Professional Documents
Culture Documents
Blok Cairan Skenario 3 2014 2015
Blok Cairan Skenario 3 2014 2015
BLOK CAIRAN
“Diare"
Kelompok : B-2
DIARE
Seorang mahasiswa, 35 tahun, dibawa ke Puskesmas karena mengalami mencret lebih dari 12
kali dalam sehari sejak 2 hari yang lalu. Keluhan ini timbul setelah makan di warung nasi dekat
kampusnya. Pemeriksaan fisik : kesadaran komposmentis lemah, TD: 85/60 mmHg, nadi:
120x/menit, pernapasan 34 x/menit, cepat dala, volum urine sedikit. Di Puskesmas pederita
dipasang infus dan diberikan pertolongan pertama lalu dirujuk ke RS terdekat. Dokter meminta
untuk diperiksa Analisa Gas Darah.
Kesannya : terdapat gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik, dengan anion
gap yang normal.
2
KATA-KATA SULIT
Kesadaran Komposmetis
Sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Pada kesadaran ini, aksi dan reaksi
bersifat adekuat.
Asidosis Metabolik
Keadaan Asidosis yang status asam-basa tubuhnya bergeser ke sisi asam akibat kehilangan basa
(retensi asam, selain asam karbonat).
Diare
Defekasi feses bersifat encer lebih dari 3 kali dalam 24 jam, dengan atau tanpa darah.
Anion Gap
Perbedaan antara jumlah muatan ion positif pada Na+ dan jumlah ion negatif pada Cl− dan
HCO3− .
Infus
Pemasukan cairan melalui pembuluh darah.
3
PERTANYAAN
4
JAWABAN
5
9. Penyebab asidosis metabolik adalah
9.1. Pembentukan asam yang berlebihan.
9.2. Berkurangnya kadar HCO3− di dalam tubuh.
9.3. Adanya retensi ion H + di dalam tubuh.
10. Karena anion gap digunakan untuk mengetahui jumlah ion H + pada Na+ dan jumlah ion
negatif pada Cl− dan HCO3-.
11. Asam kuat, Asam lemah, Asam volatile, Asam non-volatile, Asam monokrotik, Asam
dikrotik, dan Asam polikrotik. Basa kuat, Basa lemah, Basa volatile, Basa non-volatile, Basa
monokrotik, Basa dikrotik, dan Basa polikrotik.
12. Asam memberi proton, Basa menerima proton.
13. Menggunakan kertas lakmus, Analisis Darah.
14. Derajat Ionisasi.
6
HIPOTESIS
Keseimbangan asam basa dalam tubuh diatur dalam mekanisme, yang jika terjadi gangguan
dalam mekanisme seperti pada kasus diare dan penyakit lainnya dapat menteabkan asidosis dan
alkalosis. Dalam menangani hal ini dapat dilakukan pencegahan dan penanganan.
7
SASARAN BELAJAR
LO. 1. 1 Definisi
LO. 1. 2 Klasifikasi
LO. 4. 1 Definisi
LO. 4. 2 Penyebab
LO. 4. 3 Manifestasi Klinis
LO. 4. 4 Kompensasi Tubuh
LO. 4. 5 Pemeriksaan Analisa Gas Darah
8
LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Asam dan Basa
Asam kuat
Asam kuat adalah asam yang berdisosiasi sempurna di dalam air.
HCL dalam air akan berdisosiasi seluruhnya menjadi ion H+ dan ion Cl-
. Selanjutnya, ion H+ yang terbentuk akan diikat oleh molekul air.
HCl + H2O ↔ H+ + Cl-
Basa Lemah
Basa lemah adalah basa yang hanya terdisosiasi sebagian di dalam
air atau suatu persenyawaan yang bergabung tidak sempurna dengan
ion H+ di dalam larutan air.
9
Basa Kuat
Basa kuat adalah persenyawaan yang berdisosiasi secara sempurna
dalam larutan air. NaOH dalam air akan terdisosiasi seluruhnya menjadi
ion Na+ + OH- . Ion OH- yang terbentuk akan bereaksi dengan ion H+
dari air.
NaOH + H+ ↔ Na+ + OH
10
H2O ↔ H+ + HCO3- . Hampir semua CO2 diubah menjadi H2CO3.
