ditambah dengan
pemanasan dan alkohol tersier dapat bereaksi cepat meskipun tanpa pemanasan. Reaksi
positif ditandai dengan terbentuknya kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel (Anam,
2007).
Analisa Prosedur
Langkah-langkah dalam uji lucas adalah menyiapkan alat dan bahan, alat yang
digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet ukur, bulb, kertas stiker, sumbat
gabus, waterbath, beaker glass 500 ml. 4 tabung reaksi berfungsi untuk mereaksikan sampel,
rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, 5 pipet ukur berfungsi untuk
mengambil sampel cairan dan reagen lucas, sumbat gabus berfungsi untuk menyumbat
tabung reaksi mencegah sampel menguap, waterbath berfungsi untuk memanaskan beaker
glass berisi air, beaker glass berfungsi sebagai wadah air yang akan dipanaskan diatas
waterbath, bulb berfungsi untuk menghisap cairan sampel dengan dipasangkan pada pipet
ukur, kertas stiker berfungsi untuk memberi label masing-masing sampel. Bahan yang
digunakan adalah metanol, etanol, fenol, 2-propanol, HCl, ZnCl 2. Metanol, etanol, fenol, 2-
propanol berfungsi sebagai sampel, HCl berfungsi sebagai reagen lucas, ZnCl 2 berfungsi
sebagai katalis asam lewis. Setelah alat dan bahan disiapkan, kemudian praktikum dimulai.
Pertama menyiapkan 4 tabung reaksi yang bersih dan memberi label sesuai dengan nama
sampel uji. Menambahkan masing-masing tabung reaksi dengan 0,5 ml metanol, etanol, 2-
propanol dan larutan fenol menggunakan pipet ukur dan bulb secara berurutan. Selanjutnya
ke dalam masing masing tabung reaksi yang telah berisi sampel dimasukkan reagen lucas
sebanyak 3 ml menggunakan pipet ukur secara cepat dan langsung menutupnya
menggunakan sumbat gabus, bertujuan agar sampel tidak mengalami penguapan. Kemudian
mencampur isi sampel dengan mengocoknya secara kuat selama beberapa detik. Kemudian
diamati selama 15 menit dan diamati perubahannya apakah terbentuknya kabut atau tidak.
Jika larutan tidak terbentuk kabut maka memanaskannya pada suhu 600C selama 10 menit.
Kemudian mengamati lagi perubahannya, dicatat dan diperoleh hasil.
Analisa Hasil
Dari percobaan uji lucas diperoleh analisa data hasil percobaan sebagai berikut. Pada
sampel metanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan dipanaskan
selama 10 menit tidak terjadi perubahan warna yang artinya hasil uji reagen lucas dengan
metanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reaksi pada uji lucas hanya akan terjadi apabila
ada pertukaran atau subtitusi gugus OH- pada sampel dengan Cl- pada reagen lucas HCl,
sementara metanol termasuk dalam golongan alkohol primer yang mana gugus –OH nya
terikat secara langsung dan sangat kuat dengan atom C primer, sehingga sangat sulit untuk
dilepas meskipun dilakukan pemanasan. Dalam percobaan ini tidak terjadi pertukaran atom
karena gugus –OH sulit terlepas, sehingga reaksi uji lucas tidak berlangsung. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa metanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai literatur bahwa
alkohol dari jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam uji lucas dikarenakan energi
yang digunakan oleh atom karbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingga
gugus-OH terikat sangat kuat pada atom C primer dan sulit dipisahkan ataupun disubtitusikan
dengan reagen lucas (Widiyana, 2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji
lucas akan terjadi reaksi subtitusi atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom
Cl- dari reagen lucas HCl dengan ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
Pada sampel etanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan
dipanaskan selama 10 menit tidak terjadi perubahan warna yang artinya hasil uji reagen lucas
dengan etanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reaksi pada uji lucas hanya akan terjadi
apabila ada pertukaran atau subtitusi gugus OH- pada sampel dengan Cl- pada reagen lucas
HCl, sementara etanol termasuk dalam golongan alkohol primer yang mana gugus –OH nya
terikat secara langsung dan sangat kuat dengan atom C primer, sehingga sangat sulit untuk
dilepas meskipun dilakukan pemanasan. Dalam percobaan ini tidak terjadi pertukaran atom
karena gugus –OH sulit terlepas, sehingga reaksi uji lucas tidak berlangsung. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa etanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C mengikat
gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai literatur bahwa alkohol dari
jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam uji lucas dikarenakan energi yang digunakan
oleh atom karbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingga gugus-OH terikat
sangat kuat pada atom C primer dan sulit dipisahkan ataupun disubtitusikan dengan reagen
lucas (Widiyana, 2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji lucas akan terjadi
reaksi subtitusi atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom Cl - dari reagen
lucas HCl dengan ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
Pada sampel fenol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan
dipanaskan selama 10 menit tidak ada perubahan yang artinya hasil uji reagen lucas dengan
efenol adalah negatif. Hal ini terjadi karena fenol merupakan gugus hidroksil benzena yang
bersifat cenderung asam, sehingga tidak dapat bereaksi dengan asam dari reagen lucas yaitu
HCl. Juga karena fenol termasuk benzena yang memiliki ikatan melingkar dan tertutup. Hal
ini sesuai dengan literatur bahwa sifat asam pada fenol lebih kuat daripada alkohol karena
fenol memiliki anion dengan muatan negatif yang disebar oleh cincin karbon melingkar.
Alkohol tidak bereaksi dengan basa (karena sifatnya yang sangat lemah), sedangkan fenol
bereaksi dengan basa. Alkohol bereaksi dengan Na atau PX3, sedangkan fenol tidak bereaksi
(X adalah halogen). Alkohol bereaksi dengan asam karboksilat, sedangkan fenol tidak (Ghalib,
2010).
Pada sampel 2-propanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit
dan dipanaskan selama 10 menit menjadi berwarna kuning yang artinya hasil uji reagen lucas
dengan etanol adalah positif. Hal ini terjadi karena 2-propanol termasuk dalam golongan
alkohol sekunder yang mana gugus –OH nya terikat secara langsung dengan atom C
sekunder, sehingga ikatan dapat dilepas melalui pemanasan terlebih dahulu sehingga setelah
gugus –OH terlepas maka terjadi reaksi pada uji lucas yaitu reaksi subtitusi gugus OH -
dengan atom Cl- dari reagen lucas dengan bantuan katalis ZnCl 2 . Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa 2-propanol tergolong kedalam alkohol sekunder yang mana atom C mengikat
gugus –OH dan 1 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa
alkohol dari golongan alkohol sekunder dapat bereaksi dengan reagen lucas dengan
pemanasan terlebih dahulu untuk melepas gugus –OH dari rantai atom C sekunder yang
mana ikatannya dengan OH agak lemah karena atom C mengikat 2 atom C lain (Widiyana,
2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji lucas akan terjadi reaksi subtitusi
atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom Cl - dari reagen lucas HCl dengan
ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
b. Tuliskan mekanisme reaksi yang mendasari prinsip uji Lucas pada identifikasi gugus
alkohol!
Mekanisme Uji Lucas
Uji lucas berfungsi untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan tersier dengan
reagen lucas, dimana terjadi reaksi subtitusi atom OH- digantikan dengan Cl- yang
membentuk alkil klorida dan air, reaksi positif dari uji lucas ditandai dengan terbentuknya
kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam
klorida pekat dan seng klorida. Dimana ZnCl2 berfungsi sebagai katalis asam lewis, HCl
berfungsi untuk melarutkan alkohol dan menyumbangkan atom Cl- pada pembuatan alkil
klorida dan Cl2 berfungsi sebagai katalisator pada reaksi sucas dan membantu dalam proses
pemekatan warna reagen lucas itu sendiri. Mekanisme uji lucas yaitu reagen lucas akan
melarutkan alkohol yang gugus OH- kurang nukleofilik akan terlepas dan bereaksi dengan H+
membentuk H2O. Sedangkan alkohol yang kehilangan OH- akan digantikan dengan Cl- pada
reagen Lucas, sehingga terbentuk alkil klorida dan air. Reaksi-reaksinya adalah sebagai
berikut : (Anam, 2007).
ZnCl2
Metanol : CH3OH + HCl
ZnCl2
Etanol : C2H5OH + HCl
ZnCl2
Fenol : C6H5OH + HCl
ZnCl2
2-propanol : C3H7OH + HCl C3H7Cl + H2O
Mekanisme reaksi yang terjadi pada uji lucas adalah reaksi antara sampel dengan HCl
dengan katalis ZnCl2 . Dimana alkohol dari jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam
uji lucas dikarenakan energi yang digunakan oleh atom karbon primer sangat kuat untuk
mengikat gugus OH sehingga gugus-OH terikat sangat kuat pada atom C primer dan sulit
dipisahkan ataupun disubtitusikan dengan reagen lucas. Golongan alkohol sekunder dapat
bereaksi dengan reagen lucas dengan pemanasan terlebih dahulu untuk melepas gugus –OH
dari rantai atom C sekunder yang mana ikatannya dengan OH agak lemah karena atom C
mengikat 2 atom C lain. Alkohol primer tidak akan bereaksi dikarenakan energi yang
digunakan oleh atom carbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingg sulit
untuk disubtitusi. Dan pada alkohol tersier sampel akan bereaksi dengan HCl tanpa perlu
dilakukan pemanasan karena atom C energinya sudah digunakan untuk mengikat 3 atom C
yang lain, sehingga ikatan lebih lemah dan mudah disubtitusi. Sedangkan fenol tidak dapat
bereaksi karena fenol merupakan gugus hidroksil benzena yang bersifat cenderung asam,
sehingga tidak dapat bereaksi dengan asam dari reagen lucas yaitu HCl, juga karena fenol
memiliki ikatan melingkar dan tertutup (Widiyana, 2006).
2. Bahas dan bandingkan data-data hasil uji Ferri Klorida dari beberapa sampel dalam percobaan
ini!
Prinsip Uji Ferri Klorida
Prinsip dari uji ferri klorida adalah mendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu
sampel sampel dengan penambahan larutan reagen ferri klorida yang mana hasil uji
positifnya akan menghasilkan warna ungu, merah, hijau atau biru. Dimana hal itu sebagai
akibat dari adanya reaksi gugus OH pada fenol bereaksi dengan larutan feri klorida. Warna
yang dihasilkan dari uji positif bergantung pada subtituen yang terikat pada fenol. Ferri
klorida berfungsi sebagai reagen pendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu sampel (Anam,
2007).
Analisa Prosedur
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ferri klorida adalah menyiapkan alat dan
bahan. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pipet tetes, pipet ukur, bulb, kertas stiker, beaker glass. 4 tabung reaksi berfungsi
untuk mereaksikan sampel, rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi,
pipet ukur berfungsi untuk mengambil aquades, beaker glass berfungsi sebagai wadah
aquades yang akan dimasukkan kedalam tabung reaksi, bulb berfungsi untuk menghisap
cairan sampel dengan dipasangkan pada pipet ukur, kertas stiker berfungsi untuk memberi
label masing-masing sampel. 4 pipet tetes berfungsi untuk mengambil sampel dalam bentuk
tetesan. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquades, metanol,
etanol, 2-propanol, larutan fenol dan reagen feri klorida 5%. Metanol, etanol, 2-propanol,
larutan fenol berfungsi sebagai sampel, aquades berfungsi untuk menaikkan titik didih dari
sampel uji, FeCl3 berfungsi untuk mendeteksi adanya fenol dalam suatu senyawa. Setelah
menyiapkan alat dan bahan praktikum dimulai. Kemudian menyiapkan 4 tabung reaksi yang
bersih dan memberinya label sesuai sampel uji. Setelah itu mengisi empat tabung reaksi
dengan aquades sebanyak 1 ml menggunakan pipet ukur tujuannnya untuk meaikkan titik
didih dari sampel uji nantinya. Kemudian masing-masing tabung reaksi yang telah berisi 1 ml
aquades ditetesi sampel sebanyak 5 tetes menggunakan pipet tetes yaitu metanol, etanol, 2-
propanol, larutan fenol. Selanjutnya menambahkan reagen ferri klorida sebanyak 2 tetes
(bertujuan untuk mendeteksi adanya fenol pada masing-masing sampel) dengan
menggunakan pipet tetes pada masing-masing tabung reaksi yang telah terisi sampel dan
aquades, kemudian mengocoknya. Selanjutnya mengamati perubahan yang terjadi dan
mencatatnya, kemudian diperoleh hasil uji.
Analisa Hasil
Dari percobaan uji ferri klorida didapat analisa data hasil percobaan sebagai berikut.
Pada sampel metanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna kuning artinya uji
ferri klorida pada metanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya bereaksi
dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara metanol termasuk kedalam
alkohol golongan alkohol primer. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri klorida
berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan penambahan
reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai dengan
subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan ferri
klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2011). Hal ini juga
sesuai dengan literatur bahwa metanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009).
Pada sampel etanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl3 sampel berwarna kuning
artinya uji ferri klorida pada etanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya
bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara etanol termasuk kedalam
alkohol golongan alkohol primer. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri klorida
berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan penambahan
reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai dengan
subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan ferri
klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2010). Hal ini juga
sesuai dengan literatur bahwa etanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009).
Pada sampel fenol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna ungu artinya
uji ferri klorida pada fenol adalah positif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya bereaksi
dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara dalam sampel fenol ini terkandung
gugus –OH yang bereaksi dengan reagen ferri klorida terbentuk warna ungu. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa uji ferri klorida berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada
suatu senyawa dengan penambahan reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah,
hijau atau biru sesuai dengan subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada
fenol bereaksi dengan ferri klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl
(Rahamdinal, 2010). Hal ini sesuai literatur bahwa fenol bereaksi dengan reagen ferri klorida
akan membentuk warna ungu karena fenol memiliki substituen OH, sehingga perubahan
warna yang terjadi adalah ungu (Gurdianto, 2006).
Dari percobaan uji ferri klorida didapat analisa data hasil percobaan sebagai berikut.
Pada sampel 2-propanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna kuning artinya
uji ferri klorida pada 2-propanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya
bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara 2-propanol termasuk
kedalam alkohol golongan alkohol sekunder. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri
klorida berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan
penambahan reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai
dengan subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan
ferri klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2010). Hal ini
juga sesuai dengan literatur bahwa 2-propanol tergolong kedalam alkohol sekunder yang
mana atom C mengikat gugus –OH dan 1 atom H (Riswiyanto, 2009).
Fenol :
2-propanol : C3H7OH + FeCl3
Reagen FeCl3 hanya bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya,
sementara tidak bereaksi dengan metanol, etanol, dan 2-propanol karena termasuk ke dalam
golongan alkohol (Riswiyanto, 2009).
KESIMPULAN
Prinsip analisa uji lucas adalah untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan tersier
dengan reagen lucas, dimana terjadi reaksi subtitusi atom OH - digantikan dengan Cl- yang
membentuk alkil klorida dan air, reaksi positif dari uji lucas ditandai dengan terbentuknya kabut
dan terbentuk dua lapisan pada sampel. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida
pekat dan seng klorida. Prinsip dari uji ferri klorida adalah mendeteksi adanya senyawa fenol
pada suatu sampel sampel dengan penambahan larutan reagen ferri klorida yang mana hasil uji
positifnya akan menghasilkan warna ungu, merah, hijau atau biru. Dimana hal itu sebagai akibat
dari adanya reaksi gugus OH pada fenol bereaksi dengan larutan feri klorida. Warna yang
dihasilkan dari uji positif bergantung pada subtituen yang terikat pada fenol.
Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui sifat fisik alkohol dan fenol serta
membedakan senyawa alkohol primer, sekunder, tersier dan fenol dengan menggunakan tes
lucas dan ferri klorida. Pada uji lucas senyawa yang dapat bereaksi adalah 2-propanol yang
tergolongan alkohol sekunder dibuktikan dengan adanya perubahan yang terdapat kabut dan dua
lapis. Pada uji Ferri Klorida senyawa yang bereaksi adalah fenol karena sesuai prinsip uji ferri
klorida yaitu untuk mendeteksi keberadaan fenol dalam suatu senyawa, dibuktikan dengan
adanya perubahan warna yaitu warna ungu.
