You are on page 1of 98

BAB I

IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI ALKOHOL

TUJUAN :
 Mengetahui sifat fisik alkohol dan fenol
 Membedakan senyawa alkohol primer, sekunder, tersier dan fenol dengan menggunakan
tes Lucas dan Ferri Klorida

A. Pre-lab
1. Jelaskan perbedaan karakteristik antara alkohol primer, sekunder dan tersier!
Perbandingan struktur alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier

(Sutresna, 2007).

Atom C yang mengikat gugus –OH pada alkohol 10, mengikat 2 atom H. Atom C yang
mengikat gugus –OH pada alkohol 20, mengikat satu atom H. Atom C yang mengikat gugus –
OH pada alkohol 30, tidak mengikat atom H (Sutresna, 2007).
Untuk membedakan jenis alkohol primer, sekunder dan tersier digunakan reaksi
oksidasi. Pengoksidasi yang digunakan dapat berupa KMnO4 (untuk reaksi oksidasi dalam
suasana basa) dan K2Cr2O7 (untuk reaksi oksidasi dalam suasana asam). Reaksi oksidasi
alkohol primer menghasilkan senyawa aldehid. Jika aldehid dioksidasi lebih lanjut,
dihasilkan asam karboksilat. Alkohol 10 dapat mengalami 2 kali oksidasi karena memiliki 2
atom H. Reaksi oksidasi alkohol sekunder menghasilkan keton melalui mekanisme reaksi
berikut. Alkohol 20 hanya dapat mengalami 1 kali oksidasi karena memiliki satu atom H.
Alkohol tersier tidak dapat dioksidasi. Buktinya, jika alkohol tersier direaksikan dengan
pereaksi KMn4, warna KMnO4 tidak berubah. Atom C tersier tidak dapat mengalami
oksidasi, karena syarat berlangsungnya reaksi oksidasi yaitu atom C yang mengikat gugus –
OH pada alkohol tersebut harus mengikat atom H. Atom C yang mengikat gugus –OH
(Sutresna, 2007). Reaksinya berlangsung dengan persamaan :
(Sutresna, 2007).
Untuk membedakan juga dapat menggunakan uji lucas. Pereaksi lucas terdiri atas
ZnCl2 dalam HCL pekat. Uji lukas ini berdasarkan reaksi antara alkohol dan HCl dengan
katalis ZnCl2. Alkohol tersier bereaksi cepat dengan gejala reaksi berupa terbentuknya kabut
di permukaan larutan. Alkohol sekunder bereaksi dalam waktu 5 menit, sedangkan alkohol
primer tidak menunjukkan terjadinya reaksi (Sutresna, 2007).
2. Jelaskan perbedaan antara senyawa alkohol alifatik dan fenol !
Pada alkohol, gugus hidroksil (-OH) terikat pada atom C terbuka sehingga dapat
dengan mudah disubstitusi dan gugus R penyusunnya merupakan gugus alkil. Sementara
pada fenol, gugus hidroksil terikat langsung pada inti benzena (cincin aromatik) dan disebut
juga gugus hidroksil fenolik sehingga sulit disubstitusi dan gugus R penyusunnya merupakan
gugus aril. Alkohol memiliki rantai karbon terbuka, fenol memiliki rantai karbon
tertutup/melingkar. Alkohol dan fenol bersifat asam lemah, namun sifat asam pada fenol
lebih kuat daripada alkohol karena fenol memiliki anion dengan muatan negatif yang disebar
oleh cincin karbon melingkar. Alkohol adalah asam yang sangat lemah dan hampir netral.
Alkohol tidak bereaksi dengan basa (karena sifatnya yang sangat lemah), sedangkan fenol
bereaksi dengan basa. Alkohol bereaksi dengan Na atau PX3, sedangkan fenol tidak bereaksi
(X adalah halogen). Alkohol bereaksi dengan asam karboksilat, sedangkan fenol tidak (Ghalib,
2010).
3. Jelaskan prinsip analisa tes Lucas dan Ferri Klorida!
Prinsip analisa uji lucas adalah untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan
tersier yang dapat larut dalam air. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida
pekat dan seng klorida. Seng klorida adalah suatu asam lewis, yang ketika ditambahkan
dalam asam klorida akan membuat larutan menjadi lebih asam. Alkohol tersier yang larut
dalam air akan bereaksi secara cepat dengan reagen lucas membentuk alkil klorida yang tak
larut dalam larutan berair. Pada alkohol tersier terindikasikan dengan adanya pembentukan
fas cair kedua yang terpisah dari larutan semula di dalam tabung reaksi dengan segera setelah
alkohol bereaksi. Alkohol sekunder berjalan lambat dan setelah pemanasan akan terbentuk
fasa cair lapisan kedua biasanya setelah 10 menit. Alkohol primer dan metanol tidak dapat
bereaksi pada kondisi ini. Pada alkohol tersier, atom klor biasanya terikat pada atom karbon
yang sebelumnya mengikat gugus –OH. Pada alkohol sekunder, seringkali atom klor ini
terikat pada atom karbon yang mengikat gugus hidroksi. Namun penataan ulang dapat saja
terjadi yang mengakibatkan terikatnya atom klor tidak terjadi pada atom karbon yang
sebelumnya mengikat –OH. Reaksi yang terjadi adalah reaksi secara umum + reagen Lucas,
alkohol primer + reagen Lucas (tidak ada reaksi), alkohol sekunder + reagen Lucas dan
alkohol tersier + reagen Lucas( Sitorus, 2010).
Metode tes Feri Klorida dimana sampel uji ditambahkan dengan sejumlah kecil Feri
Klorida kemudian dicatat pembentukan warna yang terjadi. Metode reaksi dengan Na 2CO3
dan NaHCO3 dimana zat uji ditambahkan dengan Na2CO3 dan NaHCO3, kemudian dilihat
hasil reaksi yang terbentuk. Prinsip analisa tes Ferri Klorida adalah dengan senyawa
aromatik, dimana FeCl3 akan beraksi jika terdapat gugus aromatik yang akan menghasilkan
warna hitam, sehingga uji Ferri Klorida hanya ditemukan pada senyawa fenol dan tidak ada
pada alkohol (Ramadan, 2012).
B. Tinjauan Pustaka
1.Sampel dan Bahan
1.1 Metanol
Metanol adalah senyawa hidrokarbon dari golongan alkohol dengan rumus umum
CH3OH. merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Metanol merupakan cairan polar yang
dapat bercampur dengan air, alkohol – alkohol lain, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut
organik. Metanol sedikit larut dalam lemak dan minyak. Massa molar 32,04 g/mol; kepadatan
792 kg/m3; titik lebur -970C; titik didih 64,70C; keasaman ~15,5 pKa; viskositas 0,59 mPa
(200C); momen dipol 1,69 D (gas); tekanan uap 13,02 kPa. Metanol erbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku,
pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara
alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri (Geankoplis, 2006).

1.2 Etanol
Etanol dengan nama lain etil alkohol adalah alkohol murni atau alkohol absolut yang
memiliki rumus molekul C2H5OH. Memiliki massa molar 46,068 g/mol; kepadatan 789,3 kg/m3;
titik lebur -114,140 C; titik didih 78,290C; tekanan uap 58 kPa; keasaman 15,9 pKa; viskositas
1,200 cP (200C); momen dipol 1,69 D (gas); tekanan uap 5,95 kPa. Etanol berbentuk cairan yang
tak berwarna dengan bau yang khas, mudah terbakar atau menguap dan kelarutan dalam air
tercampur penuh yang berarti bahwa kedua zat mudah menggabungkan untuk membuat larutan
homogen. Etanol juga digunakan sebagai pelarut, antiseptik, bahan bakar, dan cairan alternatif
pengganti merkuri untuk mengisi termometer. Etanol dapat diproduksi melalui hidrasi etilena
dan fermentasi etanol (Chaudari, 2009).

1.3 2-propanol
2-propanol dengan nama lain isopropil alkohol memiliki rumus molekul C 3H7OH.
Memiliki massa molar 60,1 g/mol; kepadatan 786 kg/m3; keasaman 16,5 pKa; viskositas 2,86 cP
(150C); 1,96 cP (250C); 1,77 cP (300C), momen dipol 1, 66 D (gas). Isopropil alkohol berbentuk
cairan tak berwarna, berbau alkohol, mudah terbakar, larut dalam aseton dan tidak larut pada
larutan garam. Isopropil Alkohol di dehidrogenasi membentuk aseton dengan
katalis bermacam-macam seperti logam, oksida dan campuran logam dengan oksidanya.
Isopropil digunakan untuk anestesi, sebagai pelarut atau sebagai obat bius dengan menghirup
asap atau secara lisan (Lorch, 2010).

1.4 Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas.
Dengan umus kimianya C6H5OH , memiliki gugus hidroksil yang berikatan dengan cincin fenil.
Massa molar 94,11 g/mol; kepadatan 1,07 g/cm 3; kelarutan dalam air 8,3 g/100 ml (20 0C);
keasaman 9,95 pKa (diair); momen dipol 1,7 D. Bersifat beracun dan korosif. Fenol didapatkan
melalui oksidasi pada benzena atau asam benzoat dengan proses Raschig, juga dari hasil
oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik, dalam pembuatan obat-obatan
(bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya, juga berfungsi dalam sintesis
senyawa aromatis yang terdapat dalam batu bara (Anizar, 2008).

1.5 Aquades
Aquades atau biasa di sebut air suling merupakan air hasil penyulingan (diuapkan dan
disejukan kembali). Air suling juga memiliki rumus kimia pada air umumnya yaitu H 2O yang
berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen dan atom oksigen tunggal. Molekul
pada H2O berbentuk asimetris. Karena molekul air asimetris dan atom oksigen memiliki
elektronegativitas lebih tinggi dari atom hidrogen, ia membawa muatan negatif sedikit,
sedangkan atom hidrogen sedikit positif. Aquades biasa digunakan sebagai pelarut (Hastuti,
2007).

1. Reagen
2.1 Reagen Lucas (HCl dan ZnCl2)
Reagen lucas adalah campuran dari asam klorida pekat dan seng klorida. Uji Lucas
dalam alkohol merupakan tes untuk membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier
yang didasarkan pada perbedaan reaktivitas dari tiga kelas alkohol dengan hidrogen halida.
Alkohol tersier bereaksi dengan reagen Lucas untuk menghasilkan kekeruhan walaupun tanpa
pemanasan, sementara alkohol sekunder melakukannya dengan pemanasan. Alkohol primer
tidak bereaksi dengan reagen Lucas. Jika reaksi berlangsung lebih dari 10 menit berikunya maka
itu termasuk dalam alcohol sekunder ,sedangkan jika pada 5 menit awal sudah bereaksi maka itu
adalah alcohol tersier(Rusjdi, 2014). HCl atau asam klorida adalah larutan akuatik dari gas
hydrogen klorida. HCl termasuk asam kuat dan terdapat di asam lambung dalam jumlah kecil.
HCl adalah larutan dan cairan yang bersifat korosif. Massa molar 36, 46 g/mol, densitas 1,18
g/cm3, titik lebur -27,320C, titik didih 480C, keasamn -6,3 pKa viskositas 1,9 mPa (25 0C).
Berbentuk cairan tak berwarna sampai dengan kuning pucat, kelarutannya tercampur penuh
dengan air. HCl digunakan sebagai bahan untuk pembersih rumah, produksi gelatin dan aditif
makanan (Kemmer, 2008). ZnCl2 (seng klorida) bentuk kristal, tak berwarna atau putih, tidak
berbau dan sangat larut dalam air. Memiliki rumus molekul ZnCl2 ,berat molekul 136,315
gr/mol, densitas 2,907 gr/cm3, titik lebur 292 °C, titik didih 756 °C, kelarutan dalam air: 4320
gr/L (25 °C), kelarutan dalam alkohol: 4300 gr/L, kelarutan dalam pelarut lain: larut dalam
etanol, gliserol dan aseton merupahkan asam lewis, jika ditambahkan dengan asam klorida
menyebabkan keasaman pada larutan(Anizar, 2008).

2.2 Reagen Ferri Klorida (FeCl3)


Ferri klorida dengan rumus kimia FeCl3 merupakan senyawa kimia yang termasuk ke
dalam komoditas skala industri yang digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air
minum,maupun katalis. Ferri klorida berbentuk kristal yang warnanya tergantung pada sudut
pandangnya, dari cahaya pantulan ia bewarna hijau tua, tapi dari cahaya pancaran ia bewarna
ungu-merah, ferri klorida bersifat deliquescent,berbuih di udara lembab, karena munculnya HCl,
yang terhididrasi membentuk kabut. Berat Molekul 162,22 g/mol, densitas 2,898 g/cm3 , titik
didih 3150 C, titik lebur 2820C, kelarutan (g/100g H2O) 74,40C. Reaksi pembentukan FeCl3 dari
besi murni. Apabila bereaksi dengan air yang merupakan reaksi eksoterm. Bila dilarutkan dalam
air, ferri klorida mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas).
Hidrolisis ini menghasilkan larutan coklat, asam, dan korosifyang digunakan sebagai koagulan
pada pengolahan air limbah dan produksi air (Anizar, 2008).
C. Diagram Alir
1. Tes Lucas
0,5 ml sampel

dimasukkan ke dalam tabung reaksi


3 ml reagen lucas
tabung ditutup

Dikocok

Diamati terbentuknya kabut selama 15 menit

Jika larutan tidak berkabut selama 15 menit, maka dihangatkan/dipanaskan 600C


selama 10 menit menggunakan kaki tiga dan bunsen

HASIL

2. Tes Ferri Klorida


1 ml aquades

dimasukkan ke dalam tabung reaksi


5 tetes sampel

2 tetes FeCl3 5 %
Dikocok

Diamati perubahan warna

HASIL

C. Hasil Percobaan Dan Pengamatan


a. Tes Lucas
Sampel Sampel+Reagen Lucas Hasil Uji (+)/(-)
Metanol Bening -
Etanol Bening -
Fenol Bening -
2-propanol Kabut putih +

b. Tes Ferri Klorida


Sampel Sampel+Reagen Ferri Klorida Hasil Uji (+)/(-)
Metanol Kuning -
Etanol Kuning -
Fenol Ungu +
2-propanol Kuning -

D. Pembahasan
1. Uji Lucas
Prinsip Uji Lucas
Prinsip analisa uji lucas adalah untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan
tersier dengan reagen lucas, dimana terjadi reaksi subtitusi atom OH - digantikan dengan Cl-
yang membentuk alkil klorida dan air, reaksi positif dari uji lucas ditandai dengan
terbentuknya kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel. Reagen lucas merupakan suatu
campuran asam klorida pekat dan seng klorida. Dimana ZnCl2 berfungsi sebagai katalis asam
lewis, HCl berfungsi untuk melarutkan alkohol dan menyumbangkan atom Cl- pada
pembuatan alkil klorida dan Cl2 berfungsi sebagai katalisator pada reaksi sucas dan
membantu dalam proses pemekatan warna reagen lucas itu sendiri. Dalam reagen ini alkohol
primer tidak bereaksi, alkohol sekunder bereaksi sedikit dan lambat ditambah dengan
pemanasan dan alkohol tersier dapat bereaksi cepat meskipun tanpa pemanasan. Reaksi
positif ditandai dengan terbentuknya kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel (Anam,
2007).

Analisa Prosedur
Langkah-langkah dalam uji lucas adalah menyiapkan alat dan bahan, alat yang
digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet ukur, bulb, kertas stiker, sumbat
gabus, waterbath, beaker glass 500 ml. 4 tabung reaksi berfungsi untuk mereaksikan sampel,
rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, 5 pipet ukur berfungsi untuk
mengambil sampel cairan dan reagen lucas, sumbat gabus berfungsi untuk menyumbat
tabung reaksi mencegah sampel menguap, waterbath berfungsi untuk memanaskan beaker
glass berisi air, beaker glass berfungsi sebagai wadah air yang akan dipanaskan diatas
waterbath, bulb berfungsi untuk menghisap cairan sampel dengan dipasangkan pada pipet
ukur, kertas stiker berfungsi untuk memberi label masing-masing sampel. Bahan yang
digunakan adalah metanol, etanol, fenol, 2-propanol, HCl, ZnCl 2. Metanol, etanol, fenol, 2-
propanol berfungsi sebagai sampel, HCl berfungsi sebagai reagen lucas, ZnCl 2 berfungsi
sebagai katalis asam lewis. Setelah alat dan bahan disiapkan, kemudian praktikum dimulai.
Pertama menyiapkan 4 tabung reaksi yang bersih dan memberi label sesuai dengan nama
sampel uji. Menambahkan masing-masing tabung reaksi dengan 0,5 ml metanol, etanol, 2-
propanol dan larutan fenol menggunakan pipet ukur dan bulb secara berurutan. Selanjutnya
ke dalam masing masing tabung reaksi yang telah berisi sampel dimasukkan reagen lucas
sebanyak 3 ml menggunakan pipet ukur secara cepat dan langsung menutupnya
menggunakan sumbat gabus, bertujuan agar sampel tidak mengalami penguapan. Kemudian
mencampur isi sampel dengan mengocoknya secara kuat selama beberapa detik. Kemudian
diamati selama 15 menit dan diamati perubahannya apakah terbentuknya kabut atau tidak.
Jika larutan tidak terbentuk kabut maka memanaskannya pada suhu 600C selama 10 menit.
Kemudian mengamati lagi perubahannya, dicatat dan diperoleh hasil.

Analisa Hasil
Dari percobaan uji lucas diperoleh analisa data hasil percobaan sebagai berikut. Pada
sampel metanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan dipanaskan
selama 10 menit tidak terjadi perubahan warna yang artinya hasil uji reagen lucas dengan
metanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reaksi pada uji lucas hanya akan terjadi apabila
ada pertukaran atau subtitusi gugus OH- pada sampel dengan Cl- pada reagen lucas HCl,
sementara metanol termasuk dalam golongan alkohol primer yang mana gugus –OH nya
terikat secara langsung dan sangat kuat dengan atom C primer, sehingga sangat sulit untuk
dilepas meskipun dilakukan pemanasan. Dalam percobaan ini tidak terjadi pertukaran atom
karena gugus –OH sulit terlepas, sehingga reaksi uji lucas tidak berlangsung. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa metanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai literatur bahwa
alkohol dari jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam uji lucas dikarenakan energi
yang digunakan oleh atom karbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingga
gugus-OH terikat sangat kuat pada atom C primer dan sulit dipisahkan ataupun disubtitusikan
dengan reagen lucas (Widiyana, 2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji
lucas akan terjadi reaksi subtitusi atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom
Cl- dari reagen lucas HCl dengan ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
Pada sampel etanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan
dipanaskan selama 10 menit tidak terjadi perubahan warna yang artinya hasil uji reagen lucas
dengan etanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reaksi pada uji lucas hanya akan terjadi
apabila ada pertukaran atau subtitusi gugus OH- pada sampel dengan Cl- pada reagen lucas
HCl, sementara etanol termasuk dalam golongan alkohol primer yang mana gugus –OH nya
terikat secara langsung dan sangat kuat dengan atom C primer, sehingga sangat sulit untuk
dilepas meskipun dilakukan pemanasan. Dalam percobaan ini tidak terjadi pertukaran atom
karena gugus –OH sulit terlepas, sehingga reaksi uji lucas tidak berlangsung. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa etanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C mengikat
gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai literatur bahwa alkohol dari
jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam uji lucas dikarenakan energi yang digunakan
oleh atom karbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingga gugus-OH terikat
sangat kuat pada atom C primer dan sulit dipisahkan ataupun disubtitusikan dengan reagen
lucas (Widiyana, 2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji lucas akan terjadi
reaksi subtitusi atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom Cl - dari reagen
lucas HCl dengan ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
Pada sampel fenol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan
dipanaskan selama 10 menit tidak ada perubahan yang artinya hasil uji reagen lucas dengan
efenol adalah negatif. Hal ini terjadi karena fenol merupakan gugus hidroksil benzena yang
bersifat cenderung asam, sehingga tidak dapat bereaksi dengan asam dari reagen lucas yaitu
HCl. Juga karena fenol termasuk benzena yang memiliki ikatan melingkar dan tertutup. Hal
ini sesuai dengan literatur bahwa sifat asam pada fenol lebih kuat daripada alkohol karena
fenol memiliki anion dengan muatan negatif yang disebar oleh cincin karbon melingkar.
Alkohol tidak bereaksi dengan basa (karena sifatnya yang sangat lemah), sedangkan fenol
bereaksi dengan basa. Alkohol bereaksi dengan Na atau PX3, sedangkan fenol tidak bereaksi
(X adalah halogen). Alkohol bereaksi dengan asam karboksilat, sedangkan fenol tidak (Ghalib,
2010).
Pada sampel 2-propanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit
dan dipanaskan selama 10 menit menjadi berwarna kuning yang artinya hasil uji reagen lucas
dengan etanol adalah positif. Hal ini terjadi karena 2-propanol termasuk dalam golongan
alkohol sekunder yang mana gugus –OH nya terikat secara langsung dengan atom C
sekunder, sehingga ikatan dapat dilepas melalui pemanasan terlebih dahulu sehingga setelah
gugus –OH terlepas maka terjadi reaksi pada uji lucas yaitu reaksi subtitusi gugus OH -
dengan atom Cl- dari reagen lucas dengan bantuan katalis ZnCl 2 . Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa 2-propanol tergolong kedalam alkohol sekunder yang mana atom C mengikat
gugus –OH dan 1 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa
alkohol dari golongan alkohol sekunder dapat bereaksi dengan reagen lucas dengan
pemanasan terlebih dahulu untuk melepas gugus –OH dari rantai atom C sekunder yang
mana ikatannya dengan OH agak lemah karena atom C mengikat 2 atom C lain (Widiyana,
2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji lucas akan terjadi reaksi subtitusi
atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom Cl - dari reagen lucas HCl dengan
ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).

Mekanisme Uji Lucas


Uji lucas berfungsi untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan tersier dengan
reagen lucas, dimana terjadi reaksi subtitusi atom OH- digantikan dengan Cl- yang
membentuk alkil klorida dan air, reaksi positif dari uji lucas ditandai dengan terbentuknya
kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam
klorida pekat dan seng klorida. Dimana ZnCl2 berfungsi sebagai katalis asam lewis, HCl
berfungsi untuk melarutkan alkohol dan menyumbangkan atom Cl- pada pembuatan alkil
klorida dan Cl2 berfungsi sebagai katalisator pada reaksi sucas dan membantu dalam proses
pemekatan warna reagen lucas itu sendiri. Mekanisme uji lucas yaitu reagen lucas akan
melarutkan alkohol yang gugus OH- kurang nukleofilik akan terlepas dan bereaksi dengan H+
membentuk H2O. Sedangkan alkohol yang kehilangan OH- akan digantikan dengan Cl- pada
reagen Lucas, sehingga terbentuk alkil klorida dan air. Reaksi-reaksinya adalah sebagai
berikut : (Anam, 2007).
ZnCl2
Metanol : CH3OH + HCl
ZnCl2
Etanol : C2H5OH + HCl
ZnCl2
Fenol : C6H5OH + HCl
ZnCl2
2-propanol : C3H7OH + HCl C3H7Cl + H2O
Mekanisme reaksi yang terjadi pada uji lucas adalah reaksi antara sampel dengan HCl
dengan katalis ZnCl2 . Dimana alkohol dari jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam
uji lucas dikarenakan energi yang digunakan oleh atom karbon primer sangat kuat untuk
mengikat gugus OH sehingga gugus-OH terikat sangat kuat pada atom C primer dan sulit
dipisahkan ataupun disubtitusikan dengan reagen lucas. Golongan alkohol sekunder dapat
bereaksi dengan reagen lucas dengan pemanasan terlebih dahulu untuk melepas gugus –OH
dari rantai atom C sekunder yang mana ikatannya dengan OH agak lemah karena atom C
mengikat 2 atom C lain. Alkohol primer tidak akan bereaksi dikarenakan energi yang
digunakan oleh atom carbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingg sulit
untuk disubtitusi. Dan pada alkohol tersier sampel akan bereaksi dengan HCl tanpa perlu
dilakukan pemanasan karena atom C energinya sudah digunakan untuk mengikat 3 atom C
yang lain, sehingga ikatan lebih lemah dan mudah disubtitusi. Sedangkan fenol tidak dapat
bereaksi karena fenol merupakan gugus hidroksil benzena yang bersifat cenderung asam,
sehingga tidak dapat bereaksi dengan asam dari reagen lucas yaitu HCl, juga karena fenol
memiliki ikatan melingkar dan tertutup (Widiyana, 2006).
2. Uji Ferri Klorida
Prinsip Uji Ferri Klorida
Prinsip dari uji ferri klorida adalah mendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu
sampel sampel dengan penambahan larutan reagen ferri klorida yang mana hasil uji
positifnya akan menghasilkan warna ungu, merah, hijau atau biru. Dimana hal itu sebagai
akibat dari adanya reaksi gugus OH pada fenol bereaksi dengan larutan feri klorida. Warna
yang dihasilkan dari uji positif bergantung pada subtituen yang terikat pada fenol. Ferri
klorida berfungsi sebagai reagen pendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu sampel (Anam,
2007).

Analisa Prosedur
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ferri klorida adalah menyiapkan alat dan
bahan. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pipet tetes, pipet ukur, bulb, kertas stiker, beaker glass. 4 tabung reaksi berfungsi
untuk mereaksikan sampel, rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi,
pipet ukur berfungsi untuk mengambil aquades, beaker glass berfungsi sebagai wadah
aquades yang akan dimasukkan kedalam tabung reaksi, bulb berfungsi untuk menghisap
cairan sampel dengan dipasangkan pada pipet ukur, kertas stiker berfungsi untuk memberi
label masing-masing sampel. 4 pipet tetes berfungsi untuk mengambil sampel dalam bentuk
tetesan. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquades, metanol,
etanol, 2-propanol, larutan fenol dan reagen feri klorida 5%. Metanol, etanol, 2-propanol,
larutan fenol berfungsi sebagai sampel, aquades berfungsi untuk menaikkan titik didih dari
sampel uji, FeCl3 berfungsi untuk mendeteksi adanya fenol dalam suatu senyawa. Setelah
menyiapkan alat dan bahan praktikum dimulai. Kemudian menyiapkan 4 tabung reaksi yang
bersih dan memberinya label sesuai sampel uji. Setelah itu mengisi empat tabung reaksi
dengan aquades sebanyak 1 ml menggunakan pipet ukur tujuannnya untuk meaikkan titik
didih dari sampel uji nantinya. Kemudian masing-masing tabung reaksi yang telah berisi 1 ml
aquades ditetesi sampel sebanyak 5 tetes menggunakan pipet tetes yaitu metanol, etanol, 2-
propanol, larutan fenol. Selanjutnya menambahkan reagen ferri klorida sebanyak 2 tetes
(bertujuan untuk mendeteksi adanya fenol pada masing-masing sampel) dengan
menggunakan pipet tetes pada masing-masing tabung reaksi yang telah terisi sampel dan
aquades, kemudian mengocoknya. Selanjutnya mengamati perubahan yang terjadi dan
mencatatnya, kemudian diperoleh hasil uji.

Analisa Hasil
Dari percobaan uji ferri klorida didapat analisa data hasil percobaan sebagai berikut.
Pada sampel metanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna kuning artinya uji
ferri klorida pada metanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya bereaksi
dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara metanol termasuk kedalam
alkohol golongan alkohol primer. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri klorida
berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan penambahan
reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai dengan
subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan ferri
klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2011). Hal ini juga
sesuai dengan literatur bahwa metanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009).
Pada sampel etanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl3 sampel berwarna kuning
artinya uji ferri klorida pada etanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya
bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara etanol termasuk kedalam
alkohol golongan alkohol primer. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri klorida
berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan penambahan
reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai dengan
subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan ferri
klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2010). Hal ini juga
sesuai dengan literatur bahwa etanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009).
Pada sampel fenol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna ungu artinya
uji ferri klorida pada fenol adalah positif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya bereaksi
dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara dalam sampel fenol ini terkandung
gugus –OH yang bereaksi dengan reagen ferri klorida terbentuk warna ungu. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa uji ferri klorida berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada
suatu senyawa dengan penambahan reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah,
hijau atau biru sesuai dengan subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada
fenol bereaksi dengan ferri klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl
(Rahamdinal, 2010). Hal ini sesuai literatur bahwa fenol bereaksi dengan reagen ferri klorida
akan membentuk warna ungu karena fenol memiliki substituen OH, sehingga perubahan
warna yang terjadi adalah ungu (Gurdianto, 2006).
Dari percobaan uji ferri klorida didapat analisa data hasil percobaan sebagai berikut.
Pada sampel 2-propanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna kuning artinya
uji ferri klorida pada 2-propanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya
bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara 2-propanol termasuk
kedalam alkohol golongan alkohol sekunder. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri
klorida berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan
penambahan reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai
dengan subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan
ferri klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2010). Hal ini
juga sesuai dengan literatur bahwa 2-propanol tergolong kedalam alkohol sekunder yang
mana atom C mengikat gugus –OH dan 1 atom H (Riswiyanto, 2009).