Reaksi CO2 dan H2O menjadi H2CO3 terjadi secara cepat di dalam el
tubuh karena peran enzim anhidrase karbonat yang terdapat di dalam
sitoplasma sel darah merah, hepatosit, sel tubuli ginjal, dan sel parietal
lambung.
Asam karbonat disebut sebagai asam volatil karena CO2 dapat
dikeluarkan melalui paru. Dalam keadaan normal, sebagian besar CO2
dieliminasi paru dan hanya sebagian kecil CO2 yang di- buffer (bukan
oleh buffer asam karbonat- bikarbonat). Di paru, H2CO3 akan
berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O, selanjutnya CO2 mengalami proses
difusi ke alveoli.
11
LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Ukuran Keasaman
Indikator Alami
Cara lain untuk mengidentifikasi sifat asam atau basa suatu zat dapat
menggunakan indikator alami. Berbagai bunga yang berwarna atau tumbuhan,
seperti daun, mahkota bunga, kunyit, kulit manggis, dan kubis ungu dapat
digunakan sebagai indikator asam basa. Ekstrak atau sari dari bahan-bahan ini
dapat menunjukkan warna yang berbeda dalam larutan asam basa.
12
Fenolftalein
Fenolftalein merupakan indikator lain yang biasa digunakan. Hingga
beberapa tahun yang lalu, fenolftalein digunakan sebagai zat aktif pada obat
pencahar. Fenolftalein jernih dan tidak berwarna di dalam larutan asam dan
akan berwarna merah muda di dalam larutan basa. Indikator ini biasanya
digunakan dalam proses titrasi, yaitu proses penentuan konsentrasi asam atau
basa yang tidak diketahui berdasarkan reaksi dengan basa atau asam yang telah
diketahui konsentrasinya.
Sebagai contoh, misalkan kita ingin menentukan konsentrasi molar larutan
HCl yang belum diketahui. Mula-mula, kita masukkan larutan HCl tersebut
dengan volume yang telah diketahui (misalkan digunakan 25 mililiter yang
diukur dengan tepat menggunakan pipet) ke dalam labu erlenmeyer dan
kemudian tambahkan beberapa tetes indikator fenolftalein (disingkat pp). Oleh
karena kita menambahkan indikator pp ke dalam larutan asam, larutan tersebut
tetap jernih dan tidak berwarna. Selanjutnya, kita menambahkan sedikit demi
sedikit larutan standar natrium hidroksida (NaOH) yang telah diketahui
konsentrasinya (misalkan kita gunakan larutan NaOH 0,10 M) dengan buret.
Larutan basa terus ditambahkan sehingga larutan yang dititrasi berubah
menjadi merah muda. Kita menyebut kondisi ini sebagai titik akhir
titrasi, titik saat asam secara tepat ternetralisasi oleh basa.
Indikator Universal
Indikator Universal dapat membedakan larutan asam dan basa serta
mengetahui harga pHnya. Indikator Universal dapat dalam bentuk cairan
maupun kertas. Cara kerja indiator ini adalah dengan mencocokkan perubahan
warna kertas indikator pada tabel warna indikator universal.
= 1,00 x 10-14
13
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, ion Hidrogen di dalam larutan air
tidak terdapat dalam bentuk proton bebas tetapi dalam bentuk ion hidranium H3O+
, namun untuk keperluan praktis tetap ditulis sebagai H+
H2O ↔ H+ + OH-
Konsentrasi ion hidrogen dan pH +cairan- tubuh normal serta perubahan pada
2H2O ↔ H3O + Cl
asidosis dan alkalosis :
Sebagai contoh, normal [H+] adalah 40 neq/L (0,00000004 Eq/L). Oleh karena
itu, pH normal adalah : pH = -log [0,00000004]
pH = 7,4
Dari rumus ini, kita dapat melihat bahwa pH berbanding terbalik dengan
konsentrasi H+ . Oleh karena itu, pH yang rendah berhubungan dengan konsentrasi
H+ yang tinggi dan pH yang tinggi berhubungan dengan konsentrasi H+ yang
rendah.
