Professional Documents
Culture Documents
Refka 2 Lidya
Refka 2 Lidya
RSD MadaniPalu
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako
KASUS UJIAN
SKIZOFRENIA YANG TAK TERGOLONGKAN
DISUSUN OLEH:
Lidya
N 111 17 078
PEMBIMBING:
dr.Nyoman Sumiati, Sp.KJ
0
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Bugis
Pendidikan : SD
Tanggal Pemeriksaan : 8 November 2017
Tempat Pemeriksaan : Ruang Manggis RSD Madani Palu
Tanggal Masuk : 8 November 2017
LAPORAN PSIKIATRIK
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Mengamuk
1
tidak ada perubahan, sehingga pasien dibawa ke RS Madani. Pasien
dirawat ± 1 bulan di rumah sakit, kemudian diperbolehkan pulang.
Setelah dirawat pasien tidak pernah kontrol kembali setelah 2 bulan.
Pasien mulai mengamuk lagi, namun tidak dibawa ke rumah sakit
melaikan dipasung di rumah. Keluarga pasien mengatakan pada saat
dipasung pasien kadang mangamuk, bicara sendiri. Pasien diberi
makan oleh keluarganya, dan makan seperti biasa.
2
III. EVALUASI
a. Pengalaman baik
Pasien cukup kooperatif saat pemeriksaan
b. Pengalaman buruk
Pada saat anamnesis tidak ada masalah yang didapatkan.
IV. ANALISIS
Berdasarkan riwayat penyakit, anamnesis dan pemeriksaan status
mental didapatkan dengan keluhan mengamuk sampai mau melukai
orang lain.Keluarga juga mengatakan pasien suka berbicara dan
senyum sendiri.
Berdasarkan anamnesis kasus ini merujuk pada diagnostik skizofrenia
YTT. Hal ini dikarenakan berdasarkan dari keluhan pasien didapatkan
memiliki kriteria umum untuk skizofrenia tetapi tidak didapatkan ada nya
gejala yang khas untuk mengarahkan diagnosis ke arah paranoid, hebefrenik,
maupun katatonik.
- Aksis I :
Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna mengamuk sampai mau melukai orang lain.Keluarga juga
mengatakan pasien suka berbicara dan senyum sendiri. Keadaan ini
menimbulkan disstress bagi pasien dan keluarganya, serta
menimbulkan disabilitas dalam sosial dan pekerjaan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa.
Pada pasien ada hendaya berat dalam menilai realita, pembicaraan yang
kacau, sehingga pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Psikotik.
Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna tidak
ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis umum
yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat mengakibatkan
gangguan jiwa yang diderita pasien ini, sehingga diagnosa Gangguan
3
mental dapat disingkirkan dan didiagnosa Gangguan Jiwa Psikotik Non
Organik
Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami skizofrenia berdasarkan kriteria diagnosis yang memenuhi
dua gejala atau lebih yaitu adanya gangguan arus pikir pembicaraan
tidak relevan atau neologisme serta gejala-gejala negative bicara
jarang serta respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social
sehingga pasien di diagnosis menderita Skizofrenia.
Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami skizofrenia YTT. Adanya faktor yang menjadi distress atau
disabilitas, yaitu adanya gangguan arus pikir pembicaraan tidak relevan
atau neologisme serta gejala-gejala negative bicara jarang serta
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social. Berdasarkan
PPDGJ-III, pasien dapat digolongkan dalam Skizofrenia YTT
- Aksis II
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien merupakan Ciri
Kepribadian Tidak Khas
- Aksis III
Tidak ditemukan diagnosis
- Aksis IV
Masal berkaitan dengan keluarga dan lingkungan sosial
- Aksis V
GAF scale 50- Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
Diagnosis Banding :
4
Menurut PPDGJ-III, Skizofrenia merupaka suatu deskripsi
sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetic, fisik, dan social budaya. Pada umumnya ditandai
oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran da
persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau
tumpul.Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif
tertentu dapat berkembang.
Kriteria diagnostik di Indonesia menurut PPDG-III yang
menuliskan bahwa walaupun tidak ada gejala-gejala patognomonik
khusus, dalam praktek dan manfaatnya membagi gejala-gejala tersebut
ke dalam kelompok - kelompok yang penting untuk diagnosis dan
yang sering terdapat secara bersama-sama yaitu:
a. * Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang
berulang atau bergema dalam kepalanya dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitas berbeda
5
* Delusion of passivity yaitu waham tentang gerakan tubuh,
pikiran maupun tindakan tak berdaya terhadap suatu
kekuatan dari luar.
