You are on page 1of 30

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK CAIRAN

“Diare"

Kelompok : B-2

Ketua : Wirayanto Natanegara Aswadi (1102014281)

Sekretaris : Muhammad Luthfi Dunand (1102014158)

Anggota : Nabil Dhiya Ulhak (1102014177)

Nabila Hanifa Fauzia (1102014180)

Nadia Dwi Putri (1102014185)

Puthu Atika Putti Sudarsono (1102014211)

Raditya Prasidya (1102014217)

Visi Islamiati (1102014275)

Wardhani Putri Pratiwi (1102014279)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510


Telp. (+62)214244574 Fax. (+62)214244574
SKENARIO 3

DIARE

Seorang mahasiswa, 35 tahun, dibawa ke Puskesmas karena mengalami mencret lebih dari 12
kali dalam sehari sejak 2 hari yang lalu. Keluhan ini timbul setelah makan di warung nasi dekat
kampusnya. Pemeriksaan fisik : kesadaran komposmentis lemah, TD: 85/60 mmHg, nadi:
120x/menit, pernapasan 34 x/menit, cepat dala, volum urine sedikit. Di Puskesmas pederita
dipasang infus dan diberikan pertolongan pertama lalu dirujuk ke RS terdekat. Dokter meminta
untuk diperiksa Analisa Gas Darah.
Kesannya : terdapat gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik, dengan anion
gap yang normal.

2
KATA-KATA SULIT

Kesadaran Komposmetis
Sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Pada kesadaran ini, aksi dan reaksi
bersifat adekuat.

Asidosis Metabolik
Keadaan Asidosis yang status asam-basa tubuhnya bergeser ke sisi asam akibat kehilangan basa
(retensi asam, selain asam karbonat).

Analisa Gas Darah


Pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH), jumlah O2, CO2 dalam darah.

Diare
Defekasi feses bersifat encer lebih dari 3 kali dalam 24 jam, dengan atau tanpa darah.

Anion Gap
Perbedaan antara jumlah muatan ion positif pada Na+ dan jumlah ion negatif pada Cl− dan
HCO3− .

Infus
Pemasukan cairan melalui pembuluh darah.

3
PERTANYAAN

1. Apa saja faktor penyebab diare?


2. Apa hubungan antara diare dengan asidosis metabolik?
3. Mengapa pemeriksaan analisa gas darah diperlukan pada kasus diare?
4. Apa saja penanganan dan pencegahan diare?
5. Apa saja jenis-jenis diare?
6. Apa saja jenis gangguan asam-basa/keseimbangan asam basa?
7. Berapa kadar normal anion gap?
8. Apa saja keuntungan dan kerugian diare?
9. Apa penyebab asidosis metabolik?
10. Mengapa anion gap menjadi indikator dalam pemeriksaan?
11. Apa saja klasifikasi asam-basa?
12. Kapan suatu zat disebut asam dan basa?
13. Apa metode untuk mengetahui tingkat keasaman suatu zat?
14. Apa faktor yang menentukan kekuatan asam dan basa?

4
JAWABAN

1. Faktor penyebab diare adalah :


1.1. Virus.
1.2. Psikis.
1.3. Endokrin Metabolik.
1.4. Alergi.
1.5. Toksin.
1.6. Infeksi.
1.7. Intoleransi Laktosa.
2. Karena pada saat diare kadar HCO3 mennurun sehingga ion H + bebas berada pada cairan
tubuh, sehingga pH dara menurun.
3. Pemeriksaan gas darah diperlukan karena :
3.1. Mengukur keasaman pH.
3.2. Mengukur kadar oksigen.
3.3. Mengukur O2 /CO2 dalam tubuh.
3.4. Mengetahui status asam-basa.
3.5. Mengetahui oksigenisasi/saturasi jaringan.
4. Penangannya adalah menggunakan infus normal (NaCl 0.9%), cairan asetat, dan cairan oralit
(bayi). Pencegahannya adalah tidak mengonsumsi makanan sembarangan, terapi preventif
(obat-obatan), dan pola hidup bersih.
5. Berdasarkan Waktu (DepKes RI) :
5.1. Diare Akut
5.2. Diare Disentri
5.3. Diare Pesisten
5.4. Diare Kronik
Berdasarkan mekanisme Patologis
5.5. Diare Osmotik
5.6. Diare Parental
5.7. Diare Sekretorik
5.8. Diare Toksigenik
5.9. Diare Tropik
6. Asidosis (Metabolik, Respiratorik) dan Alkalosis (Metabolik, Respiratorik)
7. Kadar normal Anion gap adalah : 12-16 mmol/L
8. Keuntungan
8.1. Pertahanan Tubuh.
8.2. Mengeluarkan racun dan bakteri dari dalam usus besar.
Kerugian
8.3. Dehidrasi
8.4. Rasa tidak nyaman
8.5. 5L

5
9. Penyebab asidosis metabolik adalah
9.1. Pembentukan asam yang berlebihan.
9.2. Berkurangnya kadar HCO3− di dalam tubuh.
9.3. Adanya retensi ion H + di dalam tubuh.
10. Karena anion gap digunakan untuk mengetahui jumlah ion H + pada Na+ dan jumlah ion
negatif pada Cl− dan HCO3-.
11. Asam kuat, Asam lemah, Asam volatile, Asam non-volatile, Asam monokrotik, Asam
dikrotik, dan Asam polikrotik. Basa kuat, Basa lemah, Basa volatile, Basa non-volatile, Basa
monokrotik, Basa dikrotik, dan Basa polikrotik.
12. Asam memberi proton, Basa menerima proton.
13. Menggunakan kertas lakmus, Analisis Darah.
14. Derajat Ionisasi.

6
HIPOTESIS

Keseimbangan asam basa dalam tubuh diatur dalam mekanisme, yang jika terjadi gangguan
dalam mekanisme seperti pada kasus diare dan penyakit lainnya dapat menteabkan asidosis dan
alkalosis. Dalam menangani hal ini dapat dilakukan pencegahan dan penanganan.