Nilai pH normal darah arteri adalah 7,4, sedangkan pH darah vena dan
cairan interstisial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra CO2 yang dibebaskan dari
jaringan untuk membentuk H2CO3 dalam cairan. Karena pH normal arteri adalah
7,4, maka seseorang dianggap mengalami asidosis jika pH turun dibawah nilai 7,4
dan mengalami alkalosis bila pH meningkat diatas 7,4. Seseorag dapat hidup lebih
dari beberapa jam dengan batas bawah pH sekitar 6,8 dan batas atas ph sekitar 8,0.
pH intrasel biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena
metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis sel,
pH cairan intrasel diperkirakan berkisar antara 6,0-7,4. Hipoksia jaringan dan
aliran darah yang buruk ke daerah jaringan dapat menyebabkan pengumpulan
asam dan dapat menurunkan pH intrasel.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 -8,0, bargantung pada status asam – basa
cairan ekstrasel. Seperti pada ginjal yang berperan penting dalam mengoreksi
14
abnormalitas konsentrasi H+ cairan ekstrasel dengan mengekskresikan asam
ataupun basa pada kecepatan yang bervariasi.
Contoh : dari suatu cairan tubuh yang bersifat asam adalah HCL yang
disekresikan ke dalam lambung oleh sel oksintik (parietal) dari mukosa lambung.
Konsentrasi H+ dalam hal ini sekitar 4 juta kali lebih besar daripada konsentarasi
H+ hidrogen dalam darah, dengan pH 0,8 .
2. 3. 1 Prinsip Isohidrik
Bila beberapa asam lemah atau sistem buffer (HA1, HA2, HA3, dst)
terdapat dalam suatu larutan air, aka asam lemah tersebut berada dalam
keadan seimbang dan saling terkait satu sama lainnya karena melibatkan ion
H+ yang sama
Konsentrasi ion hidrogen adalah sama pada seluruh reaksi. Hubungan
antara konsentrasi ion H+ , tetapan disosiasinya (dissociation contants) dan
konsentarasi asam dan basa konjugasinya (conjugate acids and bases)
dijelaskan sebagai berikut :
Dampak dari prinsip ini adalah bahwa kondisi apapun yang mengubah
keseimbangan salah satu sistem dapar (buffer) juga akan mengubah
keseimbangan semua sistem yang lain karena sistem dapar (buffer)
sebenarnya saling mendapar dengan menggeser H+ maju dan mundur satu
sama lain.
15
LI. 3 Keseimbangan Asam – Basa
3. 2. 1 Aspek biokimia
Sistem Dapar (Buffer) adalah sistem penahan atau sistem penyangga,
karena dapat menahan perubahan pH. Sistem dapar merupakan larutan yang
mengandung asam dan basa konjugasinya. Dapar ini terdiri dari asam lemah
yang menjadi donor ion H+ dan basa lemah yang berfungsi sebagai akseptor
ion H+ [HA ↔ H+ + A]. Di dalam tubuh terdapat beberapa sistem dapar
yaitu : sistem dapar asam karbonat-bikarbonat, sistem dapar protein, sistem
dapar hemoglobin, sistem dapar amonia, dan sistem dapar fosfat.
Dapar Asam karbonat- bikarbonat
Suatu komponen yang paling penting pada pengaturan pH cairan
ekstrasel. CO2 bereaksi dengan H2O membentuk H2CO3 yang
kemuadian berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat
(conjugate base) melalui suatu reaksi yang bersift reversibel
16
H2CO3 + H2O ↔ H3O + HCO3-
Dapar Protein
Protein berada diantara banyak dapar yang paling kuat dalam
tubuh karena konsentrasinya yang tinggi terutama dalam sel.
pH sel, walaupun sedikit lebi rendah daripada pH dalam ekstrasel,
perubahannya kira-kira sebanding dengan perubahan pH cairan
ekstrasel. Ada sedikit H+ dan HCO3- yang berdifusi melalui membran
sel, walaupun membutuhkan waktu untuk menjadi seimbang kecuali
keseimbangan cepat yang terjadi pada sel darah merah. Akan tetapi
CO2 dapat dengan cepat berdifusi melalui semua membran sel. Difusi
elemen sistem dapar bikarbonat menyebabkan pH dalam cairan
intrasel berubah ketika terjadi perubahan pH dalam cairan ekstrasel.
