You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam melakukan suatu kegiatan, manusia menginginkan kondisi yang kondusif. Yaitu
kondisi yang dapat mendukung kegiatan tersebut sehingga pekerjaan dapat dilakukan
dengan efisien dan produktif. Untuk mencapai kondisi yang demikian maka diperlukan upaya
dalam mengintegrasikan pengguna dan alat kerja dalam suatu sistem.
Upaya tersebut antara lain mengetahui berat, ukuran, dan jangkauan masing-masing
pengguna untuk diterapkan pada bentuk dan ukuran alat sesuai dengan fungsi pekerjaannya.
Selain itu diperlukan pengetahuan mengenai level kenyamanan dan karakter pengguna agar
alat yang dihasilkan dapat diterima oleh pengguna. Hal tersebut semata-mata bertujuan agar
pengguna dapat melakukan suatu pekerjaan dengan efektif, efisien, produktif dan tidak
mengancam kesehatan.
Untuk mengatur tentang dasar-dasar prinsip mengenai hal tersebut maka diperlukan
disiplin ilmu yang secara khusus mengkaji secara dalam. Yaitu ilmu yang secara umum dapat
menjadi patokan utama dalam pembuatan alat kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat disusun rumusan-rumusan
masalah sebagai berikut.

1. Apa pengertian dari istilah ergonomi?


2. Bagaimana pemahaman tentang ergonomi?
3. Apa tujuan ergonomi?
4. Apa fungsi ergonomi?
5. Apa saja ruang lingkup pembelajaran ergonomi?
6. Bagaimana contoh penerapan ergonomi dalam desain interior?
1.3 Tujuan

Dari rumusan-rumusan masalah di atas, maka dapat disusun tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari istilah ergonomi;


2. Untuk mengetahui pemahaman tentang ergonomi;
3. Untuk mengetahui tujuan ergonomi;
4. Untuk mengetahui fungsi ergonomi;
5. Untuk mengetahui uang lingkup pembelajaran ergonomi; dan
6. Untuk mengetahui contoh penerapan ergonomi dalam desain interior.

1.4 Manfaat
1. Memberikan informasi kepada praktisi desain khususnya mahasiswa mengenai istilah
ergonomi;
2. Memberikan informasi kepada praktisi desain khususnya mahasiswa mengenai manfaat
ergonomi; dan
3. Memberikan informasi kepada praktisi desain khususnya mahasiswa mengenai
penerapan ergonomi dalam desain interior.

1.5 Batasan Masalah

Agar makalah lebih terarah dan sesuai dengan pembahasan yang dimaksud, maka penulis
membatasi masalah pada:

1. Ergonomi yang dimaksud ialah ergonomi secara umum dan ergonomi desain interior.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Istilah Ergonomi

Ergonomi berasal dari dua kata Yunani kuno yaitu ergon dan nomos: ergon berarti kerja, dan
nomos berarti aturan, kaidah, atau prinsip (Nurmianto,2008).

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ergonomi adalah :

 Penyerasian antara pekerja, jenis pekerjaan, dan lingkungan; tata kerja; dan
ilmu tentang hubungan di antara manusia, mesin yang digunakan, dan lingkungan
kerjanya.

2.2 Pemahaman Ergonomi

Ergonomi merupakan bidang riset ilmiah dengan cakupan luas yang memiliki banyak
aplikasi dalam desain dan perencanaan arsitektural dan interior. Beberapa aplikasinya jauh
diluar pertimbangan perencanaan ruang, seperti faktor kenyamanan dalam desain gagang
keran air atau faktor produktivitas dan kenyamanan dalam desain pencahayaan sebuah
fasilitas ruang komputer. 1

Menurut Sutalaksana (1979), egonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis
untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada
sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan
efektif, aman, dan nyaman .2

Dalam pengertian lain pemahaman mengenai ergonomi adalah bidang ilmu sains
yang mempelajari pemahaman tentang interaksi diantara manusia dan elemen lain dalam

Karlen, Mark. 2007. Dasar-dasar Perencanaan Ruang. Jakarta: Penerbit Erlangga.