Mekanisme Uji Ferri Klorida


Prinsip dari uji ferri klorida adalah mendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu
sampel sampel dengan penambahan larutan reagen ferri klorida yang mana hasil uji
positifnya akan menghasilkan warna ungu, merah, hijau atau biru. Dimana hal itu sebagai
akibat dari adanya reaksi gugus OH pada fenol bereaksi dengan larutan feri klorida. Warna
yang dihasilkan dari uji positif bergantung pada subtituen yang terikat pada fenol. Ferri
klorida berfungsi sebagai reagen pendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu sampel.
Mekanismenya, terjadi seaksi subtitusi sampel dengan FeCl3 dimana H+ dalam fenol
digantikan dengan Fe3+ dari reagen FeCl3. Fenol yang bereaksi dengan FeCl3 akan melepas
H+ yang berikatan dengan Cl- membentuk HCl. Sedangkan fenol yang kehilangan H + akan
diganti Fe3+ membentuk FeO pada cincin benzena. Reaksi-reaksinya sebagai berikut : (Anam,
2007).
Metanol : CH3OH + FeCl3
Etanol : C2H5OH + FeCl3
Fenol :
2-propanol : C3H7OH + FeCl3
Reagen FeCl3 hanya bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya,
sementara tidak bereaksi dengan metanol, etanol, dan 2-propanol karena termasuk ke dalam
golongan alkohol (Riswiyanto, 2009).

Pertanyaan
1. a. Bahas dan bandingkan data-data hasil uji Lucas dari beberapa sampel dalam percobaan ini!
Prinsip Uji Lucas
Prinsip analisa uji lucas adalah untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan
tersier dengan reagen lucas, dimana terjadi reaksi subtitusi atom OH - digantikan dengan Cl-
yang membentuk alkil klorida dan air, reaksi positif dari uji lucas ditandai dengan
terbentuknya kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel. Reagen lucas merupakan suatu
campuran asam klorida pekat dan seng klorida. Dimana ZnCl2 berfungsi sebagai katalis asam
lewis, HCl berfungsi untuk melarutkan alkohol dan menyumbangkan atom Cl- pada
pembuatan alkil klorida dan Cl2 berfungsi sebagai katalisator pada reaksi sucas dan
membantu dalam proses pemekatan warna reagen lucas itu sendiri. Dalam reagen ini alkohol
primer tidak bereaksi, alkohol sekunder bereaksi sedikit dan lambat ditambah dengan
pemanasan dan alkohol tersier dapat bereaksi cepat meskipun tanpa pemanasan. Reaksi
positif ditandai dengan terbentuknya kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel (Anam,
2007).

Analisa Prosedur
Langkah-langkah dalam uji lucas adalah menyiapkan alat dan bahan, alat yang
digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet ukur, bulb, kertas stiker, sumbat
gabus, waterbath, beaker glass 500 ml. 4 tabung reaksi berfungsi untuk mereaksikan sampel,
rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, 5 pipet ukur berfungsi untuk
mengambil sampel cairan dan reagen lucas, sumbat gabus berfungsi untuk menyumbat
tabung reaksi mencegah sampel menguap, waterbath berfungsi untuk memanaskan beaker
glass berisi air, beaker glass berfungsi sebagai wadah air yang akan dipanaskan diatas
waterbath, bulb berfungsi untuk menghisap cairan sampel dengan dipasangkan pada pipet
ukur, kertas stiker berfungsi untuk memberi label masing-masing sampel. Bahan yang
digunakan adalah metanol, etanol, fenol, 2-propanol, HCl, ZnCl 2. Metanol, etanol, fenol, 2-
propanol berfungsi sebagai sampel, HCl berfungsi sebagai reagen lucas, ZnCl 2 berfungsi
sebagai katalis asam lewis. Setelah alat dan bahan disiapkan, kemudian praktikum dimulai.
Pertama menyiapkan 4 tabung reaksi yang bersih dan memberi label sesuai dengan nama
sampel uji. Menambahkan masing-masing tabung reaksi dengan 0,5 ml metanol, etanol, 2-
propanol dan larutan fenol menggunakan pipet ukur dan bulb secara berurutan. Selanjutnya
ke dalam masing masing tabung reaksi yang telah berisi sampel dimasukkan reagen lucas
sebanyak 3 ml menggunakan pipet ukur secara cepat dan langsung menutupnya
menggunakan sumbat gabus, bertujuan agar sampel tidak mengalami penguapan. Kemudian
mencampur isi sampel dengan mengocoknya secara kuat selama beberapa detik. Kemudian
diamati selama 15 menit dan diamati perubahannya apakah terbentuknya kabut atau tidak.
Jika larutan tidak terbentuk kabut maka memanaskannya pada suhu 600C selama 10 menit.
Kemudian mengamati lagi perubahannya, dicatat dan diperoleh hasil.

Analisa Hasil
Dari percobaan uji lucas diperoleh analisa data hasil percobaan sebagai berikut. Pada
sampel metanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan dipanaskan
selama 10 menit tidak terjadi perubahan warna yang artinya hasil uji reagen lucas dengan
metanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reaksi pada uji lucas hanya akan terjadi apabila
ada pertukaran atau subtitusi gugus OH- pada sampel dengan Cl- pada reagen lucas HCl,
sementara metanol termasuk dalam golongan alkohol primer yang mana gugus –OH nya
terikat secara langsung dan sangat kuat dengan atom C primer, sehingga sangat sulit untuk
dilepas meskipun dilakukan pemanasan. Dalam percobaan ini tidak terjadi pertukaran atom
karena gugus –OH sulit terlepas, sehingga reaksi uji lucas tidak berlangsung. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa metanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai literatur bahwa
alkohol dari jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam uji lucas dikarenakan energi
yang digunakan oleh atom karbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingga
gugus-OH terikat sangat kuat pada atom C primer dan sulit dipisahkan ataupun disubtitusikan
dengan reagen lucas (Widiyana, 2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji
lucas akan terjadi reaksi subtitusi atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom
Cl- dari reagen lucas HCl dengan ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
Pada sampel etanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan
dipanaskan selama 10 menit tidak terjadi perubahan warna yang artinya hasil uji reagen lucas
dengan etanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reaksi pada uji lucas hanya akan terjadi
apabila ada pertukaran atau subtitusi gugus OH- pada sampel dengan Cl- pada reagen lucas
HCl, sementara etanol termasuk dalam golongan alkohol primer yang mana gugus –OH nya
terikat secara langsung dan sangat kuat dengan atom C primer, sehingga sangat sulit untuk
dilepas meskipun dilakukan pemanasan. Dalam percobaan ini tidak terjadi pertukaran atom
karena gugus –OH sulit terlepas, sehingga reaksi uji lucas tidak berlangsung. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa etanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C mengikat
gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai literatur bahwa alkohol dari
jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam uji lucas dikarenakan energi yang digunakan
oleh atom karbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingga gugus-OH terikat
sangat kuat pada atom C primer dan sulit dipisahkan ataupun disubtitusikan dengan reagen
lucas (Widiyana, 2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji lucas akan terjadi
reaksi subtitusi atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom Cl - dari reagen
lucas HCl dengan ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).
Pada sampel fenol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit dan
dipanaskan selama 10 menit tidak ada perubahan yang artinya hasil uji reagen lucas dengan
efenol adalah negatif. Hal ini terjadi karena fenol merupakan gugus hidroksil benzena yang
bersifat cenderung asam, sehingga tidak dapat bereaksi dengan asam dari reagen lucas yaitu
HCl. Juga karena fenol termasuk benzena yang memiliki ikatan melingkar dan tertutup. Hal
ini sesuai dengan literatur bahwa sifat asam pada fenol lebih kuat daripada alkohol karena
fenol memiliki anion dengan muatan negatif yang disebar oleh cincin karbon melingkar.
Alkohol tidak bereaksi dengan basa (karena sifatnya yang sangat lemah), sedangkan fenol
bereaksi dengan basa. Alkohol bereaksi dengan Na atau PX3, sedangkan fenol tidak bereaksi
(X adalah halogen). Alkohol bereaksi dengan asam karboksilat, sedangkan fenol tidak (Ghalib,
2010).
Pada sampel 2-propanol yang semula berwarna bening setelah didiamkan 15 menit
dan dipanaskan selama 10 menit menjadi berwarna kuning yang artinya hasil uji reagen lucas
dengan etanol adalah positif. Hal ini terjadi karena 2-propanol termasuk dalam golongan
alkohol sekunder yang mana gugus –OH nya terikat secara langsung dengan atom C
sekunder, sehingga ikatan dapat dilepas melalui pemanasan terlebih dahulu sehingga setelah
gugus –OH terlepas maka terjadi reaksi pada uji lucas yaitu reaksi subtitusi gugus OH -
dengan atom Cl- dari reagen lucas dengan bantuan katalis ZnCl 2 . Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa 2-propanol tergolong kedalam alkohol sekunder yang mana atom C mengikat
gugus –OH dan 1 atom H (Riswiyanto, 2009). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa
alkohol dari golongan alkohol sekunder dapat bereaksi dengan reagen lucas dengan
pemanasan terlebih dahulu untuk melepas gugus –OH dari rantai atom C sekunder yang
mana ikatannya dengan OH agak lemah karena atom C mengikat 2 atom C lain (Widiyana,
2006). Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa pada uji lucas akan terjadi reaksi subtitusi
atau pertukaran antara gugus –OH dari sampel dengan atom Cl - dari reagen lucas HCl dengan
ZnCl2 sebagai katalis asam lewis ( Triandini, 2007).

b. Tuliskan mekanisme reaksi yang mendasari prinsip uji Lucas pada identifikasi gugus
alkohol!
Mekanisme Uji Lucas
Uji lucas berfungsi untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan tersier dengan
reagen lucas, dimana terjadi reaksi subtitusi atom OH- digantikan dengan Cl- yang
membentuk alkil klorida dan air, reaksi positif dari uji lucas ditandai dengan terbentuknya
kabut dan terbentuk dua lapisan pada sampel. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam
klorida pekat dan seng klorida. Dimana ZnCl2 berfungsi sebagai katalis asam lewis, HCl
berfungsi untuk melarutkan alkohol dan menyumbangkan atom Cl- pada pembuatan alkil
klorida dan Cl2 berfungsi sebagai katalisator pada reaksi sucas dan membantu dalam proses
pemekatan warna reagen lucas itu sendiri. Mekanisme uji lucas yaitu reagen lucas akan
melarutkan alkohol yang gugus OH- kurang nukleofilik akan terlepas dan bereaksi dengan H+
membentuk H2O. Sedangkan alkohol yang kehilangan OH- akan digantikan dengan Cl- pada
reagen Lucas, sehingga terbentuk alkil klorida dan air. Reaksi-reaksinya adalah sebagai
berikut : (Anam, 2007).
ZnCl2
Metanol : CH3OH + HCl
ZnCl2
Etanol : C2H5OH + HCl
ZnCl2
Fenol : C6H5OH + HCl
ZnCl2
2-propanol : C3H7OH + HCl C3H7Cl + H2O
Mekanisme reaksi yang terjadi pada uji lucas adalah reaksi antara sampel dengan HCl
dengan katalis ZnCl2 . Dimana alkohol dari jenis alkohol primer tidak dapat bereaksi dalam
uji lucas dikarenakan energi yang digunakan oleh atom karbon primer sangat kuat untuk
mengikat gugus OH sehingga gugus-OH terikat sangat kuat pada atom C primer dan sulit
dipisahkan ataupun disubtitusikan dengan reagen lucas. Golongan alkohol sekunder dapat
bereaksi dengan reagen lucas dengan pemanasan terlebih dahulu untuk melepas gugus –OH
dari rantai atom C sekunder yang mana ikatannya dengan OH agak lemah karena atom C
mengikat 2 atom C lain. Alkohol primer tidak akan bereaksi dikarenakan energi yang
digunakan oleh atom carbon primer sangat kuat untuk mengikat gugus OH sehingg sulit
untuk disubtitusi. Dan pada alkohol tersier sampel akan bereaksi dengan HCl tanpa perlu
dilakukan pemanasan karena atom C energinya sudah digunakan untuk mengikat 3 atom C
yang lain, sehingga ikatan lebih lemah dan mudah disubtitusi. Sedangkan fenol tidak dapat
bereaksi karena fenol merupakan gugus hidroksil benzena yang bersifat cenderung asam,
sehingga tidak dapat bereaksi dengan asam dari reagen lucas yaitu HCl, juga karena fenol
memiliki ikatan melingkar dan tertutup (Widiyana, 2006).

2. Bahas dan bandingkan data-data hasil uji Ferri Klorida dari beberapa sampel dalam percobaan
ini!
Prinsip Uji Ferri Klorida
Prinsip dari uji ferri klorida adalah mendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu
sampel sampel dengan penambahan larutan reagen ferri klorida yang mana hasil uji
positifnya akan menghasilkan warna ungu, merah, hijau atau biru. Dimana hal itu sebagai
akibat dari adanya reaksi gugus OH pada fenol bereaksi dengan larutan feri klorida. Warna
yang dihasilkan dari uji positif bergantung pada subtituen yang terikat pada fenol. Ferri
klorida berfungsi sebagai reagen pendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu sampel (Anam,
2007).

Analisa Prosedur
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ferri klorida adalah menyiapkan alat dan
bahan. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pipet tetes, pipet ukur, bulb, kertas stiker, beaker glass. 4 tabung reaksi berfungsi
untuk mereaksikan sampel, rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi,
pipet ukur berfungsi untuk mengambil aquades, beaker glass berfungsi sebagai wadah
aquades yang akan dimasukkan kedalam tabung reaksi, bulb berfungsi untuk menghisap
cairan sampel dengan dipasangkan pada pipet ukur, kertas stiker berfungsi untuk memberi
label masing-masing sampel. 4 pipet tetes berfungsi untuk mengambil sampel dalam bentuk
tetesan. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquades, metanol,
etanol, 2-propanol, larutan fenol dan reagen feri klorida 5%. Metanol, etanol, 2-propanol,
larutan fenol berfungsi sebagai sampel, aquades berfungsi untuk menaikkan titik didih dari
sampel uji, FeCl3 berfungsi untuk mendeteksi adanya fenol dalam suatu senyawa. Setelah
menyiapkan alat dan bahan praktikum dimulai. Kemudian menyiapkan 4 tabung reaksi yang
bersih dan memberinya label sesuai sampel uji. Setelah itu mengisi empat tabung reaksi
dengan aquades sebanyak 1 ml menggunakan pipet ukur tujuannnya untuk meaikkan titik
didih dari sampel uji nantinya. Kemudian masing-masing tabung reaksi yang telah berisi 1 ml
aquades ditetesi sampel sebanyak 5 tetes menggunakan pipet tetes yaitu metanol, etanol, 2-
propanol, larutan fenol. Selanjutnya menambahkan reagen ferri klorida sebanyak 2 tetes
(bertujuan untuk mendeteksi adanya fenol pada masing-masing sampel) dengan
menggunakan pipet tetes pada masing-masing tabung reaksi yang telah terisi sampel dan
aquades, kemudian mengocoknya. Selanjutnya mengamati perubahan yang terjadi dan
mencatatnya, kemudian diperoleh hasil uji.

Analisa Hasil
Dari percobaan uji ferri klorida didapat analisa data hasil percobaan sebagai berikut.
Pada sampel metanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna kuning artinya uji
ferri klorida pada metanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya bereaksi
dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara metanol termasuk kedalam
alkohol golongan alkohol primer. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri klorida
berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan penambahan
reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai dengan
subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan ferri
klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2011). Hal ini juga
sesuai dengan literatur bahwa metanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009).
Pada sampel etanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl3 sampel berwarna kuning
artinya uji ferri klorida pada etanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya
bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara etanol termasuk kedalam
alkohol golongan alkohol primer. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri klorida
berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan penambahan
reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai dengan
subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan ferri
klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2010). Hal ini juga
sesuai dengan literatur bahwa etanol tergolong kedalam alkohol primer yang mana atom C
mengikat gugus –OH dan 2 atom H (Riswiyanto, 2009).
Pada sampel fenol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna ungu artinya
uji ferri klorida pada fenol adalah positif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya bereaksi
dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara dalam sampel fenol ini terkandung
gugus –OH yang bereaksi dengan reagen ferri klorida terbentuk warna ungu. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa uji ferri klorida berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada
suatu senyawa dengan penambahan reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah,
hijau atau biru sesuai dengan subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada
fenol bereaksi dengan ferri klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl
(Rahamdinal, 2010). Hal ini sesuai literatur bahwa fenol bereaksi dengan reagen ferri klorida
akan membentuk warna ungu karena fenol memiliki substituen OH, sehingga perubahan
warna yang terjadi adalah ungu (Gurdianto, 2006).
Dari percobaan uji ferri klorida didapat analisa data hasil percobaan sebagai berikut.
Pada sampel 2-propanol setelah ditetesi 2 tetes reagen FeCl 3 sampel berwarna kuning artinya
uji ferri klorida pada 2-propanol adalah negatif. Hal ini terjadi karena reagen FeCl 3 hanya
bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya, sementara 2-propanol termasuk
kedalam alkohol golongan alkohol sekunder. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa uji ferri
klorida berfungsi untuk mendeteksi keberadaan fenol pada suatu senyawa dengan
penambahan reagen FeCl3 yang uji positifnya berwarna ungu, merah, hijau atau biru sesuai
dengan subtituennya. Sebagai akibat adanya reaksi gugus –OH pada fenol bereaksi dengan
ferri klorida yang membentuk FeO pada cincin bencena dan HCl (Rahamdinal, 2010). Hal ini
juga sesuai dengan literatur bahwa 2-propanol tergolong kedalam alkohol sekunder yang
mana atom C mengikat gugus –OH dan 1 atom H (Riswiyanto, 2009).

Mekanisme Uji Ferri Klorida


Prinsip dari uji ferri klorida adalah mendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu
sampel sampel dengan penambahan larutan reagen ferri klorida yang mana hasil uji
positifnya akan menghasilkan warna ungu, merah, hijau atau biru. Dimana hal itu sebagai
akibat dari adanya reaksi gugus OH pada fenol bereaksi dengan larutan feri klorida. Warna
yang dihasilkan dari uji positif bergantung pada subtituen yang terikat pada fenol. Ferri
klorida berfungsi sebagai reagen pendeteksi adanya senyawa fenol pada suatu sampel.
Mekanismenya, terjadi seaksi subtitusi sampel dengan FeCl3 dimana H+ dalam fenol
digantikan dengan Fe3+ dari reagen FeCl3. Fenol yang bereaksi dengan FeCl3 akan melepas
H+ yang berikatan dengan Cl- membentuk HCl. Sedangkan fenol yang kehilangan H + akan
diganti Fe3+ membentuk FeO pada cincin benzena. Reaksi-reaksinya sebagai berikut : (Anam,
2007).
Metanol : CH3OH + FeCl3
Etanol : C2H5OH + FeCl3

Fenol :
2-propanol : C3H7OH + FeCl3
Reagen FeCl3 hanya bereaksi dengan fenol untuk mendeteksi keberadaannya,
sementara tidak bereaksi dengan metanol, etanol, dan 2-propanol karena termasuk ke dalam
golongan alkohol (Riswiyanto, 2009).
KESIMPULAN
Prinsip analisa uji lucas adalah untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan tersier
dengan reagen lucas, dimana terjadi reaksi subtitusi atom OH - digantikan dengan Cl- yang
membentuk alkil klorida dan air, reaksi positif dari uji lucas ditandai dengan terbentuknya kabut
dan terbentuk dua lapisan pada sampel. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida
pekat dan seng klorida. Prinsip dari uji ferri klorida adalah mendeteksi adanya senyawa fenol
pada suatu sampel sampel dengan penambahan larutan reagen ferri klorida yang mana hasil uji
positifnya akan menghasilkan warna ungu, merah, hijau atau biru. Dimana hal itu sebagai akibat
dari adanya reaksi gugus OH pada fenol bereaksi dengan larutan feri klorida. Warna yang
dihasilkan dari uji positif bergantung pada subtituen yang terikat pada fenol.
Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui sifat fisik alkohol dan fenol serta
membedakan senyawa alkohol primer, sekunder, tersier dan fenol dengan menggunakan tes
lucas dan ferri klorida. Pada uji lucas senyawa yang dapat bereaksi adalah 2-propanol yang
tergolongan alkohol sekunder dibuktikan dengan adanya perubahan yang terdapat kabut dan dua
lapis. Pada uji Ferri Klorida senyawa yang bereaksi adalah fenol karena sesuai prinsip uji ferri
klorida yaitu untuk mendeteksi keberadaan fenol dalam suatu senyawa, dibuktikan dengan
adanya perubahan warna yaitu warna ungu.

DAFTAR PUSTAKA

Anizar. 2008. Data Keselamatan Bahan Kimia. Yogyakarta : Graha Ilmu


Chaudari, R.V, Manisha Madhkar Telkar, Chandrashek Vasant Rode. 2009. Process For The
Preparation Of Ethanol. France : Lavoiser Publishing
Geankoplis, Christie J. 2006. Material Safety Date of Methanol. New Jersey : Prentice Hall
Ghalib, Achmad Kholish. 2010. Buku Pintar Kimia. Jakarta : Powerbooks
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Surakarta : Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS
Kemmer, Frank, N. 2008. Material Safety Date of Hydrochloric Acid . New York : Mc Graw
Hill Book Company
Lorch, Walter. 2010. Handbook of Materyal Safety Date Isopropyl Alcohol. New York : Mc
Graw Hill Book Company
Rusjdi, Muhammad. 2014. Identifikasi Gugus Alkohol dengan Uji Lucas dan Uji Ferri Klorida.
Jakarta: PT. Indeks Gramedia
Ramadan, Hadi. 2012. Identifikasi Gugus Alkohol. Jakarta : Erlangga
Sitorus, Marham. 2010. Kimia Organik . Yogyakarta:Graha Ilmu
Sutresna, Nana.2007. Cerdas belajar Kimia. Bandung : PT. Grafindo Media Pratama

DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Anam, Sirojudin. 2007. Mekanisme Uji Lucas dan Ferri Klorida Pada Identifikasi Senyawa
Alkohol dan Fenol. Jakarta : EGC
Riswiyanto, Kurnia. 2009. Senyawa Turunan Alkana. Jakarta : Erlangga
Widiyana. 2006. Kimia Organik. Yogyakarta : Graha Ilmu
Triandini, Putri. 2007. Identifikasi Senyawa Alkohol. Jakarta : Bina Aksara
Rahamdinal, Gusdi. 2010. Kimia Organik. Jakarta : Erlanggga
Gurdianto. 2006. Kimia Organik. Yogyakarta : Graha Ilmu

LAMPIRAN FOTO
Uji Lucas

Uji Ferri Klorida

BAB II
IDENTIFIKASI ALDEHID DAN KETON

TUJUAN :
 Membedakan senyawa aldehid dan keton dengan menggunakan uji Tollens dan Fehling
 Memahami reaksi yang terjadi selama uji Tollens dan Fehling

A. Pre-lab
1. Jelaskan perbedaan mendasar antara aldehid dan keton!
Aldehid adalah senyawa karbon dengan gugus fungsi RCOH yang disebut gugus
formil. Nama IUPAC untuk aldehid turunan alkana adalah alkanal. Nama alkanal diturunkan
dari nama alkana dengan menggantikan akhiran –a dengan –al. Aldehid merupakan senyawa
polar dan mendidih pada suhu yang lebih tinggi dari pada senyawa nonpolar dengan bobot
molekul yang sama. Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil
yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hidrogen. Adanya kemampuan membentuk
ikatan hidrogen maka aldehid dengan bobot molekul rendah dapat larut dalam air. Aldehid
dapat mengalami reaksi seperti oksidasi dan adisi. Aldehid digunakan untuk membuat
formalin pengawetan preparat mayat dan biologi serta untuk membuat berbagai jenis plastik
termoset. Aldehida merupakan senyawa yang mudah dioksidasi, positif dengan uji Tollens,
gugus C = O polar, terbentuk dari oksidasi alkohol sekunder (Amirullah, 2010).
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat
pada dua gugus alkil, dua gugus aril atu sebuah gugus alkil dan sebuah aril. Keton tidak
mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil. Nama IUPAC untuk keton
turunan alkana adalah alkanon. Nama alkanon diturunkan dari nama alkana dengan
menggantikan akhiran –a dengan –on dengan gugus fungsinya adalah RCOR`. Keton
merupakan senyawa yang bersifat polar. Senyawa ini dapat membentuk ikatan hidrogen,
sehingga bobot molekul rendah dapat larut dalam air. Secara terbatas keton dapat mensolvasi
ion. Keton dapat mengalami reaksi oksidasi dan adisi. Keton yang paling banyak digunakan
adalah propanon. Digunakan sebagai pelarut untuk lilin, plastik, sirlak, dan pelarut selulosa
asetat dalam memproduksi krayon, juga digunakan sebagai pembersih kutek. Keton memiliki
sifat gugus C = O polar, tidak kuat dioksidasi, negatif dengan uji Tollens, terbentuk dari
oksidasi alkohol sekunder (Prihasa, 2008).
2.Jelaskan prinsip uji Tollens !
Prinsip dari uji Tollens ini adalah digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan keton
dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen Tollens yaitu AgNO3 dimana akan terjadi
reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi anion karboksilat, ion Ag + dalam
reagensia Tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positif ditandai dengan terbentuknya
cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi. Kelemahan dari reaksi Tollen adalah dia bukan
cuma bereaksi dengan gula pereduksi tetapi juga bereaksi dengan senyawa keton yang mempunyai
gugus metil (Gunawa, 2012).
2. Apa fungsi pereaksi fehling pada uji fehling?
prinsip dari uji fehling ini adalah membedakan gugus aldehid dan keton dalam suatu
sampel dengan menambahkan reagen Fehling A dan Fehling B, dimana Fehling A adalah
CuSO4 dan Fehling B adalah campuran dari NaOH dan Na-K-tatrat. Dalam reaksi ini terjadi
reaksi reduksi dan oksidasi. Aldehid dioksidasi membentuk asam karboksilat, sementara ion
Cu2+ akan tereduksi menjadi Cu+. Hasil uji positif apabila dalam suatu sampel terbentuk
endapan merah bata. Pereaksi fehling berfungsi sebagai oksidator lemah yang merupakan
pereaksi khusus untuk mengenali aldehid (Gunawa, 2012).
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Aldehid
Aldehid adalah senyawa karbon dengan gugus fungsi RCOH yang disebut gugus formil.
Nama IUPAC untuk aldehid turunan alkana adalah alkanal. Nama alkanal diturunkan dari nama
alkana dengan menggantikan akhiran –a dengan –al. Aldehid merupakan senyawa polar dan
mendidih pada suhu yang lebih tinggi dari pada senyawa nonpolar dengan bobot molekul yang
sama. Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada
sebuah atau dua buah atom hidrogen. Adanya kemampuan membentuk ikatan hidrogen maka
aldehid dengan bobot molekul rendah dapat larut dalam air. Aldehid dapat mengalami reaksi
seperti oksidasi dan adisi. Aldehid digunakan untuk membuat formalin pengawetan preparat
mayat dan biologi serta untuk membuat berbagai jenis plastik termoset. Aldehida merupakan
senyawa yang mudah dioksidasi, positif dengan uji Tollens, gugus C = O polar, terbentuk dari
oksidasi alkohol sekunder (Amirullah, 2010).

2. Pengertian Keton
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat pada
dua gugus alkil, dua gugus aril atu sebuah gugus alkil dan sebuah aril. Keton tidak mengandung
atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil. Nama IUPAC untuk keton turunan alkana
adalah alkanon. Nama alkanon diturunkan dari nama alkana dengan menggantikan akhiran –a
dengan –on dengan gugus fungsinya adalah RCOR`. Keton merupakan senyawa yang bersifat
polar. Senyawa ini dapat membentuk ikatan hidrogen, sehingga bobot molekul rendah dapat
larut dalam air. Secara terbatas keton dapat mensolvasi ion. Keton dapat mengalami reaksi
oksidasi dan adisi. Keton yang paling banyak digunakan adalah propanon. Digunakan sebagai
pelarut untuk lilin, plastik, sirlak, dan pelarut selulosa asetat dalam memproduksi krayon, juga
digunakan sebagai pembersih kutek. Keton memiliki sifat gugus C = O polar, tidak kuat
dioksidasi, negatif dengan uji Tollens, terbentuk dari oksidasi alkohol sekunder (Prihasa, 2008).

3. Tinjauan Bahan
3.1 Aseton
Aseton merupakan senyawa keton paling sederhana. Aseton tidak berwarna dan memiliki
bau menyengat khas yang harum wangi. Aseton bersifat karbonil, polar, dan larut didalam air,
sehingga memerlukan busa dari larutan polar untuk memadamkan apinya. ,sangat mudah
terbakar. Titik didih 560C dan secara otomatis terbakar pada suhu 2560C .Aseton digunakan sebagai
pelarut untuk vernish, pembersih cat kayu, dan pembersih cat kuku. Dalam industri aseton
digunakan sebagai bahan baku membuat kloroform (Raton, 2013).

3.2 Glukosa
Glukosa adalah monosakarida berkarbon enam (heksosa) yang digunakan sebagai sumber
dasar energi oleh kebanyakan sel heterotrofik. Glukosa memiliki rumus molekul C6H12O6
dengan lima gugus hidroksi tersusun spesifik pada enam atom karbon. Glukosa merupakan salah
satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan.
Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi (Stanfield, 2006).

3.3 Fruktosa
Fruktosa adalah polihidroksiketon dengan 6 atom karbon yang merupakan isomer dari glukosa
yang memiliki rumus molekul yang sama dengan glukosa (C6H12O6) namun memiliki struktur
yang berbeda. Fruktosa murni rasanya sangat manis, warnanya putih, berbentuk kristal padat, dan
sangat mudah larut dalam air. Fruktosa ditemukan pada tanaman terutama pada madu, pohon buah,
bunga, beri dan sayuran. Ditanaman fruktosa dapat berbentuk monosakarida dan atau sebagai
komponen dari sukrosa. Sukrosa merupakan molekul disakarida yang merupakan gabungandari
satmolekul glukosa dan satu molekul fruktosa (Stanfield, 2006).