DAFTAR PUSTAKA
Anam, Sirojudin. 2007. Mekanisme Uji Lucas dan Ferri Klorida Pada Identifikasi Senyawa
Alkohol dan Fenol. Jakarta : EGC
Riswiyanto, Kurnia. 2009. Senyawa Turunan Alkana. Jakarta : Erlangga
Widiyana. 2006. Kimia Organik. Yogyakarta : Graha Ilmu
Triandini, Putri. 2007. Identifikasi Senyawa Alkohol. Jakarta : Bina Aksara
Rahamdinal, Gusdi. 2010. Kimia Organik. Jakarta : Erlanggga
Gurdianto. 2006. Kimia Organik. Yogyakarta : Graha Ilmu
LAMPIRAN FOTO
Uji Lucas
BAB II
IDENTIFIKASI ALDEHID DAN KETON
TUJUAN :
Membedakan senyawa aldehid dan keton dengan menggunakan uji Tollens dan Fehling
Memahami reaksi yang terjadi selama uji Tollens dan Fehling
A. Pre-lab
1. Jelaskan perbedaan mendasar antara aldehid dan keton!
Aldehid adalah senyawa karbon dengan gugus fungsi RCOH yang disebut gugus
formil. Nama IUPAC untuk aldehid turunan alkana adalah alkanal. Nama alkanal diturunkan
dari nama alkana dengan menggantikan akhiran –a dengan –al. Aldehid merupakan senyawa
polar dan mendidih pada suhu yang lebih tinggi dari pada senyawa nonpolar dengan bobot
molekul yang sama. Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil
yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hidrogen. Adanya kemampuan membentuk
ikatan hidrogen maka aldehid dengan bobot molekul rendah dapat larut dalam air. Aldehid
dapat mengalami reaksi seperti oksidasi dan adisi. Aldehid digunakan untuk membuat
formalin pengawetan preparat mayat dan biologi serta untuk membuat berbagai jenis plastik
termoset. Aldehida merupakan senyawa yang mudah dioksidasi, positif dengan uji Tollens,
gugus C = O polar, terbentuk dari oksidasi alkohol sekunder (Amirullah, 2010).
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat
pada dua gugus alkil, dua gugus aril atu sebuah gugus alkil dan sebuah aril. Keton tidak
mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil. Nama IUPAC untuk keton
turunan alkana adalah alkanon. Nama alkanon diturunkan dari nama alkana dengan
menggantikan akhiran –a dengan –on dengan gugus fungsinya adalah RCOR`. Keton
merupakan senyawa yang bersifat polar. Senyawa ini dapat membentuk ikatan hidrogen,
sehingga bobot molekul rendah dapat larut dalam air. Secara terbatas keton dapat mensolvasi
ion. Keton dapat mengalami reaksi oksidasi dan adisi. Keton yang paling banyak digunakan
adalah propanon. Digunakan sebagai pelarut untuk lilin, plastik, sirlak, dan pelarut selulosa
asetat dalam memproduksi krayon, juga digunakan sebagai pembersih kutek. Keton memiliki
sifat gugus C = O polar, tidak kuat dioksidasi, negatif dengan uji Tollens, terbentuk dari
oksidasi alkohol sekunder (Prihasa, 2008).
2.Jelaskan prinsip uji Tollens !
Prinsip dari uji Tollens ini adalah digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan keton
dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen Tollens yaitu AgNO3 dimana akan terjadi
reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi anion karboksilat, ion Ag + dalam
reagensia Tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positif ditandai dengan terbentuknya
cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi. Kelemahan dari reaksi Tollen adalah dia bukan
cuma bereaksi dengan gula pereduksi tetapi juga bereaksi dengan senyawa keton yang mempunyai
gugus metil (Gunawa, 2012).
2. Apa fungsi pereaksi fehling pada uji fehling?
prinsip dari uji fehling ini adalah membedakan gugus aldehid dan keton dalam suatu
sampel dengan menambahkan reagen Fehling A dan Fehling B, dimana Fehling A adalah
CuSO4 dan Fehling B adalah campuran dari NaOH dan Na-K-tatrat. Dalam reaksi ini terjadi
reaksi reduksi dan oksidasi. Aldehid dioksidasi membentuk asam karboksilat, sementara ion
Cu2+ akan tereduksi menjadi Cu+. Hasil uji positif apabila dalam suatu sampel terbentuk
endapan merah bata. Pereaksi fehling berfungsi sebagai oksidator lemah yang merupakan
pereaksi khusus untuk mengenali aldehid (Gunawa, 2012).
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Aldehid
Aldehid adalah senyawa karbon dengan gugus fungsi RCOH yang disebut gugus formil.
Nama IUPAC untuk aldehid turunan alkana adalah alkanal. Nama alkanal diturunkan dari nama
alkana dengan menggantikan akhiran –a dengan –al. Aldehid merupakan senyawa polar dan
mendidih pada suhu yang lebih tinggi dari pada senyawa nonpolar dengan bobot molekul yang
sama. Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada
sebuah atau dua buah atom hidrogen. Adanya kemampuan membentuk ikatan hidrogen maka
aldehid dengan bobot molekul rendah dapat larut dalam air. Aldehid dapat mengalami reaksi
seperti oksidasi dan adisi. Aldehid digunakan untuk membuat formalin pengawetan preparat
mayat dan biologi serta untuk membuat berbagai jenis plastik termoset. Aldehida merupakan
senyawa yang mudah dioksidasi, positif dengan uji Tollens, gugus C = O polar, terbentuk dari
oksidasi alkohol sekunder (Amirullah, 2010).
2. Pengertian Keton
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat pada
dua gugus alkil, dua gugus aril atu sebuah gugus alkil dan sebuah aril. Keton tidak mengandung
atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil. Nama IUPAC untuk keton turunan alkana
adalah alkanon. Nama alkanon diturunkan dari nama alkana dengan menggantikan akhiran –a
dengan –on dengan gugus fungsinya adalah RCOR`. Keton merupakan senyawa yang bersifat
polar. Senyawa ini dapat membentuk ikatan hidrogen, sehingga bobot molekul rendah dapat
larut dalam air. Secara terbatas keton dapat mensolvasi ion. Keton dapat mengalami reaksi
oksidasi dan adisi. Keton yang paling banyak digunakan adalah propanon. Digunakan sebagai
pelarut untuk lilin, plastik, sirlak, dan pelarut selulosa asetat dalam memproduksi krayon, juga
digunakan sebagai pembersih kutek. Keton memiliki sifat gugus C = O polar, tidak kuat
dioksidasi, negatif dengan uji Tollens, terbentuk dari oksidasi alkohol sekunder (Prihasa, 2008).
3. Tinjauan Bahan
3.1 Aseton
Aseton merupakan senyawa keton paling sederhana. Aseton tidak berwarna dan memiliki
bau menyengat khas yang harum wangi. Aseton bersifat karbonil, polar, dan larut didalam air,
sehingga memerlukan busa dari larutan polar untuk memadamkan apinya. ,sangat mudah
terbakar. Titik didih 560C dan secara otomatis terbakar pada suhu 2560C .Aseton digunakan sebagai
pelarut untuk vernish, pembersih cat kayu, dan pembersih cat kuku. Dalam industri aseton
digunakan sebagai bahan baku membuat kloroform (Raton, 2013).
3.2 Glukosa
Glukosa adalah monosakarida berkarbon enam (heksosa) yang digunakan sebagai sumber
dasar energi oleh kebanyakan sel heterotrofik. Glukosa memiliki rumus molekul C6H12O6
dengan lima gugus hidroksi tersusun spesifik pada enam atom karbon. Glukosa merupakan salah
satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan.
Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi (Stanfield, 2006).
3.3 Fruktosa
Fruktosa adalah polihidroksiketon dengan 6 atom karbon yang merupakan isomer dari glukosa
yang memiliki rumus molekul yang sama dengan glukosa (C6H12O6) namun memiliki struktur
yang berbeda. Fruktosa murni rasanya sangat manis, warnanya putih, berbentuk kristal padat, dan
sangat mudah larut dalam air. Fruktosa ditemukan pada tanaman terutama pada madu, pohon buah,
bunga, beri dan sayuran. Ditanaman fruktosa dapat berbentuk monosakarida dan atau sebagai
komponen dari sukrosa. Sukrosa merupakan molekul disakarida yang merupakan gabungandari
satmolekul glukosa dan satu molekul fruktosa (Stanfield, 2006).
3.4 Formalin
Formalin adalah larutan yang terdiri atas 37-40 % gas formaldehid. Formalin dapat menyebabkan kanker,
iritasi, kontak hipersensitif dan kerusakan paru-paru. Formalin sangat efektif dalam membunuh parasit dan
melemahkan kerja mikrobakteria. Formalin harus disimpan ditempat yang gelap pada suhu diatas
40C (Noga, 2011).
3.6 NH4OH
Ammonium hidroksida merupakan senyawa yang tersusun dari larutan NH3 dalam air. Berwujud cair,
tidak berwarna, berbau kuat seperti amonia, dan bersifat korosif serta beracun. Ammonium hidroksida memiliki
titik didih 270C dengan massa molekul 35, 04 gr/mol. Amonium hidroksida dapat menyebabkan kerusakan pada
penglihatan, kulit, sisitem pencernaan, pernafasan dan dapat menyebabkan rasa terbakar pada paru-paru.
Digunakan sebagai pereaksi analisis, baik kualitatif maupun kuantitatif, diindustri sebagai bahan
dasar pembuatan asam nitrat, Na-karbonat, pupuk ZA, pengisi mesin pendingin (Amirullah,
2010).
3.7 NaOH
Natrium hidroksida merupakan suatu basa kuat yang sangat mudah larut dalam air. Senyawa ini
biasa disebut sebagai soda kaustik, atau soda api karena sifatnya yang terasa panas dan licin jika
terkena kulit. NaOH merupakan senyawa ionic yang memiliki titil lebur 318 0C dan titik didih
13900C. NaOH sangat mudah larut dalam air dan kelarutannya bersifat eksotermis. NaOH dapat
dibuat dengan elektrolisis brine (larutan NaCl). NaOH banyak digunakan dalam sabun,
detergen, industri tekstil, pemurnian minyak bumi, dan lainnya (Susilaningsih, 2008).
3.8 Fehling A
Fehling A adalah larutan encer berwarna biru dari tembaga(II) sulfat. Berwujud cair, memiliki
warna biru dan tidak memiliki bau. Bersifat racun pada kehidupan air dan tumbuhan. Tidak
dapat terbakar dan termasuk kedalam senyawa yang stabil. . Fehling dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu senyawa mengandung karbonil aldehid atau keton (Kurniawan, 2011).
3.9 Fehling B
Fehling B adalah larutan jernih dari kalium natrium tartrat encer. Fehling B berwujud cair,
tidak bewarna dan tidak berbau. Memiliki ph> 12. Fehling B apat menyebabkan rasa terbakar
pada mata, kulit, penernaan dan pernafasan karena adanya kandungan natrium hidroksida dan kalium
natrium tartrat tetrahidrad. Fehling dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu senyawa
mengandung karbonil aldehid atau keton (Kurniawan, 2011).
3.10Aquades
Aquades adalah air hasil destilasi atau penyulingan, sama dengan air murni dan tidak ada
mineral-mineral lain. Air destilasi ini memiliki rumus kimia pada air umumnya yaitu H 2O, yang
berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen dan atom oksigen tunggal. Aquades
ini bentuknya cair dan seperti air pada umumnya dan merupakan bahan kimia yang tidak
berbahaya bagi tubuh manusia karena memiliki pH netral sehingga tidak menimbulkan efek
samping. Aquades ini biasanya berfungsi sebagai pelarut (Hastuti, 2007).
B. Diagram Alir
1. Uji Tollens
1 ml larutan AgNO3 5%
1 ml sampel
(Aseton, fruktosa, glukosa,
sukrosa dan formaldehid)
HASIL
2.Uji Fehling
5 tetes fehling A
10 tetes fehling B
HASIL
2. Uji Fehling
No. Nama Reagen Sampel + Reagen Sampel + Reagen Hasil
Sampel Fehling Fehling (tanpa Fehling (setelah uji (+)/
+ NaOH pemanasan) pemanasan) (-)
1. Aseton Biru tua Bening dengan endapan Bening dengan -
berwarna biru endapan berwarna biru
2. Fruktosa Biru tua Orange Merah bata dan +
terdapat endapan
3. Glukosa Biru tua Biru keruh Coklat endapan merah +
bata
4. Sukrosa Biru tua Biru bening Biru bening -
5. formaldehid Biru tua Biru bening Merah bata +
D. Pembahasan
1. Uji Tollens
a) Prinsip Uji Tollens
Prinsip dari uji Tollens adalah digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan keton
dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen Tollens yaitu AgNO3 dimana akan terjadi
reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion Ag+ dalam
reagensia tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positif ditandai dengan terbentuknya
cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi. Reaksinya sebagai berikut : (Gunawa, 2012).
b) Analisa Prosedur
Langkah pertama adalah mengidentifikasi gugus fungsi aldehid dan keton dengan
menggunakan uji tollens. Pertama mempersiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan
dalam percobaan ini antara lain pipet tetes berfungsi untuk mengambil NH4OH dalam bentuk
tetes, enam buah pipet ukur berfungsi untuk mengambil larutan AgNO3 5% dan sampel, lima
buah tabung reaksi berfungsi sebagai tempat mereaksikan reagen dengan sampel, penjepit
tabung reaksi berfungsi untuk menjepit tabung agar tangan tidak terkena panas saat
memanaskan tabung, bunsen burner berfungsi sebagai tempat untuk memanaskan tabung, rak
tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, korek api berfungsi untuk
menyalakan api pada bunsen dan bulb berfungsi untuk membantu pipet ukur dalam
mengambil larutan dengan cara disedot. Bahan yang digunakan antara lain larutan AgNO3
5%, NH4OH 6M, Formaldehid, Glukosa, Aseton, Fruktosa dan Sukrosa. AgNO 3 5% berfungsi
sebagai pereaksi yang bereaksi dengan sampel untuk membentuk cermin perak pada uji
tollens, NH4OH 6M berfungsi untuk menciptakan suasana basa dalam reaksi uji tollens.
Formaldehid, Glukosa, Aseton, Fruktosa dan Sukrosa berfungsi sebagai sampel yang diuji.