7
SASARAN BELAJAR

LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Asam dan Basa

LO. 1. 1 Definisi
LO. 1. 2 Klasifikasi

LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Ukuran Keasaman

LO. 2. 1 Indikator Asam – Basa


LO. 2. 2 Cara Menentukan pH larutan Asam – Basa
LO. 2. 3 Keseimbangan Asam lemah dan Basa lemah

LI. 3 Keseimbangan Asam – Basa

LO. 3. 1 Keseimbangan asam – Basa


LO. 3. 2 Aspek biokimia dan fisiologis keseimbangan Asam dan Basa

LI. 4 Gangguan Keseimbangan Asam - Basa

LO. 4. 1 Definisi
LO. 4. 2 Penyebab
LO. 4. 3 Manifestasi Klinis
LO. 4. 4 Kompensasi Tubuh
LO. 4. 5 Pemeriksaan Analisa Gas Darah

8
LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Asam dan Basa

LO. 1. 1 Definisi Asam Basa

 Asam adalah senyawa kimiawi yang terdisosiasidalam larutan, melepaskan ion


hidrogen dan menurunkan pH larutan (donor proton). Larutan asam memiliki pH
dibawah 7,0.
 Basa adalah subtansi yang mengalami disosiasi, membebaskan ion-ion hidroksida
dalam air
 Berbagai definisi mengenai asam dan basa pernah dikemukakan, tetapi
pendekatan yang lebih umum dikemukaan oleh Bronsted dan Lowry secara
terpisah pada tahun 1923. Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat
memberikan ion H+ ke zat lain (disebut sebagai donor proton), sedangkan
basa adalah zat yang dapat menerima ion H+ dari zat lain (disebut sebagai
akseptor proton)

LO. 1. 2 Klasifikasi Asam dan Basa

1. 2. 1 Klasifikasi Asam - Basa menurut Bronsted dan Lawry


 Asam Lemah
Asam lemah adalah asam yang hanya terdisosiasi sebagian didalam
air (berdisosiasi tidak sempurna). Asam Karbonat didalam air hanya
akan terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan HCO3-

H2CO3 + H2O ↔ H3O + HCO3-

 Asam kuat
Asam kuat adalah asam yang berdisosiasi sempurna di dalam air.
HCL dalam air akan berdisosiasi seluruhnya menjadi ion H+ dan ion Cl-
. Selanjutnya, ion H+ yang terbentuk akan diikat oleh molekul air.
HCl + H2O ↔ H+ + Cl-

HCl + H2O ↔ H3O+ + Cl-

 Basa Lemah
Basa lemah adalah basa yang hanya terdisosiasi sebagian di dalam
air atau suatu persenyawaan yang bergabung tidak sempurna dengan
ion H+ di dalam larutan air.

NH4OH + H+ ↔ NH4+ + H2O

NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH-

9
 Basa Kuat
Basa kuat adalah persenyawaan yang berdisosiasi secara sempurna
dalam larutan air. NaOH dalam air akan terdisosiasi seluruhnya menjadi
ion Na+ + OH- . Ion OH- yang terbentuk akan bereaksi dengan ion H+
dari air.

NaOH + H+ ↔ Na+ + OH

NaOH + H+ ↔ Na+ + H2O

1. 2. 2 Klasifikasi Asam – Basa berdasarkan jumlah ion H+


 Monoprotik
Asam dan basa yang dapat melepaskan satu ion H+ atau OH-(dikenal
juga dengan ionisasi primer).
Contoh :
Asam monoprotik : HCl, HNO3, CH3COOH, dll
Basa monoprotik : NaOH, KOH, dll
 Diprotik
Asam dan basa yang dapat melepaskan dua ion H+ atau OH-(dikenal
juga dengan ionisasi sekunder).
Contoh :
Asam diprotik : H2SO4, H2CO3, H2C2O4, dll
Basa diprotik : Ca(OH)2, Mg(OH)2, dll
 Poliprotik
Asam dan basa yang dapat melepaskan 3 atau lebih ion H+ atau
-
OH (dikenal juga dengan ionisasi tersier).
Contoh :
Asam poliprotik : H3PO4

1. 2. 3 Klasifikasi Asam - Basa berdasarkan sumbernya di dalam Tubuh


 Asam Volatil
Suatu jenis asam yang dapat menguap. Sumber utama asam volatil
di dalam tubuh adalah karbondioksida (CO2). CO2 merupakan hasil
metabolisme oksidasi (aerobik) dari lemak, karbohidrat, dan beberapa
protein. CO2 dibentuk di dalam sel saat pembentukan ATP pada
respirasi sel. Setiap hari dihasilkan CO2 sebanyak 10.000 sampai 24.000
mmol sebanding dengan 10.000 sampai 24.000 mmol H+ = 10 –
24.000.000.000 mmol H+ .
CO2 tidak mengandung ion hidrogen. CO2 bereaksi dengan air
(reaksi hidrasi) membentuk asam karbonat. Asam karbonat yang
terbentuk berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat ( CO2 +

10
H2O ↔ H+ + HCO3- . Hampir semua CO2 diubah menjadi H2CO3.
Reaksi CO2 dan H2O menjadi H2CO3 terjadi secara cepat di dalam el
tubuh karena peran enzim anhidrase karbonat yang terdapat di dalam
sitoplasma sel darah merah, hepatosit, sel tubuli ginjal, dan sel parietal
lambung.
Asam karbonat disebut sebagai asam volatil karena CO2 dapat
dikeluarkan melalui paru. Dalam keadaan normal, sebagian besar CO2
dieliminasi paru dan hanya sebagian kecil CO2 yang di- buffer (bukan
oleh buffer asam karbonat- bikarbonat). Di paru, H2CO3 akan
berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O, selanjutnya CO2 mengalami proses
difusi ke alveoli.

 Asam Non- Volatil


Sumber ion hidrogen yang lain adalah asam non- volatil atau asam
fixed. Asam ini merupakan hasil antara atau hasil akhir dari
metabolisme asam amino, lemak, dan karbohidrat selalu terdapat di
dalam larutan sampe makanan. Asam non- volatil tidak dieliminasi oleh
paru tetapi melalui ginjal.
Asam non-volstil berasal dari metabolisme protein yang
mengandung sulfur dan posfoprotein. Katabolisme protein asam amino
yang mengandung sulfur) menghasilkan asam sulfat (H2SO4).
Katabolisme posfolipid menghasilkan H3PO4
metabolisme protein, fosfolipid dan asam nukleat akan menghasi
lkaens
 Asam Organik
Asam yang mengandung satu atau lebih gugus karboksil (COOH).
Asam asetat, asam laktat, dan semua asam lemah termasuk asam
organik. Pada umumnya, asam organik merupakan hasil metabolisme
anaerob. Asam laktat merupakan jenis asam organik terpenting yang
dihasilkan dari metabolisme anaerob (sedangkan pada metabolisme
aerob, asam laktat metabolisme anaerob, asam laktat dibentuk dari
piruvat dan zat keton melalui asetil Co-A dalam jumlah sangat kecil,
bukan atau zat keton melalui hasil utama).

11
LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Ukuran Keasaman

LO. 2. 1 Indikator Asam – Basa


 Kertas Lakmus
Lakmus adalah suatu zat yang diekstrak dari sejenis lumut kerak dan
diserap ke dalam kertas berpori. Lumut kerak adalah tanaman yang ditemukan
di Belanda, yang terdiri atas ganggang dan jamur yang hidup bersama dan
saling menguntungkan satu sama lainnya. Terdapat tiga jenis kertas lakmus,
yaitu lakmus merah, lakmus biru, dan lakmus netral
Warna kertas lakmus dalam larutan asam, larutan basa dan larutan bersifat
netral berbeda. Ada dua macam kertas lakmus, yaitu lakmus merah dan lakmus
biru. Sifat dari masing-masing kertas lakmus tersebut adalah sebagai berikut.
a. Lakmus merah dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa
berwarna biru.
b. Lakmus biru dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa
berwarna biru.
c. Lakmus merah maupun biru dalam larutan netral tidak berubah warna.