3.4 Formalin
Formalin adalah larutan yang terdiri atas 37-40 % gas formaldehid. Formalin dapat menyebabkan kanker,
iritasi, kontak hipersensitif dan kerusakan paru-paru. Formalin sangat efektif dalam membunuh parasit dan
melemahkan kerja mikrobakteria. Formalin harus disimpan ditempat yang gelap pada suhu diatas
40C (Noga, 2011).

3.5 Tollens (AgNO3)


Tollens adalah pereaksi yang mengandung perak sebagai ion kompleks yaitu [Ag(NH3)2]+.
Umumnya dalam persamaan reaksi pereaksi tollens ditulis sebagai Ag2O. Pereaksi tollens dibuat
dengan menambahkan NaOH ke dalam perak nitrat yang membentuk endapan coklat Ag2O.
Kemudian endapan dilarutkan dalam larutan ammonia (Amirullah, 2010).

3.6 NH4OH
Ammonium hidroksida merupakan senyawa yang tersusun dari larutan NH3 dalam air. Berwujud cair,
tidak berwarna, berbau kuat seperti amonia, dan bersifat korosif serta beracun. Ammonium hidroksida memiliki
titik didih 270C dengan massa molekul 35, 04 gr/mol. Amonium hidroksida dapat menyebabkan kerusakan pada
penglihatan, kulit, sisitem pencernaan, pernafasan dan dapat menyebabkan rasa terbakar pada paru-paru.
Digunakan sebagai pereaksi analisis, baik kualitatif maupun kuantitatif, diindustri sebagai bahan
dasar pembuatan asam nitrat, Na-karbonat, pupuk ZA, pengisi mesin pendingin (Amirullah,
2010).

3.7 NaOH
Natrium hidroksida merupakan suatu basa kuat yang sangat mudah larut dalam air. Senyawa ini
biasa disebut sebagai soda kaustik, atau soda api karena sifatnya yang terasa panas dan licin jika
terkena kulit. NaOH merupakan senyawa ionic yang memiliki titil lebur 318 0C dan titik didih
13900C. NaOH sangat mudah larut dalam air dan kelarutannya bersifat eksotermis. NaOH dapat
dibuat dengan elektrolisis brine (larutan NaCl). NaOH banyak digunakan dalam sabun,
detergen, industri tekstil, pemurnian minyak bumi, dan lainnya (Susilaningsih, 2008).

3.8 Fehling A
Fehling A adalah larutan encer berwarna biru dari tembaga(II) sulfat. Berwujud cair, memiliki
warna biru dan tidak memiliki bau. Bersifat racun pada kehidupan air dan tumbuhan. Tidak
dapat terbakar dan termasuk kedalam senyawa yang stabil. . Fehling dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu senyawa mengandung karbonil aldehid atau keton (Kurniawan, 2011).

3.9 Fehling B
Fehling B adalah larutan jernih dari kalium natrium tartrat encer. Fehling B berwujud cair,
tidak bewarna dan tidak berbau. Memiliki ph> 12. Fehling B apat menyebabkan rasa terbakar
pada mata, kulit, penernaan dan pernafasan karena adanya kandungan natrium hidroksida dan kalium
natrium tartrat tetrahidrad. Fehling dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu senyawa
mengandung karbonil aldehid atau keton (Kurniawan, 2011).

3.10Aquades
Aquades adalah air hasil destilasi atau penyulingan, sama dengan air murni dan tidak ada
mineral-mineral lain. Air destilasi ini memiliki rumus kimia pada air umumnya yaitu H 2O, yang
berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen dan atom oksigen tunggal. Aquades
ini bentuknya cair dan seperti air pada umumnya dan merupakan bahan kimia yang tidak
berbahaya bagi tubuh manusia karena memiliki pH netral sehingga tidak menimbulkan efek
samping. Aquades ini biasanya berfungsi sebagai pelarut (Hastuti, 2007).

B. Diagram Alir
1. Uji Tollens
1 ml larutan AgNO3 5%

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berbeda


NH4OH 6M hingga endapan
menghilang

1 ml sampel
(Aseton, fruktosa, glukosa,
sukrosa dan formaldehid)

Dipanaskan kurang lebih 2 menit

Diamati perubahan yang terjadi

HASIL

2.Uji Fehling
5 tetes fehling A

dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi berbeda


5 tetes NaOH

10 tetes fehling B

1 ml sampel (Aseton, fruktosa, glukosa,


sukrosa, dan formaldehid)
dipanaskan kurang lebih 2 menit

Diamati perubahan yang terjadi

HASIL

C. Data Hasil Percobaan


1. Uji Tollens
No Nama Reagen Sampel + Reagen Sampel + Reagen Hasil uji
. Sampel Tollens + Tollens (tanpa Tollens (setelah (+)/(-)
NH4OH pemanasan) pemanasan)
1. Aseton Bening Bening Abu-abu bening -
2. Fruktosa Bening Coklat bening Cermin perak +
3. Glukosa Bening Bening Cermin perak +
4. Sukrosa Bening Bening Bening kecoklatan -
5. formaldehid Bening Coklat perak Cermin perak +

2. Uji Fehling
No. Nama Reagen Sampel + Reagen Sampel + Reagen Hasil
Sampel Fehling Fehling (tanpa Fehling (setelah uji (+)/
+ NaOH pemanasan) pemanasan) (-)
1. Aseton Biru tua Bening dengan endapan Bening dengan -
berwarna biru endapan berwarna biru
2. Fruktosa Biru tua Orange Merah bata dan +
terdapat endapan
3. Glukosa Biru tua Biru keruh Coklat endapan merah +
bata
4. Sukrosa Biru tua Biru bening Biru bening -
5. formaldehid Biru tua Biru bening Merah bata +

D. Pembahasan
1. Uji Tollens
a) Prinsip Uji Tollens
Prinsip dari uji Tollens adalah digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan keton
dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen Tollens yaitu AgNO3 dimana akan terjadi
reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion Ag+ dalam
reagensia tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positif ditandai dengan terbentuknya
cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi. Reaksinya sebagai berikut : (Gunawa, 2012).

b) Analisa Prosedur
Langkah pertama adalah mengidentifikasi gugus fungsi aldehid dan keton dengan
menggunakan uji tollens. Pertama mempersiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan
dalam percobaan ini antara lain pipet tetes berfungsi untuk mengambil NH4OH dalam bentuk
tetes, enam buah pipet ukur berfungsi untuk mengambil larutan AgNO3 5% dan sampel, lima
buah tabung reaksi berfungsi sebagai tempat mereaksikan reagen dengan sampel, penjepit
tabung reaksi berfungsi untuk menjepit tabung agar tangan tidak terkena panas saat
memanaskan tabung, bunsen burner berfungsi sebagai tempat untuk memanaskan tabung, rak
tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, korek api berfungsi untuk
menyalakan api pada bunsen dan bulb berfungsi untuk membantu pipet ukur dalam
mengambil larutan dengan cara disedot. Bahan yang digunakan antara lain larutan AgNO3
5%, NH4OH 6M, Formaldehid, Glukosa, Aseton, Fruktosa dan Sukrosa. AgNO 3 5% berfungsi
sebagai pereaksi yang bereaksi dengan sampel untuk membentuk cermin perak pada uji
tollens, NH4OH 6M berfungsi untuk menciptakan suasana basa dalam reaksi uji tollens.
Formaldehid, Glukosa, Aseton, Fruktosa dan Sukrosa berfungsi sebagai sampel yang diuji.
Setelah menyiapkan alat dan bahan, kemudian melakukan percobaan, pertama memberi label
pada tabung reaksi sesuai sampel untuk mempermudah dalam mengenali sampel yang di uji
coba dan supaya tidak tertukar. Kemudian mengambil 1 ml larutan AgNO3 5% dengan
menggunakan pipet ukur dan bulb, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi, masing-masing
tabung 1 ml. Pada saat mengambil larutan AgNO 3 harus memakai sarung tangan sebagai
salah satu keselamatan kerja. Setelah mengambil larutan AgNO3 5% dan memasukkannya
kedalam semua tabung reaksi, selanjutnya menetesi tabung yang sudah berisi larutan AgNO3
5% dengan menggunakan NH4OH sebanyak 2-6 tetes, pada tiap-tiap tabung reaksi tujuan dari
ditetesi larutan NH4OH adalah untuk mencegah pengendapan ion perak pada saat dilakukan
pemanasan pada suhu tinggi, selain itu juga untuk membentuk suasana basa. Penambahan
NH4OH dilakukan secara merata ke semua tabung reaksi sampai tidak ada endapan atau
endapannya hilang. Ketika mengambil NH4OH harus menggunakan masker karena berbau
menyengat khas amonia. Selanjutnya adalah menambahkan 1 ml sampel kedalam tabung
reaksi sesuai dengan label. Sampel yang ditambahkan antara lain aseton, fruktosa, glukosa,
sukrosa, dan formaldehid. Untuk sampel formaldehid ditambahkan paling akhir karena
formaldehid bersifat mudah teroksidasi. Setelah ditambahkan, tabung reaksi kemudian
dipanaskan sekitar kurang lebih dua menit diatas bunsen burner, pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi yang terjadi antara AgNO 3 dengan sampel uji, khusus untuk formaldehid
dipanaskan terlebih dahulu karena mudah teroksidasi atau pun juga tidak perlu dipanaskan
karena formaldehid langsung bereaksi membentuk cermin perak pada saat ditambahkan
kedalam tabung reaksi. Pemanasan dilakukan dengan menggoyangkan tabung menggunakan
penjepit tujuannya mencegah tabung reaksi pecah. Pemanasan menggunakan bunsen
tujuannya karena sampel lebih mudah bereaksi dengan api secara langsung. Ketika sampel
telah mendidih pemanasan dihentikan sejenak, dan dilanjutkan lagi ketika sampel sudah tidak
mendidih lagi tujuannya agar sampel dalam tabung tidak menyembur. Setelah dipanaskan
selama dua menit, kemudian diamati perubahan yang terjadi dan dicatat di data hasil
pengamatan.

c) Analisa Hasil
Dari percobaan uji tollens untuk mengidentifikasi gugus aldehid dan keton diperoleh
analisa data hasil percobaan sebagai berikut. Pada tabung berlabel aseton yang diberi 1 ml
AgNO3 dan kemudian ditambah NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3
tidak terbentuk endapan lagi dan kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan
sampel aseton sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung
berwarna bening dan setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya
tetap bening. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa
aseton tidak dapat bereaksi dengan reagen AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah negatif dan
tidak terbentuk cermin perak, larutan tetap bening meskipun sudah dipanaskan karena aseton
bukan termasuk aldehid melainkan keton. Hal ini sesuai literatur bahwa aseton merupakan
senyawa keton paling sederhana yang tidak memiliki atom H yang terikat langsung pada
atom karbon karbonilnya sehingga sulit untuk dioksidasi. Pada uji tollens tidak terjadi reaksi
reduksi oksidasi dengan AgNO3 karena aseton hanya dapat bereaksi dengan oksidator kuat,
sedangkan reagen tollens termasuk oksidator lemah (Ratnaningsih, 2011).
Pada tabung berlabel fruktosa yang diberi 1 ml AgNO3 dan kemudian ditambah
NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3 tidak terbentuk endapan lagi dan
kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel fruktosa sebanyak 1 ml dan
tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna coklat bening dan setelah
dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit terbentuk cermin perak. Pemanasan
bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa fruktosa dapat bereaksi
dengan reagen AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah positif meskipun fruktosa merupakan
senyawa keton namun dapat membentuk endapan cermin perak karena fruktosa memiliki
gugus OH bebas yang dapat bereaksi dengan regen tollens. Hal ini sesuai literatur bahwa
fruktosa merupakan karbohidrat yang mengikat gugus keton, yang memiliki gugus pereduksi
yaitu gugus OH yang terikat pada atom C nomer satu-nya sehingga fruktosa dapat bereaksi
dengan tollens untuk membentuk cermin perak. Fruktosa mengalami tautomerisasi, sehingga
ketika direaksikan dengan tollens bereaksi positif menghasilkan cermin perak. Fruktosa dapat
dioksidasi oleh tollens karena fruktosa mudah teroksidasi dalam larutan basa berada dalam
kesetimbangan (Ratnaningsih, 2011).
Pada tabung berlabel glukosa yang diberi 1 ml AgNO 3 dan kemudian ditambah
NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3 tidak terbentuk endapan lagi dan
kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel glukosa sebanyak 1 ml dan
tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna bening namun setelah dilakukan
pemanasan selama kurang lebih 2 menit terbentuk cermin perak. Pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa dapat bereaksi dengan reagen
AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah positif dan terbentuk cermin perak karena glukosa
termasuk gugus aldehid. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa glukosa merupakan
karbohidrat yang mengikat gugus aldehid yang memiliki gugus H yang mudah untuk
dioksidasi dan juga memiliki gugus pereduksi OH di atom C nomer satu-nya sehingga dapat
bereaksi pada uji tollens dengan AgNO3 yang membentuk endapan cermin perak
(Ratnaningsih, 2011). Hal ini juga sesuai literatur bahwa prinsip dari uji tollens adalah
digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan
menambahkan reagen tollens yaitu AgNO3 dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi.
Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia tollens direduksi
menjadi logam Ag. Uji positif ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding
dalam tabung reaksi (Gunawa, 2012).
Pada tabung berlabel sukrosa yang diberi 1 ml AgNO 3 dan kemudian ditambah
NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3 tidak terbentuk endapan lagi dan
kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel sukrosa sebanyak 1 ml dan
tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna bening dan setelah dilakukan
pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya menjadi bening kecoklatan. Pemanasan
bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa sukrosa tidak dapat
bereaksi dengan reagen AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah negatif dan tidak terbentuk
endapan cermin perak karena sukrosa termasuk kedalam disakarida. Hal ini sesuai literatur
bahwa sukrosa termasuk disakarida yang tidak dapat bereaksi dalam uji tollens karena
sukrosa terdiri dari fruktosa dan glukosa. Dimana gugus pereduksi pada sukrosa telah
digunakan untuk berikatan oleh glukosa dan fruktosa, gugus OH bebas dari fruktosa dan
gugus H bebas dari glukosa berikatan dengan sukrosa sehingga tidak memiliki gugus OH
atau H bebas dan tidak dapat dioksidasi atau mereduksikan AgNO3 (Ratnaningsih, 2011).
Pada tabung berlabel formaldehid yang diberi 1 ml AgNO 3 dan kemudian ditambah
NH4OH 6 M dibutuhkan 6 tetes NH4OH supaya AgNO3 tidak terbentuk endapan lagi dan
kembali bening. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel formaldehid sebanyak 1 ml dan
tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna cermin perak dan setelah
dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit terbentuk cermin perak. Pada formaldehid
tanpa pemanasan sudah terbentuk endapan cermin perak. pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa formaldehid dapat bereaksi dengan reagen
AgNO3 sehingga hasil ujinya adalah positif dan terbentuk cermin perak karena formaldehid
termasuk bentuk sederhana dari gugus aldehid yang paling umum. Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa formaldehida merupakan bentuk pertama aldehid yang disebut metanal
sehingga dapat dengan mudah dan cepat untuk dioksidasi oleh AgNO3 untuk membentuk
cermin perak, aldehid dapat mereduksi larutan perak amoniak (larutan AgNO3 dalam larutan
NH3berlebih). Formaldehid mempunyai 2 atom H yang terikat langsung pada atom C
karbonil, sehingga mampu mereduksi pereaksi Tollen’s (Ratnaningsih, 2011). Hal ini juga
sesuai literatur bahwa prinsip dari uji tollens adalah digunakan untuk membedakan senyawa
aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen tollens yaitu AgNO3
dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion
Ag+ dalam reagensia tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positif ditandai dengan
terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi (Gunawa, 2012).

d) Reaksi tiap sampel


1. Reaksi antara aseton dengan reagen tollens (Strude, 2006).
C3H6O + Ag2O

2. Reaksi antara fruktosa dengan reagen tollens (Strude, 2006).


CH2OH(CHOH)3CO (CH2OH) + Ag2O CH2OH(CHOH)3CHOH(COOH) + 2Ag

3. Reaksi antara glukosa dengan reagen tollens (Strude, 2006).


CH2OH(CHOH)4CHO + Ag2O CH2OH(CHOH)4COOH + 2Ag

4. Reaksi antara sukrosa dengan reagen tollens (Strude, 2006).


C12H24O12 + Ag2O

5. Reaksi antara formaldehid dengan reagen tollens (Strude, 2006).


H2CO + Ag2O H-COOH + 2Ag

2.Uji Fehling
a) Prinsip Uji fehling
Prinsip dari uji fehling adalah digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan
keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen fehling yaitu fehling A (Tembaga
Sulfat) dan Fehling B (Kalium-Natrium Tartrat) dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi.
Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion Cu2+ dalam reagensia fehling direduksi
menjadi ion Cu+. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dalam tabung
reaksi. Reaksinya sebagai berikut : (Gunawa, 2012).

b) Analisa Prosedur
Langkah kedua adalah mengidentifikasi gugus fungsi aldehid dan keton dengan
menggunakan uji Fehling. Pertama mempersiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan
dalam percobaan ini antara lain 3 pipet tetes berfungsi untuk mengambil NaOH, Fehling A
dan Fehling B dalam bentuk tetes, lima buah pipet ukur berfungsi untuk mengambil larutan
sampel, lima buah tabung reaksi berfungsi sebagai tempat mereaksikan reagen dengan
sampel, penjepit tabung reaksi berfungsi untuk menjepit tabung agar tangan tidak terkena
panas saat memanaskan tabung, bunsen burner berfungsi sebagai tempat untuk memanaskan
tabung, rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, korek api berfungsi
untuk menyalakan api pada bunsen dan bulb berfungsi untuk membantu pipet ukur dalam
mengambil larutan dengan cara disedot. Bahan yang digunakan antara lain larutan fehling A,
Fehling B, NaOH, Formaldehid, Glukosa, Aseton, Fruktosa dan Sukrosa. Fehling A dan
fehling B berfungsi sebagai pereaksi yang bereaksi dengan sampel untuk membentuk
endapan merah bata pada uji fehling, NaOH berfungsi untuk menciptakan suasana basa
dalam reaksi uji fehling. Formaldehid, Glukosa, Aseton, Fruktosa dan Sukrosa berfungsi
sebagai sampel yang diuji. Setelah menyiapkan alat dan bahan, kemudian melakukan
percobaan, pertama memberi label pada tabung reaksi sesuai sampel untuk mempermudah
dalam mengenali sampel yang di uji coba dan supaya tidak tertukar. Kemudian mengambil 5
tetes fehling A dengan menggunakan pipet tetes, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi,
masing-masing tabung 5 tetes. Selanjutnya menetesi tabung yang sudah berisi larutan fehling
A dengan menggunakan NaOH sebanyak 5 tetes, pada tiap-tiap tabung reaksi tujuan dari
ditetesi larutan NaOH adalah untuk membentuk suasana basa. Selanjutnya menambahkan
lagi tabung yang berisi fehling A dan NaOH dengan fehling B masing-masing 10 tetes
dengan bantuan pipet tetes. Selanjutnya adalah menambahkan 1 ml sampel kedalam tabung
reaksi sesuai dengan label. Sampel yang ditambahkan antara lain aseton, fruktosa, glukosa,
sukrosa, dan formaldehid. Untuk sampel formaldehid ditambahkan paling akhir karena
formaldehid bersifat mudah teroksidasi. Setelah ditambahkan, tabung reaksi kemudian
dipanaskan sekitar kurang lebih dua menit diatas bunsen burner, pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi yang terjadi antara Fehling dengan sampel uji, khusus untuk formaldehid
dipanaskan terlebih dahulu karena mudah teroksidasi atau pun juga tidak perlu dipanaskan
karena formaldehid langsung bereaksi membentuk cermin perak pada saat ditambahkan
kedalam tabung reaksi. Pemanasan dilakukan dengan menggoyangkan tabung menggunakan
penjepit tujuannya mencegah tabung reaksi pecah. Pemanasan menggunakan bunsen
tujuannya karena sampel lebih mudah bereaksi dengan api secara langsung. Ketika sampel
telah mendidih pemanasan dihentikan sejenak, dan dilanjutkan lagi ketika sampel sudah tidak
mendidih lagi tujuannya agar sampel dalam tabung tidak menyembur. Setelah dipanaskan
selama dua menit, kemudian diamati perubahan yang terjadi dan dicatat di data hasil
pengamatan.

c) Analisa Hasil
Dari percobaan uji fehling untuk membedakan gugus aldehid dan keton diperoleh
analisa data sebagai berikut. Pada tabung berlabel aseton yang diberi reagen fehling dan
kemudian ditambah 5 tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah
dengan sampel aseton sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung
berwarna bening dengan endapan berwarna biru dan setelah dilakukan pemanasan selama
kurang lebih 2 menit warnanya tetap bening dengan endapan berwarna biru. Pemanasan
bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa aseton tidak dapat bereaksi
dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah negatif dan tidak terbentuk endapan
merah bata karena aseton bukan termasuk kedalam aldehid melainkan termasuk keton. Hal
ini sesuai literatur bahwa aseton merupakan senyawa keton paling sederhana yang tidak
memiliki atom H yang terikat langsung pada atom karbon karbonilnya sehingga sulit untuk
dioksidasi. Pada uji fehling tidak terjadi reaksi reduksi oksidasi dengan reagen fehling karena
aseton hanya dapat bereaksi dengan oksidator kuat, sedangkan reagen tollens termasuk
oksidator lemah. Aseton dalam pereaksi fehling tidak dapat mereduksi ion tembaga, sehingga
tidak terbentuk endapan (Ratnaningsih, 2011). Pada sampel aseton ini diperoleh dua lapisan
yang terpisah yaitu bening dengan endapan berwarna biru. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwa aseton direaksikan dengan pereaksi fehling tidak terbentuk endapan hanya terdapat
larutan yang terpisah menjadi dua lapisan. Terbentuk dua lapisan dikarenakan massa jenis
fehling lebih besar dari pada aseton sehingga tidak bisa homogen (Putra, 2010).
Pada tabung berlabel fruktosa yang diberi reagen fehling dan kemudian ditambah 5
tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel fruktosa
sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna orange dan
setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya merah bata dan terdapat
endapan. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa
fruktosa dapat bereaksi dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah positif meskipun
fruktosa merupakan senyawa keton namun dapat membentuk endapan merah bata karena
fruktosa memiliki gugus OH bebas yang dapat bereaksi dengan reagen fehling. Hal ini sesuai
literatur bahwa fruktosa merupakan karbohidrat yang mengikat gugus keton, yang memiliki
gugus pereduksi yaitu gugus OH yang terikat pada atom C nomer satu-nya sehingga fruktosa
dapat bereaksi dengan fehling untuk membentuk endapan merah bata. Fruktosa dapat
dioksidasi oleh fehling karena fruktosa mudah teroksidasi dalam larutan basa berada dalam
kesetimbangan (Ratnaningsih, 2011).
Pada tabung berlabel glukosa yang diberi reagen fehling dan kemudian ditambah 5
tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel glukosa
sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna biru keruh
dan setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya coklat dengan
endapan merah bata. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan
bahwa glukosa dapat bereaksi dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah positif dan
terbentuk endapan merah bata karena glukosa termasuk gugus aldehid. Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa glukosa merupakan karbohidrat yang mengikat gugus aldehid yang memiliki
gugus H yang mudah untuk dioksidasi dan juga memiliki gugus pereduksi OH di atom C
nomer satu-nya sehingga dapat bereaksi pada uji fehling dengan reagen fehling yang
membentuk endapan merah bata (Ratnaningsih, 2011). Hal ini juga sesuai literatur bahwa
prinsip dari uji fehling adalah digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan keton
dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen fehling yaitu fehling A dan fehling B
dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion
Cu2+ dalam reagensia fehling direduksi menjadi Cu+. Uji positif ditandai dengan terbentuknya
endapan merah bata pada dinding dalam tabung reaksi (Gunawa, 2012).
Pada tabung berlabel sukrosa yang diberi reagen fehling dan kemudian ditambah 5
tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel sukrosa
sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna biru bening
dan setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya tetap biru bening.
Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa sukrosa tidak
dapat bereaksi dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah negatif dan tidak terbentuk
endapan merah bata karena sukrosa termasuk kedalam disakarida. Hal ini sesuai literatur
bahwa sukrosa termasuk disakarida ysng tidak dapat bereaksi dalam uji fehling karena
sukrosa terdiri dari fruktosa dan glukosa. Dimana gugus pereduksi pada sukrosa telah
digunakan untuk berikatan oleh glukosa dan fruktosa, gugus OH bebas dari fruktosa dan
gugus H bebas dari glukosa berikatan dengan sukrosa sehingga tidak memiliki gugus OH
atau H bebas dan tidak dapat dioksidasi atau mereduksikan reagen fehling (Ratnaningsih,
2011).
Pada tabung berlabel formaldehid yang diberi reagen fehling dan kemudian ditambah 5
tetes NaOH menjadi berwarna biru tua. Selanjutnya setelah ditambah dengan sampel
formaldehid sebanyak 1 ml dan tanpa dilakukan pemanasan, sampel dalam tabung berwarna
biru bening dan setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 2 menit warnanya merah
bata. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa
formaldehid dapat bereaksi dengan reagen fehling sehingga hasil ujinya adalah positif dan
terbentuk endapan merah bata karena formaldehid termasuk bentuk sederhana dari gugus
aldehid yang paling umum. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa formaldehida merupakan
bentuk pertama aldehid yang disebut metanal sehingga dapat dengan mudah dan cepat untuk
dioksidasi oleh fehling untuk membentuk endapan merah bata, aldehid dapat mereduksi
larutan fehling. Formaldehid mempunyai 2 atom H yang terikat langsung pada atom C
karbonil, sehingga mampu mereduksi pereaksi fehling (Ratnaningsih, 2011). Hal ini juga
sesuai literatur bahwa prinsip dari uji fehling adalah digunakan untuk membedakan senyawa
aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen fehling yaitu fehling A
dan fehling B dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam
karboksilat, ion Cu2+ dalam reagensia fehling direduksi menjadi Cu+. Uji positif ditandai
dengan terbentuknya endapan merah bata pada dinding dalam tabung reaksi (Gunawa, 2012).

d) Reaksi pada sampel


1. Reaksi yang antara aseton dengan reagen tollens (Strude, 2006).
C3H6O + 2CuO

2. Reaksi yang antara fruktosa dengan reagen tollens (Strude, 2006).


CH2OH(CHOH)3CO (CH2OH) + 2CuO CH2OH(CHOH)3CHOH(COOH)+ Cu2O

3. Reaksi yang antara glukosa dengan reagen tollens (Strude, 2006).


CH2OH(CHOH)4CHO + 2CuO CH2OH(CHOH)4COOH + Cu2O

4. Reaksi yang antara sukrosa dengan reagen tollens (Strude, 2006).


C12H24O12 + 2CuO

5. Reaksi yang antara formaldehid dengan reagen tollens (Strude, 2006).


H2CO + 2CuO H-COOH + Cu2O

PERTANYAAN
1. Apa fungsi penambahan larutan AgNO3 5% dalam percobaan uji Tollens?
Penambahan larutan AgNO3 berfungsi sebagai reagen dalam uji tollens yaang
berperan dalam mengoksidasi sampel dan membentuk cermin perak akibat ion Ag + yang
tereduksi menjadi logam Ag sebagai tanda bahwa suatu sampel memiliki gugus aldehid.
Uji positif ditandai dengan terbentuknya cermin perak (Sudarmono, 2007).

2. Apa fungsi penambahan larutan NH4OH 6M dalam percobaan uji Tollens?


Penambahan larutan NH4OH berfungsi untuk mencegah endapan ion perak sebagai
oksidasi AgNO3 pada suhu tinggi (untuk mencegah terbentuknya endapan awal dan
melepas Ag) dan untuk membuat sampel menjadi basa agar tidak mudah cepat
teroksidasi (Sudarmono, 2007).
KESIMPULAN
Tujuan dari dilakukannya percobaan ini adalah praktikan diharapkan dapat membedakan
senyawa aldehid dan keton dengan menggunakan uji Tollens dan Fehling serta dapat memahami
reaksi yang terjadi selama uji Tollens dan Fehling.
Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat
pada sebuah atau dua buah atom hidrogen. Keton adalah suatu senyawa organik yang
mempunyai sebuah gugus karbonil yang terikat pada dua gugus alkil atau dua gugus aril.
Prinsip dari uji Tollens adalah digunakan untuk membedakan senyawa aldehid dan keton
dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen Tollens yaitu AgNO3 dimana akan terjadi
reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia
tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positif ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada
dinding dalam tabung reaksi. Prinsip dari uji fehling adalah digunakan untuk membedakan
senyawa aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen fehling yaitu
fehling A (Tembaga Sulfat) dan Fehling B (Kalium-Natrium Tartrat) dimana akan terjadi reaksi
reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat, ion Cu2+ dalam reagensia fehling
direduksi menjadi ion Cu+. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dalam
tabung reaksi.
Dari percobaan diperoleh data hasil praktikum bahwa yang termasuk kedalam aldehid
adalah glukosa dan formaldehid yang ditandai dengan terbentuknya cermin perak dan endapan
merah bata pada tabung sedangkan yang termasuk keton adalah fruktosa, dan aseton. Fruktosa
termasuk kedalam keton namun dapat bereaksi dengan tollens dan fehling karena memiliki
gugus pereduksi yaitu gugus OH yang terikat pada atom C nomer satu-nya. Sukrosa termasuk
kedalam golongan disakarida.