Setelah menyiapkan alat dan bahan, kemudian melakukan percobaan, pertama memberi label
pada tabung reaksi sesuai sampel untuk mempermudah dalam mengenali sampel yang di uji
coba dan supaya tidak tertukar. Kemudian mengambil 1 ml larutan AgNO3 5% dengan
menggunakan pipet ukur dan bulb, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi, masing-masing
tabung 1 ml. Pada saat mengambil larutan AgNO 3 harus memakai sarung tangan sebagai
salah satu keselamatan kerja. Setelah mengambil larutan AgNO3 5% dan memasukkannya
kedalam semua tabung reaksi, selanjutnya menetesi tabung yang sudah berisi larutan AgNO3
5% dengan menggunakan NH4OH sebanyak 2-6 tetes, pada tiap-tiap tabung reaksi tujuan dari
ditetesi larutan NH4OH adalah untuk mencegah pengendapan ion perak pada saat dilakukan
pemanasan pada suhu tinggi, selain itu juga untuk membentuk suasana basa. Penambahan
NH4OH dilakukan secara merata ke semua tabung reaksi sampai tidak ada endapan atau
endapannya hilang. Ketika mengambil NH4OH harus menggunakan masker karena berbau
menyengat khas amonia. Selanjutnya adalah menambahkan 1 ml sampel kedalam tabung
reaksi sesuai dengan label. Sampel yang ditambahkan antara lain aseton, fruktosa, glukosa,
sukrosa, dan formaldehid. Untuk sampel formaldehid ditambahkan paling akhir karena
formaldehid bersifat mudah teroksidasi. Setelah ditambahkan, tabung reaksi kemudian
dipanaskan sekitar kurang lebih dua menit diatas bunsen burner, pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi yang terjadi antara AgNO 3 dengan sampel uji, khusus untuk formaldehid
dipanaskan terlebih dahulu karena mudah teroksidasi atau pun juga tidak perlu dipanaskan
karena formaldehid langsung bereaksi membentuk cermin perak pada saat ditambahkan
kedalam tabung reaksi. Pemanasan dilakukan dengan menggoyangkan tabung menggunakan
penjepit tujuannya mencegah tabung reaksi pecah. Pemanasan menggunakan bunsen
tujuannya karena sampel lebih mudah bereaksi dengan api secara langsung. Ketika sampel
telah mendidih pemanasan dihentikan sejenak, dan dilanjutkan lagi ketika sampel sudah tidak
mendidih lagi tujuannya agar sampel dalam tabung tidak menyembur. Setelah dipanaskan
selama dua menit, kemudian diamati perubahan yang terjadi dan dicatat di data hasil
pengamatan.
c) Analisa Hasil
Dari percobaan uji tollens untuk mengidentifikasi gugus aldehid dan keton diperoleh
analisa data hasil percobaan sebagai berikut. Pada tabung berlabel aseton yang diberi 1 ml
AgNO3 dan kemudian ditambah NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3
tidak terbentuk endapan lagi dan kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan
sampel aseton sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung
berwarna bening dan setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya
tetap bening. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa
aseton tidak dapat bereaksi dengan reagen AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah negatif dan
tidak terbentuk cermin perak, larutan tetap bening meskipun sudah dipanaskan karena aseton
bukan termasuk aldehid melainkan keton. Hal ini sesuai literatur bahwa aseton merupakan
senyawa keton paling sederhana yang tidak memiliki atom H yang terikat langsung pada
atom karbon karbonilnya sehingga sulit untuk dioksidasi. Pada uji tollens tidak terjadi reaksi
reduksi oksidasi dengan AgNO3 karena aseton hanya dapat bereaksi dengan oksidator kuat,
sedangkan reagen tollens termasuk oksidator lemah (Ratnaningsih, 2011).
Pada tabung berlabel fruktosa yang diberi 1 ml AgNO3 dan kemudian ditambah
NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3 tidak terbentuk endapan lagi dan
kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel fruktosa sebanyak 1 ml dan
tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna coklat bening dan setelah
dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit terbentuk cermin perak. Pemanasan
bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa fruktosa dapat bereaksi
dengan reagen AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah positif meskipun fruktosa merupakan
senyawa keton namun dapat membentuk endapan cermin perak karena fruktosa memiliki
gugus OH bebas yang dapat bereaksi dengan regen tollens. Hal ini sesuai literatur bahwa
fruktosa merupakan karbohidrat yang mengikat gugus keton, yang memiliki gugus pereduksi
yaitu gugus OH yang terikat pada atom C nomer satu-nya sehingga fruktosa dapat bereaksi
dengan tollens untuk membentuk cermin perak. Fruktosa mengalami tautomerisasi, sehingga
ketika direaksikan dengan tollens bereaksi positif menghasilkan cermin perak. Fruktosa dapat
dioksidasi oleh tollens karena fruktosa mudah teroksidasi dalam larutan basa berada dalam
kesetimbangan (Ratnaningsih, 2011).
Pada tabung berlabel glukosa yang diberi 1 ml AgNO 3 dan kemudian ditambah
NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3 tidak terbentuk endapan lagi dan
kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel glukosa sebanyak 1 ml dan
tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna bening namun setelah dilakukan
pemanasan selama kurang lebih 2 menit terbentuk cermin perak. Pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa dapat bereaksi dengan reagen
AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah positif dan terbentuk cermin perak karena glukosa
termasuk gugus aldehid. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa glukosa merupakan
karbohidrat yang mengikat gugus aldehid yang memiliki gugus H yang mudah untuk
dioksidasi dan juga memiliki gugus pereduksi OH di atom C nomer satu-nya sehingga dapat
bereaksi pada uji tollens dengan AgNO3 yang membentuk endapan cermin perak
(Ratnaningsih, 2011). Hal ini juga sesuai literatur bahwa prinsip dari uji tollens adalah
digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan
menambahkan reagen tollens yaitu AgNO3 dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi.
Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia tollens direduksi
menjadi logam Ag. Uji positif ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding
dalam tabung reaksi (Gunawa, 2012).
Pada tabung berlabel sukrosa yang diberi 1 ml AgNO 3 dan kemudian ditambah
NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3 tidak terbentuk endapan lagi dan
kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel sukrosa sebanyak 1 ml dan
tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna bening dan setelah dilakukan
pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya menjadi bening kecoklatan. Pemanasan
bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa sukrosa tidak dapat
bereaksi dengan reagen AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah negatif dan tidak terbentuk
endapan cermin perak karena sukrosa termasuk kedalam disakarida. Hal ini sesuai literatur
bahwa sukrosa termasuk disakarida yang tidak dapat bereaksi dalam uji tollens karena
sukrosa terdiri dari fruktosa dan glukosa. Dimana gugus pereduksi pada sukrosa telah
digunakan untuk berikatan oleh glukosa dan fruktosa, gugus OH bebas dari fruktosa dan
gugus H bebas dari glukosa berikatan dengan sukrosa sehingga tidak memiliki gugus OH
atau H bebas dan tidak dapat dioksidasi atau mereduksikan AgNO3 (Ratnaningsih, 2011).
Pada tabung berlabel formaldehid yang diberi 1 ml AgNO 3 dan kemudian ditambah
NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3 tidak terbentuk endapan lagi dan
kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel formaldehid sebanyak 1 ml dan
tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna cermin perak dan setelah
dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit terbentuk cermin perak. Pada formaldehid
tanpa pemanasan sudah terbentuk endapan cermin perak. pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa formaldehid dapat bereaksi dengan reagen
AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah positif dan terbentuk cermin perak karena formaldehid
termasuk bentuk sederhana dari gugus aldehid yang paling umum. Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa formaldehida merupakan bentuk pertama aldehid yang disebut metanal
sehingga dapat dengan mudah dan cepat untuk dioksidasi oleh AgNO3 untuk membentuk
cermin perak, aldehid dapat mereduksi larutan perak amoniak (larutan AgNO3 dalam larutan
NH3berlebih). Formaldehid mempunyai 2 atom H yang terikat langsung pada atom C
karbonil, sehingga mampu mereduksi pereaksi Tollen’s (Ratnaningsih, 2011). Hal ini juga
sesuai literatur bahwa prinsip dari uji tollens adalah digunakan untuk membedakan senyawa
aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen tollens yaitu AgNO3
dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion
Ag+ dalam reagensia tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positif ditandai dengan
terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi (Gunawa, 2012).
2.Uji Fehling
a) Prinsip Uji fehling
Prinsip dari uji fehling adalah digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan
keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen fehling yaitu fehling A (Tembaga
Sulfat) dan Fehling B (Kalium-Natrium Tartrat) dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi.
Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion Cu2+ dalam reagensia fehling direduksi
menjadi ion Cu+. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dalam tabung
reaksi. Reaksinya sebagai berikut : (Gunawa, 2012).
b) Analisa Prosedur
Langkah kedua adalah mengidentifikasi gugus fungsi aldehid dan keton dengan
menggunakan uji Fehling. Pertama mempersiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan
dalam percobaan ini antara lain 3 pipet tetes berfungsi untuk mengambil NaOH, Fehling A
dan Fehling B dalam bentuk tetes, lima buah pipet ukur berfungsi untuk mengambil larutan
sampel, lima buah tabung reaksi berfungsi sebagai tempat mereaksikan reagen dengan
sampel, penjepit tabung reaksi berfungsi untuk menjepit tabung agar tangan tidak terkena
panas saat memanaskan tabung, bunsen burner berfungsi sebagai tempat untuk memanaskan
tabung, rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, korek api berfungsi
untuk menyalakan api pada bunsen dan bulb berfungsi untuk membantu pipet ukur dalam
mengambil larutan dengan cara disedot. Bahan yang digunakan antara lain larutan fehling A,
Fehling B, NaOH, Formaldehid, Glukosa, Aseton, Fruktosa dan Sukrosa. Fehling A dan
fehling B berfungsi sebagai pereaksi yang bereaksi dengan sampel untuk membentuk
endapan merah bata pada uji fehling, NaOH berfungsi untuk menciptakan suasana basa
dalam reaksi uji fehling. Formaldehid, Glukosa, Aseton, Fruktosa dan Sukrosa berfungsi
sebagai sampel yang diuji. Setelah menyiapkan alat dan bahan, kemudian melakukan
percobaan, pertama memberi label pada tabung reaksi sesuai sampel untuk mempermudah
dalam mengenali sampel yang di uji coba dan supaya tidak tertukar. Kemudian mengambil 5
tetes fehling A dengan menggunakan pipet tetes, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi,
masing-masing tabung 5 tetes. Selanjutnya menetesi tabung yang sudah berisi larutan fehling
A dengan menggunakan NaOH sebanyak 5 tetes, pada tiap-tiap tabung reaksi tujuan dari
ditetesi larutan NaOH adalah untuk membentuk suasana basa. Selanjutnya menambahkan
lagi tabung yang berisi fehling A dan NaOH dengan fehling B masing-masing 10 tetes
dengan bantuan pipet tetes. Selanjutnya adalah menambahkan 1 ml sampel kedalam tabung
reaksi sesuai dengan label. Sampel yang ditambahkan antara lain aseton, fruktosa, glukosa,
sukrosa, dan formaldehid. Untuk sampel formaldehid ditambahkan paling akhir karena
formaldehid bersifat mudah teroksidasi. Setelah ditambahkan, tabung reaksi kemudian
dipanaskan sekitar kurang lebih dua menit diatas bunsen burner, pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi yang terjadi antara Fehling dengan sampel uji, khusus untuk formaldehid
dipanaskan terlebih dahulu karena mudah teroksidasi atau pun juga tidak perlu dipanaskan
karena formaldehid langsung bereaksi membentuk cermin perak pada saat ditambahkan
kedalam tabung reaksi. Pemanasan dilakukan dengan menggoyangkan tabung menggunakan
penjepit tujuannya mencegah tabung reaksi pecah. Pemanasan menggunakan bunsen
tujuannya karena sampel lebih mudah bereaksi dengan api secara langsung. Ketika sampel
telah mendidih pemanasan dihentikan sejenak, dan dilanjutkan lagi ketika sampel sudah tidak
mendidih lagi tujuannya agar sampel dalam tabung tidak menyembur. Setelah dipanaskan
selama dua menit, kemudian diamati perubahan yang terjadi dan dicatat di data hasil
pengamatan.
c) Analisa Hasil
Dari percobaan uji fehling untuk membedakan gugus aldehid dan keton diperoleh
analisa data sebagai berikut. Pada tabung berlabel aseton yang diberi reagen fehling dan
kemudian ditambah 5 tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah
dengan sampel aseton sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung
berwarna bening dengan endapan berwarna biru dan setelah dilakukan pemanasan selama
kurang lebih 2 menit warnanya tetap bening dengan endapan berwarna biru. Pemanasan
bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa aseton tidak dapat bereaksi
dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah negatif dan tidak terbentuk endapan
merah bata karena aseton bukan termasuk kedalam aldehid melainkan termasuk keton. Hal
ini sesuai literatur bahwa aseton merupakan senyawa keton paling sederhana yang tidak
memiliki atom H yang terikat langsung pada atom karbon karbonilnya sehingga sulit untuk
dioksidasi. Pada uji fehling tidak terjadi reaksi reduksi oksidasi dengan reagen fehling karena
aseton hanya dapat bereaksi dengan oksidator kuat, sedangkan reagen tollens termasuk
oksidator lemah. Aseton dalam pereaksi fehling tidak dapat mereduksi ion tembaga, sehingga
tidak terbentuk endapan (Ratnaningsih, 2011). Pada sampel aseton ini diperoleh dua lapisan
yang terpisah yaitu bening dengan endapan berwarna biru. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwa aseton direaksikan dengan pereaksi fehling tidak terbentuk endapan hanya terdapat
larutan yang terpisah menjadi dua lapisan. Terbentuk dua lapisan dikarenakan massa jenis
fehling lebih besar dari pada aseton sehingga tidak bisa homogen (Putra, 2010).
Pada tabung berlabel fruktosa yang diberi reagen fehling dan kemudian ditambah 5
tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel fruktosa
sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna orange dan
setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya merah bata dan terdapat
endapan. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa
fruktosa dapat bereaksi dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah positif meskipun
fruktosa merupakan senyawa keton namun dapat membentuk endapan merah bata karena
fruktosa memiliki gugus OH bebas yang dapat bereaksi dengan reagen fehling. Hal ini sesuai
literatur bahwa fruktosa merupakan karbohidrat yang mengikat gugus keton, yang memiliki
gugus pereduksi yaitu gugus OH yang terikat pada atom C nomer satu-nya sehingga fruktosa
dapat bereaksi dengan fehling untuk membentuk endapan merah bata. Fruktosa dapat
dioksidasi oleh fehling karena fruktosa mudah teroksidasi dalam larutan basa berada dalam
kesetimbangan (Ratnaningsih, 2011).
Pada tabung berlabel glukosa yang diberi reagen fehling dan kemudian ditambah 5
tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel glukosa
sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna biru keruh
dan setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya coklat dengan
endapan merah bata. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan
bahwa glukosa dapat bereaksi dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah positif dan
terbentuk endapan merah bata karena glukosa termasuk gugus aldehid. Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa glukosa merupakan karbohidrat yang mengikat gugus aldehid yang memiliki
gugus H yang mudah untuk dioksidasi dan juga memiliki gugus pereduksi OH di atom C
nomer satu-nya sehingga dapat bereaksi pada uji fehling dengan reagen fehling yang
membentuk endapan merah bata (Ratnaningsih, 2011). Hal ini juga sesuai literatur bahwa
prinsip dari uji fehling adalah digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan keton
dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen fehling yaitu fehling A dan fehling B
dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion
Cu2+ dalam reagensia fehling direduksi menjadi Cu+. Uji positif ditandai dengan terbentuknya
endapan merah bata pada dinding dalam tabung reaksi (Gunawa, 2012).
Pada tabung berlabel sukrosa yang diberi reagen fehling dan kemudian ditambah 5
tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel sukrosa
sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna biru bening
dan setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya tetap biru bening.
Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa sukrosa tidak
dapat bereaksi dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah negatif dan tidak terbentuk
endapan merah bata karena sukrosa termasuk kedalam disakarida. Hal ini sesuai literatur
bahwa sukrosa termasuk disakarida ysng tidak dapat bereaksi dalam uji fehling karena
sukrosa terdiri dari fruktosa dan glukosa. Dimana gugus pereduksi pada sukrosa telah
digunakan untuk berikatan oleh glukosa dan fruktosa, gugus OH bebas dari fruktosa dan
gugus H bebas dari glukosa berikatan dengan sukrosa sehingga tidak memiliki gugus OH
atau H bebas dan tidak dapat dioksidasi atau mereduksikan reagen fehling (Ratnaningsih,
2011).
Pada tabung berlabel formaldehid yang diberi reagen fehling dan kemudian ditambah 5
tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel
formaldehid sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna
biru bening dan setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya merah
bata. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa
formaldehid dapat bereaksi dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah positif dan
terbentuk endapan merah bata karena formaldehid termasuk bentuk sederhana dari gugus
aldehid yang paling umum. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa formaldehida merupakan
bentuk pertama aldehid yang disebut metanal sehingga dapat dengan mudah dan cepat untuk
dioksidasi oleh fehling untuk membentuk endapan merah bata, aldehid dapat mereduksi
larutan fehling. Formaldehid mempunyai 2 atom H yang terikat langsung pada atom C
karbonil, sehingga mampu mereduksi pereaksi fehling (Ratnaningsih, 2011). Hal ini juga
sesuai literatur bahwa prinsip dari uji fehling adalah digunakan untuk membedakan senyawa
aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen fehling yaitu fehling A
dan fehling B dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam
karboksilat, ion Cu2+ dalam reagensia fehling direduksi menjadi Cu+. Uji positif ditandai
dengan terbentuknya endapan merah bata pada dinding dalam tabung reaksi (Gunawa, 2012).