 Indikator Alami
Cara lain untuk mengidentifikasi sifat asam atau basa suatu zat dapat
menggunakan indikator alami. Berbagai bunga yang berwarna atau tumbuhan,
seperti daun, mahkota bunga, kunyit, kulit manggis, dan kubis ungu dapat
digunakan sebagai indikator asam basa. Ekstrak atau sari dari bahan-bahan ini
dapat menunjukkan warna yang berbeda dalam larutan asam basa.

12
 Fenolftalein
Fenolftalein merupakan indikator lain yang biasa digunakan. Hingga
beberapa tahun yang lalu, fenolftalein digunakan sebagai zat aktif pada obat
pencahar. Fenolftalein jernih dan tidak berwarna di dalam larutan asam dan
akan berwarna merah muda di dalam larutan basa. Indikator ini biasanya
digunakan dalam proses titrasi, yaitu proses penentuan konsentrasi asam atau
basa yang tidak diketahui berdasarkan reaksi dengan basa atau asam yang telah
diketahui konsentrasinya.
Sebagai contoh, misalkan kita ingin menentukan konsentrasi molar larutan
HCl yang belum diketahui. Mula-mula, kita masukkan larutan HCl tersebut
dengan volume yang telah diketahui (misalkan digunakan 25 mililiter yang
diukur dengan tepat menggunakan pipet) ke dalam labu erlenmeyer dan
kemudian tambahkan beberapa tetes indikator fenolftalein (disingkat pp). Oleh
karena kita menambahkan indikator pp ke dalam larutan asam, larutan tersebut
tetap jernih dan tidak berwarna. Selanjutnya, kita menambahkan sedikit demi
sedikit larutan standar natrium hidroksida (NaOH) yang telah diketahui
konsentrasinya (misalkan kita gunakan larutan NaOH 0,10 M) dengan buret.
Larutan basa terus ditambahkan sehingga larutan yang dititrasi berubah
menjadi merah muda. Kita menyebut kondisi ini sebagai titik akhir
titrasi, titik saat asam secara tepat ternetralisasi oleh basa.
 Indikator Universal
Indikator Universal dapat membedakan larutan asam dan basa serta
mengetahui harga pHnya. Indikator Universal dapat dalam bentuk cairan
maupun kertas. Cara kerja indiator ini adalah dengan mencocokkan perubahan
warna kertas indikator pada tabel warna indikator universal.

LO. 2. 2 Cara Menentukan pH larutan Asam – Basa

Keasaman suatu larutan bergantung dari konsentrasi ion hidrogen.


Molekul air dapat berdisosiasi meskipun jumlahnya sangat kecil. Disosiasi air
akan menghasilkan ion H+ dan OH-. Pada keadaan seimbang jumlah produk yang
berdisosiasi sebanding dengan jumlah yang tidak berdisosiasi adalah konstan.

Konstanta keseimbangan air (Kw) adalah :

K = [H+] [OH-] = [10-7] [10-7] = 1,8 x 10-16


[H2O] [55,56]

Kw = [K] [H2O] = [H+] [OH-]

= [1,8 x 10-16 ][55,56]

= 1,00 x 10-14

13
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, ion Hidrogen di dalam larutan air
tidak terdapat dalam bentuk proton bebas tetapi dalam bentuk ion hidranium H3O+
, namun untuk keperluan praktis tetap ditulis sebagai H+

H2O ↔ H+ + OH-
Konsentrasi ion hidrogen dan pH +cairan- tubuh normal serta perubahan pada
2H2O ↔ H3O + Cl
asidosis dan alkalosis :

Konsentrasi H+ darah normalnya dipertahankan dalam batas ketat nilai


normal sekitar 0,00004 mEq/L. Variasi normal sekitar 3- 5 nEq/L, tetapi dalam
kondisi yang ekstrem, konsentrasi H+ dapat bervariasi dari 10 nEq/L – 160 nEq/L,
tanpa menyebabkan kematian.
Karena konsentrasi H+ normalnya rendah dan karena jumlah yang kecil ini
tidak praktis, biasanya konsentrasi H+ dinyatakan dalam skala logaritma, dengan
menggunakan rumus pH. pH berhubungan dengan konsentrasi H+ yang
sebenarnya melalui :

pH = log 1/ [H+] = -log [H+]

Sebagai contoh, normal [H+] adalah 40 neq/L (0,00000004 Eq/L). Oleh karena
itu, pH normal adalah : pH = -log [0,00000004]
pH = 7,4
Dari rumus ini, kita dapat melihat bahwa pH berbanding terbalik dengan
konsentrasi H+ . Oleh karena itu, pH yang rendah berhubungan dengan konsentrasi
H+ yang tinggi dan pH yang tinggi berhubungan dengan konsentrasi H+ yang
rendah.
Nilai pH normal darah arteri adalah 7,4, sedangkan pH darah vena dan
cairan interstisial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra CO2 yang dibebaskan dari
jaringan untuk membentuk H2CO3 dalam cairan. Karena pH normal arteri adalah
7,4, maka seseorang dianggap mengalami asidosis jika pH turun dibawah nilai 7,4
dan mengalami alkalosis bila pH meningkat diatas 7,4. Seseorag dapat hidup lebih
dari beberapa jam dengan batas bawah pH sekitar 6,8 dan batas atas ph sekitar 8,0.
pH intrasel biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena
metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis sel,
pH cairan intrasel diperkirakan berkisar antara 6,0-7,4. Hipoksia jaringan dan
aliran darah yang buruk ke daerah jaringan dapat menyebabkan pengumpulan
asam dan dapat menurunkan pH intrasel.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 -8,0, bargantung pada status asam – basa
cairan ekstrasel. Seperti pada ginjal yang berperan penting dalam mengoreksi

14
abnormalitas konsentrasi H+ cairan ekstrasel dengan mengekskresikan asam
ataupun basa pada kecepatan yang bervariasi.
Contoh : dari suatu cairan tubuh yang bersifat asam adalah HCL yang
disekresikan ke dalam lambung oleh sel oksintik (parietal) dari mukosa lambung.
Konsentrasi H+ dalam hal ini sekitar 4 juta kali lebih besar daripada konsentarasi
H+ hidrogen dalam darah, dengan pH 0,8 .

LO. 2. 3 Keseimbangan Asam lemah dan Basa lemah

Keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion H+


yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel.
Keseimbangan asm- basa adalah keseimbangan ion H+ . Pada proses kehidupan
keseimbangan asam pada tingkat molekular umumnya berhubungan dengan asam
lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH-
yang sangat rendah.