Karenanya sistem dapar di dalam sel membantu mencegah perubahan
pH cairan ekstrasel tapi membutuhkan waktu beberapa jam untuk
efektif.
Dalam sel darah merah, hemoglobin adalah dapar yang penting
H+ + Hb ↔ HHb
Kira-kira 60% sampai 70% dapar kimia total dalam cairan tubuh
berada di dalam sel-sel, dan kebanyakan dihasilkan dari protein
intrasel. Kenyataan bahwa pK dari kebanyakan sistem protein hampir
mendekati 7,4.
Dapar Fosfat
Berperan penting dalam pendaparan cairan tubulus ginjal dan
cairan intrasel. Elemen utama sistem dapar fosfat ini adalah H2PO4-
dan HPO4-.
Sistem dapar fosfat memiliki pK 6,8, yang tidak jauh dari pH
normal 7,4 dalam cairan tubuh; keadaan ini membuat sistem dapat
bekerja mendekati kekuatan dapar maksimum. Tetapi konsentrasi di
cairan ekstrasel rendah hanya 8% dari konsentrasi dapar bikarbonat.
Oleh karena itu kekuatan dapar total dapar fosfat dalam cairan
ekstrasel jauh lebih kecl dibandingkan dengan kekuatan sistem dapar
bikarbonat.
Dapar fosfat penting dalam tubulus ginjal, yaitu :
17
1. Fosfat biasanya akan menjadi sangat pekat dalam tubulus, sehingga
meningkatkan tenaga dapar
2. Cairan tubulus biasanya memiliki pH yang lebih rendah
dibandingkan dengan cairan ekstrasel
3. 2. 2 Aspek Fisiologis
18
Peningkatan ventilasi alveolus sampai sekitar dua klai nilai normal
akan meningkatkan pH cairan ekstrasel sekitar 0,23. Bila pH cairan
tubuh adalah 7,4 dengan ventilasi alveolus normal, penggandaan
kecepatan ventilasi alveolus meningkatkan pH sekitar 7,63.
Sebaliknya penurunan ventilasi alveolus sampai seperempat
normal akan mengurangi pH sebesar 0,45. Artinya bila pada
ventilasi alveolus normal, pH adalah 7,4, penurunan ventilasi
sampai seperempat normal akan mengurangi pH menjadi 6,95.
Karena kecepatan ventilasi alveolus dapat berubah dengan nyata
dari 0 sampai 15 kali normal.
19
karena bukan H2CO3 oleh karena itu tidak dapat diekskresikan oleh
paru. Mekanisme untuk mengeluarkan asam ini dari tubuh melalui
ekskresi ginjal. Ginjal juga harus mencegah kehilangan bikarbonat
dalam urin, suatu tugas yang secara kuantitatif lebih penting daripada
ekskresi asam non- volatil. Setiap hari ginjal memfiltrasi sekitar 4320
miliekuivalen bikarbonat (180 L/hari x 24 mEq/L), dan dalam kondisi
normal, hampir semuanya direabsorbsi dari tubulus, sehingga
mempertahankan sistem dapar utama cairan ekstrasel.
Reabsorbsi bikarbonat dan ekskresi H+, dicapai melalui proses
sekresi H+ dari tubulus. Karena HCO3- harus bereaksi dengan satu H+
yang disekresikan untuk membentuk H2CO3 sebelum di reabsorbsi,
4320 ion H+ harus disekresikan sebanyak 4320 hanya untuk
mereabsorbsi bikarbonat yang difiltrasi. Kemudian penambahan 80
miliekuivalen H+ harus disekresikan untuk menghilangkan asam non-
volatil yang diproduksi oleh tubuh setiap hari, sehingga total 4400
miliekuivalen H+ yang disekresikan ke dalam cairan tubulus setiap
harinya.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi H+ cairan ekstrasel
(alkalosis), ginjal gagal mereabsorbsisemua bikarbonat yang difiltrasi
sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat. Karena HCO3- mendapar
hidrogen dalam cairan ekstrasel, kehilangan asam bikarbonat ini sama
dengan penambahan satu H+ ke dalam cairan ekstrasel. Oleh karena
itu pada alkalosis, pengeluaran HCO3- akan meningkatkan konsentrasi
H+ cairan ekstrasel kembali menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat ke dalam
urin tetapi mereabsorpsi semua bikarbonat yang difiltarasi dan
menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali cairan
ekstrasel.