DAFTAR PUSTAKA

Amirullah, Fitriana. 2010. Kimia Dalam Keperawatan. Bandung : Pustaka As Salam


Gunawa, Trisna. 2012. Prinsip Uji Tollens dan Uji Fehling. Jakarta : Erlangga
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Surakarta : Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS
Kurniawan, Wahyu. 2011. Deteksi Adanya Pemalsuan Minyak Melati Dengan Menguji Putaran
Optik Menggunakan Polimeter WXG-4. Semarang : Fakultas Teknik Universitas Ponegoro
Noga, Edward J. 2011. Fish Disease : Diagnosis and Treatment. Philadelphia : Black Publishing
Prihasa, Novan. 2008. Makalah Kimia Organik Mengenal Keton dan Aplikasinya. Banten :
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Press
Raton, Boca. 2013. Hazardous Materials Chemistry. Florida : Taylor & Francis Group
Stansfield, William D. 2006. Molecular and Cell Biology. New Jersey : Mc Graw-Hill
Susilaningsih, Penny. 2008. Kimia Organik. Jakarta : Bina Rupa Aksara

DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN


Putra, Gunawan Aditya. 2010. Sifat Senyawa Karbonil Aldehid dan Keton. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Ratnaningsih. 2011. Identifikasi Senyawa Karbonil (Gugus Aldehid dan Keton). Bandung : ITB
Sudarmono, Adi. 2007. Identifikasi Gugus Karbonil pada Suatu Senyawa. Jakarta : Erlangga
Strude, Glends. 2006. Chemical Reactions at Test Fehling and Tollens. New jersey : Mc-Graw
Hill

LAMPIRAN FOTO

Uji Lucas tanpa pemanasan Uji Lucas dengan pemanasan


Uji Fehling tanpa pemanasan Uji Fehling dengan pemanasan

BAB III
ANALISIS KUALITATIF KARBOHIDRAT

TUJUAN :
 Mengetahui prinsip dasar uji kualitatif karbohidrat
 Mengetahui perbedaan prinsip dari masing-masing metode

A. Pre-lab
1. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis karbohidrat dan beri contoh masing-masing 3 ?
Monosakarida adalah adalah karbohidrat paling sederhana. Jika dihidrolisis senyawa-
senyawanya sudah tidak dapat diurai lagi menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.
Monosakarida terdiri atas 3-6 atom C, atom-atom hidrogen dan oksigen terikat pada rantai
atau cincin ini secara terpisah atau sebagai gugus hidroksil (OH). monosakasida dapat
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu menurut banyaknya atom karbo yang menyusun molekul
monosakarida dan menurut kandungan aldehid dan keton. Macam-macamnya iyalah triosa
(C3), tetrosa (C4), pentosa (C5), heksosa (C6), heptosa (C7). Sedangkan yang mengandung
gugus aldehid disebut aldose dan yang mengandung keton disebut ketosa. Contoh dari
monosakarida adalah glukosa, galaktosa, fruktosa, ribosa dan sebagainya (Marks, 2006).
Oligosakarida merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida yang
jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida. Sehingga
oligosakarida dapat berupa disakarida, trisakarida dan lainnya. Oligosakarida secara
eksperimen banyak dihasilkan dari proses hidrolisa polisakarida dan hanya beberapa
oligosakarida yang secara alami terdapat di alam. Oligosakarida yang paling banyak
digunakan dan terdapat di alam adalah bentuk disakarida seperti maltosa, laktosa dan
sukrosa. Umumnya oligosakarida terdapat secara alami sebagai bagian dari tanaman. Contoh
dari oligosakarida adalah disakarida ( Sukrosa, laktosa dan maltosa), trisakarida ( maltotriosa
dan rafinosa), polimer monosakarida > 5 (maltoheksa, ajukosa) (Marks, 2006).
Polisakarida adalah senyawa yang terdiri dari gabungan molekul- molekul
monosakarida yang banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak molekul
monosakarida. Polisakarida merupakan jenis karbohidrat yang terdiri dari lebih 6
monosakarida dengan rantai lurus/cabang. Polisakarida pada umumnya berupa senyawa putih
dan tidak berasa manis, beberapa polisakarida dapat larut dalam air. Polisakarida mempunyai
rumus molekul (C6H10O5)n dengan harga n yang besar. Contoh dari polisakarida adalah
amilum, glikogen, selulosa (Marks, 2006).
2.Bagaimana prinsip analisis karbohidrat menggunakan uji Molisch?
Prinsip analisis karbohidrat dengan uji molisch adalah digunakan untuk mendeteksi
adanya karbohidrat pada suatu sampel. Dimana terjadi reaksi dehidrasi karbohidrat oleh
asam sulfat menmbentuk cincin furfural dan alfa naftol yang akan membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu pada permukaan larutan. Uji positif dari uji ini ditunjukan dengan
adanya perubahan sampel menjadi berwarna ungu. Reagen Molisch adalah larutan dari alfa-
naftol dalam etanol 95%. Dimana asam sulfat berfungsi sebagai pembentukan senyawa
furfural dan sebagai agen kondensasi. Dasar dari uji molisch adalah heksosa atau pentosa
mengalami dehidrasi oleh pengaruh asam sulfat pekat menjadi hidroksimetilfurfural atau
furfural dan kondensasi aldehid yang terbentuk ini dengan a-naftol membentuk senyawa yang
berwarna khusus untuk polisakarida dan disakarida. Reaksi ini terdiri atas 3 tahapan yaitu
hidrolisis polisakarida dan disakarida menjadi heksosa atau pentosa, dan diikuti oleh proses
dehidrasi dan kondensasi (Sumardjo, 2009).
3. Bagaimanakah reaksi yang terjadi antara larutan yodium dengan sampel?
Tujuan dari uji yodium adalah untuk mengidentifikasi kandungan pati dalam suatu
sampel. Prinsipnya iyalah larutan yodium akan bereaksi dengan pati dengan cara larutan
yodium dalam bentuk triiodida akan masuk ke struktur helikal pada pati dan membentuk
warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa bereaksi dengan iodium akan
berwarna biru dan amilopektin bereaksi dengan iodium akan berwarna merah violet
sedangkan dekstrin akan memberikan perubahan warna, namun perubahan warna pada
dekstrin tidak sesempurna pati karena pemutusan rantai-rantai gula pada dekstrin tidak
sempurna sehingga perubahan warna yang terjadi berupa warna merah atau coklat. Sampel
yang positif ditunjukan dengan adanya perubahan warna sampel menjadi biru tua. Yang
berperan adalah amilosa (sekumpulan gulungan heliks yang dibutuhkan untuk pembentukan
kompleks warna, pada monosakarida dan disakarida tidak memiliki gulungan heliks).
Mekanisme yang terjadi pada uji iodin ini adalah KI akan membentuk kompleks triiodida
dalam air yang kemudian masuk kedalam helikal pati dan membentuk warna biru pekat.
Reaksi yang terjadi pada uji iodin ini adalah : ( Sumardjo, 2009).
H2O2(aq) + 3 I-(aq) + 2 H+ → I3- + 2 H2O
I3-(aq) + 2 S2O32-(aq) → 3 I-(aq) + S4O62-(aq)

4.Apa fungsi dari uji benedict dan sampel apa saja yang bereaksi positif terhadap reagen
benedict?
Tujuan dari uji benedict adalah untuk mengidentifikasi gula pereduksi dalam suasana
basa. Prinsipnya iyalah larutan CuSO4 dalam suasana basa akan direaksikan dengan gula
preduksi sehingga CuO tereduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata. Sampel benedict
akan bereaksi langsung dengan sampel yang memiliki gugus pereduksi. Sampel yang positif
yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna merah bata yaitu glukosa dan fruktosa.
Karena glukosa dan fruktosa merupakan monosakarida yang memiliki gugus pereduksi(-OH)
didalam rantainya sehingga glukosa dan fruktosa mampu mereduksi reagen benedict dan
menghasilkan endapan warna merah bata. Pada sukrosa, gugus pereduksi telah hilang
digunakan oleh glukosa dan fruktosa untuk berikatan membentuk H2O (Sumardjo, 2009).
5.Jelaskan prinsip dari uji barfoed ?
Tujuan dari uji barfoed adalah untuk mengidentifikasi monosakarida dan disakarida
pereduksi dalam suasana percobaan asam. Prinsipnya iyalah monosakarida dan disakarida
pereduksi dicampurkan dengan reagen barfoed (campuran CuCH3COO dan CH3COOH) dan
menghasilkan Cu2O berwarna merah. Mekanisme dari uji barfoed ini adalah Cu2+ dari
pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
monosakarida daripada disakarida dan menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah
bata. Sedangkan dehidrasi fruktosa oleh HCL pekat menghasilkan hidroksimetilfurfural
dengan penambahan resorsinol akan megalami kondensasi membentuk senyawa kompleks
berwarna merah. Reaksi pada monosakarida lebih cepat daripada senyawa disakarida karena
pada senyawa disakarida harus diubah menjadi monosakarida. (Sumardjo, 2009).

B. Tinjauan Bahan
1) Reagen Molisch
Reagen molisch merupakan sampuran a-naftol dan sedikit asam sulfat pekat dalam
etanol 95 %. Uji molisch digunakan untuk menguji adanya karbohidrat secara umum. Uji
positif jika dihasilakn cincin berwarna ungu. Pada reaksi ini karbohidrat mengalami
dehidrasi membentuk turunan fulfural dengan a-naftol. Regaen molisch bersifat mudah
terbakar, dapat menimbulkan iritasi mata dan kulit, dan gangguan pernafasan (Komarudin,
2015).

2) H2SO4
Asam sulfat dengan rumus kimianya H2SO4 merupakan asam mineral (anorganik) yang
kuat, bentuk fisiknya cair, berwarna bening dan tidak berbau, memiliki berat molekul 98,08
g/mol, berbau, tidak berwarna, titik didihnya 270oC, titik bekunya 10 oC, dan larut dalam air
pada semua perbandingan. Asam sulfat bersifat sangat korosif, pengoksidasi kuat dan penarik
air Asam sulfat dapat menyebabkan iritasi mata, iritasi kulit, gangguan indera pengecap dan
gangguan pernafasan. Asam sulfat digunakan dalam berbagai industri seperti pembuatan
pupuk superfosfat dan sulfat, dalam industri selofan, rayon, asam nitrat, asam klorida, sat
warna, bahan peledak, detergen, pengilangan minyak bumi, pengolahan berbagai bijih dan
sebagainya (Benvenuto, 2015).

3) Larutan yodium
Iodium dengan lambang kimia I termasuk kedalam golongan halogen bersama flour,
klor, dan brom yang membentuk grub VII dalam sistem periodik. Iodium mempunyai nomor
atom 53, massa atom relatif 126,905, pada 35 atmosfer iodium melelh pada suhu 113, 6 0C
dan mendidih pada 1850C. Unsur ini diperlukan oleh hampir semua mahkluk hidup Sumber
iodium tersebar luas dibumi, namun kuantitasnya kecil. Bisa sendirian umumnya iodium
dalam bentuk garam natrium atau kalium. Senyawa iodium terdapat di laut. Yodium terutama
digunakan dalam medis, fotografi, dan sebagai pewarna. Seperti halnya semua unsur halogen
lain, yodium ditemukan dalam bentuk molekul diatomik (Benvenuto, 2015).

4) Reagen barfeod
Barfoed adalah reagen kimia yang digunakan untuk mendeteksi adanya monosakarida
yang dicampur dengan gula pereduksi yang membentuk endapan batu bata merah. Reagen
barfoed tersusun atas campuran CuCH3COO dan CH3COOH. Reagen ini cukup beracun
karna keberadaan tembaga asetat. Sehingga dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit,
gangguan indera pengecap dan gangguan pernafasan. Mekanisme dari uji barfoed ini adalah
Cu2+ dari pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
monosakarida daripada disakarida dan menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah
bata (Komarudin, 2015).

5) Reagen benedict
Reagen benedict merupakan campuran larutan CuSO4 1,7 %, Na2CO3 9% dan natrium
sitrat 17 %. Reagen benedict digunakan untuk menguji keberadaan gula pereduksi pada suatu
sampel. Hasil positif yang ditunjukkan dari uji ini adalah terbentukan endapan berwarna
merah bata yang tidak larut. Endapan merah bata diakibatkan reaksi dari ion logam
tembaga(II) direduksi menjadi tembaga (I). Larutan Benedict juga dapat digunakan untuk
menguji keberadaan gugus aldehida dan keton pada gula aldosa dan ketosa (Komarudin,
2015).

6) Glukosa
Glukosa adalah monosakarida berkarbon enam (heksosa) yang digunakan sebagai
sumber dasar energi oleh kebanyakan sel heterotrofik. Glukosa memiliki rumus molekul
C6H12O6 dengan lima gugus hidroksi tersusun spesifik pada enam atom karbon. Glukosa
merupakan salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi
hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi
respirasi (Stanfield, 2006). Glukosa banyak digunakan dalam pembuatan permen, biskuit dan
roti karena glukosa tidak mudah meleleh dan tidak bersifat higroskopis. Glukosa merupakan
merupakan karbohidrat yang paling sederhana dan berguna sebagai nutrisi sumber energi.
Oleh karena itu glukosa digunakan sebagai cairan infus untuk pasien yang mengalami
kesulitan makan (Rofles, 2014).
7) Fruktosa
Fruktosa adalah polihidroksiketon dengan 6 atom karbon yang merupakan isomer dari
glukosa yang memiliki rumus molekul yang sama dengan glukosa (C6H12O6) namun
memiliki struktur yang berbeda. Fruktosa murni rasanya sangat manis, warnanya putih, berbentuk
kristal padat, dan sangat mudah larut dalam air. Fruktosa ditemukan pada tanaman terutama pada
madu, pohon buah, bunga, beri dan sayuran. Ditanaman fruktosa dapat berbentuk
monosakarida dan atau sebagai komponen dari sukrosa. Sukrosa merupakan molekul disakarida yang
merupakan gabungandari satmolekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Fruktosa merupakan
monosakarida yang memiliki tingkat kemanisan paling tinggi. Oleh karena itu, fruktosa
banyak digunakan dalam pembuatan minuman ringan dan sirup (Stanfield, 2006).

8) Sukrosa
Sukrosa atau sakarosa disebut juga gula tebu atau gula bit. Sukrosa antara lain terdapat
dalam gula aren, gula kelapa, dan madu. Disakarida ini terdiri atas fruktosa dan glukosa.
Hidrolisis sukrosa dengan bantuan asam atau enzim invertase akan menhasilkan fruktosa dan
glukosa yang sama banyak jumlahnya. Sukrosa merupakan disakarida yang sering digunakan
untuk pemberi rasa manis pada berbagai masakan, selain itu juga sebagai pengawet seperti
pengawet buah dalam bentuk manisan atau asinan. Dalam kehidupan sehari-hari sukrosa
biasa dikenal sebagai gula pasir (Rolfes, 2014).

9) Maltosa
Maltosa merupakan disakarida yang terdiri atas 2 molekul glukosa. Disakarida ini
diperoleh dari hidrolisis parsial amilum. Hidrolisis maltosa menggunakan asam atau katalis
enzim maltase (a-glukosidase) akan menghasilkan 2 molekul glukosa. Maltosa mudah larut
dalam air dan memiliki rasa lebih manis daripada laktosa, tetapi kurang manis daripada
sukrosa Maltosa banyak digunakan sebagai pemanis dalam produk makanan bayi dan
makanan ringan seperti biskuit (Rolfes, 2014).

10) Pati
Pati merupakan polisakarida yang dihasilakn oleh tanaman yang mengandung unit-unit
D-glukosa. Terdapat dengan jumlah yang banyak pada golongan umbi-umbiaan (kentang),
biji-bijian (jagung), dan padi-padian (padi) juga dijumpai pada semua sel tanaman. Pati
terbagi menjadi 2 golongan yaitu amilopektin dan amilosa. Pati merupakan KH sumber
energi untuk tubuh yang dapat dipisahkan menjadi 2 golongan dengan menggunakan air
panas. Amilum terbentuk pada proses fotosintesis dalam klorofil daun dengan bantuan energi
matahari. Amilosa merupakan fraksi terlarut dan amilopektin merupakan fraksi tidak terlarut.
Amilosa merupakan polisakarida dengan struktur lurus dengan ikatan alfa –(1,4)-D-glukosa
dan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan alfa-(1,4)-D-glukosa sebanyak
4-5 % dari berat totoal dengan percabangan merupakan ikatan alfa (1,6`). Dalam industri
amilum dari jagung, tapioka atau kentang banyak digunakan sebagai bahan pengental atau
pengisi seperti dalam pembuatan saus, krim dan biskuit. Amilum juga digunakan sebagai
bahan baku pembuatn gula cair(Simanjuntak, 2014).

Amilosa Amilopektin

11) Dekstrin
Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menjadi gula oleh
panas, asam atau enzim. Dekstrin merupakan tepung mudah larut yang dapat dibuat dari
berbagai macam pati seperti kentang, jagung, beras, terigu, dan tepung tapioka. Dekstrin dan
pati memiliki rumus umum yang sama, yang mana unit glukosa bersatu dengan yang lain
membentuk polisakarida tetapi dektrin memiliki ukuran lebih kecil dan kurang kompleks
dibandingkan pati. Dektrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan alkohol. Dekstrin
bermanfaat sebagai bahan pengisi/pembantu pada industri tekstil, farmasi, makanan-
minuman dan kertas. Selain itu dapat juga sebagai bahan baku lem/perekat untuk rokok,
perlengkapan kantor maupun rumah tangga. Dekstrin dikenal dua macam yaitu dekstrin
kuning (untuk industri tekstil) dan dekstrin putih (untuk industri makanan) (Praja, 2015).
C. Diagram Alir
 Uji Molisch
larutan sampel

Dimasukkan 1 ml ke dalam tabung reaksi


2 tetes reagen Molisch
Ditambahkan pada tabung reaksi dan dikocok
1 ml H2SO4
Diamati perubahan yang terjadi

HASIL
 Uji Yodium
larutan sampel

Diteteskan 1 tetes pada cawan petri


1 ml larutan yodium
Diamati perubahan yang terjadi

HASIL

 Uji Barfoed
larutan sampel

Dimasukkan 5 tetes ke dalam tabung reaksi


1 ml reagen barfeod
Dipanaskan diatas api bunsen
1 ml H2SO4
Diamati perubahan yang terjadi

HASIL

 Uji Benedict
larutan sampel

Dimasukkan 2 tetes ke dalam tabung reaksi


1 ml reagen denedict
dipanaskan diatas api bunsen
1 ml H2SO4
Diamati perubahan yang terjadi

HASIL
C. Hasil Percobaan Dan Pengamatan
1. Uji Molisch
a. Data Hasil Percobaan Uji Molisch
Senyawa Hasil Uji Keterangan
Glukosa Positif +
Sukrosa Positif ++
Pati Positif +

b. Pembahasan
 Prinsip Uji Molisch
Prinsip analisis karbohidrat dengan uji molisch adalah digunakan untuk mendeteksi
adanya karbohidrat pada suatu sampel. Dimana terjadi reaksi dehidrasi karbohidrat oleh
asam sulfat menmbentuk cincin furfural dengan alfa naftol yang akan membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu pada permukaan larutan. Uji positif dari uji ini ditunjukan dengan
adanya perubahan sampel menjadi berwarna ungu. Reagen Molisch adalah larutan dari alfa-
naftol dalam etanol 95%. Dimana asam sulfat berfungsi sebagai pembentukan senyawa
furfural dan sebagai agen kondensasi. Dasar dari uji molisch adalah heksosa atau pentosa
mengalami dehidrasi oleh pengaruh asam sulfat pekat menjadi hidroksimetilfurfural atau
furfural dan kondensasi aldehid yang terbentuk ini dengan a-naftol membentuk senyawa
yang berwarna khusus untuk polisakarida dan disakarida. Reaksi ini terdiri atas 3 tahapan
yaitu hidrolisis polisakarida dan disakarida menjadi heksosa atau pentosa, dan diikuti oleh
proses dehidrasi dan kondensasi (Sumardjo, 2009).

 Mekanisme Uji Molisch


Mekanisme dari uji molisch adalah karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan
dihidrolisa menjadi monosakarida, lalu monosakarida tersebut mengalami dehidrasi oleh
asam sulfat menjadi furfural. Jika senyawanya berupa heksosa-heksosa maka senyawa yang
terbentuk berupa hidroksimetil furfural. Furfural tersebut dengan adanya reagen molisch
yang terdiri dari α-naftol dari alkohol akan bereaksi dan berkondensasi membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu. Dehidrasi pentose akan menghasilkan furfural, dehidrasi
heksosa akan menghasilkan hidroksimetil furfural sedangkan dehidrasi ramnosa
membentuk metil. Pada uji molisch golongan monosakarida akan lebih cepat bereaksi
daripada golongan disakarida maupun golongan polisakarida karena pada monosakarida
langsung bisa membentuk furfural melalui dehidrasi dengan asam sulfat, sementara pada
disakarida harus diubah dahulu menjadi monosakarida baru bisa dihidrolisis membentuk
furfural oleh asam sulfat (Nicolle, 2010).
 Reaksi Uji Molisch

(Nicolle, 2010)
 Analisa Prosedur Uji Molisch
Langkah-langkah yang dilakukan pada uji molisch adalah sebagai berikut. Pertama,
menyiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan adalah tiga tabung reaksi berfungsi untuk
tempat mereaksikan sampel dengan reagen, rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan
tabung reaksi, 4 pipet ukur 1 ml berfungsi untuk mengambil larutan sampel, dan H 2SO4,
bulb berfungsi untuk menyedot larutan yang dipasangkan dengan pipet ukur, 1 buah pipet
tetes berfungsi untuk mengambil reagen molisch dalam bentuk tetes. Bahan yang digunakan
dalam percobaan ini adalah reagen molisch, H2SO4, glukosa 5%, sukrosa 5%, pati 5%.
Reagen Molisch adalah larutan dari alfa-naftol dalam etanol 95% yang digunakan duntuk
mendeteksi adanya karbohidrat, H2SO4 berfungsi sebagai pembentukan senyawa furfural
dan sebagai agen kondensasi, glukosa 5%, sukrosa 5%, pati 5% berfungsi sebagai sampel.
Setelah menyiapkan alat dan bahan kemudian mengenakan peralatan keselamatan seperti
sarung tangan latex dan masker. Selanjutnya memberi label pada peralatan seperti tabung
reaksi dan pipet ukur yang akan digunakan untuk mengambil reagen dan sampel. Kemudian
memasukkan masing-masing 1 ml sampel ke dalam masing-masing tabung reaksi yang
sudah diberi label dengan menggunakan pipet ukur dan bulb. Kemudian menetesi masing-
masing sampel di dalam tabung reaksi dengan 2 tetes reagen molisch menggunakan pipet
tetes dan dikocok. Selanjutnya menambahkan masing-masing sampel dengan1 ml H2SO4.
Penambahan dilakukan di dalam lemari asam dan dilakukan secara cepat namun berhati-
hati, H2SO4 diambil dengan menggunakan pipet ukur 1 ml dan saat dimasukkan, ujung pipet
ukur harus menempel pada dinding tabung reaksi supaya H2SO4 mengalir dan tidak menetes
karena dapat menyebabkan ledakan. Penambahan H2SO4 dilakukan melalui tepi dinding
karena larutan tersebut bersifat eksotermis sehingga panas dari larutan tersebut dapat
melubangi dasar tabung reaksi. Setelah sampel ditambahkan reagen molisch dan H2SO4,
tabung reaksi akan menjadi panas sehingga harus diletakkan didalam rak tabung. Kemudian
mengamati perubahan yang terjadi dan mencatat hasilnya.

 Analisa Hasil Uji Molisch


Dari percobaan uji molisch diperoleh analisa hasil percobaan sebagai berikut. Pada
tabung berlabel glukosa setelah ditambah 1 ml glukosa, 2 tetes reagen dan 1 ml diperoleh
hasil positif yaitu terbentuk cincin ungu dan komplek warna ungu. Pada tabung berlabel
sukrosa setelah ditambah 1 ml sukrosa, 2 tetes reagen dan 1 ml diperoleh hasil positif yaitu
terbentuk cincin ungu dan komplek warna ungu. Pada tabung berlabel pati setelah ditambah
1 ml pati, 2 tetes reagen dan 1 ml diperoleh hasil positif yaitu terbentuk cincin ungu dan
komplek warna ungu. Hal ini sesuai literatur bahwa prinsip analisis karbohidrat dengan uji
molisch adalah digunakan untuk mendeteksi adanya karbohidrat pada suatu sampel.
Dimana terjadi reaksi dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat menmbentuk cincin furfural
dengan alfa naftol yang akan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu pada
permukaan larutan. Uji positif dari uji ini ditunjukan dengan adanya perubahan sampel
menjadi berwarna ungu(Sumardjo, 2009).
Dari percobaan didapatkan hasil bahwa sampel sukrosa memilki warna ungu paling
pekat diantara glukosa dan pati, dan glukosa memiliki warna ungu lebih pekat dari pati.
Dimana seharusnya sampel glukosa memiliki warna ungu paling pekat diantara sukrosa dan
pati, dan sukrosa memiliki warna ungu lebih pekat dari pati. Yang mana dijelaskan dalam
literatur bahwa perbedaan kepekatan warna ungu pada uji molisch dapat dipengaruhi oleh
jenis karbohidratnya. Sampel monosakarida (Glukosa) akan memiliki warna ungu yang
lebih pekat dibandingkan dengan sampel yang lain karena pada uji molisch semakin pendek
rantai suatu karbohidrat, maka akan semakin mudah karbohidrat tersebut terhidrasi oleh
asam sulfat dan reagen molisch sehingga terbentuk warna ungu yang sangat pekat.
Sementara pada disakarida (sukrosa) warna ungu tidak lebih pekat dari monosakarida
karena tersusun dari 2 molekul monosakarida, yang dihubungkan oleh ikatan glikosida yang
mana harus diubah dahulu menjadi monosakarida baru bisa dihidrolisis membentuk furfural
oleh asam sulfat dan polisakarida (pati) warna ungu yang dihasilkan tidak seberapa pekat
karena memilki rantai berbentuk helix yang mana harus memutuskan rantai helix dulu
kemudian merubahnya menjadi monosakarida baru bisa dihidrolisis membentuk furfural
oleh asam sulfat (Sumardjo, 2009). Kesalahan dalam percobaan mungkin terjadi
diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling mungkin terjadinya adalah adanya
human error atau dapat juga disebabkan oleh LA (Laboratory Accident). Human error
terjadi saat praktikan melakukan percobaan dilaboratorium. Dapat berupa kesalahan dalam
melakukan prosedur misalnya penambahan reagen yang kurang atau justru berlebih, waktu
pengamatan yang tidak akurat atau mungkin disebabkan oleh peralatan yang tidak dicuci
dengan bersih sehingga masih meninggalkan bekas pereaksi ataupun sampel sebelumnya
yang ikut bereaksi dengan sampel yang sedang diuji. Dan mungkin masih banyak lagi
faktor kesalahan lain yang membuat hasil percobaan tidak sesuai dengan hasil yang
seharusnya (Sumardjo, 2009).
Perlu diingat bahwa karbohidrat dalam asam encer walaupun dipanaskan akan tetap
stabil, tetapi apabila dengan asam pekat maka senyawa furfural akan dihasilkan. Pentosa-
pentosa hampir secara kuantitatif semua terdehidrasi menjadi furfural. Maka dari itu asam
sulfat pekat digunakan dalam uji Molisch ini. Penggunaan asam sulfat pekat berfungsi
untuk men-dehidrasi karbohidrat menjadi senyawa furfural. Penggunaan asam sulfat ini
dapat digantikan misalkan dengan HI atau HCl yang sama-sama pekat (Nicolle, 2010).
Pada saat melaksanakan uji Molisch, sangatlah penting memperhatikan urutan
penambahan reagen dan asam sulfat pekat. Penambahan reagen Molisch sebelum
penambahan asam pekat sangatlah penting. Hal ini berdasarkan kepada rusaknya
karbohidrat dengan asam pekat. Selain itu jika mengingat fungsi alcohol dalam larutan
molisch maka tahapan penambahan reagen molisch sebelum penambahan asam pekat
sangat perlu diperhatikan. Apabila asam pekat ditambahkan pada larutan sampel secara
hati-hati melalui dinding tabung reaksi, akan terbentuk dua lapisan zat cair. Pada batas
kedua larutan cair ini akan terbentuk cincin ungu karena kondensasi furfural dengan α-
naftol. Jika langsung ke larutan maka akan merusak langsung karbohidrat dan yang
terbentuk adalah warna ungu pada larutan. Selain itu, pemberian melalui dinding akan
memberikan bentuk cincin yang sempurna. Pada uji Molisch, cincin ungu yang sudah
terbentuk harus dihindari dari guncangan karena bila terkena guncangan maka partikel
alcohol yang melindungi karbohidrat akan terurai dan asam pekat akan masuk lalu merusak
karbohidrat yang ada. Pemanasan tidak dilakukan karena asam pekat sudah bersifat panas
(eksoterm) sehingga apabila dilakukan pemanasan, reaksi kondensasi cincin ungu akan
terlalu cepat sehingga tak dapat terlihat dan karbohidrat akan rusak terlebih dahulu (Nicolle,
2010).