2. 3. 1 Prinsip Isohidrik
Bila beberapa asam lemah atau sistem buffer (HA1, HA2, HA3, dst)
terdapat dalam suatu larutan air, aka asam lemah tersebut berada dalam
keadan seimbang dan saling terkait satu sama lainnya karena melibatkan ion
H+ yang sama
Konsentrasi ion hidrogen adalah sama pada seluruh reaksi. Hubungan
antara konsentrasi ion H+ , tetapan disosiasinya (dissociation contants) dan
konsentarasi asam dan basa konjugasinya (conjugate acids and bases)
dijelaskan sebagai berikut :

[H+ ] = K1 x [HA1-] / [A1-] = K2 x [HA2-] / [A2-] = K3 x [HA3-] / [A3-] dst

Keterangan : K = Tetapan disosiasi

Dampak dari prinsip ini adalah bahwa kondisi apapun yang mengubah
keseimbangan salah satu sistem dapar (buffer) juga akan mengubah
keseimbangan semua sistem yang lain karena sistem dapar (buffer)
sebenarnya saling mendapar dengan menggeser H+ maju dan mundur satu
sama lain.

Persamaan Henderson –Hasselbach

[H+ ] = Ka x [HA1-] / [A1-]

pH = pKa x log [A1-] / [HA]

15
LI. 3 Keseimbangan Asam – Basa

LO. 3. 1 Keseimbangan Asam – Basa

Keseimbangan asam-basa adalah keseimbangan ion hidrogen. Walaupun


produksi asam akan terus menghasilkan ion hidrogen dalam jumlah yang sangat
banyak ternyata konsentrasi ion hidrogen tetap dipertahankan pada kadar rendah
40 ± 5 nM atau pH 7,4. Cairan tubuh harus dilindungi dari perubahan pH karena
sebagian besar enzim sangat peka terhadap perubahan pH. Mekanisme protektif
harus berlangsung aktif dan secara terus menerus karena proses metabolisme juga
menyebabkan terbentuknya asam-basa secara terus menerus 9asam karbonat,
asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, asam sitrat, ion amonium, asam asetoasetat,
β-hidroksibutirat).
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi
dari tiga sistem, yaitu ; sistem Dapar (Buffer), sistem Paru, dan sistem Ginjal.
Prinsip pengaturan kesimbangan asam-basa oleh sistem dapar (Buffer)
adalah menetralisir kelebihan ion hidrogen, bersifat amfoterik dan tidak
melakukan eliminasi (proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal).
Mekanisme paru dan ginjal dalam menunjang kinerja sistem buffer adalah
dalam mengatur sekresi, ekskresi, absorbsi ion hidrogen dan bikarbonat serta
membentuk buffer tambahan (fosfat dan amonia) Kedua prinsip pengaturan ini
bertujuan untuk mempertahankan pH darah rentang 7,35-7,45.
Mekanisme tubuh melindungi dampak perubahan pH terdiri dari dua
tahap. Pertama, jangka pendek, melalui pengaturan sistem dapar. Kedua, jangka
panjang, kelebihan asam atau basa dieliminasi melalui paru dan ginjal.

LO. 3. 2 Aspek biokimia dan fisiologis keseimbangan Asam dan Basa

3. 2. 1 Aspek biokimia
Sistem Dapar (Buffer) adalah sistem penahan atau sistem penyangga,
karena dapat menahan perubahan pH. Sistem dapar merupakan larutan yang
mengandung asam dan basa konjugasinya. Dapar ini terdiri dari asam lemah
yang menjadi donor ion H+ dan basa lemah yang berfungsi sebagai akseptor
ion H+ [HA ↔ H+ + A]. Di dalam tubuh terdapat beberapa sistem dapar
yaitu : sistem dapar asam karbonat-bikarbonat, sistem dapar protein, sistem
dapar hemoglobin, sistem dapar amonia, dan sistem dapar fosfat.
 Dapar Asam karbonat- bikarbonat
Suatu komponen yang paling penting pada pengaturan pH cairan
ekstrasel. CO2 bereaksi dengan H2O membentuk H2CO3 yang
kemuadian berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat
(conjugate base) melalui suatu reaksi yang bersift reversibel

16
H2CO3 + H2O ↔ H3O + HCO3-

Karena reaksi bersifat reversibel, penambahan konsentrasi dari


suatu komponen menyebabkan perubahan konsentrasi komponen lainnya.

 Dapar Protein
Protein berada diantara banyak dapar yang paling kuat dalam
tubuh karena konsentrasinya yang tinggi terutama dalam sel.
pH sel, walaupun sedikit lebi rendah daripada pH dalam ekstrasel,
perubahannya kira-kira sebanding dengan perubahan pH cairan
ekstrasel. Ada sedikit H+ dan HCO3- yang berdifusi melalui membran
sel, walaupun membutuhkan waktu untuk menjadi seimbang kecuali
keseimbangan cepat yang terjadi pada sel darah merah. Akan tetapi
CO2 dapat dengan cepat berdifusi melalui semua membran sel. Difusi
elemen sistem dapar bikarbonat menyebabkan pH dalam cairan
intrasel berubah ketika terjadi perubahan pH dalam cairan ekstrasel.
Karenanya sistem dapar di dalam sel membantu mencegah perubahan
pH cairan ekstrasel tapi membutuhkan waktu beberapa jam untuk
efektif.
Dalam sel darah merah, hemoglobin adalah dapar yang penting
H+ + Hb ↔ HHb

Kira-kira 60% sampai 70% dapar kimia total dalam cairan tubuh
berada di dalam sel-sel, dan kebanyakan dihasilkan dari protein
intrasel. Kenyataan bahwa pK dari kebanyakan sistem protein hampir
mendekati 7,4.