Sekresi ion hidrogen dan reabsorpsi ion Bikarbonat oleh Tubulus Ginjal
20
Sekitar 80- 90 % reabsorbsi bikarbonat (dan sekresi H+) terjadi di
tubulus proksimal, sehingga hanya sejumlah kecil bikarbonat yang
mengalir ke dalam tubulus distal dan duktus koligentes. Di segmen
tebal asenden ansa Henle, tejadi reabsorbsi terhadap 10%
bikarbonat yang difiltrasi dan reabsorbsi sisanya terjadi di tubulus
distal dan duktus koligentes.
Kombinasi ion Hidrogen yang berlebihan dengan Dapar Fosfat dan Amonia pada
Tubulus—Suatu Mekanisme untuk menghasilkan ion Bikarbonat yang “baru”
Bila ion H+ disekresikan dalam kelebihan bikarbonat yang difiltrasi ke dalam cairan
tubulus, hanya sebagian kecil dari kelebihan H+ ini yang dapat diekskresikan dalam bentuk
ion (H+) dalam urin. Alasan untuk hal ini adalah bahwa pH minimal urin adalah sekitar 4,5
sama dengan konsentrasi H+ 10-4,5 mEq/L, atau 0,03 mEq/L. Jadi, untuk setiap liter urin
yang dibentuk, jumlah maksimal H+ bebas yang dapat diekskresikanhanya sekitar 0,03
miliekuivalen. Untuk mengekskresikan 80 iliekuivalen asam no-volatil yang dibentuk oleh
metabolisme setiap harinya, sekitar 2667 liter urin harus diekskresikan bila H+ tetap dalam
bentuk bebas di dalam larutan.
Ekskresi sejumlah besar H+ (kadang-kadang sebanyak 500mEq/hari) dalam urin
dicapai secara pimer dengan menggabungkan H+ dengan dapar dalam cairn tubulus. Dapar
yang paling penting adalah dapar fosfat dan dapar amonia. Ada sistem dapar lain yang
lemah seperti, urat dan sitrat, yang kurang begitu penting.
Bila H+ dititrasi dalam cairan tubulus dengan HCO3-, hal ini menghasilkan reabsorbsi
satu HCO3- untuk setiap H+ yang disekresikan. Tetapi bila terdpat kelebihan H+ dalam urin,
H+ akan bergabung dengan dapar selain HCO3- , dan hal inimenghasilkan pembentukan
HCO3- baru yang juga dapat masuk kedalam darah Jadi bila terdapat kelebihan H+ dalam
cairan ekstrasel, ginjal tidak hanya mereabsorbsi semua HCO3- yng dfiltrasi tetapi juga
menghasilkan HCO3- baru, demikian membantu mengganti HCO3- yang hilang dari cairan
ekstrasel pada keadaan asidosis.
21
LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Gangguan Keseimbangan Asam - Basa
LO. 4. 1 Definisi
22
1. Kegagalan ginjal untuk mengekskresikan asam metabolik yang normalnya
dibentuk dalam tubuh.
2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh.
3. Penambahan asam metabolik ke dalam tubuh melalui makanan atau infus
asam
4. Kehilangan basa dari cairan tubuh, yang memiliki efek yang sama seperti
penambahan asam ke dalam cairan tubuh.
4. Diabetes Melitus
23
Disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas
(diabetes tipe I) atau insufisiensi sekresi insulin untuk mengompensasi
penurunan sensitivitas efek insulin (diabetes tipe II). Keadaan dengan
insulin yang tidak cukup, menghalangi penggunaan gluosa dalam
metabolisme secara normal. Sebaliknya, beberapa lemak dipecah menjadi
asam asetoasetat, asam ini di metabolisme oleh jaringan untuk
menghasilkan energi menggantikan glukosa. Pada DM yang berat, kadar
asam asetoasetat darah yang meningkat sangat tinggi, shingga
menyebabkan asidosis metabolik yang berat.
5. Penyerapan asam
Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal.