2. Uji Yodium
a. Data Hasil Percobaan
Senyawa Hasil Uji Keterangan
Dekstrin Negatif Coklat kehitaman
Maltosa Negatif Coklat
Glukosa Negatif Coklat
Pati Positif Biru kehitaman

b. Pembahasan
 Prinsip Uji Yodium
Tujuan dari uji yodium adalah untuk mengidentifikasi kandungan pati dalam suatu
sampel. Prinsipnya iyalah larutan yodium akan bereaksi dengan pati dengan cara larutan
yodium dalam bentuk triiodida akan masuk ke struktur helikal pada pati dan membentuk
warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa bereaksi dengan iodium akan
berwarna biru dan amilopektin bereaksi dengan iodium akan berwarna merah violet
sedangkan dekstrin akan memberikan perubahan warna, namun perubahan warna pada
dekstrin tidak sesempurna pati karena pemutusan rantai-rantai gula pada dekstrin tidak
sempurna sehingga perubahan warna yang terjadi berupa warna merah atau coklat. Sampel
yang positif ditunjukan dengan adanya perubahan warna sampel menjadi biru tua. Yang
berperan adalah amilosa (sekumpulan gulungan heliks yang dibutuhkan untuk pembentukan
kompleks warna, pada monosakarida dan disakarida tidak memiliki gulungan heliks).
Mekanisme yang terjadi pada uji iodin ini adalah KI akan membentuk kompleks triiodida
dalam air yang kemudian masuk kedalam helikal pati dan membentuk warna biru pekat
( Sumardjo, 2009).

 Mekanisme Uji Yodium


Mekanisme dari uji yodium adalah kalium iodida dalam larutan iodium ketika
bercampur dengan sampel akan bereaksi akan membentuk kompleks triiodida dalam air yang
kemudian masuk kedalam rantai helikal karbohidrat yang akan membentuk komplek warna
biru kehitaman. Triiodida yang bereaksi dengan karbohidrat rantai helix akan menghasilkan
komplek warna biru sedangkan triiodida yang bereaksi dengan karbohidrat jenis lain seperti
karbohidrat rantai lurus akan membentuk komplek warna selain biru sesuai dengan jenis
karbohidratnya (Sumardjo, 2009).

 Reaksi Uji Yodium

(Sumardjo, 2009).

 Analisa Prosedur Uji Yodium


Langkah-langkah percobaan uji yodium adalah sebagai berikut. Pertama
mempersiapkan alat dan bahan yang akan yang digunakan didalam percobaan. Alat yang
digunakan adalah pipet tetes berfungsi untuk mengambil sampel dan reagen dalam bentuk
tetesan, cawan petri berfungsi sebagai tempat mereaksikan sampel dengan reagen. Bahan-
bahan yang digunakan larutan yodium 5%, dekstrin, maltosa 5%, glukosa 5%, pati 1% dan
tisu. Larutan yodium berfungsi sebagai reagen yodium yang membentuk ion komplek
triiodida, tisu berfungsi sebagai alas untuk melabeli sampel, dekstrin, maltosa 5%, glukosa
5%, pati 1% digunakan sebagai sampel. Selanjutnya memberi label sesuai sampel dengan
cara membagi tisu membentuk garis 4 bagian yang diberi nama sesuai sampel. Kemudian
meletakkan cawan petri diatas tisu yang sudah diberi nama. Selanjutnya meneteskan 1 tetes
sampel di atas cawan petri sesuai nama sampelnya dengan bantuan pipet tetes. Setelah
meneteteskan, kemudian dtambahkan dengan 1 tetes larutan yodium di atas masing-masing
sampel. Dan mengamati perubahan warna yang terjadi dan mencatat hasilnya.

 Analisa Hasil Uji Yodium


Dari percobaan uji yodium diperoleh analisa hasil percoban sebagai berikut. Pada sampel 1
tetes dekstrin setelah ditambah dengan 1tetes larutan yodium diperoleh hasil negatif yaitu
terbentuk warna coklat kehitaman. Pada sampel 1 tetes maltosa setelah ditambah dengan 1
tetes larutan yodium diperoleh hasil negatif yaitu terbentuk warna coklat. Pada sampel 1
tetes glukosa setelah ditambah dengan 1tetes larutan yodium diperoleh hasil negatif yaitu
terbentuk warna coklat. Pada sampel 1 tetes pati setelah ditambah dengan 1 tetes larutan
yodium diperoleh hasil positif yaitu terbentuk warna biru kehitaman. Hal ini sesuai literatur
bahwa Prinsip uji yodium iyalah larutan yodium akan bereaksi dengan pati dengan cara
larutan yodium dalam bentuk triiodida akan masuk ke struktur helikal pada pati dan
membentuk warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Sampel yang positif
ditunjukan dengan adanya perubahan warna sampel menjadi biru tua (Sumardjo, 2009).
Pada sampel dekstrin bereaksi negatif ditandai dengan terbentuknya warna coklat
kehitaman. Pada sampel sukrosa dan glukosa bereaksi negatif ditandai dengan terbentuknya
warna coklat. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa dekstrin tidak memiliki struktur
sesempurna pati karena pemutusan rantai-rantai gula pada dekstrin tidak sempurna sehingga
perubahan warna yang terjadi berupa warna merah atau coklat. Pada monosakarida dan
disakarida tidak terjadi reaksi karena rantainya lurus dan tidak berbentuk helix sehingga
penambahan yodium memberikan warna kecoklatan (Sumardjo, 2009).
Ketika pati yang berbentuk rantai helix bereaksi dengan molekul yodium akan
terbentuk kumparan yang dapat diisi oleh molekul yodium berupa triiodida yang membentuk
komplek warna biru kehitaman. Namun ketika dipanaskan warna larutan akan menjadi
bening disebabkan adanya pemutusan ikatan iod dengan glukosa karena adanya perubahan
suhu yang tinggi. Setelah dingin larutan akan kembali berwarna biru, hal ini terjadi karena
ikatan antara iod dan pati berupa ikatan semu karena dapat putus saat dipanaskan dan
terbentuk kembali ketika didinginkan (Sumardjo, 2009).

3.Uji Barfoed
a. Data Hasil Percobaan Uji Barfoed
Senyawa Hasil Uji Keterangan
Glukosa Positif 1 menit
Laktosa
Fruktosa Positif 1 menit
Maltosa Positif 5 menit
Sukrosa Negatif 5 menit

b. Pembahasan
 Prinsip Uji Barfoed
Tujuan dari uji barfoed adalah untuk mengidentifikasi monosakarida dan disakarida
pereduksi dalam suasana percobaan asam. Prinsipnya iyalah monosakarida dan disakarida
pereduksi dicampurkan dengan reagen barfoed (campuran CuCH3COO dan CH3COOH) dan
menghasilkan Cu2O berwarna merah bata (Sumardjo, 2009).

 Mekanisme Uji Barfoed


Uji barfoed adalah uji yang bertujuan untuk mengetahui adanya gula monoksida
pereduksi pada bahan pangan. Pereaksi barfoed merupakan campuran dari kupri asetat dan
asam asetat dalam air yang bersifat asam lemah. Pereaksi barfoed digunakan untuk
membedakan monosakarida dan disakarida dalam suasana asam. Larutan ini akan beraksi
dengan gula gula pereduksi (monosakarida) sehingga dihasilkan endapan merah
kuprooksida. Mekanisme uji barfoed adalah pereaksi barfoed yang mengandung kupriasetat
akan bereaksi dengan gugus aldehid atau keton pada karbohidrat dalam sampel. Gugus
karbonil bebas pada karbohidrat tersebut akan mereduksi ion Cu 2+ dari kurpi asetat menjadi
Cu+. Proses reduksi ini terjadi dalam suasana asam dan dibantu pemanasan sekitar beberapa
menit sehingga terbentuk endapan Cu2O yang menghasilkan endapan warna merah bata
yang menunjukkan adanya gula monosakarida pada sampel tersebut. Dalam suasan asam ini,
gula pereduksi yang termasuk dalam golongan disakarida memberikan reaksi yang sangat
lambat dengan larutan barfoed sehingga tidak terdapat endapan merah kecuali pada waktu
percobaan yang diperlama. Disakarida akan dapat dihidrolisis sehingga bereaksi positif
dengan pemanasan yang lebih lama sampai terbentuk endapan tembaga berwarna merah bata
(Hamidah, 2010).

 Reaksi Uji Barfoed

(Hamidah, 2010)

 Analisa Prosedur Uji Barfoed


Langkah-langkah yang dilakukan dalam percobaan uji barfoed adalah sebagai
berikut. Pertama mempersiapkan alat dan bahan yang akan yang digunakan didalam
percobaan. Alat yang digunakan adalah 4 tabung reaksi berfungsi sebagai tempat
mereaksikan sampel dengan reagen, rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung
reaksi, pipet ukur 1 ml berfungsi untuk mengambil reagen barfoed, bulb berfungsi untuk
menyedot larutan yang dipasangkan dengan pipet ukur, 4 pipet tetes berfungsi untuk
mengambil sampel dalam bentuk tetesan, penjepit kayu berfungsi untuk menjepit tabung
reaksi, beaker glass 250 ml berfungsi sebagai tempat air atau aquades yang dipanaskan
diatas penangas air untuk memanaskan tabung reaksi nantinya dan penangas air berfungsi
untuk memanaskan air yang ada dalam beaker glass. Selanjutnya memberi label pada
peralatan yang akan digunakan seperti tabung reaksi dan pipet tetes. Kemudian memasukkan
masing-masing 5 tetes larutan sampel ke dalam tabung reaksi sesuai dengan labelnya
menggunakan pipet tetes. Kemudian menambahkan dengan 1 ml reagen barfoed ke dalam
masing-masing tabung reaksi dengan pipet ukur. Setelah itu dicatat warna sebelum
dipanaskan terlebih dahulu. Selanjutnya memanaskan masing-masing tabung reaksi yang
berisi sampel dan reagen di dalam gelas beaker yang berada diatas penangas air. Mengamati
perubahan warna yang terjadi dan mencatat waktu perubahan serta hasilnya.

 Analisa Hasil Uji Barfoed


Dari percobaan uji barfoed diperoleh analisa hasil percobaan sebagai berikut. Pada
tabung berlabel glukosa setelah ditambah 5 tetes sampel glukosa dan 1 ml reagen barfoed,
larutan sampel berubah warna menjadi biru, kemudian setelah dipanaskan diatas penangas
air selama 1 menit terbentuk endapan merah bata didasar tabung yang menandakan bahwa
hasil uji pada glukosa adalah positif. Pada tabung berlabel fruktosa setelah ditambah 5 tetes
sampel fruktosa dan 1 ml reagen barofed, larutan sampel berubah warna menjadi biru,
kemudian setelah dipanaskan diatas penangas air selama 1 menit lebih terbentuk endapan
merah bata didasar tabung yang menandakan bahwa hasil uji pada fruktosa adalah positif.
Pada tabung berlabel maltosa setelah ditambah 5 tetes sampel maltosa dan 1 ml reagen
barfoed, larutan sampel berubah warna menjadi biru, kemudian setelah dipanaskan diatas
penangas air selama 5 menit terbentuk endapan merah bata didasar tabung yang menandakan
bahwa hasil uji pada maltosa adalah positif. Pada tabung berlabel sukrosa setelah ditambah 5
tetes sampel sukrosa dan 1 ml reagen barfoed, larutan sampel berubah warna menjadi biru,
kemudian setelah dipanaskan diatas penangas air selama lebih dari 5 menit tidak terbentuk
endapan merah bata didasar tabung yang menandakan bahwa hasil uji pada sukrosa adalah
negatif. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa tujuan dari uji barfoed adalah untuk
mengidentifikasi monosakarida dan disakarida pereduksi dalam suasana percobaan asam.
Prinsipnya iyalah monosakarida dan disakarida pereduksi dicampurkan dengan reagen
barfoed (campuran CuCH3COO dan CH3COOH) dan menghasilkan Cu2O berwarna merah
bata (Sumardjo, 2009).
Pada sampel glukosa diperoleh hasil ujinya positif ditandai dengan terbentuknya
endapan merah bata setelah dipanaskan diatas penangas air selama 1 menit. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa reagen barfoed akan bereaksi dengan gula gula pereduksi
(monosakarida). Reaksi Hidrolisis gula pereduksi monosakarida dan reagen barfoed dengan
pemanasan akan berlangsung dengan cepat karena tidak terjadi penyederhanaan rantai ikatan
sehingga dihasilkan endapan merah kuprooksida dalam waktu yang cepat. Glukosa dapat
terbentuk endapan merah bata dalam waktu yang cepat karena glukosa termasuk kedalam
bentuk monosakarida yaitu heksosa (Hamidah, 2010). Pada sampel fruktosa diperoleh hasil
ujinya positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata setelah dipanaskan diatas
penangas air selama 1 menit lebih. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa reagen barfoed
akan bereaksi dengan gula gula pereduksi (monosakarida). Reaksi Hidrolisis gula pereduksi
monosakarida dan reagen barfoed dengan pemanasan akan berlangsung dengan cepat karena
tidak terjadi penyederhanaan rantai ikatan sehingga dihasilkan endapan merah kuprooksida
dalam waktu yang cepat. Fruktosa dapat terbentuk endapan merah bata dalam waktu yang
relatif cepat karena fruktosa termasuk kedalam bentuk monosakarida yaitu heksosa yang
memiliki rumus molekul sama dengan glukosa namun berstruktur berbeda(Hamidah, 2010).
Pada sampel maltosa diperoleh hasil ujinya positif ditandai dengan terbentuknya endapan
merah bata setelah dipanaskan diatas penangas air selama 5 menit. Hal ini sesuai dengan
literatur dalam suasan asam ini, gula pereduksi yang termasuk dalam golongan disakarida
memberikan reaksi yang sangat lambat dengan larutan barfoed sehingga tidak terdapat
endapan merah kecuali pada waktu percobaan yang diperlama. Disakarida akan dapat
dihidrolisis sehingga bereaksi positif dengan pemanasan yang lebih lama sampai terbentuk
endapan tembaga berwarna merah bata (Hamidah, 2010). Pada sampel sukrosa diperoleh
hasil ujinya negatif ditandai dengan tidak terbentuknya endapan merah bata setelah
dipanaskan diatas penangas air selama 5 menit. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
sukrosa tidak termasuk kedalam golongan gula pereduksi karena atom C pada sukrosa
sebagai tempat pereduksi keduanya telah digunakan untuk berikatan dengan atom C1 pada
glukosa dengan atom C2 pada fruktosa sehingga tidak dapat bermutasi mejadi rantai terbuka
(Hamidah, 2010).
Gula pereduksi adalah golongan gula yang mempunyai kemampuan mereduksi
senyawa-senyawa penerima elektron, hal ini karena adanya gugus aldehid atau keton bebas
dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion logam seperti ion Cu+
dan ion Ag+ yang terdapat dalam pereaksi. Adapun senyawa-senyawa gula pereduksi yang
akan bereaksi pada uji barfoed adalah semua golongan monosakarida (glukosa, fruktosa, dan
galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa) termasuk sebagai gula pereduksi kecuali sukrosa
dan pati (polisakarida) (Hamidah, 2010).
Pemanasan dilakukan beberapa menit di atas penangas air, waktu tersebut lebih lama
dibandingkan dengan pemanasan uji benedict. Hal ini dikarenakan suasan asam yang
ditimbulkan pereaksi barfoed membuat hidrolisis karbohidrat berjalan lebih lambat. Selain
itu, faktor lain yag mungkin mempengaruhi lamanya waktu pemanasan adalah karena ingin
mendeteksi adanya reaksi gula monosakarida pereduksi. Pemanasan dilakukan dengan
menggunakan penangas air hal ini dikarenakan suhu pemanasan bisa diatur atau dikontrol,
sehingga dapat mencegah karamelisasi. Bila gula diuapkan makan konsentrasi dan tititk
didih akan meningkat, jika terus berlangsung seluruh air akan menguap makan akan terjadi
karamelisasi. Itulah mengapa pemanasan dilakukan dengan menggunakan waterbath untuk
menghindari terjadinya karamelisasi dan juga untuk mendeteksi reaksi adanya gula
pereduksi (Hamidah, 2010).

4. Uji Benedict
a. Data Hasil Percobaan Uji Benedict
Senyawa Hasil Uji Keterangan
Glukosa Positif Merah bata
Sukrosa Negatif Biru
Fruktosa Positif Merah bata

b.Pembahasan
 Prinsip Uji Benedict
Tujuan dari uji benedict adalah untuk mengidentifikasi gula pereduksi dalam suasana
basa. Prinsipnya iyalah larutan CuSO4 dalam suasana basa akan direaksikan dengan gula
preduksi sehingga CuO tereduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata. Sampel benedict
akan bereaksi langsung dengan sampel yang memiliki gugus pereduksi. Sampel yang positif
yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna merah bata yaitu glukosa dan fruktosa.
Karena glukosa dan fruktosa merupakan monosakarida yang memiliki gugus pereduksi(-
OH) didalam rantainya sehingga glukosa dan fruktosa mampu mereduksi reagen benedict
dan menghasilkan endapan warna merah bata. Pada sukrosa, gugus pereduksi telah hilang
digunakan oleh glukosa dan fruktosa untuk berikatan membentuk H2O (Sumardjo, 2009).

 Mekanisme Uji Benedict


Mekanisme pada uji benedict dalam suasana basa, gula pereduksi baik dari golongan
monosakarida dan disakarida akan mereduksi Cu2+ yang terkandung dalam larutan benedict
menjadi Cu+ yang ditandai terbentukya endapan merah bata yaitu Cu2O. Suasan basa
terbentuk akibat adanya kandungan Na2CO3 dan Na-Sitrat dalam larutan benedict. Warna
endapan serta larutan yang terbentuk tergantung dari konsentrasi gula pereduksi pada sampel
(Mohanty, 2006).

 Reaksi Uji Benedict


(Mohanty, 2006).

 Analisa Prosedur Uji Benedict


Langkah-langkah percobaan uji benedict adalah sebagai berikut. Pertama
mempersiapkan alat dan bahan yang akan yang digunakan didalam percobaan. Alat yang
digunakan adalah 3 tabung reaksi berfungsi sebagai tempat mereaksikan sampel dengan
reagen, rak tabung reaksi berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan tabung reaksi, pipet
ukur 1 ml berfungsi untuk mengambil reagen benedict, bulb berfungsi untuk menyedot
larutan yang dipasangkan pada pipet ukur, 3 pipet tetes berfungsi untuk mengambil sampel
dalam bentuk tetesan, bunsen berfungsi untuk memanaskan tabung reaksi yang berisi sampel
dan reagen, penjepit kayu berfungsi untuk menjepit tabung reaksi dan korek api berfungsi
untuk menyalakan api pada bunsen. Bahan-bahan yang digunakan adalah glukosa 5%,
fruktosa 5%, sukrosa 5%, dan reagen benedict. Reagen benedict berfungsi untuk menguji
keberadaan gula pereduksi dalam suatu sampel, glukosa 5%, fruktosa 5%, sukrosa 5%
berfungsi sebagai sampel. Selanjutnya memberi label pada peralatan yang akan digunakan
seperti tabung reaksi dan pipet ukur. Kemudian memasukkan masing-masing 5 tetes larutan
sampel ke dalam tabung reaksi sesuai dengan labelnya. Lalu menambahkan dengan 1 ml
reagen barfoed ke dalam masing-masing tabung reaksi dengan pipet ukur. Setelah
ditambahkan, dicatat warna sebelum dipanaskan terlebih dahulu, lalu sampel dalam tiap
tabung reaksi dipanaskan diatas bunsen sampai terjadi perubahan. Mengamati perubahan
warna yang terjadi dan mencatat hasilnya.

 Analisa Hasil Uji Benedict


Dari percobaan uji benedict diperoleh analisa hasil percobaan sebagai berikut. Pada
tabung berlabel glukosa setelah ditambah 2 tetes sampel glukosa dan 1 ml reagen benedict,
larutan sampel berubah warna menjadi biru, kemudian setelah dipanaskan diatas bunsen
beberapa menit terbentuk endapan merah bata yang menandakan bahwa hasil uji pada
glukosa adalah positif. Pada tabung berlabel fruktosa setelah ditambah 2 tetes sampel
fruktosa dan 1 ml reagen benedict, larutan sampel berubah warna menjadi biru, kemudian
setelah dipanaskan diatas bunsen selama beberapa menit terbentuk endapan merah bata yang
menandakan bahwa hasil uji pada fruktosa adalah positif. Pada tabung berlabel sukrosa
setelah ditambah 2 tetes sampel sukrosa dan 1 ml reagen benedict, larutan sampel berubah
warna menjadi biru, kemudian setelah dipanaskan diatas bunsen selama beberapa menit
tidak terbentuk endapan merah bata yang menandakan bahwa hasil uji pada sukrosa adalah
negatif. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa tujuan dari uji benedict adalah untuk
mengidentifikasi gula pereduksi dalam suasana basa. Prinsipnya iyalah larutan CuSO 4 dalam
suasana basa akan direaksikan dengan gula preduksi sehingga CuO tereduksi menjadi Cu2O
yang berwarna merah bata. Sampel benedict akan bereaksi langsung dengan sampel yang
memiliki gugus pereduksi. Sampel yang positif yang ditunjukan dengan adanya perubahan
warna merah bata yaitu glukosa dan fruktosa (Sumardjo, 2009).
Pada sampel glukosa diperoleh hasil ujinya positif ditandai dengan terbentuknya
endapan merah bata setelah dipanaskan diatas bunsen selama beberapa menit. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa reagen benedict akan bereaksi dengan karbohidrat yang memiliki
gula pereduksi. Glukosa merupakan monosakarida yang memiliki gugus pereduksi(-OH)
didalam rantainya sehingga mampu mereduksi reagen benedict dan menghasilkan endapan
warna merah bata (Sumardjo, 2009). Pada sampel fruktosa diperoleh hasil ujinya positif
ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata setelah dipanaskan diatas bunsen selama
beberapa menit. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa reagen benedict akan bereaksi dengan
karbohidrat yang memiliki gula pereduksi. fruktosa merupakan monosakarida yang memiliki
gugus pereduksi(-OH) didalam rantainya sehingga mampu mereduksi reagen benedict dan
menghasilkan endapan warna merah bata (Sumardjo, 2009). Pada sampel sukrosa diperoleh
hasil ujinya negatif ditandai dengan tidak terbentuknya endapan merah bata setelah
dipanaskan diatas bunsen selama beberapa menit. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
sukrosa tidak termasuk kedalam golongan gula pereduksi karena atom C pada sukrosa
sebagai tempat pereduksi keduanya telah digunakan untuk berikatan dengan atom C1 pada
glukosa dengan atom C2 pada fruktosa sehingga tidak dapat bermutasi mejadi rantai terbuka
(Mohanty, 2006).
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat mereduksi terutama dalam
suasana basa. Sifat mereduksi ini akibat adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam
molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reduksi ion logam pada pereaksi. Gula pereduksi
merupakan golongan gula yang mengandung gugus karbonil bebas yang struktur sikliknya
berupa gugus –OH bebas reaktif, yang dapat mereduksi ion logam. Gugus gidroksil bebeas
reaktif pada glukosa (aldosa) terletak pada atom C nomor satu (anomerik), sedangkan pada
fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada atomC nomor dua. Sukrosa tidak
mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya saling terikat, sedangkan
laktosamemiliki Oh bebas pada atom C nomor satu pada gugus glukosanya (Mohanty,
2006).
Fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat reaksi yang terjadi. Hal tersebut
dikarenakan dengan meningkatnnya suhu maka gerak partikel dalam larutan semakin cepat
dan akan berdampak meningkatnya kecepatan suatu reaksi. Pemanasan punn tidak
diperlukan waktu yang lama dikarenakan suasana dari larutan sudah bersifat basa (pH
optimal suatu gula pereduksi untuk mereduksi) (Mohanty, 2006).

PERTANYAAN
1. Bagaimana membedakan monosakarida dan disakarida dengan menggunakan Barfoed test?
Pada uji barfoed untuk membedakan monosakarida dan disakarida dilakukan dengan
mereaksikan sampel dengan reagen kemudian memanaskan. Hal uji positif dapat dilihat dari
terbentuknya endapan merah bata pada dasar tabung reaksi dengan pengamatan waktu.
Senyawa monosakarida akan lebih cepat membentuk endapan merah bata dibandingkan
dengan senyawa disakarida. Dalam suasana asam ini, gula pereduksi yang termasuk dalam
golongan disakarida memberikan reaksi yang sangat lambat dengan larutan barfoed sehingga
tidak terdapat endapan merah kecuali pada waktu percobaan yang diperlama. Disakarida
akan dapat dihidrolisis sehingga bereaksi positif dengan pemanasan yang lebih lama sampai
terbentuk endapan tembaga berwarna merah bata. Pemanasan dilakukan beberapa menit di
atas penangas air, waktu tersebut lebih lama dibandingkan dengan pemanasan uji benedict.
Hal ini dikarenakan suasan asam yang ditimbulkan pereaksi barfoed membuat hidrolisis
karbohidrat berjalan lebih lambat (Hamidah, 2010).

2. Bagaimana mengidentifikasi gula pereduksi sampel pada uji Benedict?


Tujuan dari uji benedict adalah untuk mengidentifikasi gula pereduksi dalam suasana
basa. Prinsipnya iyalah larutan CuSO4 dalam suasana basa akan direaksikan dengan gula
preduksi sehingga CuO tereduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata. Sampel benedict
akan bereaksi langsung dengan sampel yang memiliki gugus pereduksi. Sampel yang positif
yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna merah bata yaitu glukosa dan fruktosa.
Karena glukosa dan fruktosa merupakan monosakarida yang memiliki gugus pereduksi(-
OH) didalam rantainya sehingga glukosa dan fruktosa mampu mereduksi reagen benedict
dan menghasilkan endapan warna merah bata. Pada sukrosa, gugus pereduksi telah hilang
digunakan oleh glukosa dan fruktosa untuk berikatan membentuk H2O (Sumardjo, 2009).
Mekanisme pada uji benedict dalam suasana basa, gula pereduksi baik dari golongan
monosakarida dan disakarida akan mereduksi Cu2+ yang terkandung dalam larutan benedict
menjadi Cu+ yang ditandai terbentukya endapan merah bata yaitu Cu2O. Suasan basa
terbentuk akibat adanya kandungan Na2CO3 dan Na-Sitrat dalam larutan benedict. Warna
endapan serta larutan yang terbentuk tergantung dari konsentrasi gula pereduksi pada sampel
(Mohanty, 2006).

Kesimpulan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip dasar uji kualifikasi
karbohidrat dan perbedaan prinsip dari masing-masing metode.
Prinsip analisis karbohidrat dengan uji molisch adalah digunakan untuk mendeteksi
adanya karbohidrat pada suatu sampel. Uji positif dari uji ini ditunjukan dengan adanya
perubahan sampel menjadi berwarna ungu. Prinsip dari uji yodium adalah untuk
mengidentifikasi kandungan pati dalam suatu sampel. Sampel yang positif ditunjukan dengan
adanya perubahan warna sampel menjadi biru tua. Prinsip dari uji benedict adalah untuk
mengidentifikasi gula pereduksi dalam suasana basa. Sampel yang positif yang ditunjukan
dengan adanya perubahan warna merah bata. Prinsip dari uji barfoed adalah untuk
mengidentifikasi monosakarida dan disakarida pereduksi dalam suasana percobaan asam Sampel
yang positif yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna merah bata.
Dari praktikum uji kualitatif karbohidrat diperoleh data hasil praktikum sebagai berikut.
Pada uji molisch yang bereaksi positif adalah sukrosa, glukosa dan pati ditandai terbentuknya
cincin furfural dan komplek warna ungu. Pada uji molisch terjadi human eror yang seharusnya
hasil uji yang benar adalah glukosa, sukrosa dan pati. Pada uji yodium yang bereaksi positif
adalah ditandai dengan terbentuknya warna biru kehitaman. Yang bereaksi dalam uji yodium
hanya golongan polisakarida yang memiliki rantai helix. Pada uji barfoed yang bereaksi positif
adalah glukosa, fruktosa dan maltosa yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata di
dasar tabung reaksi setelah pemanasan. Yang dapat bereaksi adalah karbohidrat yang memiliki
gula pereduksi, sukrosa tidak dapat bereaksi karena tidak memiliki gugus pereduksi. Pada uji
benedict yang bereaksi positif adalah glukosa dan fruktosa yang ditandai dengan terbentuknya
warna merah bata setelah pemanasan. Yang dapat bereaksi adalah karbohidrat yang memiliki
gula pereduksi, sukrosa tidak dapat bereaksi karena tidak memiliki gugus pereduksi.
DAFTAR PUSTAKA

Benvenuto, Mark Anthony. 2015. Industrial Inorganic Chemistry. New jersey : Wilter de
Gruyter
Komarudin, Omang. 2015. New Pocket Book Kimia. Jakarta : Cmedia
Marks, Dawn B.,dkk. 2006. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis Edisi 3.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Praja, Deny Indra. 2015. Zat Aditif Makanan : Manfaat dan Bahayanya. Yogyakarta :
Garudhawaca
Rolfes, Sharon Rady and Whitney. 2014. Understanding Normal and Clinical Nutrition, Tenth
Edition. Canada : Nelson Education, Ltd
Simanjuntak, Tiurma PT. 2014. Komponen Gizi dan Terapi Pangan Ala Papua. Yogyakarta :
Deepublish
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta : Buku kedokteran EGC

Daftar Pustaka Tambahan

Hamidah, Anisa. 2010. Biokimia Pangan-Identifikasi Karbohidrat dengan Uji Barfoed.