PERTANYAAN
1. Apa fungsi penambahan larutan AgNO3 5% dalam percobaan uji Tollens?
Penambahan larutan AgNO3 berfungsi sebagai reagen dalam uji tollens yaang
berperan dalam mengoksidasi sampel dan membentuk cermin perak akibat ion Ag + yang
tereduksi menjadi logam Ag sebagai tanda bahwa suatu sampel memiliki gugus aldehid.
Uji positif ditandai dengan terbentuknya cermin perak (Sudarmono, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN FOTO
BAB III
ANALISIS KUALITATIF KARBOHIDRAT
TUJUAN :
Mengetahui prinsip dasar uji kualitatif karbohidrat
Mengetahui perbedaan prinsip dari masing-masing metode
A. Pre-lab
1. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis karbohidrat dan beri contoh masing-masing 3 ?
Monosakarida adalah adalah karbohidrat paling sederhana. Jika dihidrolisis senyawa-
senyawanya sudah tidak dapat diurai lagi menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.
Monosakarida terdiri atas 3-6 atom C, atom-atom hidrogen dan oksigen terikat pada rantai
atau cincin ini secara terpisah atau sebagai gugus hidroksil (OH). monosakasida dapat
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu menurut banyaknya atom karbo yang menyusun molekul
monosakarida dan menurut kandungan aldehid dan keton. Macam-macamnya iyalah triosa
(C3), tetrosa (C4), pentosa (C5), heksosa (C6), heptosa (C7). Sedangkan yang mengandung
gugus aldehid disebut aldose dan yang mengandung keton disebut ketosa. Contoh dari
monosakarida adalah glukosa, galaktosa, fruktosa, ribosa dan sebagainya (Marks, 2006).
Oligosakarida merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida yang
jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida. Sehingga
oligosakarida dapat berupa disakarida, trisakarida dan lainnya. Oligosakarida secara
eksperimen banyak dihasilkan dari proses hidrolisa polisakarida dan hanya beberapa
oligosakarida yang secara alami terdapat di alam. Oligosakarida yang paling banyak
digunakan dan terdapat di alam adalah bentuk disakarida seperti maltosa, laktosa dan
sukrosa. Umumnya oligosakarida terdapat secara alami sebagai bagian dari tanaman. Contoh
dari oligosakarida adalah disakarida ( Sukrosa, laktosa dan maltosa), trisakarida ( maltotriosa
dan rafinosa), polimer monosakarida > 5 (maltoheksa, ajukosa) (Marks, 2006).
Polisakarida adalah senyawa yang terdiri dari gabungan molekul- molekul
monosakarida yang banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak molekul
monosakarida. Polisakarida merupakan jenis karbohidrat yang terdiri dari lebih 6
monosakarida dengan rantai lurus/cabang. Polisakarida pada umumnya berupa senyawa putih
dan tidak berasa manis, beberapa polisakarida dapat larut dalam air. Polisakarida mempunyai
rumus molekul (C6H10O5)n dengan harga n yang besar. Contoh dari polisakarida adalah
amilum, glikogen, selulosa (Marks, 2006).
2.Bagaimana prinsip analisis karbohidrat menggunakan uji Molisch?
Prinsip analisis karbohidrat dengan uji molisch adalah digunakan untuk mendeteksi
adanya karbohidrat pada suatu sampel. Dimana terjadi reaksi dehidrasi karbohidrat oleh
asam sulfat menmbentuk cincin furfural dan alfa naftol yang akan membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu pada permukaan larutan. Uji positif dari uji ini ditunjukan dengan
adanya perubahan sampel menjadi berwarna ungu. Reagen Molisch adalah larutan dari alfa-
naftol dalam etanol 95%. Dimana asam sulfat berfungsi sebagai pembentukan senyawa
furfural dan sebagai agen kondensasi. Dasar dari uji molisch adalah heksosa atau pentosa
mengalami dehidrasi oleh pengaruh asam sulfat pekat menjadi hidroksimetilfurfural atau
furfural dan kondensasi aldehid yang terbentuk ini dengan a-naftol membentuk senyawa yang
berwarna khusus untuk polisakarida dan disakarida. Reaksi ini terdiri atas 3 tahapan yaitu
hidrolisis polisakarida dan disakarida menjadi heksosa atau pentosa, dan diikuti oleh proses
dehidrasi dan kondensasi (Sumardjo, 2009).
3. Bagaimanakah reaksi yang terjadi antara larutan yodium dengan sampel?
Tujuan dari uji yodium adalah untuk mengidentifikasi kandungan pati dalam suatu
sampel. Prinsipnya iyalah larutan yodium akan bereaksi dengan pati dengan cara larutan
yodium dalam bentuk triiodida akan masuk ke struktur helikal pada pati dan membentuk
warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa bereaksi dengan iodium akan
berwarna biru dan amilopektin bereaksi dengan iodium akan berwarna merah violet
sedangkan dekstrin akan memberikan perubahan warna, namun perubahan warna pada
dekstrin tidak sesempurna pati karena pemutusan rantai-rantai gula pada dekstrin tidak
sempurna sehingga perubahan warna yang terjadi berupa warna merah atau coklat. Sampel
yang positif ditunjukan dengan adanya perubahan warna sampel menjadi biru tua. Yang
berperan adalah amilosa (sekumpulan gulungan heliks yang dibutuhkan untuk pembentukan
kompleks warna, pada monosakarida dan disakarida tidak memiliki gulungan heliks).
Mekanisme yang terjadi pada uji iodin ini adalah KI akan membentuk kompleks triiodida
dalam air yang kemudian masuk kedalam helikal pati dan membentuk warna biru pekat.
Reaksi yang terjadi pada uji iodin ini adalah : ( Sumardjo, 2009).
H2O2(aq) + 3 I-(aq) + 2 H+ → I3- + 2 H2O
I3-(aq) + 2 S2O32-(aq) → 3 I-(aq) + S4O62-(aq)
4.Apa fungsi dari uji benedict dan sampel apa saja yang bereaksi positif terhadap reagen
benedict?
Tujuan dari uji benedict adalah untuk mengidentifikasi gula pereduksi dalam suasana
basa. Prinsipnya iyalah larutan CuSO4 dalam suasana basa akan direaksikan dengan gula
preduksi sehingga CuO tereduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata. Sampel benedict
akan bereaksi langsung dengan sampel yang memiliki gugus pereduksi. Sampel yang positif
yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna merah bata yaitu glukosa dan fruktosa.
Karena glukosa dan fruktosa merupakan monosakarida yang memiliki gugus pereduksi(-OH)
didalam rantainya sehingga glukosa dan fruktosa mampu mereduksi reagen benedict dan
menghasilkan endapan warna merah bata. Pada sukrosa, gugus pereduksi telah hilang
digunakan oleh glukosa dan fruktosa untuk berikatan membentuk H2O (Sumardjo, 2009).
5.Jelaskan prinsip dari uji barfoed ?
Tujuan dari uji barfoed adalah untuk mengidentifikasi monosakarida dan disakarida
pereduksi dalam suasana percobaan asam. Prinsipnya iyalah monosakarida dan disakarida
pereduksi dicampurkan dengan reagen barfoed (campuran CuCH3COO dan CH3COOH) dan
menghasilkan Cu2O berwarna merah. Mekanisme dari uji barfoed ini adalah Cu2+ dari
pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
monosakarida daripada disakarida dan menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah
bata. Sedangkan dehidrasi fruktosa oleh HCL pekat menghasilkan hidroksimetilfurfural
dengan penambahan resorsinol akan megalami kondensasi membentuk senyawa kompleks
berwarna merah. Reaksi pada monosakarida lebih cepat daripada senyawa disakarida karena
pada senyawa disakarida harus diubah menjadi monosakarida. (Sumardjo, 2009).
B. Tinjauan Bahan
1) Reagen Molisch
Reagen molisch merupakan sampuran a-naftol dan sedikit asam sulfat pekat dalam
etanol 95 %. Uji molisch digunakan untuk menguji adanya karbohidrat secara umum. Uji
positif jika dihasilakn cincin berwarna ungu. Pada reaksi ini karbohidrat mengalami
dehidrasi membentuk turunan fulfural dengan a-naftol. Regaen molisch bersifat mudah
terbakar, dapat menimbulkan iritasi mata dan kulit, dan gangguan pernafasan (Komarudin,
2015).
2) H2SO4
Asam sulfat dengan rumus kimianya H2SO4 merupakan asam mineral (anorganik) yang
kuat, bentuk fisiknya cair, berwarna bening dan tidak berbau, memiliki berat molekul 98,08
g/mol, berbau, tidak berwarna, titik didihnya 270oC, titik bekunya 10 oC, dan larut dalam air
pada semua perbandingan. Asam sulfat bersifat sangat korosif, pengoksidasi kuat dan penarik
air Asam sulfat dapat menyebabkan iritasi mata, iritasi kulit, gangguan indera pengecap dan
gangguan pernafasan. Asam sulfat digunakan dalam berbagai industri seperti pembuatan
pupuk superfosfat dan sulfat, dalam industri selofan, rayon, asam nitrat, asam klorida, sat
warna, bahan peledak, detergen, pengilangan minyak bumi, pengolahan berbagai bijih dan
sebagainya (Benvenuto, 2015).
3) Larutan yodium
Iodium dengan lambang kimia I termasuk kedalam golongan halogen bersama flour,
klor, dan brom yang membentuk grub VII dalam sistem periodik. Iodium mempunyai nomor
atom 53, massa atom relatif 126,905, pada 35 atmosfer iodium melelh pada suhu 113, 6 0C
dan mendidih pada 1850C. Unsur ini diperlukan oleh hampir semua mahkluk hidup Sumber
iodium tersebar luas dibumi, namun kuantitasnya kecil. Bisa sendirian umumnya iodium
dalam bentuk garam natrium atau kalium. Senyawa iodium terdapat di laut. Yodium terutama
digunakan dalam medis, fotografi, dan sebagai pewarna. Seperti halnya semua unsur halogen
lain, yodium ditemukan dalam bentuk molekul diatomik (Benvenuto, 2015).
4) Reagen barfeod
Barfoed adalah reagen kimia yang digunakan untuk mendeteksi adanya monosakarida
yang dicampur dengan gula pereduksi yang membentuk endapan batu bata merah. Reagen
barfoed tersusun atas campuran CuCH3COO dan CH3COOH. Reagen ini cukup beracun
karna keberadaan tembaga asetat. Sehingga dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit,
gangguan indera pengecap dan gangguan pernafasan. Mekanisme dari uji barfoed ini adalah
Cu2+ dari pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
monosakarida daripada disakarida dan menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah
bata (Komarudin, 2015).
5) Reagen benedict
Reagen benedict merupakan campuran larutan CuSO4 1,7 %, Na2CO3 9% dan natrium
sitrat 17 %. Reagen benedict digunakan untuk menguji keberadaan gula pereduksi pada suatu
sampel. Hasil positif yang ditunjukkan dari uji ini adalah terbentukan endapan berwarna
merah bata yang tidak larut. Endapan merah bata diakibatkan reaksi dari ion logam
tembaga(II) direduksi menjadi tembaga (I). Larutan Benedict juga dapat digunakan untuk
menguji keberadaan gugus aldehida dan keton pada gula aldosa dan ketosa (Komarudin,
2015).
6) Glukosa
Glukosa adalah monosakarida berkarbon enam (heksosa) yang digunakan sebagai
sumber dasar energi oleh kebanyakan sel heterotrofik. Glukosa memiliki rumus molekul
C6H12O6 dengan lima gugus hidroksi tersusun spesifik pada enam atom karbon. Glukosa
merupakan salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi
hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi
respirasi (Stanfield, 2006). Glukosa banyak digunakan dalam pembuatan permen, biskuit dan
roti karena glukosa tidak mudah meleleh dan tidak bersifat higroskopis. Glukosa merupakan
merupakan karbohidrat yang paling sederhana dan berguna sebagai nutrisi sumber energi.
Oleh karena itu glukosa digunakan sebagai cairan infus untuk pasien yang mengalami
kesulitan makan (Rofles, 2014).
7) Fruktosa
Fruktosa adalah polihidroksiketon dengan 6 atom karbon yang merupakan isomer dari
glukosa yang memiliki rumus molekul yang sama dengan glukosa (C6H12O6) namun
memiliki struktur yang berbeda. Fruktosa murni rasanya sangat manis, warnanya putih, berbentuk
kristal padat, dan sangat mudah larut dalam air. Fruktosa ditemukan pada tanaman terutama pada
madu, pohon buah, bunga, beri dan sayuran. Ditanaman fruktosa dapat berbentuk
monosakarida dan atau sebagai komponen dari sukrosa. Sukrosa merupakan molekul disakarida yang
merupakan gabungandari satmolekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Fruktosa merupakan
monosakarida yang memiliki tingkat kemanisan paling tinggi. Oleh karena itu, fruktosa
banyak digunakan dalam pembuatan minuman ringan dan sirup (Stanfield, 2006).
8) Sukrosa
Sukrosa atau sakarosa disebut juga gula tebu atau gula bit. Sukrosa antara lain terdapat
dalam gula aren, gula kelapa, dan madu. Disakarida ini terdiri atas fruktosa dan glukosa.
Hidrolisis sukrosa dengan bantuan asam atau enzim invertase akan menhasilkan fruktosa dan
glukosa yang sama banyak jumlahnya. Sukrosa merupakan disakarida yang sering digunakan
untuk pemberi rasa manis pada berbagai masakan, selain itu juga sebagai pengawet seperti
pengawet buah dalam bentuk manisan atau asinan. Dalam kehidupan sehari-hari sukrosa
biasa dikenal sebagai gula pasir (Rolfes, 2014).
9) Maltosa
Maltosa merupakan disakarida yang terdiri atas 2 molekul glukosa. Disakarida ini
diperoleh dari hidrolisis parsial amilum. Hidrolisis maltosa menggunakan asam atau katalis
enzim maltase (a-glukosidase) akan menghasilkan 2 molekul glukosa. Maltosa mudah larut
dalam air dan memiliki rasa lebih manis daripada laktosa, tetapi kurang manis daripada
sukrosa Maltosa banyak digunakan sebagai pemanis dalam produk makanan bayi dan
makanan ringan seperti biskuit (Rolfes, 2014).
10) Pati
Pati merupakan polisakarida yang dihasilakn oleh tanaman yang mengandung unit-unit
D-glukosa. Terdapat dengan jumlah yang banyak pada golongan umbi-umbiaan (kentang),
biji-bijian (jagung), dan padi-padian (padi) juga dijumpai pada semua sel tanaman. Pati
terbagi menjadi 2 golongan yaitu amilopektin dan amilosa. Pati merupakan KH sumber
energi untuk tubuh yang dapat dipisahkan menjadi 2 golongan dengan menggunakan air
panas. Amilum terbentuk pada proses fotosintesis dalam klorofil daun dengan bantuan energi
matahari. Amilosa merupakan fraksi terlarut dan amilopektin merupakan fraksi tidak terlarut.
Amilosa merupakan polisakarida dengan struktur lurus dengan ikatan alfa –(1,4)-D-glukosa
dan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan alfa-(1,4)-D-glukosa sebanyak
4-5 % dari berat totoal dengan percabangan merupakan ikatan alfa (1,6`). Dalam industri
amilum dari jagung, tapioka atau kentang banyak digunakan sebagai bahan pengental atau
pengisi seperti dalam pembuatan saus, krim dan biskuit. Amilum juga digunakan sebagai
bahan baku pembuatn gula cair(Simanjuntak, 2014).
Amilosa Amilopektin
11) Dekstrin
Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menjadi gula oleh
panas, asam atau enzim. Dekstrin merupakan tepung mudah larut yang dapat dibuat dari
berbagai macam pati seperti kentang, jagung, beras, terigu, dan tepung tapioka. Dekstrin dan
pati memiliki rumus umum yang sama, yang mana unit glukosa bersatu dengan yang lain
membentuk polisakarida tetapi dektrin memiliki ukuran lebih kecil dan kurang kompleks
dibandingkan pati. Dektrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan alkohol. Dekstrin
bermanfaat sebagai bahan pengisi/pembantu pada industri tekstil, farmasi, makanan-
minuman dan kertas. Selain itu dapat juga sebagai bahan baku lem/perekat untuk rokok,
perlengkapan kantor maupun rumah tangga. Dekstrin dikenal dua macam yaitu dekstrin
kuning (untuk industri tekstil) dan dekstrin putih (untuk industri makanan) (Praja, 2015).