Sutalaksana, Iftikar Z. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
suatu sistem tertentu, dan sebuah cabang ilmu yang mengaplikasikan teori, prinsip, data,
dan metode dalam mendesain dengan tujuan untuk mengoptimalkan kinerja manusia dan
performa kerja secara keseluruhan.3

2.3 Tujuan Ergonomi

Dari beberapa pengertian diatas, ergonomi bisa dikatakan sebagai satu ilmu
terapan dalam mencapai keselamatan dan kesehatan kerja. Ilmu ini digunakan untuk
membuat pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya.

Tujuan dalam penerapan ergonomi ini adalah:

• Angka cedera dan kesakitan dalam melakukan pekerjaan 
tidak ada/ terkurangi ;

• Biaya terhadap penanganan kecelakaan atau kesakitan 
menjadi berkurang ;

• Kunjungan untuk berobat bisa berkurang ;

• Tingkat absentisme/ ketidak hadiran bisa berkurang ;

• Produktivitas/ kualitas dan keselamatan kerja meningkat ;

• Pekerja merasa nyaman dalam bekerja ;

• Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental. ;

• Meningkatkan kesejahteraan sosial;

• Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, 
ekonomis,


antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja .

International Ergonomics Association. Definisi Ergonomi. Diakses dari www.iea.cc/whats/indes.html, pada tanggal
20 September 2015.
2.4 Fungsi Ergonomi

Berdasarkan tujuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi ergonomi dalam desain
interior yakni untuk:

 meningkatkan produktivitas;
 meningkatkan efisiensi;
 menciptakan kenyamanan;
 memelihara kesehatan;
 meminimalisir resiko kecelakaan kerja.
2.5 Ruang Lingkup Pembelajaran Ergonomi

Sebelum masuk ke apa saja yang menjadi lingkup kajian ergonomi terlebih dahulu dijelaskan
bahwa ergonomi merupakan ilmu yang muncul dari ilmu-ilmu lain atau bisa disebut sebagai
salah satu ilmu yang multidisipliner. Terdapat 6 ilmu yang secara garis besar mendominasi
dalam ergonomi yakni:
- Antropometri, berkembang dari ilmu anatomi
- Biomekanik, berkembang dari ilmu ortopedi
- Fisiologi manusia kerja, berkembang dari ilmu fisiologi
- Kesehatan dan keselamatan kerja (K3), berkembang dari ilmu kedokteran atau medis
- Manajemen dan psikologi kerja, berkembang dari ilmu psikologi
- Hubungan kerja, berkembang dari ilmu sosiologi

Sedangkan lingkup yang menjadi kajian ergonomi bisa merupakan turunan atau bagian dari
salah satu dari enam ilmu di atas atau bisa merupakan gabungan dari dua atau lebih dari
turunan ilmu di atas.
Adapun lingkup kajian Ergonomi dapat dibagi menjadi empat bidang utama yakni:

 Ergonomi fisik
Berkaitan dengan aktifitas fisik manusia kerja. Topik-topik yang relevan dalam
ergonomic fisik antara lain: anatomi tubuh manusia, antropometri, karakteristik
fisiologi dan biomekanika, kekuatan fisik manusia kerja, postur kerja, beban fisik kerja,
pemindahan material, studi gerakan dan waktu kerja, MSD, tata letak tempat kerja,
keselamatan kerja, kesehatan kerja, ukuran / dimensi tempat atau alat kerja, fungsi
indra dalam kerja, control & display dsb.

 Ergonomi kognitif
Berkaitan dengan proses mental manusia kerja. Topik-topik yang relevan dalam
ergonomi kognitif antara lain: persepsi dalam kerja, ingatan dalam kerja, reaksi dalam
kerja, beban kerja, pengambilan keputusan, performa kerja, human-computer
interaction, kehandalan manusia, motivasi kerja, stres kerja dsb.