Bandung : Fakultas Teknik Universitas Pasundan
Mohanty, Biswajit and Basu, Sharbari. 2006. Fundamentals of Practicial Clinical Biochemistry.
New Dehli : B.I.Publications Pvt Ld
Nicolle, Lorraine and Woodriff Beirne, Ann. 2010. A Practicioner`s Handbook : Biochemical
Imbalances in Disease. Philadelphia : Singing Dragon
LAMPIRAN FOTO

Uji Molisch Uji Yodium

Uji Barfoed Uji Benedict


BAB IV
ANALISIS KUALITATIF PROTEIN

TUJUAN :
 Mengetahui prinsip dasar uji kualitatif protein
 Mengetahui perbedaan prinsip dari masing-masing metode

A. Pre-lab
1. Bagaimana prinsip analisis protein dengan metode ninhidrin?
Metode   ninhidrin   merupakan   salah   satu   metode   analisis   kualitatif   protein   yang
digunakan   untuk   mengetahui   apakah   pada   suatu   sampel   terdapat   asam   amino   atau
tidak.Apabila pada suatu sampel terdapat asam amino, maka sampel tersebut mengandung
protein. Tujuan percobaan dari uji ninhidrin adalah untuk mengetahui jumlah asam bebas
pada suatu sampel. Prinsipnya ialah menguji keberadaan protein dalam suatu senyawa
dengan penambahan reagen ninhidrin untuk mengetahui jumlah kadar asam amino bebas
yang terkandung didalamnya. Asam amino bebas yang terdapat didalam sampel akan
bereaksi dengan ninhidrin dan kemudian membentuk senyawa kompleks berwarna ungu.
Mekanismenya iyalah asam   amino   akan   bereaksi   dengan   ninhidrin   membentuk   aldehida
dengan   satu   atom   C   yang   lebih   rendah   dan   melepaskan   molekul   NH 3  dan   CO2.   Selain
melepaskan NH3  dan CO2, asam amino yang bereaksi dengan ninhidrin akan membentuk
warna ungu atau biru.Warna yang dihasilkan tersebut disebabkan karena molekul ninhidrin
dan hidratin yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi.Warna ungu
inilah yang dijadikan indikator hasil uji positif pada uji ninhidrin. Semua asam amino, atau
peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk
senyawa kompleks berwarna biru-ungu. Namun, prolin dan hidroksiprolin menghasilkan
senyawa berwarna kuning (Saraswati, 2015).
2.Bagaimana prinsip analisis protein dengan metode biuret ?.
Metode   biuret   merupakan   salah   satu   metode   analisis   kualitatif   protein   yang
digunakan   untuk   mengidentifikasi   ada   atau   tidaknya   ikatan   peptida   dalam   suatu   sampel.
Tujuan dari uji Biuret adalah untuk mengetahui ada tidaknya protein didalam senyawa
berdasarkan ikatan peptida. Prinsip dari uji Biuret adalah menguji ada tidaknya protein
dalam suatu senyawa dengan penambahan NaOH dan CuSO4 berdasarkan ada tidaknya
ikatan peptida dengan Cu2+ didalam suasana basa akan bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida
yang menyusun protein dan membentuk senyawa kompleks ungu. Mekanismenya iyalah ion
Cu2+  yang terdapat pada reagen biuret akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan­ikatan
peptida penyususn protein dalam keadaan basa. Reaksi antara ion Cu2+ dengan ikatan­ikatan
peptida tersebut menghasilkan warna kompleks ungu.Warna ungu yang terbentuk tersebut
dikarenakan ikatan­ikatan peptida protein tersebut melarutkan hidroksida tembaga.  Reaksi
pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung 2gugus karbonil yang
berikatan dengan nitrogen atau atom karbon.  Reaksi ini beraksi positif terhadap dua buah
atau lebih ikatan peptida tetapi negatif terhadap asam amino bebas.Warna   ungu   yang
merupakan indikator hasil uji positif pada uji biuret (Saraswati, 2015).
3. Mengapa pengujian protein selalu dilakukan pada kondisi alkali/basa?
Karena dalam suasana basa, CuSO 4 bereaksi dengan senyawa yang mengandung dua
atau lebih ikatan peptida membentuk kompleks berwarna ungu. Reaksi positif tersebut terjadi
dengan adanya perubahan warna menjadi ungu atau merah muda akibat terjadinya
persenyawaan antara cadangan N dari peptida dan O dari air. Warna yang terjadi tergantung
dari panjangnya ikatan peptida. Bila ikatan peptida panjang akan berwarna ungu, sebaliknya
bila pendek warnanya menjadi merah muda (Riswiyanto, 2009).
B. Tinjauan Pustaka
1) Protein
Protein merupakan persenyawaan kompleks yang dihasilkan dari polimerisasi asam asam
amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptide(-CO-NH-). Protein merupakan
senyawa yang sangat penting dalam sistem kehidupan karena protein memainkan peran yang
sangat vital dalam semua aktivitas sel-sel tubuh makhluk hidup. Semua protein terdiri dari rantai
polipeptida yang memiliki struktur tertentu dalam tiga dimensi. Struktur protein terdiri dari 3
macam yaitu sekunder, tersier, dan kuartener. Pada struktur tersier, terdapat ikatan hidrogen,
ikatan disulfida atau ikata ionik. Protein berasal dari asam α-amino. Dimana gugus amino dan
gugus R terikat pada karbon pertama dari asam karboksilat. Ada 20 asam amino sebagai
pembangun molekul protein, sifat individu asam-asam ini ditentukan oleh kelakuan dari gugus
R. Protein memiliki karakter sebagai enzim, katalis biokimia, pengukur pergerakan, alat
pengangkut dan penyimpan, penunjang mekanisme tubuh, pertahanan tubuh (imune atau anti-
bodi), media perambatan impuls saraf dan pengendali pertumbuhan (Buxbaum, 2012).

(Buxbaum, 2012).

2) Uji Ninhidrin
Metode ninhidrin merupakan salah satu metode analisis kualitatif protein yang digunakan
untuk mengetahui apakah pada suatu sampel terdapat asam amino atau tidak. Apabila pada suatu
sampel terdapat asam amino, maka sampel tersebut mengandung protein. Tujuan percobaan dari
uji ninhidrin adalah untuk mengetahui jumlah asam bebas pada suatu sampel. Prinsipnya ialah
menguji keberadaan protein dalam suatu senyawa dengan penambahan reagen ninhidrin untuk
mengetahui jumlah kadar asam amino bebas yang terkandung didalamnya. Asam amino bebas
yang terdapat didalam sampel akan bereaksi dengan ninhidrin dan kemudian membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu. Mekanismenya iyalah asam amino akan bereaksi dengan
ninhidrin membentuk aldehida dengan satu atom C yang lebih rendah dan melepaskan molekul
NH3  dan CO2. Selain melepaskan NH3  dan CO2, asam amino yang bereaksi dengan ninhidrin
akan   membentuk   warna   ungu   atau   biru.Warna   yang   dihasilkan   tersebut   disebabkan   karena
molekul   ninhidrin   dan   hidratin   yang   bereaksi   dengan   NH3  setelah   asam   amino   tersebut
dioksidasi.Warna ungu inilah yang dijadikan indikator hasil uji positif pada uji ninhidrin. Semua
asam amino, atau peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan bereaksi dengan
ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu. Namun, prolin dan hidroksiprolin
menghasilkan senyawa berwarna kuning (Saraswati, 2015).

(Saraswati, 2015).

3) Uji Biuret
Metode biuret merupakan salah satu metode analisis  kualitatif  protein yang digunakan
untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya ikatan peptida dalam suatu sampel.  Tujuan dari uji
Biuret adalah untuk mengetahui ada tidaknya protein didalam senyawa berdasarkan ikatan
peptida. Prinsip dari uji Biuret adalah menguji ada tidaknya protein dalam suatu senyawa
dengan penambahan NaOH dan CuSO4 berdasarkan ada tidaknya ikatan peptida dengan Cu2+
didalam suasana basa akan bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein dan
membentuk senyawa kompleks ungu. Mekanismenya iyalah ion Cu2+ yang terdapat pada reagen
biuret  akan bereaksi dengan polipeptida  atau  ikatan­ikatan peptida  penyususn protein  dalam
keadaan basa. Reaksi antara ion Cu2+ dengan ikatan­ikatan peptida tersebut menghasilkan warna
kompleks ungu.Warna ungu yang terbentuk tersebut dikarenakan ikatan­ikatan peptida protein
tersebut   melarutkan   hidroksida   tembaga.  Reaksi   pembentukan   warna   ini   dapat   terjadi   pada
senyawa yang mengandung 2gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon.
Reaksi ini beraksi positif terhadap dua buah atau lebih ikatan peptida tetapi negatif terhadap
asam amino bebas.Warna   ungu   yang   merupakan   indikator   hasil   uji   positif   pada   uji   biuret
(Saraswati, 2015).

(Saraswati, 2015).

4) Fungsi Reagen
a. Reagen Ninhidrin
Ninhidrin adalah senyawa organik dengan rumus kimia C 9H6O4. Merupakan padatan
kristal berwarna putih yang larut dalam air dan alkohol. Ninhidrin digunakan sebagai
pereaksi untuk uji adanya gugus amino bebas dan karboksil dalam protein dengan
memberikan warna biru. Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik, dan bila bereaksi
dengan asam amino menghasilkan zat berwarna ungu (Daintith, 2008).

Gambar Struktur Ninhidrin (Daintith, 2008).

b. Reagen Biuret
Reagen Biuret dibuat dari KOH/NaOH dan tembaga(II) sulfat hidrat, bersama dengan
kalium natrium tartrat. Reagen berubah dari biru ke ungu dengan adanya protein, biru ke
merah jambu (pink) ketika bergabung dengan polipeptida rantai-pendek.semua uji Biuret
memerlukan reagen biuret. Reagen ini umumnya digunakan dalam penentuan protein biuret,
penentuan kolorimetrik yang digunakan untuk menentukan konsentrasi protein seperti UV-
VIS pada panjang gelombang 540 nm (untuk melacak ion Cu2+) (Tjahjadi, 2008).

Gambar Struktur Biuret (Tjahjadi, 2008).

5) Tinjauan Bahan
a. Gelatin
Gelatin adalah protein yang terdapat dalam kolagen (bahan penunjang utama dalam kulit,
tulang rawan dan jaringan ikat). Gelatin terdiri dari semua asam amino, kecuali triptofan,
carnitin, citrulin dan ornitin. Dalam industri farmasi, gelatin digunakan pada pembuatan
cangkang kapsul keras maupun lunak, pengembang plasma dan perawatan luka. Gelatin yang
rendah kalori digunakan dalam bahan makanan untuk meningkatkan kadar protein (Karim
and Bhat, 2009).

(Karim and Bhat, 2009).


b. Susu skim
Susu skim atau susu non lemak merupakan susu tanpa lemak yang dibuat dengan
menghilangkan semua atau sebagian besar air dan lemak yang terdapat dalam susu. Susu
skim merupakan bagian dari susu yang krimnya diambil sebagian atau seluruhnya.
Kandungan lemak pada susu skim sangat rendah dari pada susu seperti umumnya yaitu
kurang lebih 1%. Susu skim mengandung semua kandungan yang dimiliki susu pada
umumnya kecuali lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim banyak
dikonsumsi untuk menurunkan berat badan atau mempertahankan berat badan yang sehat
(Masak, 2011).

(Masak, 2011).

c. MSG
MSG merupakan salah satu garam natrium (sodium) dari asam glutamat. Bentuknya
berupa kristal putih halus, tidak berbau, tidak beracun, dan tidak mengandung nilai gizi
Komposisi monosodium glutamate adalah natrium 12 %, glutamate 78 % dan air 10 %.
Sehingga MSG adalah unsur nutrisi bukan unsur kimia berbahaya. MSG banyak digunakan
sebagai penyedap makanan dan penambah cita rasa dalam makanan. MSG diproduksi melalui
fermentasi tetes gula (molasses) dari gula tebu atau gula bit dan pati singkong atau biji-bijian
(Fay, 2012).

(Fay, 2012).
d. Aspartam
Aspartam (Aspartame) adalah suatu pemanis buatan yang diproses secara kimiawi untuk
menghasilkan rasa super manis. Aspartam (NL-alfa-asparty-L-phenylalanine1-methylester)
terbentuk dari metil ester asam amino, asam aspartat dan asam amino esensial fenilalanin.
Aspartam mempunyai rasa yang dekat dengan sukrosa dan tingkat kemanisan bisa mencapai
200x nya. Aspartam tidak stabil terhadap suhu tinggi untuk waktu yang lama (Praja, 2015).

(Praja, 2015).

C. Diagram Alir
1. Uji Ninhidrin
Tabung reaksi

Disiapkan sejumlah tabung reaksi sesuai dengan jumlah sampel

Diberi label sesuai dengan nama sampel

2 ml sampel

2 ml larutan ninhidrin
Dimasukkan tabung reaksi ke dalam air mendidih selama 15-20 detik

Diamati warna larutan

Dicatat hasil pengamatan

Hasil

2. Uji Biuret
Tabung reaksi

Disiapkan sejumlah tabung reaksi sesuai dengan jumlah sampel

Diberi label sesuai dengan nama sampel

3 ml sampel

NaOH 10% 1 ml

5 tetes larutan CuSO4 0,1%


Diamati timbulnya warna

Dicatat hasil pengamatan

Hasil

D. Hasil Percobaan Dan Pengamatan


1. Uji Ninhidrin
a. Data Hasil Percobaan Uji Ninhidrin
No Sampel Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan Hasil uji
1. Susu Skim Kuning ada endapan Kuning ada endapan sedikit ungu +
2 MSG Ungu bening Ungu pekat +++
3 Aspartam Putih ada endapan Ungu bening ada endapan ungu ++
4 Gelatin bening Bening _

B.Pembahasan Percobaan Uji Ninhidrin


 Prinsip Uji Ninhidrin
Metode ninhidrin merupakan salah satu metode analisis kualitatif protein yang
digunakan untuk mengetahui apakah pada suatu sampel terdapat asam amino atau
tidak.Apabila pada suatu sampel terdapat asam amino, maka sampel tersebut mengandung
protein. Tujuan percobaan dari uji ninhidrin adalah untuk mengetahui jumlah asam bebas
pada suatu sampel. Prinsipnya ialah menguji keberadaan protein dalam suatu senyawa
dengan penambahan reagen ninhidrin untuk mengetahui jumlah kadar asam amino bebas
yang terkandung didalamnya. Asam amino bebas yang terdapat didalam sampel akan
bereaksi dengan ninhidrin dan kemudian membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
(Saraswati, 2015).

 Mekanisme Uji Ninhidrin


Mekanismenya iyalah asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin dan terjadi
pross reduksi reagen ninhidrin oleh asam alfa amino. Asam alfa amino akan terpecah karena
adanya reduksi dari asam amino sehingga terbentuk ninhidrin tereduksi dan terbentuk
aldehida dengan satu atom C yang lebih rendah dan melepaskan molekul NH3 dan CO2.
Selanjutnya terjadi reaksi antara ninhidrin tereduksi dengan amonia sehingga akan terjadi
proses kondensasi yang melepaskan molekul H2O dan menghasilkan garam diketo–
hyrilhalide–diketo–hydramine berwarna ungu.Warna yang dihasilkan tersebut disebabkan
karena molekul ninhidrin dan hidratin yang bereaksi dengan NH 3 setelah asam amino
tersebut dioksidasi.Warna ungu inilah yang dijadikan indikator hasil uji positif pada uji
ninhidrin. Semua asam amino, atau peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan
bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu (Saraswati,
2015).

 Reaksi Uji Ninhidrin


(Brandien, 2007).

 Analisa Prosedur Uji Ninhidrin


Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ninhidrin adalah sebagai berikut. Pertama
mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan uji ninhidrin. Alat yang
digunakan adalah empat tabung reaksi berfungsi untuk mereaksikan sampel dengan reagen,
rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, kertas label berfungsi untuk
memberi label pada masing-masing alat seperti tabung reaksi, 3 pipet ukur 1 ml berfungsi
untuk mengambil larutan reagen dan sampel, 2 pipet tetes berfungsi untuk mengambil
sampel susu skin dan sampel gelatin, 2 gelas ukur berfungsi untuk menakar gelatin dan susu
skim, bulb berfungsi untuk menyedot larutan yang dipasangkan dengan pipet ukur, gelas
beaker 500 ml berfungsi sebagai wadah air yang akan dipanaskan di penangas air untuk
memanaskan tabung berisi sampel dan reagen nantinya, penangas air berfungsi untuk
memanaskan air yang ada didalam gelas beaker yang akan digunakan untuk memanaskan
tabung reaksi berisi sampel dan reagen. Kemudian bahan yang dibutuhkan adalah reagen
ninhidrin, larutan susu skim (10%), monosodium glutamate (5%), gelatin (5%), dan
aspartame. Reagen ninhidrin berfungsi sebagai pereaksi yang digunakan untuk menguji
kandungan asam amino bebas didalam sampel, larutan susu skim (10%), monosodium
glutamate (5%), gelatin (5%), dan aspartame berfungsi sebagai sampel. Setelah menyiapkan
alat dan bahan kemudian memberi label pada alat yang digunakan seperti tabung reaksi,
pipet ukur, pipet tetes dan gelas ukur sesuai dengan nama sampel yang diuji tujuannya agar
tidak tertukar dan/atau tercampur antara sampel yang satu dengan sampel lainnya. Setelah
memberi label kemudian melanjutkan dengan mengambil sampel. Sebelum mengambil,
sampel terlebih dahulu mengocok dan menghomogenkan kembali supaya larut secara merata
dan tidak terdapat endapan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan. Kemudian
mengambil 2 ml sampel MSG dan Aspartam pada masing masing tabung reaksi yang telah
diberi label sebanyak 2 mL dengan pipet ukur dan bulb. Untuk menjaga senyawa tidak
terkontaminasi zat lain maka setiap sampel diambil dengan menggunakan pipet ukur yang
berbeda. Pada sampel Aspartam harus dikocok terlebih dahulu sebelum di ambil dengan
pipet ukur untuk menghindari pengendapan, karena senyawa ini mudah mengendap. Pada
sampel 2 ml gelatin pemgambilannya dari botol menggunakan gelas ukur dengan bantuan
pipet tetes. Gelas ukur ini digunakan karena partikel gelatin yang relatif besar berbentuk
sehingga tidak memungkinkan untuk diambil dengan menggunakan pipet ukur karena dapat
menyumbat lubang pipet ukur, baru kemudian gelatin bisa dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 2 ml dengan cara dituangkan langsung atau sedikit demi sedikit
menggunakan pipet tetes. Pada sampel susu skim, pengambilan senyawa dari botol
menggunakan gelas ukur yang fungsinya untuk mengukur volumelarutan dalam satuan mL.
Gelas ukur ini digunakan karena partikel susu skim yang relatif besar sehingga tidak
memungkinkan untuk diambil dengan menggunakan pipet ukur, baru kemudian susu skim
bisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml dengan cara dituangkan langsung
atau sedikit demi sedikit menggunakan pipet tetes. Setelah mengambil sampel dan
memasukkannya pada masing-masing tabung reaksi, kemudian menambahkannya dengan 2
ml larutan ninhidrin menggunakan pipet ukur yang berbeda dan mengocokknya. Mengamati
perubahan warna yang terjadi sebelum pemanasan kemudian mencatat hasilnya . Setelah
mencatat kemudian memasukkan tabung reaksi berisi sampel dan reagen ke dalam penangas
air atau gelas beker yang berisi air mendidih selama 15-20 detik. Kemudian mengambil
tabung reaksi, dan mengamati kembali perubahan warna yang terjadi dan mencatat hasilya
pada data hasil pengamatan. Sampel yang berubah warna menjadi berwarna ungu
menandakan bahwa terdapat kandungan asam amino bebas didalamnya (uji positif),
sementara yang tidak berubah warna atau tetap maka uji negatif dengan kata lain tidak
terdapat kandungan asam amino bebas. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi,
dilakukan di penangas air tidak di api langsung agar struktur protein tidak rusak.

 Analisa Hasil Uji Ninhidrin


Sampel yang digunakan untuk uji ninhidrin ada empat yaitu gelatin, susu skim, MSG,
dan aspartam. Dari percobaan uji ninhidrin diperoleh analisa data hasil percobaan sebagai
berikut. Pada sampel 1 yaitu yang berlabel susu skim setelah ditambah 2 ml susu skim dan
ditambah 2 ml reagen ninhidrin kemudian dikocok didapatkan larutan berwarna kuning ada
endapan sebelum dilakukan pemanasan. Setelah dilakukan pemanasan terbentuk larutan
berwarna kuning ada endapan sedikit ungu. Hal ini menandakan bahwa hasil uji pada susu
skim adalah positif ditandai terbentuknya warna ungu. Hal ini sesuai literatur bahwa
prinsipnya ialah menguji keberadaan protein dalam suatu senyawa dengan penambahan
reagen ninhidrin untuk mengetahui jumlah kadar asam amino bebas yang terkandung
didalamnya. Asam amino bebas yang terdapat didalam sampel akan bereaksi dengan
ninhidrin dan kemudian membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (Saraswati, 2015).
Pada sampel susu skim memiliki kepekatan warna ungu yang kurang pekat (+) hal ini karena
susu skim memiliki sedikit asam amino bebas yang dapat bereaksi dengan reagen ninhidrin.
Hal ini sesuai dengan literatur bahwa susu skim memiliki struktur kimia yang sangat
kompleks sehingga susah untuk menghasilkan asam amino bebas dengan pemanasan. Susu
skim adalah susu yang telah diambil lemaknya sehingga tidak terdapat gumpalan. Denaturasi
dapat merubah sifat protein menjadi lebih sukar larut dan makin kental. Pada temperatur
diatas 600C kelarutan protein akan berkurang karena pada temperatur yang tinggi energi
kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak
ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi. Karena
pemanasan, protein akan susah larut dan semakin kental sehingga hanya menghasilkan asam
amino bebas yang sedikit, oleh karena itu terbentuk kompleks warna ungu yang kurang
pekat (Winarno, 2008).
Pada sampel 2 yaitu yang berlabel MSG setelah ditambah 2 ml MSG dan ditambah 2
ml reagen ninhidrin kemudian dikocok didapatkan larutan berwarna ungu bening sebelum
dilakukan pemanasan. Setelah dilakukan pemanasan terbentuk larutan ungu pekat. Hal ini
menandakan bahwa hasil uji pada MSG adalah positif ditandai terbentuknya warna ungu.
Hal ini sesuai literatur bahwa prinsipnya ialah menguji keberadaan protein dalam suatu
senyawa dengan penambahan reagen ninhidrin untuk mengetahui jumlah kadar asam amino
bebas yang terkandung didalamnya. Asam amino bebas yang terdapat didalam sampel akan
bereaksi dengan ninhidrin dan kemudian membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
(Saraswati, 2015). Pada sampel MSG memiliki kepekatan warna ungu yang pekat (+++) hal
ini karena MSG memiliki banyak asam amino bebas yang dapat bereaksi dengan reagen
ninhidrin. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa MSG mengandung asam glutamat bebas
yang berperan dalam proses menyedapkan rasa makanan. Kandungan asam glutamat bebas
tersebut bereaksi dengan ninhidrin membentuk kompleks warna ungu. MSG lebih banyak
mengandung asam amino sehingga warnanya semakin pekat (Winarno, 2008).
Pada sampel 3 yaitu yang berlabel aspartam setelah ditambah 2 ml aspartam dan
ditambah 2 ml reagen ninhidrin kemudian dikocok didapatkan larutan berwarna putih ada
endapan sebelum dilakukan pemanasan. Setelah dilakukan pemanasan terbentuk larutan
ungu bening ada endapan ungu. Hal ini menandakan bahwa hasil uji pada aspartam adalah
positif ditandai terbentuknya warna ungu. Hal ini sesuai literatur bahwa prinsipnya ialah
menguji keberadaan protein dalam suatu senyawa dengan penambahan reagen ninhidrin
untuk mengetahui jumlah kadar asam amino bebas yang terkandung didalamnya. Asam
amino bebas yang terdapat didalam sampel akan bereaksi dengan ninhidrin dan kemudian
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (Saraswati, 2015). Pada sampel aspartam
memiliki kepekatan warna ungu yang agak pekat (++) hal ini karena aspartam memiliki
asam amino bebas lebih banyak dari susu skim yang dapat bereaksi dengan reagen
ninhidrin. Hal ini sesuai literatur bahwa aspartam berwarna ungu karena terdiri dari ikatan
asam aspartat dan fenil alanin, ketika dipanaskan kedua ikatan tersebut lepas dan menjadi
asam amino bebas sehingga bisa diidentifikasi oleh ninhidrin (Winarno, 2008).
Pada sampel 4 yaitu yang berlabel gelatin setelah ditambah 2 ml gelatin dan ditambah
2 ml reagen ninhidrin kemudian dikocok didapatkan larutan berwarna bening sebelum
dilakukan pemanasan. Setelah dilakukan pemanasan larutan tetap bening. Hal ini
menandakan bahwa hasil uji pada gelatin adalah negatif ditandai tidak terbentuknya warna
ungu. hal ini sesuai dengan literatur bahwa gelatin adalah senyawa kompleks dengan
kompleksnya ikatan peptida yang berebtuk gel yang sangat kental. Proses pemanasan akan
membuat protein dalam gelatin semakin susah larut dan semakin kental atau mengumpal
sehingga tidak menghasilkan asam amino bebas, oleh karena itu tidak terbentuk kompleks
warna ungu (Kharim and Bhat, 2009).

2. Uji Biuret
a. Data Hasil Percobaan Uji Biuret
No Sampel Sebelum ditambah reagen Sesudah ditambah reagen Hasil uji
.1 Susu skim Kuning ada endapan Kuning sedikit ungu ada +
2 MSG Bening Bening kebiruan
endapan -
3 Gelatin Kuning bening Bening keunguan +
4 Aspartam Bening Bening kebiruan -

b. Pembahasan Uji Biuret


 Prinsip Uji Biuret
Metode biuret merupakan salah satu metode analisis kualitatif protein yang digunakan
untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya ikatan peptida dalam suatu sampel. Tujuan dari uji
Biuret adalah untuk mengetahui ada tidaknya protein didalam senyawa berdasarkan ikatan
peptida. Prinsip dari uji Biuret adalah menguji ada tidaknya protein dalam suatu senyawa
dengan penambahan NaOH dan CuSO4 berdasarkan ada tidaknya ikatan peptida dengan Cu2+
didalam suasana basa akan bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein
dan membentuk senyawa kompleks ungu (Saraswati, 2015).

 Mekanisme Uji Biuret


Mekanismenya iyalah ion Cu2+ yang terdapat pada reagen biuret akan bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatan peptida penyususn protein dalam keadaan basa. Reaksi antara
ion Cu2+ dengan ikatan-ikatan peptida tersebut menghasilkan warna kompleks ungu.Warna
ungu yang terbentuk tersebut dikarenakan ikatan-ikatan peptida protein tersebut melarutkan
hidroksida tembaga. Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang
mengandung 2gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon. Reaksi ini
beraksi positif terhadap dua buah atau lebih ikatan peptida tetapi negatif terhadap asam
amino bebas.Warna ungu yang merupakan indikator hasil uji positif pada uji biuret
(Saraswati, 2015).

 Reaksi Uji Biuret

(Brandien, 2007)
 Analisa Prosedur
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji biuret adalah sebagai berikut. Pertama
mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan uji ninhidrin. Alat yang
digunakan adalah empat tabung reaksi berfungsi untuk mereaksikan sampel dengan reagen,
rak tabung reaksi berfungsi untuk meletakkan tabung reaksi, kertas label berfungsi untuk
memberi label pada masing-masing alat seperti tabung reaksi, 3 pipet ukur 1 ml berfungsi
untuk mengambil larutan NaOH dan sampel, 3 pipet tetes berfungsi untuk mengambil
CuSO4, sampel susu skin dan sampel gelatin, 2 gelas ukur berfungsi untuk menakar gelatin
dan susu skim, bulb berfungsi untuk menyedot larutan yang dipasangkan dengan pipet ukur.
Kemudian bahan yang digunakan adalah reagen biuret (CuSO4), larutan NaoH, larutan susu
skim (10%), monosodium glutamate (5%), gelatin (5%), dan aspartame. Reagen biuret
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan peptida dengan membentuk senyawa
kompleks ungu, NaOH berfungsi untuk menciptakan suasana basa, mengoptimalkan kerja
CuSO4 dan menjaga kestabilan protein, larutan susu skim (10%), monosodium glutamate
(5%), gelatin (5%), dan aspartame berfungsi sebagai sampel yang diuji. Setelah menyiapkan
alat dan bahan kemudian memberi label pada alat yang digunakan seperti tabung reaksi,
pipet ukur, pipet tetes dan gelas ukur sesuai dengan nama sampel yang diuji tujuannya agar
tidak tertukar dan/atau tercampur antara sampel yang satu dengan sampel lainnya. Setelah
memberi label kemudian melanjutkan dengan mengambil sampel. Sebelum mengambil,
sampel terlebih dahulu mengocok dan menghomogenkan kembali supaya larut secara merata
dan tidak terdapat endapan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan. Kemudian
mengambil 3 ml sampel MSG dan Aspartam pada masing masing tabung reaksi yang telah
diberi label sebanyak 3 mL dengan pipet ukur dan bulb. Untuk menjaga senyawa tidak
terkontaminasi zat lain maka setiap sampel diambil dengan menggunakan pipet ukur yang
berbeda. Pada sampel Aspartam harus dikocok terlebih dahulu sebelum di ambil dengan
pipet ukur untuk menghindari pengendapan, karena senyawa ini mudah mengendap. Pada
sampel 3 ml gelatin pemgambilannya dari botol menggunakan gelas ukur dengan bantuan
pipet tetes. Gelas ukur ini digunakan karena partikel gelatin yang relatif besar berbentuk
sehingga tidak memungkinkan untuk diambil dengan menggunakan pipet ukur karena dapat
menyumbat lubang pipet ukur, baru kemudian gelatin bisa dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 3 ml dengan cara dituangkan langsung atau sedikit demi sedikit
menggunakan pipet tetes. Pada sampel susu skim, pengambilan senyawa dari botol
menggunakan gelas ukur yang fungsinya untuk mengukur volumelarutan dalam satuan mL.
Gelas ukur ini digunakan karena partikel susu skim yang relatif besar sehingga tidak
memungkinkan untuk diambil dengan menggunakan pipet ukur, baru kemudian susu skim
bisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3 ml dengan cara dituangkan langsung
atau sedikit demi sedikit menggunakan pipet tetes. Setelah mengambil sampel dan
memasukkannya pada masing-masing tabung reaksi, kemudian menambahkannya dengan 1
ml larutan NaOH menggunakan pipet ukur yang berbeda. Setelah itu mengamati dan
mencatat hasilnya. Setelah itu menambah dengan CuSO4 0,1 % sebanyak 1-3 tetes.
Mengamati perubahan warna yang terjadi dan mencatat hasilnya .