C. Diagram Alir
Uji Molisch
larutan sampel
HASIL
Uji Yodium
larutan sampel
HASIL
Uji Barfoed
larutan sampel
HASIL
Uji Benedict
larutan sampel
HASIL
C. Hasil Percobaan Dan Pengamatan
1. Uji Molisch
a. Data Hasil Percobaan Uji Molisch
Senyawa Hasil Uji Keterangan
Glukosa Positif +
Sukrosa Positif ++
Pati Positif +
b. Pembahasan
Prinsip Uji Molisch
Prinsip analisis karbohidrat dengan uji molisch adalah digunakan untuk mendeteksi
adanya karbohidrat pada suatu sampel. Dimana terjadi reaksi dehidrasi karbohidrat oleh
asam sulfat menmbentuk cincin furfural dengan alfa naftol yang akan membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu pada permukaan larutan. Uji positif dari uji ini ditunjukan dengan
adanya perubahan sampel menjadi berwarna ungu. Reagen Molisch adalah larutan dari alfa-
naftol dalam etanol 95%. Dimana asam sulfat berfungsi sebagai pembentukan senyawa
furfural dan sebagai agen kondensasi. Dasar dari uji molisch adalah heksosa atau pentosa
mengalami dehidrasi oleh pengaruh asam sulfat pekat menjadi hidroksimetilfurfural atau
furfural dan kondensasi aldehid yang terbentuk ini dengan a-naftol membentuk senyawa
yang berwarna khusus untuk polisakarida dan disakarida. Reaksi ini terdiri atas 3 tahapan
yaitu hidrolisis polisakarida dan disakarida menjadi heksosa atau pentosa, dan diikuti oleh
proses dehidrasi dan kondensasi (Sumardjo, 2009).
(Nicolle, 2010)
Analisa Prosedur Uji Molisch
Langkah-langkah yang dilakukan pada uji molisch adalah sebagai berikut. Pertama,
menyiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan adalah tiga tabung reaksi berfungsi untuk
tempat mereaksikan sampel dengan reagen, rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan
tabung reaksi, 4 pipet ukur 1 ml berfungsi untuk mengambil larutan sampel, dan H 2SO4,
bulb berfungsi untuk menyedot larutan yang dipasangkan dengan pipet ukur, 1 buah pipet
tetes berfungsi untuk mengambil reagen molisch dalam bentuk tetes. Bahan yang digunakan
dalam percobaan ini adalah reagen molisch, H2SO4, glukosa 5%, sukrosa 5%, pati 5%.
Reagen Molisch adalah larutan dari alfa-naftol dalam etanol 95% yang digunakan duntuk
mendeteksi adanya karbohidrat, H2SO4 berfungsi sebagai pembentukan senyawa furfural
dan sebagai agen kondensasi, glukosa 5%, sukrosa 5%, pati 5% berfungsi sebagai sampel.
Setelah menyiapkan alat dan bahan kemudian mengenakan peralatan keselamatan seperti
sarung tangan latex dan masker. Selanjutnya memberi label pada peralatan seperti tabung
reaksi dan pipet ukur yang akan digunakan untuk mengambil reagen dan sampel. Kemudian
memasukkan masing-masing 1 ml sampel ke dalam masing-masing tabung reaksi yang
sudah diberi label dengan menggunakan pipet ukur dan bulb. Kemudian menetesi masing-
masing sampel di dalam tabung reaksi dengan 2 tetes reagen molisch menggunakan pipet
tetes dan dikocok. Selanjutnya menambahkan masing-masing sampel dengan1 ml H2SO4.
Penambahan dilakukan di dalam lemari asam dan dilakukan secara cepat namun berhati-
hati, H2SO4 diambil dengan menggunakan pipet ukur 1 ml dan saat dimasukkan, ujung pipet
ukur harus menempel pada dinding tabung reaksi supaya H2SO4 mengalir dan tidak menetes
karena dapat menyebabkan ledakan. Penambahan H2SO4 dilakukan melalui tepi dinding
karena larutan tersebut bersifat eksotermis sehingga panas dari larutan tersebut dapat
melubangi dasar tabung reaksi. Setelah sampel ditambahkan reagen molisch dan H2SO4,
tabung reaksi akan menjadi panas sehingga harus diletakkan didalam rak tabung. Kemudian
mengamati perubahan yang terjadi dan mencatat hasilnya.
2. Uji Yodium
a. Data Hasil Percobaan
Senyawa Hasil Uji Keterangan
Dekstrin Negatif Coklat kehitaman
Maltosa Negatif Coklat
Glukosa Negatif Coklat
Pati Positif Biru kehitaman
b. Pembahasan
Prinsip Uji Yodium
Tujuan dari uji yodium adalah untuk mengidentifikasi kandungan pati dalam suatu
sampel. Prinsipnya iyalah larutan yodium akan bereaksi dengan pati dengan cara larutan
yodium dalam bentuk triiodida akan masuk ke struktur helikal pada pati dan membentuk
warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa bereaksi dengan iodium akan
berwarna biru dan amilopektin bereaksi dengan iodium akan berwarna merah violet
sedangkan dekstrin akan memberikan perubahan warna, namun perubahan warna pada
dekstrin tidak sesempurna pati karena pemutusan rantai-rantai gula pada dekstrin tidak
sempurna sehingga perubahan warna yang terjadi berupa warna merah atau coklat. Sampel
yang positif ditunjukan dengan adanya perubahan warna sampel menjadi biru tua. Yang
berperan adalah amilosa (sekumpulan gulungan heliks yang dibutuhkan untuk pembentukan
kompleks warna, pada monosakarida dan disakarida tidak memiliki gulungan heliks).
Mekanisme yang terjadi pada uji iodin ini adalah KI akan membentuk kompleks triiodida
dalam air yang kemudian masuk kedalam helikal pati dan membentuk warna biru pekat
( Sumardjo, 2009).
(Sumardjo, 2009).
3.Uji Barfoed
a. Data Hasil Percobaan Uji Barfoed
Senyawa Hasil Uji Keterangan
Glukosa Positif 1 menit
Laktosa
Fruktosa Positif 1 menit
Maltosa Positif 5 menit
Sukrosa Negatif 5 menit
b. Pembahasan
Prinsip Uji Barfoed
Tujuan dari uji barfoed adalah untuk mengidentifikasi monosakarida dan disakarida
pereduksi dalam suasana percobaan asam. Prinsipnya iyalah monosakarida dan disakarida
pereduksi dicampurkan dengan reagen barfoed (campuran CuCH3COO dan CH3COOH) dan
menghasilkan Cu2O berwarna merah bata (Sumardjo, 2009).
(Hamidah, 2010)
4. Uji Benedict
a. Data Hasil Percobaan Uji Benedict
Senyawa Hasil Uji Keterangan
Glukosa Positif Merah bata
Sukrosa Negatif Biru
Fruktosa Positif Merah bata
b.Pembahasan
Prinsip Uji Benedict
Tujuan dari uji benedict adalah untuk mengidentifikasi gula pereduksi dalam suasana
basa. Prinsipnya iyalah larutan CuSO4 dalam suasana basa akan direaksikan dengan gula
preduksi sehingga CuO tereduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata. Sampel benedict
akan bereaksi langsung dengan sampel yang memiliki gugus pereduksi. Sampel yang positif
yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna merah bata yaitu glukosa dan fruktosa.
Karena glukosa dan fruktosa merupakan monosakarida yang memiliki gugus pereduksi(-
OH) didalam rantainya sehingga glukosa dan fruktosa mampu mereduksi reagen benedict
dan menghasilkan endapan warna merah bata. Pada sukrosa, gugus pereduksi telah hilang
digunakan oleh glukosa dan fruktosa untuk berikatan membentuk H2O (Sumardjo, 2009).
PERTANYAAN
1. Bagaimana membedakan monosakarida dan disakarida dengan menggunakan Barfoed test?
Pada uji barfoed untuk membedakan monosakarida dan disakarida dilakukan dengan
mereaksikan sampel dengan reagen kemudian memanaskan. Hal uji positif dapat dilihat dari
terbentuknya endapan merah bata pada dasar tabung reaksi dengan pengamatan waktu.
Senyawa monosakarida akan lebih cepat membentuk endapan merah bata dibandingkan
dengan senyawa disakarida. Dalam suasana asam ini, gula pereduksi yang termasuk dalam
golongan disakarida memberikan reaksi yang sangat lambat dengan larutan barfoed sehingga
tidak terdapat endapan merah kecuali pada waktu percobaan yang diperlama. Disakarida
akan dapat dihidrolisis sehingga bereaksi positif dengan pemanasan yang lebih lama sampai
terbentuk endapan tembaga berwarna merah bata. Pemanasan dilakukan beberapa menit di
atas penangas air, waktu tersebut lebih lama dibandingkan dengan pemanasan uji benedict.
Hal ini dikarenakan suasan asam yang ditimbulkan pereaksi barfoed membuat hidrolisis
karbohidrat berjalan lebih lambat (Hamidah, 2010).
Kesimpulan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip dasar uji kualifikasi
karbohidrat dan perbedaan prinsip dari masing-masing metode.
Prinsip analisis karbohidrat dengan uji molisch adalah digunakan untuk mendeteksi
adanya karbohidrat pada suatu sampel. Uji positif dari uji ini ditunjukan dengan adanya
perubahan sampel menjadi berwarna ungu. Prinsip dari uji yodium adalah untuk
mengidentifikasi kandungan pati dalam suatu sampel. Sampel yang positif ditunjukan dengan
adanya perubahan warna sampel menjadi biru tua. Prinsip dari uji benedict adalah untuk
mengidentifikasi gula pereduksi dalam suasana basa. Sampel yang positif yang ditunjukan
dengan adanya perubahan warna merah bata. Prinsip dari uji barfoed adalah untuk
mengidentifikasi monosakarida dan disakarida pereduksi dalam suasana percobaan asam Sampel
yang positif yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna merah bata.
Dari praktikum uji kualitatif karbohidrat diperoleh data hasil praktikum sebagai berikut.
Pada uji molisch yang bereaksi positif adalah sukrosa, glukosa dan pati ditandai terbentuknya
cincin furfural dan komplek warna ungu. Pada uji molisch terjadi human eror yang seharusnya
hasil uji yang benar adalah glukosa, sukrosa dan pati. Pada uji yodium yang bereaksi positif
adalah ditandai dengan terbentuknya warna biru kehitaman. Yang bereaksi dalam uji yodium
hanya golongan polisakarida yang memiliki rantai helix. Pada uji barfoed yang bereaksi positif
adalah glukosa, fruktosa dan maltosa yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata di
dasar tabung reaksi setelah pemanasan. Yang dapat bereaksi adalah karbohidrat yang memiliki
gula pereduksi, sukrosa tidak dapat bereaksi karena tidak memiliki gugus pereduksi. Pada uji
benedict yang bereaksi positif adalah glukosa dan fruktosa yang ditandai dengan terbentuknya
warna merah bata setelah pemanasan. Yang dapat bereaksi adalah karbohidrat yang memiliki
gula pereduksi, sukrosa tidak dapat bereaksi karena tidak memiliki gugus pereduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Benvenuto, Mark Anthony. 2015. Industrial Inorganic Chemistry. New jersey : Wilter de
Gruyter
Komarudin, Omang. 2015. New Pocket Book Kimia. Jakarta : Cmedia
Marks, Dawn B.,dkk. 2006. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis Edisi 3.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Praja, Deny Indra. 2015. Zat Aditif Makanan : Manfaat dan Bahayanya. Yogyakarta :
Garudhawaca
Rolfes, Sharon Rady and Whitney. 2014. Understanding Normal and Clinical Nutrition, Tenth
Edition. Canada : Nelson Education, Ltd
Simanjuntak, Tiurma PT. 2014. Komponen Gizi dan Terapi Pangan Ala Papua. Yogyakarta :
Deepublish
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta : Buku kedokteran EGC
TUJUAN :
Mengetahui prinsip dasar uji kualitatif protein
Mengetahui perbedaan prinsip dari masing-masing metode
A. Pre-lab
1. Bagaimana prinsip analisis protein dengan metode ninhidrin?
Metode ninhidrin merupakan salah satu metode analisis kualitatif protein yang
digunakan untuk mengetahui apakah pada suatu sampel terdapat asam amino atau
tidak.Apabila pada suatu sampel terdapat asam amino, maka sampel tersebut mengandung
protein. Tujuan percobaan dari uji ninhidrin adalah untuk mengetahui jumlah asam bebas
pada suatu sampel. Prinsipnya ialah menguji keberadaan protein dalam suatu senyawa
dengan penambahan reagen ninhidrin untuk mengetahui jumlah kadar asam amino bebas
yang terkandung didalamnya. Asam amino bebas yang terdapat didalam sampel akan
bereaksi dengan ninhidrin dan kemudian membentuk senyawa kompleks berwarna ungu.
Mekanismenya iyalah asam amino akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida
dengan satu atom C yang lebih rendah dan melepaskan molekul NH 3 dan CO2. Selain
melepaskan NH3 dan CO2, asam amino yang bereaksi dengan ninhidrin akan membentuk
warna ungu atau biru.Warna yang dihasilkan tersebut disebabkan karena molekul ninhidrin
dan hidratin yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi.Warna ungu
inilah yang dijadikan indikator hasil uji positif pada uji ninhidrin. Semua asam amino, atau
peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk
senyawa kompleks berwarna biru-ungu. Namun, prolin dan hidroksiprolin menghasilkan
senyawa berwarna kuning (Saraswati, 2015).
2.Bagaimana prinsip analisis protein dengan metode biuret ?.
Metode biuret merupakan salah satu metode analisis kualitatif protein yang
digunakan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya ikatan peptida dalam suatu sampel.
Tujuan dari uji Biuret adalah untuk mengetahui ada tidaknya protein didalam senyawa
berdasarkan ikatan peptida. Prinsip dari uji Biuret adalah menguji ada tidaknya protein
dalam suatu senyawa dengan penambahan NaOH dan CuSO4 berdasarkan ada tidaknya
ikatan peptida dengan Cu2+ didalam suasana basa akan bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida
yang menyusun protein dan membentuk senyawa kompleks ungu. Mekanismenya iyalah ion
Cu2+ yang terdapat pada reagen biuret akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatanikatan
peptida penyususn protein dalam keadaan basa. Reaksi antara ion Cu2+ dengan ikatanikatan
peptida tersebut menghasilkan warna kompleks ungu.Warna ungu yang terbentuk tersebut
dikarenakan ikatanikatan peptida protein tersebut melarutkan hidroksida tembaga. Reaksi
pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung 2gugus karbonil yang
berikatan dengan nitrogen atau atom karbon. Reaksi ini beraksi positif terhadap dua buah
atau lebih ikatan peptida tetapi negatif terhadap asam amino bebas.Warna ungu yang
merupakan indikator hasil uji positif pada uji biuret (Saraswati, 2015).
3. Mengapa pengujian protein selalu dilakukan pada kondisi alkali/basa?
Karena dalam suasana basa, CuSO 4 bereaksi dengan senyawa yang mengandung dua
atau lebih ikatan peptida membentuk kompleks berwarna ungu. Reaksi positif tersebut terjadi
dengan adanya perubahan warna menjadi ungu atau merah muda akibat terjadinya
persenyawaan antara cadangan N dari peptida dan O dari air. Warna yang terjadi tergantung
dari panjangnya ikatan peptida. Bila ikatan peptida panjang akan berwarna ungu, sebaliknya
bila pendek warnanya menjadi merah muda (Riswiyanto, 2009).