 Dapar Fosfat
Berperan penting dalam pendaparan cairan tubulus ginjal dan
cairan intrasel. Elemen utama sistem dapar fosfat ini adalah H2PO4-
dan HPO4-.
Sistem dapar fosfat memiliki pK 6,8, yang tidak jauh dari pH
normal 7,4 dalam cairan tubuh; keadaan ini membuat sistem dapat
bekerja mendekati kekuatan dapar maksimum. Tetapi konsentrasi di
cairan ekstrasel rendah hanya 8% dari konsentrasi dapar bikarbonat.
Oleh karena itu kekuatan dapar total dapar fosfat dalam cairan
ekstrasel jauh lebih kecl dibandingkan dengan kekuatan sistem dapar
bikarbonat.
Dapar fosfat penting dalam tubulus ginjal, yaitu :

17
1. Fosfat biasanya akan menjadi sangat pekat dalam tubulus, sehingga
meningkatkan tenaga dapar
2. Cairan tubulus biasanya memiliki pH yang lebih rendah
dibandingkan dengan cairan ekstrasel

3. 2. 2 Aspek Fisiologis

A. Pengaturan Pernafasan terhadap Keseimbangan Asam – Basa


 Ekspirasi CO2 oleh Paru Mengimbangi Pembentukan CO2
Metabolik
CO2 dibentuk secara terus menerus dalam tubuh melalui proses
metabolisme intrasel. Setelah dibentuk, CO2 berdifusi dari sel
masuk ke dalam cairan interstisial dan darah, dan aliran darah
mengangkut CO2 ke paru, tempat CO2 berdifusi kedalam alveoli
dan kemudian ditransfer ke atmosfer melalui paru. Normalnya,
terdapat sekitar 1,2 mol/L CO2 yang terlarut didalam cairan
ekstrasel, yang sama dengan PCO2 40 mmHg.
Bila kecepatan pembentukan CO2 metabolik meningkat, PCO2,
cairan ekstrasel juga meningkat. Sebaliknya, penurunan kecepatan
metabolik menurunkan PCO2. Kecepatan ventilasi paru meningkat,
CO2 dihembuskan keluar melalui paru dan PCO2 , dalam cairan
ekstrasel menurun. Oleh karena itu, penurunan ventilasi paru atau
perubahan kecepatan pembentukan CO2 oleh jaringan dapat
mengubah PCO2 cairan ekstrasel.

 Peningkatan Ventilasi Alveolus Menurunkan Konsentrasi Ion


Hidrogen Cairan Ekstrasel dan Meningkatkan pH
Bila pembentukan CO2 metabolik tetap
konstan, satu-satunya faktor lain yang
mempengaruhi PCO2 dalam cairan ekstrasel
adalah kecepatan ventilasi alveolus. Semakin
tinggi ventilasi alveolus, semakin rendah PCO2;
sebaliknya, semakin rendah kecepatan ventilasi
alveolus, maka semakin tinggi PCO2. Bila
konsentrasi CO2 meningkat, konsentrasi H2CO3
dan konsentrasi H+ meningkat, sehingga
menurunkan pH cairan ekstrasel.
Gambar disamping atas menunjukkan
perkiraan perubahan pH dalam darah yang disebabkan oleh
peningkatan atau penurunan kecepatan ventilasi alveolus.

18
Peningkatan ventilasi alveolus sampai sekitar dua klai nilai normal
akan meningkatkan pH cairan ekstrasel sekitar 0,23. Bila pH cairan
tubuh adalah 7,4 dengan ventilasi alveolus normal, penggandaan
kecepatan ventilasi alveolus meningkatkan pH sekitar 7,63.
Sebaliknya penurunan ventilasi alveolus sampai seperempat
normal akan mengurangi pH sebesar 0,45. Artinya bila pada
ventilasi alveolus normal, pH adalah 7,4, penurunan ventilasi
sampai seperempat normal akan mengurangi pH menjadi 6,95.
Karena kecepatan ventilasi alveolus dapat berubah dengan nyata
dari 0 sampai 15 kali normal.

 Kekuaatan Pendaparan sistem Pernafasan


Pengaturan pernafasan terhadap keseimbangan asam basa
merupakan dapar tipe fisiologis karena pengaturan ini bekerja
dengan cepat dan menjaga konsentrasi H+ dari perubahan yang
terlalu besar sampai ginjal yang berespon lambat dapat
menghilangkan ketidakseimbangan. Pada umumnya, seluruh
kekuatan dapar sistem pernafasan adalah satu sampai dua kali lebih
besar daripada tenaga dapar dari gabungan seluruh dapar kimia
lainnya dalam ekstrasel.

B. Pengaturan Kesimbangan Asam- Basa oleh Ginjal


Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan
mengekskresikan urin yang asam atau basa. Pengeluaran urin asam
akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraselular, sedangkan
pengeluaran urin basa akan menghilangkan jumlah basa dari cairan
ekstraselular.
Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal
adalah sebagai berikut :
Sejumlah besar HCO3- difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus,
dan diekskresikan ke dalam urin, keadaan ini akan menghilangkan basa
dalam darah. Sejumlah besar H+ juga disekresikan ke dalam lumen
tubulus oleh sel epitel tubulus, sehingga menghilangkan asam dari
darah. Bila lebih banyak H+ yang disekresikan daripada HCO3- yang
difiltrasi, akan terjadi kehilangan asam dari cairan ekstrasel.
Sebaliknya, bila lebih banyak HCO3- yang diekskresikan ke dalam urin
dibandingkan dengan H+ yang disekresikan, maka akan terjadi
kehilangan basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan 80 miliekuivalen asam non-volatil,
terutama dari metabolisme protein. Asam- asam ini bukan non- volatil

19
karena bukan H2CO3 oleh karena itu tidak dapat diekskresikan oleh
paru. Mekanisme untuk mengeluarkan asam ini dari tubuh melalui
ekskresi ginjal. Ginjal juga harus mencegah kehilangan bikarbonat
dalam urin, suatu tugas yang secara kuantitatif lebih penting daripada
ekskresi asam non- volatil. Setiap hari ginjal memfiltrasi sekitar 4320
miliekuivalen bikarbonat (180 L/hari x 24 mEq/L), dan dalam kondisi
normal, hampir semuanya direabsorbsi dari tubulus, sehingga
mempertahankan sistem dapar utama cairan ekstrasel.
Reabsorbsi bikarbonat dan ekskresi H+, dicapai melalui proses
sekresi H+ dari tubulus. Karena HCO3- harus bereaksi dengan satu H+
yang disekresikan untuk membentuk H2CO3 sebelum di reabsorbsi,
4320 ion H+ harus disekresikan sebanyak 4320 hanya untuk
mereabsorbsi bikarbonat yang difiltrasi. Kemudian penambahan 80
miliekuivalen H+ harus disekresikan untuk menghilangkan asam non-
volatil yang diproduksi oleh tubuh setiap hari, sehingga total 4400
miliekuivalen H+ yang disekresikan ke dalam cairan tubulus setiap
harinya.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi H+ cairan ekstrasel
(alkalosis), ginjal gagal mereabsorbsisemua bikarbonat yang difiltrasi
sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat. Karena HCO3- mendapar
hidrogen dalam cairan ekstrasel, kehilangan asam bikarbonat ini sama
dengan penambahan satu H+ ke dalam cairan ekstrasel. Oleh karena
itu pada alkalosis, pengeluaran HCO3- akan meningkatkan konsentrasi
H+ cairan ekstrasel kembali menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat ke dalam
urin tetapi mereabsorpsi semua bikarbonat yang difiltarasi dan
menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali cairan
ekstrasel.