 Ergonomi organisasi
Berkaitan dengan sosioleknik dalam sistem kerja. Topik-topik yang relevan dalam
ergonomi organisasi antara lain: sturktur organisasi kerja, kebijakan dan proses,
komunikasi kerja, manajemen SDM, alokasi fungsi kerja, task analysis, perancangan
waktu kerja, teamwork, participatory approach, komunitas kerja, kultur organisasi,
organisasi virtual, produktivitas kerja tim / individu dsb.

 Ergonomi lingkungan
Berkaitan dengan hal-hal di sekitar orang berkerja, biasanya berupa lingkungan fisik.
Topik yang relevan dalam ergonomi organisasi antara lain: pencahayaan di tempat
kerja, temperatur di tempat kerja, kebisingan di tempat kerja, getaran di tempat kerja,
desain interior tempat kerja termasuk bentuk dan warna dsb.
Semua lingkup kajian di atas digunakan untuk medesain atau merancang sistem kerja. Oleh
karena itu ergonomi juga sering diasosiasikan dengan perancangan sistem kerja, karena ilmu
ergonomi dipakai unruk merancang atau memperbaiki sistem kerja dengan manusia sebagai
orientasi utamanya.

Perlu diketahui bahwa dalam perancangan sebuah sistem kerja atau dalam penelitian kerja,
keempat bidang di atas seringkali tidak berdiri sendiri-sendiri, sebagai contoh: penelitian
untuk mengetahui seberapa jauh efek pencahayaan di tempat kerja (ergonomi lingkungan)
maka dalam penelitian tersebut juga melibatkan performa kerja (ergonomi kognitif) sebagai
indikatornya. Contoh lain pada penelitian tentang pengaruh getaran di tempat kerja
(ergonomi lingkungan) bisa melibatkan performa kerja (ergonomi kognitif) sebagai
indikatornya dan/atau melibatkan karakteristik fisik manusia misalnya dalam hal kerusakan
telinga atau pendengaran (ergonomi fisik) yang disebabkan dari kebisingan tersebut.

2.6 Penerapan Ergonomi dalam Desain Interior

2.6.1 Kursi

Kursi sebagai sarana duduk memiliki acuan-acuan dalam ukurannya sehingga tercipta desain
kursi yang ergonomis sesuai penjabaran diatas. Berikut merupakan contoh aturan-aturan
yang harus diperhatikan dalam mendesain sebuah kursi.

 Tinggi Kursi / Seat High (H)


Harus mewakili 5th % (persentil) wanita, agar kaki tidak menggantung yang dapat
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah hingga menyebabkan kaki kesemutan,
kaki bengkak atau nyeri.
 Kedalaman Kursi / Seat Depth (D)
Harus mewakili 5th % (persentil) wanita, jika dibuat terlalu sempit maka lutut bisa
terpentuk.
 Sandaran Kursi (Backrest)
Ada 3 tingkatan sandaran:
- Sandaran kursi rendah (low level backrest). Biasanya berkisar antara 15-20
mm.
- Sandaran kursi menengah (midle level backrest). Menyangga seluruh bagian
bahu (Laki-laki; 95th %). Biasanya 645 mm.
- Sandaran kursi tinggi (high level backrest). Kursi direktur, kursi sopir (supaya
pada waktu pengereman mendadak leher tidak terbentur / whiplash injury).
Menyangga seluruh berat kepala dan leher. Diperlukan ketinggian 900 mm
untuk mencakup 95% kaum lelaki.
 Backrest Angle Orrake (A)

back rest angle (Herman Miller)

- Semakin miring maka semakin banyak berat badan yang disupport oleh
backrest sehingga tekanan kompresi pada batas tulang punggung dan panggul
(L5/S1) menjadi berkurang.
- Semakin besar sudut antara paha dan tulang punggung maka lordosis lumbal
bertambah sehingga bagian horizontal dari vertebra yang mengalami tekanan
kompresi semakin bertambah.
- Optimal angle = 100 -1100 , yakni cocok untuk kursi santai.
- Sudut yang berlebih adalah tidak cocok untuk ‘low’ atau ‘medium level
backrest’ karena menyebabkan bagian atas badan menjadi tidak tersangga.
Seating Design