Akan etapi, asidosis metabolik yang berat kadang-kadang disebabkan
oleh penyerapan racun asam tertentu. Beberapa racun tersebut antara lain
: asetilsalisilat (aspirin) dan metil alkohol (yang membetuk asam format
saat di metabolisme)
24
o Kelebihan aldosteron
Bila sejumlah besar aldostern disekresikan oleh kelenjar adrenal
akan terjadi alkalosis metabolik ringan. Karena aldosteron meningkatkan
reabsorbsi Na+ dalam jumlah banyak dari tubulus distal dan duktus
koligentes, dan pada waktu yang bersamaan, merangsang sekresi H+ oleh
sel interkalatus pada tubulus koligentes. Peningkatan sekresi H+ ini
menimbulkan peningkatan ekskresi H+ ini menimbulkan peningkatan
ekskresi H+ oleh ginjal dan, karena itu, menimbulkan alkalosis
metabolik.
4. 3. 1 Asidosis
1. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun
biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan.
Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun
kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini.
Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan
kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan
mengalami kebingungan.
Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun,
menyebabkan syok, koma dan kematian.
2. Asidosis respiratorik
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk.
Jika keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut
menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma.
25
Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan
terhenti atau jika pernafasan sangat terganggu; atau setelah berjam-
jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu.
Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan
bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam
bahkan beberapa hari
4. 3. 2 Alkalosis
1. Alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah
tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama
sekali.
Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat
terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang
berkepanjangan (tetani).
2. Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan
dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah.
Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan
penurunan kesadaran.
26
hal ini kemudian turut berperan menyebabkan penambahan HCO3- baru
kedalam darah sampai 500 mEq/hari.
Jadi, pada asidosis kronis, peningkatan sekresi H+ oleh tubulus membantu
mengeluarkan kelebihan H+ dari tubuh dan meningkatkan jumlah HCO3-
dalam cairan ekstrasel. Hal ini meningkatkan bagian bikarbonat pada sistem
dapar bikarbonat yang menurut persamaan Henderson- Hasselbach,
membantu meningkatkan pH ekstrasel dan mengoreksi asidosis. Jika asidosis
diperantarai secara metabolik, kompensasi tambahan oleh paru menyebabkan
pengurangan PCO2 juga membantu mengoreaksi asidosis.
27
engembalikan pH cairan ekstrasel ke normal. Selain itu peningkatan
konsentrasi HCO3- dalam cairan ekstrasel menimbulkan peningkatan muatan
HCO3- yang difiltrasi, yang kemudian menyebabkan kelebihan HCO3-
melebihi H+ yang disekresikan dalam cairan tubulus ginjal. Kelebihan HCO3-
di dalam cairan tubulus gagal di reabsorbsikarena tidak ada H+ untuk
bereaksi dengan HCO3- , dan oleh karena itu kelebihan HCO3- diekskresikan
ke dalam urin. Pada alkalosis metabolik, kompensasi utamanya adalah
penurunan ventilasi yang meningkatkan PCO2 dan peningkatan ekskresi
HCO3- oleh ginjal yang membantu mengompensasi peningkatan awal
konsentrasi HCO3- cairan ekstrasel.
LO. 4. 5 Pemeriksaan
28
4. Komplikasi
Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan
menimbulkan nyeri.
Perdarahan
Cidera syaraf
Spasme arteri
29
Daftar Pustaka
Price, Sylvia Anderson (2006), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi
6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC.
Sherwood, Lauralee (2004), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta, EGC.
Sudoyo, W Aru, Bambang setiyohadi, Idrus Alwi (2009), Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Ed.5, Jakarta, Interna Publishing.
Sukmariah M, Karmiati A (1990), Kimia Kedokteran edisi 2, Binarupa Aksara, Jakarta.
Ganong, WF, (2007), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 21,ab. M. Djauhari
Widjajakusumah, Jakarta, EGC.
Saifuddin, M, dkk. (2008), Gangguan Kesimbangan air-elektrolit dan asam-basa
edisi II. Jakarta, FKUI.
Guyton, Arthur c, dkk. (2008), Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta, EGC
(http//medicastore.com/diambil pada selasa, 16 Maret 2010)
(http//belajarkimia.com/oleh Harthadinajha, diambil pada jumat, 12 Maret 2010)
(http //chem-is-try.org/pengukurankeasaaman/oleh Jim Clark/diambil pada selasa,16
Maret, 2010)
30