 Analisa Hasil Uji Biuret


Sampel yang digunakan untuk uji biuret ada empat yaitu gelatin, susu skim, MSG,
dan aspartam. Dari percobaan uji biuret diperoleh analisa data hasil percobaan sebagai
berikut. Pada sampel 1 yaitu yang berlabel susu skim setelah ditambah 3 ml susu skim dan
ditambah 1 ml NaOH didapatkan larutan berwarna kuning ada endapan dan setelah ditambah
1-3 tetes CuSO4 didapatkan larutan berwarna kuning sedikit ungu ada endapan. Hal ini
menandakan bahwa hasil uji pada susu skim adalah positif ditandai terbentuknya warna
ungu. Prinsip dari uji Biuret adalah menguji ada tidaknya protein dalam suatu senyawa
dengan penambahan NaOH dan CuSO4 berdasarkan ada tidaknya ikatan peptida dengan Cu2+
didalam suasana basa akan bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein
dan membentuk senyawa kompleks ungu (Saraswati, 2015). Perubahan warna yang terjadi
pada susu skim karena susu skim memiliki ikatan polipeptida sehingga sampel membentuk
senyawa berwarna biru ketika bereaksi dengan reagen biuret (Bintang, 2010).
Pada sampel 2 yaitu yang berlabel MSG setelah ditambah 3 ml MSG dan ditambah 1
ml NaOH didapatkan larutan berwarna bening dan setelah ditambah 1-3 tetes CuSO 4
didapatkan larutan berwarna bening kebiruan. Hal ini menandakan bahwa hasil uji pada
MSG adalah negatif ditandai terbentuknya warna biru. Hal ini sesuai literatur bahwa tidak
memiliki ikatan peptida karena pada proses pembuatan MSG, protein dihidrolisis dengan
larutan asam kuat panas berlebih untuk memutus ikatan peptida sehingga menghasilkan
asam-asam amino. Reaksi biuret positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi
negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida (Bintang, 2010).
Pada sampel 3 yaitu yang berlabel gelatin setelah ditambah 3 ml gelatin dan ditambah
1 ml NaOH didapatkan larutan berwarna kuning bening dan setelah ditambah 1-3 tetes
CuSO4 didapatkan larutan berwarna bening keunguan. Hal ini menandakan bahwa hasil uji
pada gelatin adalah positif ditandai terbentuknya warna ungu. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwa perubahan warna ini terjadi karena gelatin adalah suatu polipeptida larut berasal dari
kolagen, yang merupakan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat binatang.
Gelatin diperoleh melalui hidrolisis parsial dari kolagen. Gelatin memiliki ikatan peptida
lebih dari dua sehingga bisa diidentifikasi dalam uji biuret ini, dan hasil ujinya positif
(Bintang, 2010).
Pada sampel 4 yaitu yang berlabel aspartam, setelah ditambah 3 ml aspartam dan
ditambah 1 ml NaOH didapatkan larutan berwarna bening dan setelah ditambah 1-3 tetes
CuSO4 didapatkan larutan berwarna bening kebiruan. Hal ini menandakan bahwa hasil uji
pada aspartam adalah negatif ditandai terbentuknya warna biru. Hal ini sesuai dengan
literatur aspartam merupakan dipeptida yang dibuat dari hasil penggabungan asam aspartat
dan fenilalanin. Reaksi biuret positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi
negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida (Bintang, 2010).

PERTANYAAN
1. Bagaimana mengidentifikasi adanya gugus amino pada sampel dengan menggunakan uji
Ninhidrin?
Mekanismenya iyalah asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin dan terjadi
pross reduksi reagen ninhidrin oleh asam alfa amino. Asam alfa amino akan terpecah karena
adanya reduksi dari asam amino sehingga terbentuk ninhidrin tereduksi dan terbentuk
aldehida dengan satu atom C yang lebih rendah dan melepaskan molekul NH 3 dan CO2.
Selanjutnya terjadi reaksi antara ninhidrin tereduksi dengan amonia sehingga akan terjadi
proses kondensasi yang melepaskan molekul H2O dan menghasilkan garam diketo–
hyrilhalide–diketo–hydramine berwarna ungu.Warna yang dihasilkan tersebut disebabkan
karena molekul ninhidrin dan hidratin yang bereaksi dengan NH 3 setelah asam amino
tersebut dioksidasi.Warna ungu inilah yang dijadikan indikator hasil uji positif pada uji
ninhidrin. Semua asam amino, atau peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan
bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu (Saraswati,
2015). Reaksinya,

(Brandien, 2007).

2. Bagaimana reaksi yang terjadi antara sampel dengan reagen pada uji Biuret?
Mekanismenya iyalah ion Cu2+ yang terdapat pada reagen biuret akan bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatan peptida penyususn protein dalam keadaan basa. Reaksi antara
ion Cu2+ dengan ikatan-ikatan peptida tersebut menghasilkan warna kompleks ungu.Warna
ungu yang terbentuk tersebut dikarenakan ikatan-ikatan peptida protein tersebut melarutkan
hidroksida tembaga. Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang
mengandung 2gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon. Reaksi ini
beraksi positif terhadap dua buah atau lebih ikatan peptida tetapi negatif terhadap asam
amino bebas.Warna ungu yang merupakan indikator hasil uji positif pada uji biuret
(Saraswati, 2015). Reaksinya,
(Brandien, 2007).

KESIMPULAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip dasar uji kualitatif protein dan
untuk mengetahui perbedaan prinsip dari masing-masing metode. Pada praktikum ini dilakukan
dua jenis pengujian yaitu uji Ninhidrin dan uji Biuret.
Prinsipnya ialah menguji keberadaan protein dalam suatu senyawa dengan penambahan
reagen ninhidrin untuk mengetahui jumlah kadar asam amino bebas yang terkandung
didalamnya. Asam amino bebas yang terdapat didalam sampel akan bereaksi dengan ninhidrin
dan kemudian membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Prinsip dari uji Biuret adalah
menguji ada tidaknya protein dalam suatu senyawa dengan penambahan NaOH dan CuSO 4
berdasarkan ada tidaknya ikatan peptida dengan Cu2+ didalam suasana basa akan bereaksi
dengan ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein dan membentuk senyawa kompleks ungu.
Dalam pengujian Ninhidrin yang dilakukan pada sampel susu skim, gelatin, aspartam dan
MSG didapatkan hasil positif pada sampel MSG, aspartam dan susu skim dengan ditandai
berubahnya warna senyawa menjadi ungu dengan kepekatan yang tidak sama. Sedangkan hasil
negatif terdapat pada sampel gelatin dengan ditandai dengan warna tetap bening. Pada Pengujian
Biuret yang dilakukan pada sampel susu skim, gelatin, aspartam dan MSG didapatkan hasil
positif pada susu skim dan gelatin dengan terbentuknya warna ungu. Sedangkan hasil negatif
terdapat pada sampel MSG dan aspartam dengan ditandai warna bening kebiruan.
DAFTAR PUSTAKA

Buxbaum, Engelbert. 2012. Fundamentals of Protein Structure and Function Second Edition.
Bochum : Springer
Daintith, J. 2008. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : Erlangga
Fay, Robert C. 2012. Chemistry Sixth Edition. Columbu : Pearson Prentice Hall
Karim, A.A. and Rajeev Bhat. (2009). Fish Gelatin : Properties, Challenges, and Prospects As
An Alternative to Mammalian Gelatins. Sciencedirect. Volume 23, issue 3. http:// www.
sciencedirect.com/ science/ article/pii/S0268005X08001446. 29 Maret 2016
Masak, Ide. 2011. Resep Sarapan Pagi Favorit di Bawah 500 Kalori. Sidoarjo: Gramedia
Pustaka Utama
Praja, Deni Indra. 2015. Zat Aditif Makanan : Manfaat dan Bahayanya. Yogyakarta: Penerbit
Garudhawaca
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Erlangga
Saraswati, Indah. 2015. Panduan Praktikum Kimia. Yogyakarta: Deepublish
Tjahjadi, Carmencita. 2008. Pengantar Teknologi Pangan. Jatinangor: Universitas Padjadjaran

DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Bogor: Erlangga


Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: MBrio Press
Brandien, Bred Lie. 2007. Nindhydryn and Byuret Reaction. Sunderland: New Science Press
LAMPIRAN FOTO

Sebelum dipanaskan (Uji Ninhidrin) Setelah dipanaskan (Uji ninhidrin)

Sebelum ditambah reagen (Uji Biuret) Setelah ditambah reagen (uji biuret)
BAB V
REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

TUJUAN :
 Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium
hidroksida dan natrium hidroksida
 Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen

A. Pre-lab
1. Jelaskan tentang reaksi saponifikasi suatu lemak !
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali kuat dengan asam
lemak yang akan dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Sabun
tersusun atas C12, C16 dan juga gugus asam karboksilat. Hidrolisis ester dalam suasana
basa disebut saponifikasi. Ada dua metode yang digunakan dalam esterifikasi yaitu
proses batch dan proses kontinyu. Proses esterifikasi berlangsung dibawah tekanan pada
suhu 200- 250°C. Pada reaksi kesetimbangan, air dipindahkan secara kontinyu untuk
menghasilkan ester. Dalam saponifikasi asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak
tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda antara atom-atom carbon
penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga mudah bereaksi dengan unsur lain.
Basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah
seperti NaOH, KOH, NH4OH, K2CO3 dan lainnya (Riawan.dkk, 2009).

(Keenan, 2007).
(Keenan, 2007).
2. Jelaskan perbedaan sabun kalium, sabun natrium dan detergen, baik secara struktur
maupun sifatnya !
Sabun kalium (ROOCK) merupakan sabun yang bersifat lunak atau cair,
umumnya digunakan untuk sabun mandi cair, sabun mandi bayi, sabun cuci pakaian
dan perlengkapan rumah tangga. Sabun kalium terbuat dari lemak dan larutan alkali
kalium hodroksida (KOH) melalui proses saponifikasi. Struktur dari sabun kalium
adalah C17H35-C-K(O)-O. Dalam struktur sabun kalium memiliki rantai hidrogen
yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) yang bersifat non-
polar dan COOK sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) yang bersifat polar
dengan air (Barbarian, 2008).

Struktur Molekul Sabun Kalium


(Keenan, 2007).

Sabun natrium (RCOONa) merupakan sabun yang bersifat keras/padat,


umumnya digunakan sebagai sabun cuci, dalam industri logam, sebagai sabun mandi
batangan dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium. Sabun natrium terbuat dari
lemak dan larutan alkali natrium hidroksida (NaOH) melalui proses saponifikasi.
Struktur dari sabun natrium adalah C17H35-C-Na(O)-O. Sabun natrium memiliki
rantai hidrogen yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air)
yang bersifat non-polar dan COONa sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air)
yang bersifat polar (Perdana, 2009).
Sabun Natrium
(Keenan, 2007).
Detergen iyalah garam dari alkali sulfat, asam alkil benzena sulfonat
berantai panjang atau garam natrium dari asam sulfonat. Detergen merupakan bahan
cuci sintesis yang terbuat dari campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Molekul
detergen sukar terdegradasi oleh bakteri pengurai. Molekul detergen tidak bereaksi
dengan ion Ca2+ dan ion Mg2+. Detergen termasuk emulgator dari emulsi antara
minyak dan air yang tersusun atas kepala yang bersifat liofil (hidrofil) yang akan
berikatan dengan air dan ekor yang bersifat liofob (hidrofob) yang akan berikatan
dengan lemak. Deterjen memiliki sifat yang dapat menarik zat pengotor dari media.
Deterjen biasanya digunakan sebagai sabun cuci maupun sabun industri, karena
kemampuannya yang kuat untuk menghapus lemak. Dibanding dengan sabun,
deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik
serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air (Perdana, 2009).

Struktur molekul detergen


(Keenan, 2007).

3. Jelaskan prinsip dasar proses saponifikasi dan pengujian sifat sabun yang dihasilkan
Prinsip dalam proses saponifikasi adalah menghidrolisis lemak akan dengan
basa yang menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara
minyak dan alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang mengental. Pada
campuran tersebut kemudian ditambahkan garam NaCl yang berfungsi untuk
memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga akan terbentuk gumpalan
sabun yang merupakan sabun padat yang telah terpisah dari gliserol hasil hidrolisis
lemak. Dari proses pengujian sabun diakhir maka akan dihasilkan sabun yang dapat
mengemulsi minyak (Perwitasari, 2011).
Dari proses pengujian sabun diakhir maka akan dihasilkan sifat dan
kemampuan setiap sabun dalam membersihkan atau mengikat lemak atau kotoran.
Pada proses pengujian didapatkan bahwa sabun kalium dapat membersihkan lemak
namun kurang begitu bersih karena hanya mampu mengikat lemak dalam jumlah yang
sedikit. Sedangkan pada sabun natrium juga dapat membersihkan lemak tapi jika
dibandingkan dengan sabun kalium dalam membersihkan lemak lebih bersih.
Fenomena di mana sabun kalium dapat melarutkan minyak/lemak lebih banyak dari
sabun natrium disebabkan karena sabun kalium merupakan sabun cair sementara sabun
natrium merupakan sabun padatan, sehingga akan memiliki kemampuan melarutkan
lemak lebih tinggi dibandingkan dengan sabun natrium. Sabun deterjen memiliki
tingkat kebersihan yang paling tinggi karena sabun deterjen memiliki kemampuan
mengikat lemak paling tinggi. Hal ini disebabkan deterjen memiliki sifat dapat
mengemulsi lemak secara sempurna, yaitu bagian nonpolar dari ujung-ujung
hidrokarbon pada deterjen megelilingi tetesan minyak secara merata, sehingga deterjen
dapat mengemulsikan lemak (Riawan.dkk, 2009).
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian dan Prinsip Saponifikasi Beserta Reaksinya.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan
dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Ada dua metode yang digunakan dalam
esterifikasi yaitu proses batch dan proses. Basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang
menghasilkan garam basa lemah seperti NaOH, KOH, NH4OH, dan lainnya (Riawan.dkk, 2009).
Prinsip dalam proses saponifikasi adalah menghidrolisis lemak akan dengan basa yang
menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan
membentuk suatu cairan yang mengental. Pada campuran ditambahkan garam NaCl yang berfungsi
memisahkan sabun dan gliserol sehingga terbentuk gumpalan yang merupakan sabun padat yang telah
terpisah dari gliserol (Perwitasari, 2011).

(Keenan, 2007).
2. Sabun Kalium dan Sabun Natrium
Sabun kalium (ROOCK) merupakan sabun yang bersifat lunak, digunakan untuk sabun mandi cair,
sabun mandi bayi, sabun cuci pakaian dll. Sabun kalium terbuat dari lemak dan larutan alkali KOH.
Struktur dari sabun kalium adalah C17H35-C-K(O)-O (Barbarian, 2008).
Sabun natrium (RCOONa) merupakan sabun bersifat keras/padat, umumnya digunakan sebagai sabun
cuci, dalam industri logam dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium. Sabun natrium terbuat dari
lemak dan larutan NaOH. Struktur sabun natrium adalah C17H35-C-Na(O)-O (Perdana, 2009).

3. Perbedaan Sabun dan Detergen


Sabun merupakan garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh
air yang menyebabkan larutan sabun dalam air bersifat basa. Molekul dalam sabun lebih mudah
terdegradasi oleh bakteri pengurai. Sabun tidak bisa dipakai dalam air sadah, karena sabun akan bereaksi
dengan ion Ca2+ dan Mg2+. Sabun digunakan untuk sabun mandi (Zulkifli, 2014).
Detergen iyalah garam dari alkali sulfat, asam alkil benzena sulfonat berantai panjang. Detergen
merupakan bahan cuci sintesis dari campuran bahan turunan minyak bumi. Molekul detergen sukar
terdegradasi oleh bakteri pengurai. Molekul detergen tidak bereaksi dengan ion Ca2+ dan ion Mg2+.
Deterjen digunakan sebagai sabun cuci serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air (Perdana, 2009).

4. Tinjauan bahan
4.1 Lemak
Lemak (Lipid) adalah zat organik hidrofobik bersifat sukar larut dalam air. Namun dapat larut
dalam pelarut organik seperti kloroform, eter, benzena dan lainnya. Molekul lemak terdiri dari yaitu satu
molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak ( Elvianto. dkk, 2008).
4.2 Minyak
Minyak digolongkan senyawa lemak yang merupakan ester dari asam karboksilat dengan rantai
atom karbon yang panjang. Minyak berasal dari hewan dan tanaman. Tergolong ester karena dibentuk
melalui reaksi esterifakasi alkohol (gliserol) dan asam karboksilat (asam lemak) (Ahmadi, 2011).
4.3 KOH ( 10% dalam etanol 96%)
KOH adalah senyawa kimia alkali kaustik yang mudah larut air dan mudah terbakar. Dalam
penyabunan, KOH sebanyak 10% dalam Etanol 96% digunakan untuk membuat sabun kalium. Setelah
proses saponifikasi akan dihasilkan larutan berwarna putih susu (Elvin, 2006).
4.4 Aseton
Aseton ialah keton paling sederhana, digunakan sebagai pelarut polar dalam reaksi organik. Aseton
sifatnya cairan, tidak berwarna, bau yang sengit dan mudah terbakar, digunakan membuat plastik, serat,
obat-obatan, dan senyawa kimia lainnya (Elvin, 2006).
4.5 NaCl
NaCl berasal dari reaksi HCl dengan NaOH yang membentuk NaCl dan H2O. NaCl berbentuk
serbuk putih dan tidak berbau dan rasanya seperti garam. Larut dalam gliserol, dan amonia. Sangat
sedikit larut dalam alkohol, tidak larut dalam asam klorida (Elvin, 2006).
4.6 Akuades
Aquades adalah air hasil destilasi sama dengan air murni. aquades memiliki rumus kimia pada air
umumnya yaitu H2O, yang berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen dan atom oksigen
tunggal. Aquades ini biasanya berfungsi sebagai pelarut (Hastuti, 2007).
4.7 CaCl2 0,1 %
Kalsium klorida (CaCl2) adalah senyawa ionik yang terdiri dari unsure kalsium (logam alkali tanah)
dan klorin. Ia tidak berbau, tidak berwarna, solusi tidak beracun, yang digunakan secara ekstensif di
berbagai industri dan aplikasi di seluruh dunia (Rowe, 2009).
4.8 MgCl2 0,1 %
MgCl2 iyalah logam kuat, berwarna putih perak, ringan. MgCl2 terbentuk dari reaksi MgO dengan
HCl. Magnesium berubah kusam jika terdedah udara, dalam persekitaran yang bebas oksigen ia akan
membentuk satu lapisan pelindung oksida yang sukar ditembus (Elvin, 2006).
4.9 FeCl2 0,1 %
Besi (II) Klorida adalah solid mempunyai titik leleh tinggi. FeCl₂ dapat larut dalam air. FeCl2
didapat dengan mereaksikan besi dengan asam klorida yaitu dengan mengalirkan gas HCl kering pada
logam besi panas yang akan membentuk besi (II) klorida dan gas hidrogen (Rowe, 2009).
4.10 Detergen
Detergen iyalah garam dari alkali sulfat, asam alkil benzena sulfonat berantai panjang. Detergen
merupakan bahan cuci sintesis dari campuran bahan turunan minyak bumi. Molekul detergen sukar
terdegradasi oleh bakteri pengurai serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air (Perdana, 2009).
4.11 Air kran
Air kran merupakan air yang keluar dari saluran kran air yang biasa terdapat pada rumah atau
bangunan-bangunan lain. Air kran biasa digunakan untuk sumber air, mencuci, memasak, minum dll. Air
adalah zat yang paling baik sekali dan paling murah, terdapat dalam keadaan tidak murni (Suheri, 2010).

C. Diagram Alir
1. Pembuatan Sabun Kalium
Sampel minyak atau lemak

Diambil 30 tetes
10 ml KOH dalam etanol 96 %
Ditempatkan dalam gelas beaker 100 ml

Dipanaskan dalam gelas beaker 500 ml berisi air mendidih

Dipanaskan hingga mendidih


2 ml larutan etanol
Dipanaskan lagi selama 3 menit

Dilakukan uji penyabunan

Ditetesi beberapa tetes hasil reaksi kedalam air

Diambil hasil tetesan (saponifikasi sempurna jika tidak ada tetesan lemak)

Saponifikasi tidak sempurna Saponifikasi sempurna


2 ml larutan etanol
Dipanaskan kembali Dipanaskan hingga alkohol menguap sempurna

Ditandai cairannya kental, liat, jangan gosong


Aquades 30 ml
Diaduk konstan

Sabun kalium (A)

B C
Dibuat sabun natrium Diuji

2. Pembuatan Sabun Natrium


Separuh sampel A (larutan B)
15 ml larutan NaCl jenuh
Diaduk dengan kuat

Padatan
Dipisahkan dengan kertas saring

Ditekan padatan sabun natrium

Sabun Natrium (B)

3. Pengujian Sifat Sabun dan Detergen


3.1 Pengujian kemampuan menghilangkan minyak atau lemak
 Sabun Kalium
Minyak atau Lemak

Dioleskan minyak atau lemak pada permukaan gelas arloji


1 ml sabun kalium (A)
Digoyangkan gelas arloji

Diamati minyak/lemak hilang atau tidak

HASIL

 Sabun Natrium
Minyak atau Lemak

Dioleskan minyak atau lemak pada permukaan gelas arloji


1 ml sabun natrium (B)
Gelas arloji digoyangkan

Diamati minyak/lemak hilang atau tidak

HASIL

 Larutan detergen
 Pembuatan larutan detergen
Detergen
Ditimbang 0,5 gram detergen
Aquades 10 ml
dilarutkan

Larutan Detergen (C)

 Detergen
Minyak atau Lemak

Dioleskan minyak atau lemak pada permukaan gelas arloji


Larutan detergen (C)
Gelas arloji digoyangkan

Diamati minyak/lemak hilang atau tidak

HASIL

3.2 Pengujian sifat kesadahan sabun dan detergen dengan CaCl2 0,1%, MgCl2 0,1%,
FeCl2 0,1% dan air kran
 Pengujian sabun kalium
1ml CaCl2 0,1%, MgCl2 0,1%, FeCl2 0,1%, air kran

Diambil 4 tabung reaksi

diambil 1 ml sabun kalium (A) setiap tabung reaksi


Sabun kalium (A)
Diaduk tiap tabung reaksi

diamati endapan yang terjadi tiap tabung reaksi

HASIL

 Pengujian sabun natrium


1ml CaCl2 0,1%, MgCl2 0,1%, FeCl2 0,1%, air kran

Diambil 4 tabung reaksi

diambil 1 ml sabun natrium (B) setiap tabung reaksi


Sabun natrium (B)
Diaduk tiap tabung reaksi

diamati endapan yang terjadi tiap tabung reaksi

HASIL
 Pengujian detergen
1ml CaCl2 0,1%, MgCl2 0,1%, FeCl2 0,1%, air kran

Diambil 4 tabung reaksi

diambil 1 ml larutan detergen (C) setiap tabung reaksi


Larutan detergen (C)
Diaduk tiap tabung reaksi

diamati endapan yang terjadi tiap tabung reaksi

HASIL
D. Data Hasil Praktikum
1. Saponifikasi Lemak : Pembuatan Sabun Kalium
Jenis Berat / Setelah 3- Tes Setelah Aquades Ditambah Diaduk
sampel volume 4 menit penyabuna dipanaskan 30 ml dan NaCl kuat
sampel n dibagi dua

Minyak
Sabun Ada
1,5 gram Sempurna tidak ada Berbuih
kalium endapan

Warna
Sabun Ada
20 ml lebih
natrium endapan
putih

Jenis sampel Warna Bentuk


Sabun kalium Putih kekuningan Larutan
Sabun natrium Putih keruh Padatan
Detergen Putih Butiran

2. Sifat Sabun Dengan Detergen


Ditambah lemak / minyak
Jenis sampel
Kelarutan Warna
Sabun kalium Agak larut Putih
Sabun natrium Tidak larut Putih
Detergen Larut Putih

