Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian primer dan
pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien,
barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi : A: Airway,
mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control servikal; B: Breathing,
mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation,
mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E:
Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder, 2002).
Pengkajian yang dilakukan secara terfokus dan berkesinambungan akan menghasilkan data yang
dibutuhkan untuk merawat pasien sebaik mungkin. Dalam melakukan pengkajian dibutuhkan
kemampuan kognitif, psikomotor, interpersonal, etik dan kemampuan menyelesaikan maslah dengan
baik dan benar. Perawat harus memastikan bahwa data yang dihasilkan tersebut harus dicatat, dapat
dijangkau, dan dikomunikasikan dengan petugas kesehatan yang lain. Pengkajian yang tepat pada
pasien akan memberikan dampak kepuasan pada pasien yang dilayani (Kartikawati, 2012).
Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang bagus
dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan
kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak
atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan
ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan keberhasilan Asuhan
Keperawatan pada system kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek – aspek yang dapat dilihat dari mutu pelayanan
keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan
bertransaksi, kemudahan memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga
(Joewono, 2003).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan latar belakang perlunya pendidikan kegawatdaruratan ?
2. Menjelaskan tujuan perlunya pendidikan pembelajaran kegawatdaruratan ?
3. Menjelaskan konsep kegawatdaruratan ?
Makalah ini disusun secara teoritis dan sistematis yang tediri dari 3 bab yaitu : BAB I
adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II adalah materi tentang konsep latar belakang dan tujuan
pentingnya pendidikan kegawatdaruratan.
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP KEGAWATDARURATAN I
Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan menit. Sifat
gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan pada hasil yang dicapai pasien, dan
menekankan perlunya perawat mencatat kontribusi profesional mereka.
Serta diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang bagus dalam
mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan
kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak
atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan
ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan keberhasilan Asuhan
Keperawatan pada system kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek – aspek yang dapat dilihat dari mutu pelayanan
keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan
bertransaksi, kemudahan memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga
(Joewono, 2003).
Bagi profesi keperawatan pelatihan kegawatdaruratan, dapat dijadikan sebagai aspek legalitas
dan kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gawat darurat yang tujuannya antara
lain:
a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga
dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
2.Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang Iebih memadai.
b. Menanggulangi korban bencana.
Berpikir kritis dalam keperawatan menurut studi riset tahun 1997&1998 adalah komponen
esensial dalam tanggung gugat profesional dan asuhan keperawatan yang bermutu seperti : kreatifitas,
fleksibelitas, rasa ingin tahu, intuisi, pikiran terbuka (Rubenfeld, Barbara K. 2006).
b. H : habits (kebiasaan)
c. I : inquiry (penyelidikan)
Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang
kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di
alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan meliputi pertolongan pertama, penanganan
transportasi yang diberikan kepada orang yang mengalami kondisi darurat akibat rudapaksa, sebab
medik atau perjalanan penyakit di mulai dari tempat ditemukannya korban tersebut sampai
pengobatan definitif dilakukan di tempat rujukan.
a. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
b. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
c. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa (henti
napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
d. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh.
Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi korban
dari kedinginan.
e. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan
yakinkan akan ditolong.
f. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada kondisi
yang membahayakan.
g. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan anastesi
umum dalam waktu dekat.
h. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan
terdapat alat transportasi yang memadai.
Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan masing-
masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap yang telah tersedia, maka perawat
yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai dengan prosedur tetap
rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien
secara langsung.
a. Bidang cakupan keperawatan gawat darurat: pre hospital, in hospital, post hospital.
b. Resusitasi pemulihan bentuk kesadaran seseorang yang tampak mati akibat berhentinya fungsi
jantung dan paru yang berorientasi pada otak.
e. Mati klinis: henti nafas, sirkulasi terganggu, henti jantung, otak tidak berfungsi untuk sementara
(reversibel). Resusitasi jantung paru (RJP) tidak dilakukan bila: kematian wajar, stadium terminal
penyakit seperti kanker yang menyebar ke otak setelah 1/2-1 jam RJP gagal dipastikan fungsi otak
berjalan.
f. Mati biologis: kematian tetap karena otak kerkurangan oksigen. mati biologis merupakan proses
nekrotisasi semua jaringan yang mulai dari neuron otak yang nekrosis setelah satu jam tanpa sirkulasi
oleh jantung, paru, hati, dan lain – lain.
h. Fatwa IDI mati: jika fungsi pernafasan seperti jantung berhenti secara pasti (irreversibel atau terbukti
kematian batang otak).
Dua kasus diatas memiliki sebuah perbedaan yang jelas dengan melihat kasus tersebut, yang
meski dilakukan oleh seorang perawat adalah melihat kondisi si klien B maka lebih diutamakan
dibandingkan dengan klien A karena pada klien B kondisi gawat daruratnya disebabkan oleh adanya
penyakit epilepsi. Sedangkan untuk klien A dalam kondisi gawat darurat juga akan tetapi ia masuk
kedalam unit atau bagian gawat darurat (UGD) bukan berarti tidak diperdulikan.
UGD merupakan unit atau bagian yang memberikan pelayanan gawat darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut atau mengalami kecelakaan. Seperti pada kasus diatas pada
klien A, ia mengalami suatu kecelakaan yang mengakibatkan cedera tulang belakang dengan
demikian yang meski dibawa ke UGD adalah yang klien A yang mengalami kecelakaan tersebut.
Ketepatan resusitasi efektif dan stabilisasi klien gawat dan yang mengalami perlukaan
Cemas
Histeris
Mudah marah
2.10 Triage
Tujuan triage adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan
pertolongan kedaruratan Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien.
Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan.
Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat.
Sistem pelayanan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki
kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam memberikan pertolongan
kedaruratan kepeda pesien.
Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah terlatih dalam prinsip triase,
pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan memiliki kualisifikasi:
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang
kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di
alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.
3.2 SARAN
Sebagai seorang calon perawat yang nantinya akan bekerja di suatu institusi Rumah Sakit
tentunya kita dapat mengetahui mengenai perspektif keperawatan kritis dan kegawatdaruratan, dan
ruang lingkup kritis dan kegawadaruratan. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,
karena manusia tidak ada yang sempurna, agar penulis dapat belajar lagi dalam penulisan makalah
yang lebih baik. Atas kritik dan saran dari pembaca, penulis ucakan terimakasih.