 Sekresi ion hidrogen dan reabsorpsi ion Bikarbonat oleh Tubulus Ginjal

Sekresi ion hidrogen dan


reabsorbsi bikarbonat terjadi hampir di
seluruh bagian tubulus kecuali segmen
tipis desenden dan asenden ansa Henle.
(Gambar disamping) meringkas
reabsorbsi bikarbonat disepanjang
tubulus. Ingatlah bahwa untuk setiap
bikarbonat yang direabsorbsi, satu H+
harus disekresikan.

20
Sekitar 80- 90 % reabsorbsi bikarbonat (dan sekresi H+) terjadi di
tubulus proksimal, sehingga hanya sejumlah kecil bikarbonat yang
mengalir ke dalam tubulus distal dan duktus koligentes. Di segmen
tebal asenden ansa Henle, tejadi reabsorbsi terhadap 10%
bikarbonat yang difiltrasi dan reabsorbsi sisanya terjadi di tubulus
distal dan duktus koligentes.

 Kombinasi ion Hidrogen yang berlebihan dengan Dapar Fosfat dan Amonia pada
Tubulus—Suatu Mekanisme untuk menghasilkan ion Bikarbonat yang “baru”
Bila ion H+ disekresikan dalam kelebihan bikarbonat yang difiltrasi ke dalam cairan
tubulus, hanya sebagian kecil dari kelebihan H+ ini yang dapat diekskresikan dalam bentuk
ion (H+) dalam urin. Alasan untuk hal ini adalah bahwa pH minimal urin adalah sekitar 4,5
sama dengan konsentrasi H+ 10-4,5 mEq/L, atau 0,03 mEq/L. Jadi, untuk setiap liter urin
yang dibentuk, jumlah maksimal H+ bebas yang dapat diekskresikanhanya sekitar 0,03
miliekuivalen. Untuk mengekskresikan 80 iliekuivalen asam no-volatil yang dibentuk oleh
metabolisme setiap harinya, sekitar 2667 liter urin harus diekskresikan bila H+ tetap dalam
bentuk bebas di dalam larutan.
Ekskresi sejumlah besar H+ (kadang-kadang sebanyak 500mEq/hari) dalam urin
dicapai secara pimer dengan menggabungkan H+ dengan dapar dalam cairn tubulus. Dapar
yang paling penting adalah dapar fosfat dan dapar amonia. Ada sistem dapar lain yang
lemah seperti, urat dan sitrat, yang kurang begitu penting.
Bila H+ dititrasi dalam cairan tubulus dengan HCO3-, hal ini menghasilkan reabsorbsi
satu HCO3- untuk setiap H+ yang disekresikan. Tetapi bila terdpat kelebihan H+ dalam urin,
H+ akan bergabung dengan dapar selain HCO3- , dan hal inimenghasilkan pembentukan
HCO3- baru yang juga dapat masuk kedalam darah Jadi bila terdapat kelebihan H+ dalam
cairan ekstrasel, ginjal tidak hanya mereabsorbsi semua HCO3- yng dfiltrasi tetapi juga
menghasilkan HCO3- baru, demikian membantu mengganti HCO3- yang hilang dari cairan
ekstrasel pada keadaan asidosis.

21
LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Gangguan Keseimbangan Asam - Basa

LO. 4. 1 Definisi

 Gangguan keseimbangan asam – basa adalah gangguan yang disebabkan oleh


faktor – faktor yang mempengaruhi mekanisme pengaturan keseimbangan
antara lain sistem buffer, sistem respirasi, fungsi ginjal, gangguan
kardiovaskular maupun gangguan fungsi susunan saraf pusat sehingga
menyebabkan ganguan dalam sistem tubuh menyeimbangkan kadar asam-
basa.

LO. 4. 2 Penyebab Klinis Gangguan Asam- Basa

 Asidosis Respiratorik disebabkan oleh Penurunan Ventilasi dan peningkatan


PCO2
Faktor apapun yang menurunkan kecepatan ventilasi paru juga
meningkatkan PCO2 cairan ekstrasel. Hal ini menyebabkan peningkatan
H2CO3 dan konsentrasi H+, sehingga menimbulkan asidosis. Karena asidosis
disebabkan oleh gangguan respirasi, maka disebut Asidosis Respiratorik.
Asidosis Respiratorik dapat terjadi akibat kondisi patologis yang merusak
pusat pernafasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk
mengeluarkan CO2. Sebagai contoh, kerusakan pusat pernafasan di medula
oblongata dapat menimbulkan asidosis respiratorik. Obstruksi jalur traktus
respiratorius, pneumonia, emfisema, atau penurunan luas permukaan
membran paru, dan setiap faktor yang mengganggu pertukaran gas antara
darah dan udara alveolus, juga dapat menyebabkaan asidosis respiratorik.

 Alkalosis Respiratorik disebabkan oleh Peningkatan Ventilasi dan penurunan


PCO2
Alkalosis respiratorik disebabkan oleh ventilasi yang berlebihan oeh paru.
Hal ini jarang terjadi akibat kondisi patologis fisik. Akan tetapi, seseorang
dengan gangguan neurosis kadang-kadang bernafas secara berlebihan
sehingga ia mengalami alkalosis.
Jenis alkalosis respiratorik fisiologis terjadi ketika seseorang mendaki
hingga mencapai tempat yang tinggi. Kandungan oksigen yang rendah dalam
udara akan merangsang pernafasan yang menyebabkan banyak sekali
pelepasan CO2 dan terbentuknya alkalosis respiratorik ringan.
 Asidosis Metabolik yang disebabkan oleh Penurunan Konsentrasi Bikarbonat
Cairan Ekstrasel
Istilah asidosis metabolik merujuk pada semua tipe asidosis selain asidosis
yang disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Asidosis metabolik
dapat disebabkan oleh beberapa penyebab :

22
1. Kegagalan ginjal untuk mengekskresikan asam metabolik yang normalnya
dibentuk dalam tubuh.
2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh.
3. Penambahan asam metabolik ke dalam tubuh melalui makanan atau infus
asam
4. Kehilangan basa dari cairan tubuh, yang memiliki efek yang sama seperti
penambahan asam ke dalam cairan tubuh.