 Lebar Kursi / Seat Width


Lebar panggul maximum’ dikurang 5 cm (2.5 kanan & 2.5 kiri).
 Seat Angle / Tilt
Good contact dengan sandaran kursi (backrest), keperluan umum = 5 s/d 100
 Sandaran Lengan / Armrest
- Penunjang tambahan untuk postur.
- Membantu berdiri dan duduk ke kursi
- Nervus ulnaris.
 Ruang Kaki
- Lateral legroom (500-600 mm).
- Vertical legroom
 Tinggi lutut populasi laki-laki, 95th ile
 Tinggi popliteal + ketebalan paha
- Forward legroom
 Permukaan Kursi / Seat Surface
- Mendistribusikan tekanan pada bokong (buttock), dengan mempertimbang;
kedalam (shapping) dan kekenyalan (padding).
- Konsensus dasar disepakati sebagai berikut :
 Permukaan kursi rata, ujung depannya bulat.
 ‘Upholstery’ agak kaku ketimbang lembek.
 Material pelapis (covering material) yang berpori, agar menjaga
ventilasi/sirkulasi udara

2.6.2 Penerangan Ruangan


Kaidah Ergonomi dalam Mendesain Pencahayaan (Lighting) sangat penting, agar
pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam situasi nyaman. Selain itu pada saat
melakukan aktivitas dapat melihat objek dengan jelas dan cepat, sehingga tidak
melelahkan otot-otot mata. Prinsip pencahayaan yang baik adalah sebagai berikut
(Manuaba, 1992).
- Jumlah atau intensitas pencahayaan yang diperlukan hendaknya disesuaikan
dengan jenis pekerjaan, tajam lihat seseorang dan lingkungannya.
- Diupayakan agar mendapatkan penampilan penglihatan sebesar 100%.
- Di dalam merencanakan pencahayaan, di samping efisiensi penglihatan, faktor
keamanan, kenyamanan dan keselamatan perlu diperhitungkan.
- Intensitas pencahayaan yang baik adalah minimal 200 lux, atau disesuaikan
dengan jenis aktivitas di tempat tersebut.
- Pencahayaan harus diutamakan pada pekerjaan pokok, kemudian pada latar
belakangnya dan terakhir pada lingkungannya (dinding, atap, lantai dan lain-lain).
- Untuk kegiatan belajar (membaca dan menulis) diperlukan intensitas
pencahayaan sebesar 350 – 700 lux (Grandjean, 2000).
- Intensitas pencahayaan di kelas perlu diperbaiki, tetapi lampu sebagai cahaya
buatan hanya boleh dihidupkan jika kondisi ruangan gelap.
KEPUSTAKAAN

A.M., Madyana., 1996, Analisis Perancangan Kerja., Jilid 1, Yogyakarta, Penerbit


Universitas Atma Jaya

Fagarasanu, M and Kumar, S., 2002, Measurement instrument and Data Collection of
Construct and Bias in Ergonomics Research, INDUSTRIAL ERGONOMICS. 30 (2002). Page
355-369.

Herjanto, Eddy., 1999, Manajemen Produksi & Operasi, Edisi Kedua, Jakarta, Grasindo
Kansal, A., Pennathur, A., Mital, A. 1999, Nonfatal Occupational injuries in The United
States Part II - Back Injurtes. INDUSTRIAL ERGONOMICS. 25 (1999). Page 131-150.

Nurmianto, Eko.,1996, Ergonomi, Konsep Dasar Dan Aplikasinya, Edisi Pertama, Jakarta,
Guna Widya

Suhardi, Bambang., Astuti, R.D., Triyono, 2006, Analisis Sikap Kerja Pekerja Manual
Material Handling UD. Tetap Semangat Dengan Metode OWAS, Surakarta, Penelitian
Jurusan Teknik Industri UNS, Unpublished

You might also like