Jenis sampel Penambahan larutan Warna Endapan atau Tidak


1 mL larutan CaCl2 0,1% Keruh Putih suspensi
1 mL sabun 1 mL larutan MgCl2 0,1% Putih agak keruh Tidak ada endapan
kalium 1 mL larutan FeCl2, 0,1% Kuning Tidak ada endapa
Air kran Keruh Tidak ada endapan
1 mL larutan CaCl2 0,1% Bening ada endapan Ada endapan
1 mL sabun 1 mL larutan MgCl2 0,1% Putih ada endapan Ada endapan
natrium 1 mL larutan FeCl2, 0,1% Keruh Ada endapan
Air kran Keruh Ada endapan
1 mL larutan CaCl2 0,1% Bening berbuih Tidak ada endapan
1 mL larutan MgCl2 0,1% Putih bening berbuih Tidak ada endapan
1 mL detergen
1 mL larutan FeCl2, 0,1% Agak kuning berbuih Tidak ada endapan
Air kran Putih bening berbuih Tidak ada endapan
E. Pembahasan
1. Analisa Prosedur
Prosedur pertama yang dilakukan adalah membuat sabun kalium. Langkah
langkah yang dilakukan dalam pembuatan sabun kalium ini adalah dengan menyiapkan
alat dan bahan. Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain pipet tetes, gelas
beaker 100 ml, gelas beaker 500 ml, kompor listrik, penjepit kayu, pipet ukur,
pengaduk. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain KOH, minyak goreng, aquades,
larutan etanol dan air. Selanjutnya mengambil sampel minyak atau lemak sebanyak 30
tetes menggunakan pipet tetes, kemudian menempatkan sampel tersebut ke dalam gelas
beaker 100 ml. Kemudian menambahkan 10 ml larutan KOH dalam etanol 96% kedalam
gelas beaker berisi sampel minyak menggunakan pipet ukur 10 ml. Penambahan 10 ml
KOH dalam etanol 96% bermaksud sebagai alkali dalam proses hidrolisis lemak pada
minyak sehingga dihasilkan garam karboksilat. Sedangkan etanol 96% digunakan agar
KOH dan lemak pada minyak dapat larut karena lemak dapat larut di etanol daripada
pada air. Memanaskan gelas beaker 100 ml ke dalam gelas beaker 500 ml yang berisi air
mendidih yang dipanaskan menggunakan kompor listrik dengan menjepit ujung gelas
beaker dan terus mengoyangkannya tujuannya menjepit agar memudahkan praktikan
dalam memanaskan gelas beaker, tujuan menggoyangkan agar gelas beaker tidak pecah
karena panas. Memanaskan hingga mendidih, pemanas bertujuan untuk mempercepat
reaksi, karena kenaikan suhu maka energi kinetik lebih cepat terjadi. Setelah mendidih,
menambahkan larutan etanol sebanyak 2 ml menggunakan pipet ukur. Penambahan
etanol 2 ml bermaksud untuk menggantikan etanol yang menguap pada saat pemanasan.
Kemudian memanaskan kembali selamat 3-4 menit. Setelah itu melakukan uji
penyabunan untuk mengetahui reaksi saponifikasi telah sempurna atau tidak dengan
meneteskan beberapa tetes hasil reaksi ke dalam air yang berguna untuk memguji ada
tidaknya minyak. Kemudian menggambil hasil tetesan dan mengamatinya. Reaksi
saponifikasi sempurna apabila tidak terdapat minyak ketika sampel diteteskan pada air
dan juga tidak ada busa atau globula pada air. Apabila reaksi saponifikasi belum
sempurna atau masih terdapat minyak dalam air maka menambahkan sampel tersebut
denga etanol 2 ml dan memanaskan kembali 3-4 menit. Jika saponifikasi sempurna maka
yang dilakukan adalah memanaskan larutan sampel hingga ditandai cairannya
mengental, liat namun jangan sampai gosong. Lalu menambahkan akuades sebanyak 30
ml kedalam larutan sampel dengan bantuan pipet ukur dan mengaduk larutan sampel
secara konstan menggunakan pengaduk kaca. Setelah itu sabun kalium dibagi rata ke
dalam 2 beaker glass masing masing sebanyak 20 ml, digunakan untuk pembuatan sabun
natrium dan untuk pengujian.
Prosedur kedua yang dilakukan adalah membuat sabun natrium. Setelah selesai
membuat sabun kalium, melanjutkan dengan membuat sabun natrium dengan
menggunakan setengah dari sampel sabun kalium. Menyiapkan alat dan bahan yang
digunakan, alat yang diperlukan dalam pembuatan sabun kalium ini antara lain gelas
beaker, pipet ukur, pengaduk, kertas saring, corong. Bahan yang digunakan adalah
setengah sampel sabun kalium dan larutan NaCl jenuh. Pertama, larutan sabun kalium
didalam gelas beaker kemudian menambahkannya dengan 15 ml NaCl jenuh dengan
bantuan pipet ukur, penambahan NaCl jenuh ini berfungsi untuk memisahkan gliserol
dari hasil saponifikasi minyak dengan KOH yang sulit dipisahkan. Kemudian mengaduk
campuran dengan pengaduk secara kuat sampai terbentuk padatan. Kemudian menyaring
padatan yang diperoleh menggunakan kertas saring yang diletakkan di corong di dalam
sebuah gelas beaker. Dalam menyaringnya dituangkan secara sedikit demi sedikit agar
kertas saringannya tidak sobek. Proses penyaringan bertujuan untuk memisahkan sabun
natrium dengan larutan lain yang tidak digunakan, selanjutnya menekat padatan tersebut
sampai terbebas dari air. Dan dihasilkan sabun natrium (B) dalam bentuk padat.
Prosedur ketiga yang dilakukan adalah menguji sifat sabun dan detergen yang
dibagi dalam 2 pengujian yaitu penguji kemampuan menghilangkan minyak atau lemak
dan penguji sifat kesadahan sabun dan detergen dengan 1 ml CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2
0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%; dan air kran. Untuk yang pertama adalah menguji kemampuan
menghilangkan minyak atau lemak. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah
timbangan analitik, gelas arloji, pengaduk, gelas beaker, pipet ukur 10 ml dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan adalah sabun natrium (B), sabun kalium (A), detergen, minyak
dan aquades. Mengoleskan atau meneteskan minyak pada gelas arloji sebanyak 20 tetes
dengan bantuan pipet tetes. Setelah itu meneteskan 1 ml larutan sabun kalium (A) pada
gelas arloji. Menggoyangkan gelas arloji agar sampel dapat bekerja, bertujuan untuk
mengetahui apakah sabun kalium dapat membersihkan minyak atau tidak. Kemudian
mengamati apa yang terjadi apakah masih ada minyak atau tidak, bila tidak ada globula
maka sabun kalium dapat membersihkan minyak. Lalu mencatat hasilnya. Selanjutnya
mengoleskan atau meneteskan minyak pada gelas arloji sebanyak 20 tetes dengan
bantuan pipet tetes. Setelah itu meneteskan 1 ml larutan sabun kalium (B) pada gelas
arloji. Menggoyangkan gelas arloji agar sampel dapat bekerja, bertujuan untuk
mengetahui apakah sabun natrium dapat membersihkan minyak atau tidak. Kemudian
mengamati apa yang terjadi apakah masih ada minyak atau tidak, bila tidak ada globula
maka sabun natrium dapat membersihkan minyak. Lalu mencatat hasilnya. Selanjutnya
menimbang detergen dengan menggunakan timbangan analitik sebanyak 0,5 gram dan
meletakkannya didalam gelas beaker, kemudian melarutkan detergen dengan akuades
sebanyak 10 ml dengan pipet ukur untuk mengambil aquadesnya dan pengaduk untuk
membantu mempercepat pelarutan. Dan hasilnya adalah larutan detergen (C).
Selanjutnya mengoleskan atau meneteskan minyak pada tiga buah gelas arloji masing-
masing 20 tetes dengan bantuan pipet tetes. Setelah itu meneteskan 1 ml larutan detergen
(C) pada gelas arloji. Menggoyangkan gelas arloji agar sampel dapat bekerja, bertujuan
untuk mengetahui apakah detergen dapat membersihkan minyak atau tidak. Kemudian
mengamati apa yang terjadi apakah masih ada minyak atau tidak, bila tidak ada globula
maka detergen dapat membersihkan minyak. Lalu catat hasilnya.
Untuk yang kedua adalah menguji sifat kesadahan sabun dan detergen dengan 1
ml CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%; dan air kran. Menyiapkan alat dan
bahan, alat yang digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi dan pipet tetes.
Bahan bahan yang digunakan antara lain CaCl2 0,1%, MgCl2 0,1%, FeCl2 0,1%, air kran,
sabun kalium (A), sabun kalium (B), dan larutan detergen (C). Untuk menguji sifat
kesadahan sabun kalium (A) dengan mengambil 4 tabung reaksi yang sudah diberi label,
mengisi masing-masing tabung secara berurutan diisi dengan 1ml larutan CaCl2 0,1%,
1ml larutan MgCl2 0,1%, 1 ml larutan FeCl2 0,1% dan 1 ml air kran menggunakan pipet
tetes. Kemudian mengisi 1 ml sabun kalium (A) pada setiap tabung teaksi menggunakan
pipet tetes. Mengaduk tiap tabung reaksi atau menggoyangkannya tabung reaksi dan
selanjutnya mengamati adanya perubahannya seperti warna dan terbentuk endapan atau
tidak. Berikutnya menguji sifat kesadahan sabun natrium (B) dengan mengambil 4
tabung reaksi yang sudah diberi label, mengisi masing-masing tabung secara berurutan
diisi dengan 1ml larutan CaCl2 0,1%, 1 ml larutan MgCl2 0,1%, 1 ml larutan FeCl2 0,1%
dan 1 ml air kran menggunakan pipet tetes. Kemudian mengisikan 1 ml sabun natrium
(B) pada setiap tabung teaksi menggunakan pipet tetes. Mengaduk tiap tabung reaksi
atau menggoyangkannya tabung reaksi dan selanjutnya mengamati adanya perubahannya
seperti warna dan terbentuk endapan atau tidak. Terakhir menguji sifat kesadahan
detergen (C) dengan mengambil 4 tabung reaksi yang sudah diberi label, mengisi
masing-masing tabung secara berurutan diisi dengan 1ml larutan CaCl2 0,1%, 1 ml
larutan MgCl2 0,1%, 1 ml larutan FeCl2 0,1% dan 1 ml air kran menggunakan pipet tetes.
Kemudian mengisikan 1 ml detergen (C) pada setiap tabung teaksi menggunakan pipet
tetes. Mengaduk tiap tabung reaksi atau menggoyangkannya tabung reaksi dan
selanjutnya mengamati adanya perubahannya seperti warna dan terbentuk endapan atau
tidak.

2. Analisa Hasil
Pada pembuatan sabun kalium (A) diperoleh analisa data hasil percobaan sebagai
berikut. Pembuatan sabun kalium (A) yang dilakukan dengan minyak sebanyak 1,5 gram
(30 tetes) yang dimasukkan ke dalam gelas beaker 100 ml dan kemudian ditambah KOH
10% dalam etanol 96% dan dipanaskan dalam gelas beaker 500 ml berisi air mendidih
selama 3-4 menit hasilnya ada endapan warnanya menjadi kuning terang dan kental.
Setelah ditambah 2 ml larutan etanol dan dipanaskan selama 3-4 menit lagi minyak
sudah tidak ada dan warnanya menjadi kuning terang dan kental. Kemudian dilakukan
tes penyabunan hasilnya sempurna. Setelah diteteskan beberapa tetes hasil reaksi
kedalam air hasilnya sampel berbuih yang kemudian sampel ditambah 30 ml aquades
dan dibagi menjadi dua untuk membuat sabun natrium (B) dan untuk diuji. Berdasarkan
literatur bahwa reaksi saponifikasi telah sempurna apa bila dalam pengujian dengan
meneteskan sampel kedalam air tidak lagi terdapat minyak dan tidak ada globula-globula
tetapi jika masih globula yang menandakan masih ada lemak reaksi saponifikasi tersebut
belum sempurna (Arifin, 2009).
Pada percobaan pembuatan sabun natrium (B) diperoleh analisa data hasil
percobaan sebagai berikut. Pembuatan sabun natrium (B) yaitu dengan mengambil
setengah sampel dari sabun kalium (A) yaitu sebanyak 20 ml. Setelah ditambah 15 ml
larutan NaCl jenuh warna berubah menjadi lebih putih dan setelah diaduk dengan kuat
terdapat endapan yang kemudian disaring, yang bertujuan untuk memisahkan sabun
natrium (B) dengan larutan lain yang tidak digunakan, selanjutnya menekat padatan
tersebut sampai terbebas dari air. sehingga dihasilkan sabun natrium (B) dalam bentuk
padat. Berdasarkan literatur menyatakan bahwa Sabun natrium (RCOONa) merupakan
sabun yang bersifat keras/padat, umumnya digunakan sebagai sabun cuci, dalam industri
logam dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium. Sabun natrium terbuat dari lemak
dan larutan alkali NaOH( Pradana, 2009 ). Berdasarkan literatur bahwa pada campuran
ditambahkan garam NaCl yang berfungsi memisahkan sabun dan gliserol sehingga
terbentuk gumpalan yang merupakan sabun padat yang telah terpisah dari gliserol
(Perwitasari, 2011).
Dari percobaan pembuatan sabun didapatkan bahwa sabun kalium (A) berwarna
putih kekuningan dan berbentuk larutan, sabun natrium (B) berwarna putih keruh dan
berbentuk padatan dan detergen berwarna putih berbentuk butiran atau padatan.
Pada percobaan sifat sabun dan detergen, minyak diteteskan sebanyak 20 ml pada
tiga gelas arloji dan masing-masing kemudian ditetesi 1ml larutan sabun natrium (A), 1
ml sabun kalium (B), dan 1 ml larutan sabun detergen (C) dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan membersihkan atau mengikat lemak pada masing-masing sabun
dan digoyangkan. Didapatkan hasil bahwa kelarutan minyak dalam sabun kalium (A)
adalah agak larut dan sampel berwarna putih. Kelarutan minyak dalam sabun natrium
(B) adalah tidak larut dan sampel berwarna putih. Kelarutan minyak dalam larutan
detergen (C) adalah larut dan sampel berwarna putih. Dari hasil percobaan diketahui
bahwa sabun kalium (A) dapat mengikat lemak dalam jumlah yang sedikit. Pada sabun
natrium (B) dapat mengikat lemak namun lebih sedikit dari sabun kalium (A).
Sedangkan larutan detergen (C) memiliki kemampuan mengikat lemak paling tinggi.
Berdasarkan literatur bahwa pada sabun natrium dan kalium, sabun kalium dapat
melarutkan minyak/lemak lebih banyak dari sabun natrium. Hal ini disebabkan karena
sabun kalium merupakan sabun lunak, sehingga akan memiliki kemampuan melarutkan
lemak daripada sabun natrium. Detergen memiliki sifat dapat mengemulsi lemak secara
sempurna, yaitu bagian nonpolar dari ujung-ujung hidrokarbon pada detergen
mengelilingi tetesan minyak secara merata, sehingga detergen dapat mengemulsikan
lemak (Riawan.dkk, 2009).
Pada perobaan pengujian sifat kesadahan sabun dan detergen dengan 1 ml CaCl 2
0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%; dan air kran diperoleh data hasil percobaan
sebagai berikut. Pada 4 tabung reaksi yang sudah diberi label yang diisi secara berurutan
dengan 1 ml larutan CaCl2 0,1%, 1 ml larutan MgCl2 0,1%, 1 ml larutan FeCl2 0,1% dan
1 ml air kran dan kemudian diisi 1 ml sabun kalium (A) pada setiap tabung teaksi.
Mengaduk tiap tabung reaksi atau menggoyangkannya dan selanjutnya mengamati
adanya perubahannya seperti warna dan terbentuk endapan atau tidak. Didapatkan bahwa
sabun kalium (A) yang semula berwarna putih kekuningan pada tabung 1 yang berisi
1ml larutan CaCl2 0,1% + 1 ml larutan sabun kalium (A) warna sampel menjadi keruh
dan terdapat endapan berbentuk putih suspensi. Hal ini terjadi karena ion logam Ca +
tidak bisa larut dalam sabun kalium sehingga membentuk endapan, tidak berbuih dan
membuat sampel berwarna keruh. Pada tabung 2 yang berisi 1ml larutan MgCl2 0,1% + 1
ml sabun kalium (A) warna sampel menjadi putih agak keruh dan tidak ada endapan. Hal
ini terjadi karena ion logam Mg+ tidak bisa larut dalam sabun kalium dan tidak ada
endapan namun tidak berbuih dan membuat sampel berwarna keruh. Pada tabung 3 yang
berisi 1ml larutan FeCl2 0,1% + 1 ml sabun kalium (A) warna sampel menjadi kuning
dan tidak ada endapan. Hal ini terjadi karena ion logam Mg + tidak bisa larut dalam sabun
kalium dan tidak ada endapan namun tidak berbuih dan membuat sampel berwarna
kuning, berwarna kuning karena hal ini dikarenakan anion asam lemak dari sabun akan
mengikat logam-logam atau kation divalen . Pada tabung 4 yang berisi 1ml larutan air
kran + 1 ml sabun kalium (A) warna sampel menjadi keruh dan tidak ada endapan. Pada
air kran tidak ada endapan hal ini membuktikan air kran yang digunakan tidak
mengandung mineral-mineral tertentu, atau meskipun mengandung namun kadarnya
rendah, terbukti dengan warna sampel yang keruh. Pada percoban kesadahan sabun
kalium pada 1 ml CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%; dan air kran
didapatkan bahwa sampel tidak berbuih, air berwarna keruh dan beberapa sampel
terdapat endapan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa air sadah adalah air yang
mengandung ion logam seperti Ca2+ dan Mg2+ biasanya terbentuk dari garam karbonat
atau sulfat yang dapat menyebabkan sabun sukar berbuih, air menjadi keruh dan
terbentuk endapan didalamnnya. Karena ion Ca2+ dan Mg2+ dapat mengendapkan sabun
(Kusnawan, 2008). Berdasarkan literatur bahwa sabun tidak dapat bekerja didalam air
sadah karena sabun memiliki ujung hidrofilnya (bagian yang suka air) yang mudah
bereaksi dengan garam-garam maupun ion logam yang terdapat dalam air sadah yang
membentuk zat yang tidak larut sehingga terbentuk endapan (Kusnawan, 2008).
Pada 4 tabung reaksi yang sudah diberi label yang diisi secara berurutan dengan
1ml larutan CaCl2 0,1%, 1ml larutan MgCl2 0,1%, 1 ml larutanFeCl2 0,1% dan 1 ml air
kran dan kemudian diisi 1 ml sabun natrium (B) pada setiap tabung teaksi. Mengaduk
tiap tabung reaksi atau menggoyangkannya dan selanjutnya mengamati adanya
perubahannya seperti warna dan terbentuk endapan atau tidak. Didapatkan bahwa sabun
natrium yang semula bewarna putih keruh pada tabung 1 yang berisi 1ml larutan CaCl2
0,1% + 1 ml larutan sabun natrium (B) warna sampel menjadi bening dan terdapat
endapan. Hal ini terjadi karena ion logam Ca + tidak bisa larut dalam sabun natrium. Pada
tabung 2 yang berisi 1ml larutan MgCl2 0,1% + 1 ml sabun natrium (B) warna sampel
menjadi putih dan ada endapan. Hal ini terjadi karena ion logam Mg + tidak bisa larut
dalam sabun natrium. Pada tabung 3 yang berisi 1 ml larutan FeCl2 0,1% + 1 ml sabun
natrium (B) warna sampel menjadi keruh dan ada endapan. Hal ini terjadi karena ion
logam Fe+ tidak bisa larut dalam sabun natrium, terbentuk endapan, tidak berbuih dan
membuat sampel berwarna keruh. Pada tabung 4 yang berisi 1 ml larutan air kran + 1 ml
sabun natrium (B) warna sampel menjadi keruh dan ada endapan. Hal ini terjadi karena
ion logam dalam air kran tidak bisa larut dalam sabun natrium, terbentuk endapan, tidak
berbuih dan membuat sampel berwarna keruh. Pada percoban kesadahan sabun natrium
pada 1 ml CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%; dan air kran didapatkan
bahwa sampel tidak berbuih, air berwarna keruh dan sampel terdapat endapan. Hal ini
sesuai literatur bahwa air sadah adalah air yang mengandung ion logam seperti Ca2+
dan Mg2+ biasanya terbentuk dari garam karbonat atau sulfat yang dapat menyebabkan
sabun sukar berbuih, air menjadi keruh dan terbentuk endapan didalamnnya. Karena ion
Ca2+ dan Mg2+ dapat mengendapkan sabun (Kusnawan, 2008). Berdasarkan literatur
bahwa sabun tidak dapat bekerja didalam air sadah karena sabun memiliki ujung
hidrofilnya (bagian yang suka air) yang mudah bereaksi dengan garam-garam maupun
ion logam yang terdapat dalam air sadah yang membentuk zat yang tidak larut sehingga
terbentuk endapan (Kusnawan, 2008).
Pada 4 tabung reaksi yang sudah diberi label yang diisi secara berurutan dengan
1ml larutan CaCl2 0,1%, 1ml larutan MgCl2 0,1%, 1 ml larutan FeCl2 0,1% dan 1 ml air
kran dan kemudian diisi 1 ml larutan detergen (C) pada setiap tabung teaksi. Mengaduk
tiap tabung reaksi atau menggoyangkannya dan selanjutnya mengamati adanya
perubahannya seperti warna dan terbentuk endapan atau tidak. Didapatkan bahwa larutan
detergen yang semula bewarna putih pada tabung 1 yang berisi 1ml larutan CaCl2 0,1%
+ 1 ml larutan detergen (C) warna sampel menjadi bening, berbuih dan tidak terdapat
endapan. Hal ini terjadi karena detergen tidak dipengaruhi oleh ion-ion logam dalam air
sadah. Pada tabung 2 yang berisi 1ml larutan MgCl2 0,1% + 1 ml larutan detergen (C)
warna sampel menjadi putih bening, berbuih dan tidak ada endapan. Hal ini terjadi
karena detergen tidak dipengaruhi oleh ion-ion logam dalam air sadah. Pada tabung 3
yang berisi 1 ml larutan FeCl2 0,1% + 1 ml larutan detergen (C) warna sampel menjadi
agak kekuningan, berbuih dan tidak ada endapan. Hal ini terjadi karena detergen tidak
dipengaruhi oleh ion-ion logam dalam air sadah . Berwarna kuning karena hal ini
dikarenakan anion asam lemak dari sabun akan mengikat logam-logam atau kation
divalen. Pada tabung 4 yang berisi 1 ml larutan air kran + 1 ml larutan detergen (C)
warna sampel menjadi putih bening, berbuih dan tidak ada endapan. Hal ini terjadi
karena detergen tidak dipengaruhi oleh ion-ion logam dalam air sadah. Pada percoban
kesadahan larutan detergen pada 1 ml CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2 0,1%;
dan air kran didapatkan bahwa sampel berbuih, warna air bening dan tidk terdapat
endapan. Berdasarkan literatur bahwa air sadah adalah air yang mengandung ion logam
seperti Ca2+ dan Mg2+ biasanya terbentuk dari garam karbonat atau sulfat yang dapat
menyebabkan sabun sukar berbuih, air menjadi keruh dan terbentuk endapan
didalamnnya. Karena ion Ca2+ dan Mg2+ dapat mengendapkan sabun (Kusnawan, 2008).
Berdasarkan literatur bahwa kesadahan air tidak akan mempengaruhi kerja detergen,
detergent tetap dapat bekerja dengan baik pada air sadah karena detergen mengandung
zat aktif permukaan berupa natrium benzensulfonat (Na-ABS). Garam kalsium atau
magnesium yang larut dalam air sadah jika bereaksi dengan Na-ABS tetap larut dalam
air dan tidak mengendap (Luis, 2007).

PERTANYAAN
1. Apa fungsi penambahan KOH pada proses saponifikasi? Apakah larutan KOH dapat
digantikan dengan bahan lain, jika dapat, bahan apakah yang dapat menggantikan larutan
KOH?
Penambahan KOH pada proses saponifikasi berfungsi untuk mempercepat terjadinya
reaksi penyabunan, KOH adalah basa kuat dari jenis alkai yang dapat menghidrolisis lemak
menjadi gliserol dan sabun. Pada proses hidrolisis lemak, lemak akan terurai menjadi asam
lemak dan gliserol. Dalam penambahan KOH harus diperhatikan, karena apabila penambahan
KOH sedikit maka proses perubahan minyak menjadi sabun menjadi kurang sempurna
sehingga sabun akan banyak mengandung asam lemak. Alkohol dalam KOH alkoholis
berfungsi dalam proses hidrolisis alkali karena pada umumnya lipida tidak larut dalam air
oleh karena itu kecepatan hidrolisis dapat dipercepat dengan memakai pelarut yang sesuai
(Luis, 2007). Larutan KOH dapat digantikan dengan bahan lain jenis alkali basa kuat lain
seperti NaOH, Na2CO3, NH4OH, K2CO3 dan ethanolamines (Luis, 2007).

2. Jelaskan fungsi NaCl dalam percobaan ini!


NaCl jenuh yang digunakan sebagai agen pengendap dari sabun yang telah terbentuk
dan untuk melarutkan gliserol sebagai hasil samping dari reaksi saponifikasi sehingga didapat
sabun mentah. Penambahan NaCl berfungsi untuk menurunkan nilai kelarutan dari sabun
sehingga sabun mengendap. Berkurangnya kelarutan sabun ini karena penambahan ion
sejenis. Jika kita menambahkan ion senamake dalam larutan jenuh yang berada pada
kesetimbangannya, maka kesetimbanganakan bergeser ke kiri membentuk endapan.
Terbentuknya endapan ini menunjukkan penurunan kelarutan. NaCl merupakan komponen
kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil
karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur
sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal).
NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami
pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan
mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang
berkualitas (Qoirunan, 2010).

3. Jelaskan cara kerja sabun dan detergen sebagai pembersih kotoran / lemak! Mengapa
detergen lebih efektif untuk membersihkan kotoran bila dibandingkan dengan sabun?
Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun
(garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar
maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun
mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik
(tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa + sebagai kepala yang bersifat
hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar CH 3(CH2)14 larut dalam miyak,
hidrofobik, memisahkan kotoran polar. Polar COONa+ larut dalam air, hidrofilik,
memisahkan kotoran non polar. Cara kerja sabun adalah sabun didalam air menghasilkan
busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga air akan mudah meresap ke
dalam kain dan kain menjadi bersih. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan
ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul
kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. Sedangkan bagian kepala molekul
sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga
kain menjadi bersih (Kusnawan, 2008).
Deterjen adalah surfaktan. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan air, pada
dasarnya membuatnya lebih basah sehingga lebih mungkin untuk berinteraksi dengan minyak
dan lemak. Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear alkilbenzene
sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan
betain. Seperti sabun, deterjen memiliki rantai molekul hidrofobik atau rantai molekul yg
tidak suka air dan komponen hidrofilik atau rantai molekul suka-air. Salah satu ujung dari
molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini
mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air,
bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran,
sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan
(Luis, 2007).
Detergent lebih efektif membersihkan kotoran karena kerja detergent tidak
dipengaruhi air sadah. Sedangkan sabun tidak bekerja efektif pada air sadah (Luis, 2007).

4. Jelaskan pengaruh kesadahan terhadap fungsi sabun dan detergen sebagai pembersih !
Pada pengujian kesadahan pada sabun dan detergen, pada larutan sabun kalium, dan sabun
natrium terjadi pengendapan pada penambahan CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml FeCl2
0,1%; dan air kran endapan yang diperoleh berwarna putih keruh. Hal tersebut menandakan
bahwa sabun tidak mampu bekerja secara efektif pada air yang sadah. Air sadah adalah air
yang mengandung kation dialent seperti mineral kalsium, magnesium dan besi dalam jumlah
yang cukup banyak. Tersebut air sadah karena membuat sabur sukar berbuih. Hal ini
disebabkan air sadah dapat mengendapkan sabun membentuk scum (endapan berwarna abu-
abu) yang membuat kain tidak bersih dan membuat pakaian menjadi berwarna kusam.
Sehingga sabun tidak dapat berfungsi maksimal. Lain halnya dengan larutan sabun deterjen,
tidak terjadi pengendapan pada penambahan larutan CaCl2 0,1%; 1 ml MgCl2 0,1%; 1 ml
FeCl2 0,1%; dan air kran. Hal tersebut menandakan bahwa deterjen mampu bekerja secara
efektif pada air yang sadah. Sifat detergen lebih baik daripada sabun karena detergen tidak
dipengaruhi oleh kesadahan air, sedangkan sabun dipengaruhi kesadahan air . Sehingga
detergen dapat berfungsi secara maksimal. Detergent dapat digunakan sebagai pembersih
pada air sadah karena detergent tidak dapat bereaksi dengan air sadah sehingga tidak akan
menimbulkan endapan yang dimungkinkan dapat merugikan (Arifin, 2009).

KESIMPULAN

Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan
dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Prinsip dalam proses saponifikasi
adalah menghidrolisis lemak akan dengan basa yang menghasilkan gliserol dan sabun mentah.
Sabun kalium (ROOCK) merupakan sabun yang bersifat lunak, digunakan untuk sabun
mandi cair, sabun mandi bayi, sabun cuci pakaian dll. Sabun kalium terbuat dari lemak dan
larutan alkali KOH. Struktur dari sabun kalium adalah C17H35-C-K(O)-O. Sabun natrium
(RCOONa) merupakan sabun bersifat keras/padat, umumnya digunakan sebagai sabun cuci,
dalam industri logam dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium. Sabun natrium terbuat dari
lemak dan larutan NaOH. Struktur sabun natrium adalah C17H35-C-Na(O)-O. Detergen iyalah
garam dari alkali sulfat, asam alkil benzena sulfonat berantai panjang. Detergen merupakan
bahan cuci sintesis dari campuran bahan turunan minyak bumi.
Dari data hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa daya emulsi detergen terhadap
minyak atau lemak tidak lebih baik dari sabun kalium maupun sabun natrium, karena
hidrokarbon pada detergen pada ujung non polar dapat mengelilingi minyak secara merata
sehingga dapat mengemulsi secara sempurna. Pada detergen tidak terganggu dalam keadaan
sadah, sedangkan sabun natrium dan sabun kalium tidak efektif bekerja pada air sadah karena
ion logam dalam air sadah tidak dapat larut dalam sabun kalium dan sabun natrium.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, K dan Estiasih, T. 2011. Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah pada Pembuatan Fraksi
Kaya Vitamin E Mengandung Tokotrienol dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan, Vol XXII No 2. Http://ejurnal.bppt.go.id. Diakses pada
tanggal 29 Februari 2016
Barbarian. 2008. How to Make Soap. Brazil : Create Space Independent Publishing Platform
Elvianto, dkk. 2008. Reaksi Eksterifikasi Asam Lemak Bebas Minyak Jarak Pagar Dengan
Katalis Asam Dan Penambahan Absorben. Surabaya : Prosiding Seminar Nasional Kimia
Soebardjo Bromo Harjono UPN Jawa Timur
Elvin, M. Johson. 2006. Textbook of Biochemistry with Clinical Correlation. NewYork : Willey-
Liss
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Surakarta : Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS
Keenan, Smith. 2007. Soap Saponification Reactions Chemistry. Cheltenham : Stanley Thorn
Publisher Ltd
Perdana, F.K dan Ibnu Hakim. 2009. Proses Pembuatan Sabun dari Minyak Jarak dan Soda Q
Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q. Jurnal Teknik Industri Universitas
Diponegoro. Http://eprints.undip.ac.id/. Diakses pada tanggal 01 Maret 2016
Perwitasari, Dyah Suci. 2011. Utilization of Solid Waste Leather Industry As Raw Material
Making Soap. Jurnal Teknik Kimia UPN Jawa Timur. Vol 5 No 2. Http://jurnal.upn.ac.id/.
Diakses pada tanggal 01 Maret 2016
Riawan, dkk. 2009. Effect of Speed and Centrifugation Periode on the Separation Results Soap
in Saponification Process. Riau : Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau
Rowe, CR , Sheskey JP, and Weller JP. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th
edition. Chicago : American Pharmaceutical Association
Suheri, Fauzan. 2010. Macam-Macam Air dan Kegunaannya. Jakarta : Erlangga
Zulkifli,dkk. 2014. Sabun dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol. 2No 4 p.170-177. Http://ejurnal.bppt.go.id. 20 Diakses pada tanggal 29
Februari 2016
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Arifin, 2009. Metode Pengolahan Deterjen (Tinjauan Pada Suatu Instalasi Pengolahan Air ).
Tangerang : PT.Tirta Kencana Cahaya Mandiri
Kusnawan, Edi. 2008. Proses Pembuatan Sabun. Bogor : PT. Siem & Co. Jakarta
Luis, S. 2007. Soap and Detergen, A Theoritical and Practical review. New York : AOCS Press
Qoirunan, Adi. 2007. Kimia Organik (Stereokimia, Karbohidrat, Lemak, & Protein). Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press
LAMPIRAN FOTO

Larutan sampel sabun detergen, sabun natrium dan sabun kalium

Pengujian kemampuan menghilangkan minyak dan lemak

Pengujian sifat kesadahan sabun dan detergen

You might also like