Ada beberapa kondisi khusus yang menyebabkan asidosis metabolik :


1. Asidosis tubulus ginjal
Disebabkan oleh gangguan sekresi H+ atau reabsorbsi HCO3- oleh
ginjal, atau keduanya. Ada 2 tipe :
o Gangguan reabsorbsi HCO3- oleh tubulus ginjal yang
-
menyebabkan hilangnya HCO3 dalam urin,
o Ketidakmampuan mekanisme sekresi H+ untuk menimbulkan
keasamanurin yang normal, menyebabkan ekskresi urin yang alkali.
Pada kasus ini, diekskresikan asam yang dapat titrasi dan NH4
dalam jumlah yang tidak akuat. Sehingga terdapatpengumpulan
asam dalam cairan tubuh. Beberapa penyebab asidosis tubulus
ginjal termasukgagal ginjal kronik, insufisiensi sekresi
aldosteron(penyakit Addison) gangguan herediter dan gangguan
yang menganggu fungsi tubulus yaitu sindrom fanconi.
2. Diare
Merupakan penyebab asidosis metabolik yang paling sering.
Penyebab asidosis ini adalah hilangnya sejumlah besar ion natrium
bikarbonat ke dalam feses. Sekresi gastrointestinal nrmal mengandung
sejumlah bikarbonat, dan diare menyebabkan hilangnya HCO3- ini dari
tubuh, yang memberi efek sama seperti hilangnya sejumlah besar
bikarbonat dalam urin. Bentuk asidosis metabolik ini berlangsung berat
dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada anak-anak.
3. Muntah
Memuntahkan isi lambung sendiri akan menyebabkan hilangnya
asam dan kecenderungan ke arah alkalosis karena sekresi lambung sangat
bersifat asam. Akan tetapi memuntahkan sejumlah besar isi dari bagian
traktus gastrointestinal bagian bawah, yang kadang terjadi, menyebabkan
hilangnya bikarbonat dan menimbulkan asidosis metabolik dalam cara
yang sama seperti diare menimbulkan asidosis.

4. Diabetes Melitus

23
Disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas
(diabetes tipe I) atau insufisiensi sekresi insulin untuk mengompensasi
penurunan sensitivitas efek insulin (diabetes tipe II). Keadaan dengan
insulin yang tidak cukup, menghalangi penggunaan gluosa dalam
metabolisme secara normal. Sebaliknya, beberapa lemak dipecah menjadi
asam asetoasetat, asam ini di metabolisme oleh jaringan untuk
menghasilkan energi menggantikan glukosa. Pada DM yang berat, kadar
asam asetoasetat darah yang meningkat sangat tinggi, shingga
menyebabkan asidosis metabolik yang berat.

5. Penyerapan asam
Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal.
Akan etapi, asidosis metabolik yang berat kadang-kadang disebabkan
oleh penyerapan racun asam tertentu. Beberapa racun tersebut antara lain
: asetilsalisilat (aspirin) dan metil alkohol (yang membetuk asam format
saat di metabolisme)

6. Gagal ginjal kronik


Bila fungsi ginjal sangat menurun, terdapat pembentukan anion
dari asam lemah dalam cairan tubuh yang di ekskresikan oleh ginja.
Selain itu, penurunan laju filtrasi glomerulus mengurangi ekskresi fosfat
dan NH4+, yang mengurangi jumlah bikarbonat yang ditambahkan
kembali ke dalam cairan tubuh, jadi gagal ginjal kronik dapat
menyebabkan asidosis metabolik berat.

 Alkalosis Metabolik yang disebabkan oleh Peningkatan Konsentrasi


Bikarbonat Cairan Ekstrasel
Bila terdapat retensi HCO3- yang berlebihan atau hilangnya H+ dari dalam
tubuh, keadaan ini menyebabkan alkalosis metabolik. Alkalosis metabolik
tidak begitu umum seperti asidosis metabolik, tetapi penyebab alkalosis
metabolik sebagai berikut :
o Pemberian diuretika (Kecuali kabonik Anhidrase)
Semua diuretika yang menyebabkan peningkatan aliran cairan di
sepanjang tubulus, biasanya menyebabkan peningkatan peningkatan
aliran di tubulus distal dan tubulus koligentes. Keadaan ini menimbulkan
peningkatan reabsorbsi Na+ dari bagian nefron ini. Karena reabsorbsi
natrium disini berpasangan dengan sekresi H+, peningkatan reabsorbsi
juga menimbulkan sekresi H+ dan peningkatan reabsorbsi bikarbonat.
Perubahan ini menyebabkan terjadinya alkalosis, yang ditandai dengan
peningkatan konsentrasi bikarbonat cairan ekstrasel.

24
o Kelebihan aldosteron
Bila sejumlah besar aldostern disekresikan oleh kelenjar adrenal
akan terjadi alkalosis metabolik ringan. Karena aldosteron meningkatkan
reabsorbsi Na+ dalam jumlah banyak dari tubulus distal dan duktus
koligentes, dan pada waktu yang bersamaan, merangsang sekresi H+ oleh
sel interkalatus pada tubulus koligentes. Peningkatan sekresi H+ ini
menimbulkan peningkatan ekskresi H+ ini menimbulkan peningkatan
ekskresi H+ oleh ginjal dan, karena itu, menimbulkan alkalosis
metabolik.

o Memuntahkan isi lambung


Memuntqhkan isi lambung sja, tanpa memuntahkan isi traktus
gastrointestinal bagian bawak, menyebabkan hilangnya HCl yabg
disekreikan oleh mukosa lambung. Hasil akhirnya adalah hilangnya asam
dari cairan ekstrasel dan terbentuknya alkalosis metabolik. Alkalosis
jenis ini terutama terjadi pada neonatus yang mengalami obstruksi pilorus
akibat hipertrofi otot sfingter pilorus.

o Konsumsi obat-obatan alkali


Salah satu penyebab alkalosis metabolik yang umu adalah
konsumsi obat alkali seperti natrium bikarbonat untuk pengobatan
gastritis atau ulkus peptik.

LO. 4. 3 Manifestasi Klinis

4. 3. 1 Asidosis
1. Asidosis metabolik
 Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun
biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan.
 Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun
kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini.
 Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan
kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan
mengalami kebingungan.
 Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun,
menyebabkan syok, koma dan kematian.
2. Asidosis respiratorik
 Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk.
 Jika keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut
menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma.

25
 Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan
terhenti atau jika pernafasan sangat terganggu; atau setelah berjam-
jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu.
 Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan
bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam
bahkan beberapa hari

4. 3. 2 Alkalosis
1. Alkalosis metabolik
 Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah
tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama
sekali.
 Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat
terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang
berkepanjangan (tetani).

2. Alkalosis respiratorik
 Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan
dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah.
 Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan
penurunan kesadaran.