B. Tinjauan Pustaka
1) Protein
Protein merupakan persenyawaan kompleks yang dihasilkan dari polimerisasi asam asam
amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptide(-CO-NH-). Protein merupakan
senyawa yang sangat penting dalam sistem kehidupan karena protein memainkan peran yang
sangat vital dalam semua aktivitas sel-sel tubuh makhluk hidup. Semua protein terdiri dari rantai
polipeptida yang memiliki struktur tertentu dalam tiga dimensi. Struktur protein terdiri dari 3
macam yaitu sekunder, tersier, dan kuartener. Pada struktur tersier, terdapat ikatan hidrogen,
ikatan disulfida atau ikata ionik. Protein berasal dari asam α-amino. Dimana gugus amino dan
gugus R terikat pada karbon pertama dari asam karboksilat. Ada 20 asam amino sebagai
pembangun molekul protein, sifat individu asam-asam ini ditentukan oleh kelakuan dari gugus
R. Protein memiliki karakter sebagai enzim, katalis biokimia, pengukur pergerakan, alat
pengangkut dan penyimpan, penunjang mekanisme tubuh, pertahanan tubuh (imune atau anti-
bodi), media perambatan impuls saraf dan pengendali pertumbuhan (Buxbaum, 2012).
(Buxbaum, 2012).
2) Uji Ninhidrin
Metode ninhidrin merupakan salah satu metode analisis kualitatif protein yang digunakan
untuk mengetahui apakah pada suatu sampel terdapat asam amino atau tidak. Apabila pada suatu
sampel terdapat asam amino, maka sampel tersebut mengandung protein. Tujuan percobaan dari
uji ninhidrin adalah untuk mengetahui jumlah asam bebas pada suatu sampel. Prinsipnya ialah
menguji keberadaan protein dalam suatu senyawa dengan penambahan reagen ninhidrin untuk
mengetahui jumlah kadar asam amino bebas yang terkandung didalamnya. Asam amino bebas
yang terdapat didalam sampel akan bereaksi dengan ninhidrin dan kemudian membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu. Mekanismenya iyalah asam amino akan bereaksi dengan
ninhidrin membentuk aldehida dengan satu atom C yang lebih rendah dan melepaskan molekul
NH3 dan CO2. Selain melepaskan NH3 dan CO2, asam amino yang bereaksi dengan ninhidrin
akan membentuk warna ungu atau biru.Warna yang dihasilkan tersebut disebabkan karena
molekul ninhidrin dan hidratin yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut
dioksidasi.Warna ungu inilah yang dijadikan indikator hasil uji positif pada uji ninhidrin. Semua
asam amino, atau peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan bereaksi dengan
ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu. Namun, prolin dan hidroksiprolin
menghasilkan senyawa berwarna kuning (Saraswati, 2015).
(Saraswati, 2015).
3) Uji Biuret
Metode biuret merupakan salah satu metode analisis kualitatif protein yang digunakan
untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya ikatan peptida dalam suatu sampel. Tujuan dari uji
Biuret adalah untuk mengetahui ada tidaknya protein didalam senyawa berdasarkan ikatan
peptida. Prinsip dari uji Biuret adalah menguji ada tidaknya protein dalam suatu senyawa
dengan penambahan NaOH dan CuSO4 berdasarkan ada tidaknya ikatan peptida dengan Cu2+
didalam suasana basa akan bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein dan
membentuk senyawa kompleks ungu. Mekanismenya iyalah ion Cu2+ yang terdapat pada reagen
biuret akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatanikatan peptida penyususn protein dalam
keadaan basa. Reaksi antara ion Cu2+ dengan ikatanikatan peptida tersebut menghasilkan warna
kompleks ungu.Warna ungu yang terbentuk tersebut dikarenakan ikatanikatan peptida protein
tersebut melarutkan hidroksida tembaga. Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi pada
senyawa yang mengandung 2gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon.
Reaksi ini beraksi positif terhadap dua buah atau lebih ikatan peptida tetapi negatif terhadap
asam amino bebas.Warna ungu yang merupakan indikator hasil uji positif pada uji biuret
(Saraswati, 2015).
(Saraswati, 2015).
4) Fungsi Reagen
a. Reagen Ninhidrin
Ninhidrin adalah senyawa organik dengan rumus kimia C 9H6O4. Merupakan padatan
kristal berwarna putih yang larut dalam air dan alkohol. Ninhidrin digunakan sebagai
pereaksi untuk uji adanya gugus amino bebas dan karboksil dalam protein dengan
memberikan warna biru. Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik, dan bila bereaksi
dengan asam amino menghasilkan zat berwarna ungu (Daintith, 2008).
b. Reagen Biuret
Reagen Biuret dibuat dari KOH/NaOH dan tembaga(II) sulfat hidrat, bersama dengan
kalium natrium tartrat. Reagen berubah dari biru ke ungu dengan adanya protein, biru ke
merah jambu (pink) ketika bergabung dengan polipeptida rantai-pendek.semua uji Biuret
memerlukan reagen biuret. Reagen ini umumnya digunakan dalam penentuan protein biuret,
penentuan kolorimetrik yang digunakan untuk menentukan konsentrasi protein seperti UV-
VIS pada panjang gelombang 540 nm (untuk melacak ion Cu2+) (Tjahjadi, 2008).
5) Tinjauan Bahan
a. Gelatin
Gelatin adalah protein yang terdapat dalam kolagen (bahan penunjang utama dalam kulit,
tulang rawan dan jaringan ikat). Gelatin terdiri dari semua asam amino, kecuali triptofan,
carnitin, citrulin dan ornitin. Dalam industri farmasi, gelatin digunakan pada pembuatan
cangkang kapsul keras maupun lunak, pengembang plasma dan perawatan luka. Gelatin yang
rendah kalori digunakan dalam bahan makanan untuk meningkatkan kadar protein (Karim
and Bhat, 2009).
(Masak, 2011).
c. MSG
MSG merupakan salah satu garam natrium (sodium) dari asam glutamat. Bentuknya
berupa kristal putih halus, tidak berbau, tidak beracun, dan tidak mengandung nilai gizi
Komposisi monosodium glutamate adalah natrium 12 %, glutamate 78 % dan air 10 %.
Sehingga MSG adalah unsur nutrisi bukan unsur kimia berbahaya. MSG banyak digunakan
sebagai penyedap makanan dan penambah cita rasa dalam makanan. MSG diproduksi melalui
fermentasi tetes gula (molasses) dari gula tebu atau gula bit dan pati singkong atau biji-bijian
(Fay, 2012).
(Fay, 2012).
d. Aspartam
Aspartam (Aspartame) adalah suatu pemanis buatan yang diproses secara kimiawi untuk
menghasilkan rasa super manis. Aspartam (NL-alfa-asparty-L-phenylalanine1-methylester)
terbentuk dari metil ester asam amino, asam aspartat dan asam amino esensial fenilalanin.
Aspartam mempunyai rasa yang dekat dengan sukrosa dan tingkat kemanisan bisa mencapai
200x nya. Aspartam tidak stabil terhadap suhu tinggi untuk waktu yang lama (Praja, 2015).
(Praja, 2015).
C. Diagram Alir
1. Uji Ninhidrin
Tabung reaksi
2 ml sampel
2 ml larutan ninhidrin
Dimasukkan tabung reaksi ke dalam air mendidih selama 15-20 detik
Hasil
2. Uji Biuret
Tabung reaksi
3 ml sampel
NaOH 10% 1 ml
Hasil
2. Uji Biuret
a. Data Hasil Percobaan Uji Biuret
No Sampel Sebelum ditambah reagen Sesudah ditambah reagen Hasil uji
.1 Susu skim Kuning ada endapan Kuning sedikit ungu ada +
2 MSG Bening Bening kebiruan
endapan -
3 Gelatin Kuning bening Bening keunguan +
4 Aspartam Bening Bening kebiruan -
(Brandien, 2007)
Analisa Prosedur
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji biuret adalah sebagai berikut. Pertama
mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan uji ninhidrin. Alat yang
digunakan adalah empat tabung reaksi berfungsi untuk mereaksikan sampel dengan reagen,
rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, kertas label berfungsi untuk
memberi label pada masing-masing alat seperti tabung reaksi, 3 pipet ukur 1 ml berfungsi
untuk mengambil larutan NaOH dan sampel, 3 pipet tetes berfungsi untuk mengambil
CuSO4, sampel susu skin dan sampel gelatin, 2 gelas ukur berfungsi untuk menakar gelatin
dan susu skim, bulb berfungsi untuk menyedot larutan yang dipasangkan dengan pipet ukur.
Kemudian bahan yang digunakan adalah reagen biuret (CuSO4), larutan NaoH, larutan susu
skim (10%), monosodium glutamate (5%), gelatin (5%), dan aspartame. Reagen biuret
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan peptida dengan membentuk senyawa
kompleks ungu, NaOH berfungsi untuk menciptakan suasana basa, mengoptimalkan kerja
CuSO4 dan menjaga kestabilan protein, larutan susu skim (10%), monosodium glutamate
(5%), gelatin (5%), dan aspartame berfungsi sebagai sampel yang diuji. Setelah menyiapkan
alat dan bahan kemudian memberi label pada alat yang digunakan seperti tabung reaksi,
pipet ukur, pipet tetes dan gelas ukur sesuai dengan nama sampel yang diuji tujuannya agar
tidak tertukar dan/atau tercampur antara sampel yang satu dengan sampel lainnya. Setelah
memberi label kemudian melanjutkan dengan mengambil sampel. Sebelum mengambil,
sampel terlebih dahulu mengocok dan menghomogenkan kembali supaya larut secara merata
dan tidak terdapat endapan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan. Kemudian
mengambil 3 ml sampel MSG dan Aspartam pada masing masing tabung reaksi yang telah
diberi label sebanyak 3 mL dengan pipet ukur dan bulb. Untuk menjaga senyawa tidak
terkontaminasi zat lain maka setiap sampel diambil dengan menggunakan pipet ukur yang
berbeda. Pada sampel Aspartam harus dikocok terlebih dahulu sebelum di ambil dengan
pipet ukur untuk menghindari pengendapan, karena senyawa ini mudah mengendap. Pada
sampel 3 ml gelatin pemgambilannya dari botol menggunakan gelas ukur dengan bantuan
pipet tetes. Gelas ukur ini digunakan karena partikel gelatin yang relatif besar berbentuk
sehingga tidak memungkinkan untuk diambil dengan menggunakan pipet ukur karena dapat
menyumbat lubang pipet ukur, baru kemudian gelatin bisa dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 3 ml dengan cara dituangkan langsung atau sedikit demi sedikit
menggunakan pipet tetes. Pada sampel susu skim, pengambilan senyawa dari botol
menggunakan gelas ukur yang fungsinya untuk mengukur volumelarutan dalam satuan mL.
Gelas ukur ini digunakan karena partikel susu skim yang relatif besar sehingga tidak
memungkinkan untuk diambil dengan menggunakan pipet ukur, baru kemudian susu skim
bisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3 ml dengan cara dituangkan langsung
atau sedikit demi sedikit menggunakan pipet tetes. Setelah mengambil sampel dan
memasukkannya pada masing-masing tabung reaksi, kemudian menambahkannya dengan 1
ml larutan NaOH menggunakan pipet ukur yang berbeda. Setelah itu mengamati dan
mencatat hasilnya. Setelah itu menambah dengan CuSO4 0,1 % sebanyak 1-3 tetes.
Mengamati perubahan warna yang terjadi dan mencatat hasilnya .
PERTANYAAN
1. Bagaimana mengidentifikasi adanya gugus amino pada sampel dengan menggunakan uji
Ninhidrin?
Mekanismenya iyalah asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin dan terjadi
pross reduksi reagen ninhidrin oleh asam alfa amino. Asam alfa amino akan terpecah karena
adanya reduksi dari asam amino sehingga terbentuk ninhidrin tereduksi dan terbentuk
aldehida dengan satu atom C yang lebih rendah dan melepaskan molekul NH 3 dan CO2.
Selanjutnya terjadi reaksi antara ninhidrin tereduksi dengan amonia sehingga akan terjadi
proses kondensasi yang melepaskan molekul H2O dan menghasilkan garam diketo–
hyrilhalide–diketo–hydramine berwarna ungu.Warna yang dihasilkan tersebut disebabkan
karena molekul ninhidrin dan hidratin yang bereaksi dengan NH 3 setelah asam amino
tersebut dioksidasi.Warna ungu inilah yang dijadikan indikator hasil uji positif pada uji
ninhidrin. Semua asam amino, atau peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan
bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu (Saraswati,
2015). Reaksinya,
(Brandien, 2007).
2. Bagaimana reaksi yang terjadi antara sampel dengan reagen pada uji Biuret?
Mekanismenya iyalah ion Cu2+ yang terdapat pada reagen biuret akan bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatan peptida penyususn protein dalam keadaan basa. Reaksi antara
ion Cu2+ dengan ikatan-ikatan peptida tersebut menghasilkan warna kompleks ungu.Warna
ungu yang terbentuk tersebut dikarenakan ikatan-ikatan peptida protein tersebut melarutkan
hidroksida tembaga. Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang
mengandung 2gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon. Reaksi ini
beraksi positif terhadap dua buah atau lebih ikatan peptida tetapi negatif terhadap asam
amino bebas.Warna ungu yang merupakan indikator hasil uji positif pada uji biuret
(Saraswati, 2015). Reaksinya,
(Brandien, 2007).
KESIMPULAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip dasar uji kualitatif protein dan
untuk mengetahui perbedaan prinsip dari masing-masing metode. Pada praktikum ini dilakukan
dua jenis pengujian yaitu uji Ninhidrin dan uji Biuret.
Prinsipnya ialah menguji keberadaan protein dalam suatu senyawa dengan penambahan
reagen ninhidrin untuk mengetahui jumlah kadar asam amino bebas yang terkandung
didalamnya. Asam amino bebas yang terdapat didalam sampel akan bereaksi dengan ninhidrin
dan kemudian membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Prinsip dari uji Biuret adalah
menguji ada tidaknya protein dalam suatu senyawa dengan penambahan NaOH dan CuSO 4
berdasarkan ada tidaknya ikatan peptida dengan Cu2+ didalam suasana basa akan bereaksi
dengan ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein dan membentuk senyawa kompleks ungu.
Dalam pengujian Ninhidrin yang dilakukan pada sampel susu skim, gelatin, aspartam dan
MSG didapatkan hasil positif pada sampel MSG, aspartam dan susu skim dengan ditandai
berubahnya warna senyawa menjadi ungu dengan kepekatan yang tidak sama. Sedangkan hasil
negatif terdapat pada sampel gelatin dengan ditandai dengan warna tetap bening. Pada Pengujian
Biuret yang dilakukan pada sampel susu skim, gelatin, aspartam dan MSG didapatkan hasil
positif pada susu skim dan gelatin dengan terbentuknya warna ungu. Sedangkan hasil negatif
terdapat pada sampel MSG dan aspartam dengan ditandai warna bening kebiruan.
DAFTAR PUSTAKA
Buxbaum, Engelbert. 2012. Fundamentals of Protein Structure and Function Second Edition.
Bochum : Springer
Daintith, J. 2008. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : Erlangga
Fay, Robert C. 2012. Chemistry Sixth Edition. Columbu : Pearson Prentice Hall
Karim, A.A. and Rajeev Bhat. (2009). Fish Gelatin : Properties, Challenges, and Prospects As
An Alternative to Mammalian Gelatins. Sciencedirect. Volume 23, issue 3. http:// www.
sciencedirect.com/ science/ article/pii/S0268005X08001446. 29 Maret 2016
Masak, Ide. 2011. Resep Sarapan Pagi Favorit di Bawah 500 Kalori. Sidoarjo: Gramedia
Pustaka Utama
Praja, Deni Indra. 2015. Zat Aditif Makanan : Manfaat dan Bahayanya. Yogyakarta: Penerbit
Garudhawaca
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Erlangga
Saraswati, Indah. 2015. Panduan Praktikum Kimia. Yogyakarta: Deepublish
Tjahjadi, Carmencita. 2008. Pengantar Teknologi Pangan. Jatinangor: Universitas Padjadjaran
Sebelum ditambah reagen (Uji Biuret) Setelah ditambah reagen (uji biuret)
BAB V
REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK
TUJUAN :
Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium
hidroksida dan natrium hidroksida
Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen
A. Pre-lab
1. Jelaskan tentang reaksi saponifikasi suatu lemak !
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali kuat dengan asam
lemak yang akan dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Sabun
tersusun atas C12, C16 dan juga gugus asam karboksilat. Hidrolisis ester dalam suasana
basa disebut saponifikasi. Ada dua metode yang digunakan dalam esterifikasi yaitu
proses batch dan proses kontinyu. Proses esterifikasi berlangsung dibawah tekanan pada
suhu 200- 250°C. Pada reaksi kesetimbangan, air dipindahkan secara kontinyu untuk
menghasilkan ester. Dalam saponifikasi asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak
tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda antara atom-atom carbon
penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga mudah bereaksi dengan unsur lain.
Basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah
seperti NaOH, KOH, NH4OH, K2CO3 dan lainnya (Riawan.dkk, 2009).
(Keenan, 2007).
(Keenan, 2007).
2. Jelaskan perbedaan sabun kalium, sabun natrium dan detergen, baik secara struktur
maupun sifatnya !
Sabun kalium (ROOCK) merupakan sabun yang bersifat lunak atau cair,
umumnya digunakan untuk sabun mandi cair, sabun mandi bayi, sabun cuci pakaian
dan perlengkapan rumah tangga. Sabun kalium terbuat dari lemak dan larutan alkali
kalium hodroksida (KOH) melalui proses saponifikasi. Struktur dari sabun kalium
adalah C17H35-C-K(O)-O. Dalam struktur sabun kalium memiliki rantai hidrogen
yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) yang bersifat non-
polar dan COOK sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) yang bersifat polar
dengan air (Barbarian, 2008).
3. Jelaskan prinsip dasar proses saponifikasi dan pengujian sifat sabun yang dihasilkan
Prinsip dalam proses saponifikasi adalah menghidrolisis lemak akan dengan
basa yang menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara
minyak dan alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang mengental. Pada
campuran tersebut kemudian ditambahkan garam NaCl yang berfungsi untuk
memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga akan terbentuk gumpalan
sabun yang merupakan sabun padat yang telah terpisah dari gliserol hasil hidrolisis
lemak. Dari proses pengujian sabun diakhir maka akan dihasilkan sabun yang dapat
mengemulsi minyak (Perwitasari, 2011).
Dari proses pengujian sabun diakhir maka akan dihasilkan sifat dan
kemampuan setiap sabun dalam membersihkan atau mengikat lemak atau kotoran.
Pada proses pengujian didapatkan bahwa sabun kalium dapat membersihkan lemak
namun kurang begitu bersih karena hanya mampu mengikat lemak dalam jumlah yang
sedikit. Sedangkan pada sabun natrium juga dapat membersihkan lemak tapi jika
dibandingkan dengan sabun kalium dalam membersihkan lemak lebih bersih.
Fenomena di mana sabun kalium dapat melarutkan minyak/lemak lebih banyak dari
sabun natrium disebabkan karena sabun kalium merupakan sabun cair sementara sabun
natrium merupakan sabun padatan, sehingga akan memiliki kemampuan melarutkan
lemak lebih tinggi dibandingkan dengan sabun natrium. Sabun deterjen memiliki
tingkat kebersihan yang paling tinggi karena sabun deterjen memiliki kemampuan
mengikat lemak paling tinggi. Hal ini disebabkan deterjen memiliki sifat dapat
mengemulsi lemak secara sempurna, yaitu bagian nonpolar dari ujung-ujung
hidrokarbon pada deterjen megelilingi tetesan minyak secara merata, sehingga deterjen
dapat mengemulsikan lemak (Riawan.dkk, 2009).
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian dan Prinsip Saponifikasi Beserta Reaksinya.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan
dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Ada dua metode yang digunakan dalam
esterifikasi yaitu proses batch dan proses. Basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang
menghasilkan garam basa lemah seperti NaOH, KOH, NH4OH, dan lainnya (Riawan.dkk, 2009).
Prinsip dalam proses saponifikasi adalah menghidrolisis lemak akan dengan basa yang
menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan
membentuk suatu cairan yang mengental. Pada campuran ditambahkan garam NaCl yang berfungsi
memisahkan sabun dan gliserol sehingga terbentuk gumpalan yang merupakan sabun padat yang telah
terpisah dari gliserol (Perwitasari, 2011).
(Keenan, 2007).
2. Sabun Kalium dan Sabun Natrium
Sabun kalium (ROOCK) merupakan sabun yang bersifat lunak, digunakan untuk sabun mandi cair,
sabun mandi bayi, sabun cuci pakaian dll. Sabun kalium terbuat dari lemak dan larutan alkali KOH.
Struktur dari sabun kalium adalah C17H35-C-K(O)-O (Barbarian, 2008).
Sabun natrium (RCOONa) merupakan sabun bersifat keras/padat, umumnya digunakan sebagai sabun
cuci, dalam industri logam dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium. Sabun natrium terbuat dari
lemak dan larutan NaOH. Struktur sabun natrium adalah C17H35-C-Na(O)-O (Perdana, 2009).
4. Tinjauan bahan
4.1 Lemak
Lemak (Lipid) adalah zat organik hidrofobik bersifat sukar larut dalam air. Namun dapat larut
dalam pelarut organik seperti kloroform, eter, benzena dan lainnya. Molekul lemak terdiri dari yaitu satu
molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak ( Elvianto. dkk, 2008).
4.2 Minyak
Minyak digolongkan senyawa lemak yang merupakan ester dari asam karboksilat dengan rantai
atom karbon yang panjang. Minyak berasal dari hewan dan tanaman. Tergolong ester karena dibentuk
melalui reaksi esterifakasi alkohol (gliserol) dan asam karboksilat (asam lemak) (Ahmadi, 2011).
4.3 KOH ( 10% dalam etanol 96%)
KOH adalah senyawa kimia alkali kaustik yang mudah larut air dan mudah terbakar. Dalam
penyabunan, KOH sebanyak 10% dalam Etanol 96% digunakan untuk membuat sabun kalium. Setelah
proses saponifikasi akan dihasilkan larutan berwarna putih susu (Elvin, 2006).
4.4 Aseton
Aseton ialah keton paling sederhana, digunakan sebagai pelarut polar dalam reaksi organik. Aseton
sifatnya cairan, tidak berwarna, bau yang sengit dan mudah terbakar, digunakan membuat plastik, serat,
obat-obatan, dan senyawa kimia lainnya (Elvin, 2006).
4.5 NaCl
NaCl berasal dari reaksi HCl dengan NaOH yang membentuk NaCl dan H2O. NaCl berbentuk
serbuk putih dan tidak berbau dan rasanya seperti garam. Larut dalam gliserol, dan amonia. Sangat
sedikit larut dalam alkohol, tidak larut dalam asam klorida (Elvin, 2006).
4.6 Akuades
Aquades adalah air hasil destilasi sama dengan air murni. aquades memiliki rumus kimia pada air
umumnya yaitu H2O, yang berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen dan atom oksigen
tunggal. Aquades ini biasanya berfungsi sebagai pelarut (Hastuti, 2007).
4.7 CaCl2 0,1 %
Kalsium klorida (CaCl2) adalah senyawa ionik yang terdiri dari unsure kalsium (logam alkali tanah)
dan klorin. Ia tidak berbau, tidak berwarna, solusi tidak beracun, yang digunakan secara ekstensif di
berbagai industri dan aplikasi di seluruh dunia (Rowe, 2009).
4.8 MgCl2 0,1 %
MgCl2 iyalah logam kuat, berwarna putih perak, ringan. MgCl2 terbentuk dari reaksi MgO dengan
HCl. Magnesium berubah kusam jika terdedah udara, dalam persekitaran yang bebas oksigen ia akan
membentuk satu lapisan pelindung oksida yang sukar ditembus (Elvin, 2006).
4.9 FeCl2 0,1 %
Besi (II) Klorida adalah solid mempunyai titik leleh tinggi. FeCl₂ dapat larut dalam air. FeCl2
didapat dengan mereaksikan besi dengan asam klorida yaitu dengan mengalirkan gas HCl kering pada
logam besi panas yang akan membentuk besi (II) klorida dan gas hidrogen (Rowe, 2009).
4.10 Detergen
Detergen iyalah garam dari alkali sulfat, asam alkil benzena sulfonat berantai panjang. Detergen
merupakan bahan cuci sintesis dari campuran bahan turunan minyak bumi. Molekul detergen sukar
terdegradasi oleh bakteri pengurai serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air (Perdana, 2009).
4.11 Air kran
Air kran merupakan air yang keluar dari saluran kran air yang biasa terdapat pada rumah atau
bangunan-bangunan lain. Air kran biasa digunakan untuk sumber air, mencuci, memasak, minum dll. Air
adalah zat yang paling baik sekali dan paling murah, terdapat dalam keadaan tidak murni (Suheri, 2010).
C. Diagram Alir
1. Pembuatan Sabun Kalium
Sampel minyak atau lemak
Diambil 30 tetes
10 ml KOH dalam etanol 96 %
Ditempatkan dalam gelas beaker 100 ml
Diambil hasil tetesan (saponifikasi sempurna jika tidak ada tetesan lemak)
B C
Dibuat sabun natrium Diuji
Padatan
Dipisahkan dengan kertas saring
HASIL
Sabun Natrium
Minyak atau Lemak
HASIL
Larutan detergen
Pembuatan larutan detergen
Detergen
Ditimbang 0,5 gram detergen
Aquades 10 ml
dilarutkan
Detergen
Minyak atau Lemak
HASIL
3.2 Pengujian sifat kesadahan sabun dan detergen dengan CaCl2 0,1%, MgCl2 0,1%,
FeCl2 0,1% dan air kran
Pengujian sabun kalium
1ml CaCl2 0,1%, MgCl2 0,1%, FeCl2 0,1%, air kran
HASIL
HASIL
Pengujian detergen
1ml CaCl2 0,1%, MgCl2 0,1%, FeCl2 0,1%, air kran
HASIL
D. Data Hasil Praktikum
1. Saponifikasi Lemak : Pembuatan Sabun Kalium
Jenis Berat / Setelah 3- Tes Setelah Aquades Ditambah Diaduk
sampel volume 4 menit penyabuna dipanaskan 30 ml dan NaCl kuat
sampel n dibagi dua
Minyak
Sabun Ada
1,5 gram Sempurna tidak ada Berbuih
kalium endapan
Warna
Sabun Ada
20 ml lebih
natrium endapan
putih
2. Analisa Hasil
Pada pembuatan sabun kalium (A) diperoleh analisa data hasil percobaan sebagai
berikut. Pembuatan sabun kalium (A) yang dilakukan dengan minyak sebanyak 1,5 gram
(30 tetes) yang dimasukkan ke dalam gelas beaker 100 ml dan kemudian ditambah KOH
10% dalam etanol 96% dan dipanaskan dalam gelas beaker 500 ml berisi air mendidih
selama 3-4 menit hasilnya ada endapan warnanya menjadi kuning terang dan kental.
Setelah ditambah 2 ml larutan etanol dan dipanaskan selama 3-4 menit lagi minyak
sudah tidak ada dan warnanya menjadi kuning terang dan kental. Kemudian dilakukan
tes penyabunan hasilnya sempurna. Setelah diteteskan beberapa tetes hasil reaksi
kedalam air hasilnya sampel berbuih yang kemudian sampel ditambah 30 ml aquades
dan dibagi menjadi dua untuk membuat sabun natrium (B) dan untuk diuji. Berdasarkan
literatur bahwa reaksi saponifikasi telah sempurna apa bila dalam pengujian dengan
meneteskan sampel kedalam air tidak lagi terdapat minyak dan tidak ada globula-globula
tetapi jika masih globula yang menandakan masih ada lemak reaksi saponifikasi tersebut
belum sempurna (Arifin, 2009).
Pada percobaan pembuatan sabun natrium (B) diperoleh analisa data hasil
percobaan sebagai berikut. Pembuatan sabun natrium (B) yaitu dengan mengambil
setengah sampel dari sabun kalium (A) yaitu sebanyak 20 ml. Setelah ditambah 15 ml
larutan NaCl jenuh warna berubah menjadi lebih putih dan setelah diaduk dengan kuat
terdapat endapan yang kemudian disaring, yang bertujuan untuk memisahkan sabun
natrium (B) dengan larutan lain yang tidak digunakan, selanjutnya menekat padatan
tersebut sampai terbebas dari air. sehingga dihasilkan sabun natrium (B) dalam bentuk
padat. Berdasarkan literatur menyatakan bahwa Sabun natrium (RCOONa) merupakan
sabun yang bersifat keras/padat, umumnya digunakan sebagai sabun cuci, dalam industri
logam dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium. Sabun natrium terbuat dari lemak
dan larutan alkali NaOH( Pradana, 2009 ). Berdasarkan literatur bahwa pada campuran
ditambahkan garam NaCl yang berfungsi memisahkan sabun dan gliserol sehingga
terbentuk gumpalan yang merupakan sabun padat yang telah terpisah dari gliserol
(Perwitasari, 2011).
Dari percobaan pembuatan sabun didapatkan bahwa sabun kalium (A) berwarna
putih kekuningan dan berbentuk larutan, sabun natrium (B) berwarna putih keruh dan
berbentuk padatan dan detergen berwarna putih berbentuk butiran atau padatan.
Pada percobaan sifat sabun dan detergen, minyak diteteskan sebanyak 20 ml pada
tiga gelas arloji dan masing-masing kemudian ditetesi 1ml larutan sabun natrium (A), 1
ml sabun kalium (B), dan 1 ml larutan sabun detergen (C) dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan membersihkan atau mengikat lemak pada masing-masing sabun
dan digoyangkan. Didapatkan hasil bahwa kelarutan minyak dalam sabun kalium (A)
adalah agak larut dan sampel berwarna putih. Kelarutan minyak dalam sabun natrium
(B) adalah tidak larut dan sampel berwarna putih. Kelarutan minyak dalam larutan
detergen (C) adalah larut dan sampel berwarna putih. Dari hasil percobaan diketahui
bahwa sabun kalium (A) dapat mengikat lemak dalam jumlah yang sedikit. Pada sabun
natrium (B) dapat mengikat lemak namun lebih sedikit dari sabun kalium (A).
Sedangkan larutan detergen (C) memiliki kemampuan mengikat lemak paling tinggi.
Berdasarkan literatur bahwa pada sabun natrium dan kalium, sabun kalium dapat
melarutkan minyak/lemak lebih banyak dari sabun natrium. Hal ini disebabkan karena
sabun kalium merupakan sabun lunak, sehingga akan memiliki kemampuan melarutkan
lemak daripada sabun natrium. Detergen memiliki sifat dapat mengemulsi lemak secara
sempurna, yaitu bagian nonpolar dari ujung-ujung hidrokarbon pada detergen
mengelilingi tetesan minyak secara merata, sehingga detergen dapat mengemulsikan
lemak (Riawan.dkk, 2009).
Pada perobaan pengujian sifat kesadahan sabun dan detergen dengan 1 ml CaCl 2
0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%; dan air kran diperoleh data hasil percobaan
sebagai berikut. Pada 4 tabung reaksi yang sudah diberi label yang diisi secara berurutan
dengan 1 ml larutan CaCl2 0,1%, 1 ml larutan MgCl2 0,1%, 1 ml larutan FeCl2 0,1% dan
1 ml air kran dan kemudian diisi 1 ml sabun kalium (A) pada setiap tabung teaksi.