LO. 4. 4 Kompensasi Tubuh

 Asidosis menurunkan rasio HCO3- atau H+ dalam cairan tubulus ginjal


Asidosis respiratorik dan metabolik menyebabkan penurunan rasio HCO3-
terhadap H+ dalam cairan tubulus ginjal. Akibatnya terdapat kelebihan H+ di
dalam tubulus ginjal menyebabkan reabsorbsi HCO3- menyeluruh dan masih
menyisakan ion H+ tambahan yang tersedia untuk bergabung dengan dapar
urin, NH4+ dan HPO4- . Jadi, pada asidosis ginjal mereabsorbsi semua HCO3-
yang difiltrasi kemuadian menyumbangkan HCO3- melalui pembentukan
NH4+ dan asam yang dititrasi.
Pada asidosis metabolik, kelebihan H+ melebihi HCO3- yang disebabkan
oleh penuruanan konsentrasi HCO3- cairan ekstrasel.
Pada asidosis respiratorik, kelebihan H+ di dalam cairan tubulus terutama
diakibatkan oleh peningkatan PCO2 cairan ektrasel, yang merangsang sekresi
H+.
Pada asidosis kronis tanpa menghiraukan apakah asidosis bersifat
respiratorik ataukah metabolik, terdapat peningkatan NH4+ yang selanjutnya
tururt berperan menyebabkan ekskresi H+ dan penambahan HCO3- baru ke
dalam cairan ekstrasel. Pada asidosis klronis yang berat, sebanyak 500
mEq/hari H+ dapat diekskresikan dalam urin, terutama dalam bentuk NH4+,

26
hal ini kemudian turut berperan menyebabkan penambahan HCO3- baru
kedalam darah sampai 500 mEq/hari.
Jadi, pada asidosis kronis, peningkatan sekresi H+ oleh tubulus membantu
mengeluarkan kelebihan H+ dari tubuh dan meningkatkan jumlah HCO3-
dalam cairan ekstrasel. Hal ini meningkatkan bagian bikarbonat pada sistem
dapar bikarbonat yang menurut persamaan Henderson- Hasselbach,
membantu meningkatkan pH ekstrasel dan mengoreksi asidosis. Jika asidosis
diperantarai secara metabolik, kompensasi tambahan oleh paru menyebabkan
pengurangan PCO2 juga membantu mengoreaksi asidosis.

Asidosis respiratorik terdapat penurunan pH, peningkatan konsntrasi H+


cairan ekstrasel dan peningkatan PCO2 yang merupakan penyebab awal
asidosis. Respons kompensasi adalah peningkatan HCO3- plasma yang
disebabkan oleh penambahan bikarbonat baru dalam cairan ekstrasel oleh
ginjal. Peningkatan HCO3- membantu mengimbangi pH plasma kembali
normal.
Pada asidosis metabolik juga terdapat penurunan pH, peningkatan
konsentrasi H+ cairan ekstrasel akan tetapi, pada keadaan ini abnormalitas
pimernya adalah penurunan HCO3- plasma. Kompensasi primernya meliputi
peningkatan kecepatan ventilasi yang mengurangi PCO2 dan kompensasi
ginjal yang dengan menambahkan bikarbonat baru ke dalam cairan ekstrasel,
membantu memperkecil penurunan awal konsentrasi HCO3- ekstrasel.

 Alkalosis meningkatkan rasio HCO3- atau H+ dalam cairan tubulus ginjal


Pada alkalosis respiratorik terdapat peningkatan pH cairan ekstrasel dan
penurunan konsentrasi H+ . Penyebab alkalosis adalah penurunan PCO2
plasma yang disebabkan oleh hiperventilasi. Pengurangan PCO2 kemudian
menimbulkan penurunan kecepatan sekresi H+ oleh tubulus ginjal. Penurunan
kecepatan sekresi H+ mengurangi jumlah cairan tubulus ginjal. Akibatnya,
jumlah H+ tidak cukup untuk bereaksi dengan semua HCO3- yang difiltrasi.
Oelh karena itu, HCO3- yang tidak dapat bereaksi dengan H+, tidak
direabsorbsi dan diekskresikan dalam urin. Hal ini menghasilkan penurunan
konsentrasi HCO3- plasma dan koreksi terhadap alkalosis. Oleh karena itu
respon kompensasinya terhadap pengurangan PCO2 primer pada alkalosis
respiratorik adalah pengurangan konsentrasi HCO3- plasma yng disebabkan
oleh peningkatan ekskresi HCO3- oleh ginjal.
Pada alkalosis metabolik terdapat peningkatan pH plasma dan penurunan
konsentrasi H+. Akan tetapi penyebab alkalosis metabolik adalah peningkatan
konsentrasi HCO3- cairan ekstrasel, Keadaan ini dikompensasi sebagian oleh
pengurangan kecepatan pernafasan yang meningkatkan PCO2 dan membantu

27
engembalikan pH cairan ekstrasel ke normal. Selain itu peningkatan
konsentrasi HCO3- dalam cairan ekstrasel menimbulkan peningkatan muatan
HCO3- yang difiltrasi, yang kemudian menyebabkan kelebihan HCO3-
melebihi H+ yang disekresikan dalam cairan tubulus ginjal. Kelebihan HCO3-
di dalam cairan tubulus gagal di reabsorbsikarena tidak ada H+ untuk
bereaksi dengan HCO3- , dan oleh karena itu kelebihan HCO3- diekskresikan
ke dalam urin. Pada alkalosis metabolik, kompensasi utamanya adalah
penurunan ventilasi yang meningkatkan PCO2 dan peningkatan ekskresi
HCO3- oleh ginjal yang membantu mengompensasi peningkatan awal
konsentrasi HCO3- cairan ekstrasel.

LO. 4. 5 Pemeriksaan

4. 5. 1 Analisa Gas Darah


1. Tujuan AGD
 Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
 Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
 Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh
2. Indikasi
 Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
 Pasien deangan edema pulmo
 Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
 Infark miokard
 Pneumonia
 Klien syok
 Post pembedahan coronary arteri baypass
 Resusitasi cardiac arrest
 Klien dengan perubahan status respiratori
 Anestesi yang terlalu lama

3. Lokasi pungsi arteri


 Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
 Arteri brakialis
 Arteri femoralis
 Arteri tibialis posterior
 Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika


masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang
cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan
arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya
risiko emboli otak.

28
4. Komplikasi
 Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan
menimbulkan nyeri.
 Perdarahan
 Cidera syaraf
 Spasme arteri

4. 5. 2 Penggunaan anion gap untuk mendiagnosis asam nbasa


4. 5. 3 Gangguan asam basa kompleks dan pengaanaan Nomogram untuk
diagnosis

29
Daftar Pustaka

 Price, Sylvia Anderson (2006), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi
6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC.
 Sherwood, Lauralee (2004), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta, EGC.
 Sudoyo, W Aru, Bambang setiyohadi, Idrus Alwi (2009), Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Ed.5, Jakarta, Interna Publishing.
 Sukmariah M, Karmiati A (1990), Kimia Kedokteran edisi 2, Binarupa Aksara, Jakarta.
 Ganong, WF, (2007), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 21,ab. M. Djauhari
Widjajakusumah, Jakarta, EGC.
 Saifuddin, M, dkk. (2008), Gangguan Kesimbangan air-elektrolit dan asam-basa
edisi II. Jakarta, FKUI.
 Guyton, Arthur c, dkk. (2008), Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta, EGC
 (http//medicastore.com/diambil pada selasa, 16 Maret 2010)
 (http//belajarkimia.com/oleh Harthadinajha, diambil pada jumat, 12 Maret 2010)
 (http //chem-is-try.org/pengukurankeasaaman/oleh Jim Clark/diambil pada selasa,16
Maret, 2010)

30

You might also like