Mengaduk tiap tabung reaksi atau menggoyangkannya dan selanjutnya mengamati
adanya perubahannya seperti warna dan terbentuk endapan atau tidak. Didapatkan bahwa
sabun kalium (A) yang semula berwarna putih kekuningan pada tabung 1 yang berisi
1ml larutan CaCl2 0,1% + 1 ml larutan sabun kalium (A) warna sampel menjadi keruh
dan terdapat endapan berbentuk putih suspensi. Hal ini terjadi karena ion logam Ca +
tidak bisa larut dalam sabun kalium sehingga membentuk endapan, tidak berbuih dan
membuat sampel berwarna keruh. Pada tabung 2 yang berisi 1ml larutan MgCl2 0,1% + 1
ml sabun kalium (A) warna sampel menjadi putih agak keruh dan tidak ada endapan. Hal
ini terjadi karena ion logam Mg+ tidak bisa larut dalam sabun kalium dan tidak ada
endapan namun tidak berbuih dan membuat sampel berwarna keruh. Pada tabung 3 yang
berisi 1ml larutan FeCl2 0,1% + 1 ml sabun kalium (A) warna sampel menjadi kuning
dan tidak ada endapan. Hal ini terjadi karena ion logam Mg + tidak bisa larut dalam sabun
kalium dan tidak ada endapan namun tidak berbuih dan membuat sampel berwarna
kuning, berwarna kuning karena hal ini dikarenakan anion asam lemak dari sabun akan
mengikat logam-logam atau kation divalen . Pada tabung 4 yang berisi 1ml larutan air
kran + 1 ml sabun kalium (A) warna sampel menjadi keruh dan tidak ada endapan. Pada
air kran tidak ada endapan hal ini membuktikan air kran yang digunakan tidak
mengandung mineral-mineral tertentu, atau meskipun mengandung namun kadarnya
rendah, terbukti dengan warna sampel yang keruh. Pada percoban kesadahan sabun
kalium pada 1 ml CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%; dan air kran
didapatkan bahwa sampel tidak berbuih, air berwarna keruh dan beberapa sampel
terdapat endapan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa air sadah adalah air yang
mengandung ion logam seperti Ca2+ dan Mg2+ biasanya terbentuk dari garam karbonat
atau sulfat yang dapat menyebabkan sabun sukar berbuih, air menjadi keruh dan
terbentuk endapan didalamnnya. Karena ion Ca2+ dan Mg2+ dapat mengendapkan sabun
(Kusnawan, 2008). Berdasarkan literatur bahwa sabun tidak dapat bekerja didalam air
sadah karena sabun memiliki ujung hidrofilnya (bagian yang suka air) yang mudah
bereaksi dengan garam-garam maupun ion logam yang terdapat dalam air sadah yang
membentuk zat yang tidak larut sehingga terbentuk endapan (Kusnawan, 2008).
Pada 4 tabung reaksi yang sudah diberi label yang diisi secara berurutan dengan
1ml larutan CaCl2 0,1%, 1ml larutan MgCl2 0,1%, 1 ml larutanFeCl2 0,1% dan 1 ml air
kran dan kemudian diisi 1 ml sabun natrium (B) pada setiap tabung teaksi. Mengaduk
tiap tabung reaksi atau menggoyangkannya dan selanjutnya mengamati adanya
perubahannya seperti warna dan terbentuk endapan atau tidak. Didapatkan bahwa sabun
natrium yang semula bewarna putih keruh pada tabung 1 yang berisi 1ml larutan CaCl2
0,1% + 1 ml larutan sabun natrium (B) warna sampel menjadi bening dan terdapat
endapan. Hal ini terjadi karena ion logam Ca + tidak bisa larut dalam sabun natrium. Pada
tabung 2 yang berisi 1ml larutan MgCl2 0,1% + 1 ml sabun natrium (B) warna sampel
menjadi putih dan ada endapan. Hal ini terjadi karena ion logam Mg + tidak bisa larut
dalam sabun natrium. Pada tabung 3 yang berisi 1 ml larutan FeCl2 0,1% + 1 ml sabun
natrium (B) warna sampel menjadi keruh dan ada endapan. Hal ini terjadi karena ion
logam Fe+ tidak bisa larut dalam sabun natrium, terbentuk endapan, tidak berbuih dan
membuat sampel berwarna keruh. Pada tabung 4 yang berisi 1 ml larutan air kran + 1 ml
sabun natrium (B) warna sampel menjadi keruh dan ada endapan. Hal ini terjadi karena
ion logam dalam air kran tidak bisa larut dalam sabun natrium, terbentuk endapan, tidak
berbuih dan membuat sampel berwarna keruh. Pada percoban kesadahan sabun natrium
pada 1 ml CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%; dan air kran didapatkan
bahwa sampel tidak berbuih, air berwarna keruh dan sampel terdapat endapan. Hal ini
sesuai literatur bahwa air sadah adalah air yang mengandung ion logam seperti Ca2+
dan Mg2+ biasanya terbentuk dari garam karbonat atau sulfat yang dapat menyebabkan
sabun sukar berbuih, air menjadi keruh dan terbentuk endapan didalamnnya. Karena ion
Ca2+ dan Mg2+ dapat mengendapkan sabun (Kusnawan, 2008). Berdasarkan literatur
bahwa sabun tidak dapat bekerja didalam air sadah karena sabun memiliki ujung
hidrofilnya (bagian yang suka air) yang mudah bereaksi dengan garam-garam maupun
ion logam yang terdapat dalam air sadah yang membentuk zat yang tidak larut sehingga
terbentuk endapan (Kusnawan, 2008).
Pada 4 tabung reaksi yang sudah diberi label yang diisi secara berurutan dengan
1ml larutan CaCl2 0,1%, 1ml larutan MgCl2 0,1%, 1 ml larutan FeCl2 0,1% dan 1 ml air
kran dan kemudian diisi 1 ml larutan detergen (C) pada setiap tabung teaksi. Mengaduk
tiap tabung reaksi atau menggoyangkannya dan selanjutnya mengamati adanya
perubahannya seperti warna dan terbentuk endapan atau tidak. Didapatkan bahwa larutan
detergen yang semula bewarna putih pada tabung 1 yang berisi 1ml larutan CaCl2 0,1%
+ 1 ml larutan detergen (C) warna sampel menjadi bening, berbuih dan tidak terdapat
endapan. Hal ini terjadi karena detergen tidak dipengaruhi oleh ion-ion logam dalam air
sadah. Pada tabung 2 yang berisi 1ml larutan MgCl2 0,1% + 1 ml larutan detergen (C)
warna sampel menjadi putih bening, berbuih dan tidak ada endapan. Hal ini terjadi
karena detergen tidak dipengaruhi oleh ion-ion logam dalam air sadah. Pada tabung 3
yang berisi 1 ml larutan FeCl2 0,1% + 1 ml larutan detergen (C) warna sampel menjadi
agak kekuningan, berbuih dan tidak ada endapan. Hal ini terjadi karena detergen tidak
dipengaruhi oleh ion-ion logam dalam air sadah . Berwarna kuning karena hal ini
dikarenakan anion asam lemak dari sabun akan mengikat logam-logam atau kation
divalen. Pada tabung 4 yang berisi 1 ml larutan air kran + 1 ml larutan detergen (C)
warna sampel menjadi putih bening, berbuih dan tidak ada endapan. Hal ini terjadi
karena detergen tidak dipengaruhi oleh ion-ion logam dalam air sadah. Pada percoban
kesadahan larutan detergen pada 1 ml CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%;
dan air kran didapatkan bahwa sampel berbuih, warna air bening dan tidk terdapat
endapan. Berdasarkan literatur bahwa air sadah adalah air yang mengandung ion logam
seperti Ca2+ dan Mg2+ biasanya terbentuk dari garam karbonat atau sulfat yang dapat
menyebabkan sabun sukar berbuih, air menjadi keruh dan terbentuk endapan
didalamnnya. Karena ion Ca2+ dan Mg2+ dapat mengendapkan sabun (Kusnawan, 2008).
Berdasarkan literatur bahwa kesadahan air tidak akan mempengaruhi kerja detergen,
detergent tetap dapat bekerja dengan baik pada air sadah karena detergen mengandung
zat aktif permukaan berupa natrium benzensulfonat (Na-ABS). Garam kalsium atau
magnesium yang larut dalam air sadah jika bereaksi dengan Na-ABS tetap larut dalam
air dan tidak mengendap (Luis, 2007).
PERTANYAAN
1. Apa fungsi penambahan KOH pada proses saponifikasi? Apakah larutan KOH dapat
digantikan dengan bahan lain, jika dapat, bahan apakah yang dapat menggantikan larutan
KOH?
Penambahan KOH pada proses saponifikasi berfungsi untuk mempercepat terjadinya
reaksi penyabunan, KOH adalah basa kuat dari jenis alkai yang dapat menghidrolisis lemak
menjadi gliserol dan sabun. Pada proses hidrolisis lemak, lemak akan terurai menjadi asam
lemak dan gliserol. Dalam penambahan KOH harus diperhatikan, karena apabila penambahan
KOH sedikit maka proses perubahan minyak menjadi sabun menjadi kurang sempurna
sehingga sabun akan banyak mengandung asam lemak. Alkohol dalam KOH alkoholis
berfungsi dalam proses hidrolisis alkali karena pada umumnya lipida tidak larut dalam air
oleh karena itu kecepatan hidrolisis dapat dipercepat dengan memakai pelarut yang sesuai
(Luis, 2007). Larutan KOH dapat digantikan dengan bahan lain jenis alkali basa kuat lain
seperti NaOH, Na2CO3, NH4OH, K2CO3 dan ethanolamines (Luis, 2007).
3. Jelaskan cara kerja sabun dan detergen sebagai pembersih kotoran / lemak! Mengapa
detergen lebih efektif untuk membersihkan kotoran bila dibandingkan dengan sabun?
Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun
(garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar
maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun
mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik
(tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa + sebagai kepala yang bersifat
hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar CH 3(CH2)14 larut dalam miyak,
hidrofobik, memisahkan kotoran polar. Polar COONa+ larut dalam air, hidrofilik,
memisahkan kotoran non polar. Cara kerja sabun adalah sabun didalam air menghasilkan
busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga air akan mudah meresap ke
dalam kain dan kain menjadi bersih. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan
ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul
kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. Sedangkan bagian kepala molekul
sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga
kain menjadi bersih (Kusnawan, 2008).
Deterjen adalah surfaktan. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan air, pada
dasarnya membuatnya lebih basah sehingga lebih mungkin untuk berinteraksi dengan minyak
dan lemak. Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear alkilbenzene
sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan
betain. Seperti sabun, deterjen memiliki rantai molekul hidrofobik atau rantai molekul yg
tidak suka air dan komponen hidrofilik atau rantai molekul suka-air. Salah satu ujung dari
molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini
mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air,
bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran,
sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan
(Luis, 2007).
Detergent lebih efektif membersihkan kotoran karena kerja detergent tidak
dipengaruhi air sadah. Sedangkan sabun tidak bekerja efektif pada air sadah (Luis, 2007).
4. Jelaskan pengaruh kesadahan terhadap fungsi sabun dan detergen sebagai pembersih !
Pada pengujian kesadahan pada sabun dan detergen, pada larutan sabun kalium, dan sabun
natrium terjadi pengendapan pada penambahan CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2
0,1%; dan air kran endapan yang diperoleh berwarna putih keruh. Hal tersebut menandakan
bahwa sabun tidak mampu bekerja secara efektif pada air yang sadah. Air sadah adalah air
yang mengandung kation dialent seperti mineral kalsium, magnesium dan besi dalam jumlah
yang cukup banyak. Tersebut air sadah karena membuat sabur sukar berbuih. Hal ini
disebabkan air sadah dapat mengendapkan sabun membentuk scum (endapan berwarna abu-
abu) yang membuat kain tidak bersih dan membuat pakaian menjadi berwarna kusam.
Sehingga sabun tidak dapat berfungsi maksimal. Lain halnya dengan larutan sabun deterjen,
tidak terjadi pengendapan pada penambahan larutan CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml
FeCl2 0,1%; dan air kran. Hal tersebut menandakan bahwa deterjen mampu bekerja secara
efektif pada air yang sadah. Sifat detergen lebih baik daripada sabun karena detergen tidak
dipengaruhi oleh kesadahan air, sedangkan sabun dipengaruhi kesadahan air . Sehingga
detergen dapat berfungsi secara maksimal. Detergent dapat digunakan sebagai pembersih
pada air sadah karena detergent tidak dapat bereaksi dengan air sadah sehingga tidak akan
menimbulkan endapan yang dimungkinkan dapat merugikan (Arifin, 2009).
KESIMPULAN
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan
dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Prinsip dalam proses saponifikasi
adalah menghidrolisis lemak akan dengan basa yang menghasilkan gliserol dan sabun mentah.
Sabun kalium (ROOCK) merupakan sabun yang bersifat lunak, digunakan untuk sabun
mandi cair, sabun mandi bayi, sabun cuci pakaian dll. Sabun kalium terbuat dari lemak dan
larutan alkali KOH. Struktur dari sabun kalium adalah C17H35-C-K(O)-O. Sabun natrium
(RCOONa) merupakan sabun bersifat keras/padat, umumnya digunakan sebagai sabun cuci,
dalam industri logam dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium. Sabun natrium terbuat dari
lemak dan larutan NaOH. Struktur sabun natrium adalah C17H35-C-Na(O)-O. Detergen iyalah
garam dari alkali sulfat, asam alkil benzena sulfonat berantai panjang. Detergen merupakan
bahan cuci sintesis dari campuran bahan turunan minyak bumi.
Dari data hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa daya emulsi detergen terhadap
minyak atau lemak tidak lebih baik dari sabun kalium maupun sabun natrium, karena
hidrokarbon pada detergen pada ujung non polar dapat mengelilingi minyak secara merata
sehingga dapat mengemulsi secara sempurna. Pada detergen tidak terganggu dalam keadaan
sadah, sedangkan sabun natrium dan sabun kalium tidak efektif bekerja pada air sadah karena
ion logam dalam air sadah tidak dapat larut dalam sabun kalium dan sabun natrium.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, K dan Estiasih, T. 2011. Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah pada Pembuatan Fraksi
Kaya Vitamin E Mengandung Tokotrienol dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan, Vol XXII No 2. Http://ejurnal.bppt.go.id. Diakses pada
tanggal 29 Februari 2016
Barbarian. 2008. How to Make Soap. Brazil : Create Space Independent Publishing Platform
Elvianto, dkk. 2008. Reaksi Eksterifikasi Asam Lemak Bebas Minyak Jarak Pagar Dengan
Katalis Asam Dan Penambahan Absorben. Surabaya : Prosiding Seminar Nasional Kimia
Soebardjo Bromo Harjono UPN Jawa Timur
Elvin, M. Johson. 2006. Textbook of Biochemistry with Clinical Correlation. NewYork : Willey-
Liss
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Surakarta : Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS
Keenan, Smith. 2007. Soap Saponification Reactions Chemistry. Cheltenham : Stanley Thorn
Publisher Ltd
Perdana, F.K dan Ibnu Hakim. 2009. Proses Pembuatan Sabun dari Minyak Jarak dan Soda Q
Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q. Jurnal Teknik Industri Universitas
Diponegoro. Http://eprints.undip.ac.id/. Diakses pada tanggal 01 Maret 2016
Perwitasari, Dyah Suci. 2011. Utilization of Solid Waste Leather Industry As Raw Material
Making Soap. Jurnal Teknik Kimia UPN Jawa Timur. Vol 5 No 2. Http://jurnal.upn.ac.id/.
Diakses pada tanggal 01 Maret 2016
Riawan, dkk. 2009. Effect of Speed and Centrifugation Periode on the Separation Results Soap
in Saponification Process. Riau : Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau
Rowe, CR , Sheskey JP, and Weller JP. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th
edition. Chicago : American Pharmaceutical Association
Suheri, Fauzan. 2010. Macam-Macam Air dan Kegunaannya. Jakarta : Erlangga
Zulkifli,dkk. 2014. Sabun dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol. 2No 4 p.170-177. Http://ejurnal.bppt.go.id. 20 Diakses pada tanggal 29
Februari 2016
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Arifin, 2009. Metode Pengolahan Deterjen (Tinjauan Pada Suatu Instalasi Pengolahan Air ).
Tangerang : PT.Tirta Kencana Cahaya Mandiri
Kusnawan, Edi. 2008. Proses Pembuatan Sabun. Bogor : PT. Siem & Co. Jakarta
Luis, S. 2007. Soap and Detergen, A Theoritical and Practical review. New York : AOCS Press
Qoirunan, Adi. 2007. Kimia Organik (Stereokimia, Karbohidrat, Lemak, & Protein). Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press
LAMPIRAN FOTO