* Delusion of perception yaitu pengalaman indrawi yang
tidak wajar yang bermakna sangat khas dan biasanya
bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi Auditorik
* Suara halusinasi yang berkomentar terus menerus
terhadap perilaku pasien.
* Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka senndiri
(dia antara berbagai suara yang berbicara).
*Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah bagian
tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya dianggap
tidak wajar dan mustahil seperti waham bisa mengendalikan cuaca
atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain.
* atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus
selalu ada secara jelas.
e. Halusinasi yang menetap dari setiap panca indara baik disertai
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandunganafektif yang jelas atau ide-ide berlebihan yang menetap atau
terjadi setiap hari selama bermingu-minggu atau berbulan-bulansecara
terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan
(interpolasi) yang berakibat inkoherenskiatau pembicaraan tidak
relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh, gelisah (excitement)
sikap tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas serea, negattivisme,
mutisme dan stupor.
h. Gejala-gejala negative seperti apatis, bicara jarang serta respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan
6
penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social,
tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau neuroleptika.Adanya gejala-gejala kas tersebut diatas telah
berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku
untuk setiap fase non psikotik prodormal). Harus ada suatu perubahan
yang konsisten dan bermakna dalam muttu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut
dalam diri sendiri dan penarikan diri secara social.
Klasifikasi Skizofrenia
1. Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
7
· Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan,
serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / tidak
menonjol.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Pedoman Diagnostik
a. Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan
pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25
tahun).
c. Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini
d.Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
* perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat
diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan untuk
menyendiri (solitaris) dan perilaku menunjukan hampa tujuan
dan hampa perasaan.
* Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate),
sering disertai oleh cekikikan (gigling) atau perasaan puas
diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed
smiling) atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyerigai, (grimaces), manneriwme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakalI dan
ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases)
* proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan pembicaraan
yang tak menentu (rambling) dan inkoherens
8
e. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi
tidak menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion and
hallucinations, dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determnation) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose)
Tujuan aimless tdan tampa maksud (empty of puspose). Adanya
suatu preokupasi yang dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap
agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikirannya.
3. Skizofrenia Residual
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut
harus di penuhi semua:
(a) Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya
perlambatan psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul,
sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas
atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk, seperti
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh,
perawatan diri, dan kinerja sosial yang buruk.
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom negatif dari skizofrenia
(d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik
lainnya, depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan
disabilitas negatif tersebut.
4. Skizofrenia Simpleks
9
Pedoman diagnostik
a. Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan dan
progresif dari: (1) gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual
tanpa didahului riwayat halusinasi waham, atau manifestasi lain dari
episode psikotik. Dan (2) disertai dengan perubahan-perubahan
perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan
minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
b. Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub
type skisofrenia lainnya.
6. Skizofrenia Katatonik
Pedoman diagnostik
10
Gaduh-gelisah ( tampak jelas aktivitas mototrik yang tak
bertujuan yang tidak di pengauhi oleh stimuli eksternal
Menampilkan posisi tubuh tertentu )secara sukarela mengambil
dan mempertahankan posisi tubuh teretentu dan tidak wajae
atau aneh.
Negativisme ( tampak jelas pelawanan yang tidak mermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan atau
ergerakan kea rah berlawanan
Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk
melawan upaya menggerakan dirinya )
Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility ( memepertahakan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat di bentuk dari luar.
Gejala-gejala lain seperti “command automatism” ( kepatuhan
secraa ototmatis terhadap perintah ) dan pengulangan kata-kata
serta kalimat-kalimat.
c. Pada pasien yang tidak komunukatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik , diagnosis skizofrenia mungkin harus di tundah
sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala
lain.
Penting untuk di perhatikan bahwa gejala-gejala katatonik dapat di
cetuskan oleh penyakit otak , gangguan metabolic , atau alcohol dan
obat-obatan serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif
7. Depresi pasca-skizofrenia
Pedoman diagnostik
11
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu
memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan
telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu
V. RENCANA TERAPI
- Farmakoterapi :
Antipsikotik tipikal Haloperidol 2,5 mg 2x1
Benzodiazepin Diazepam 5 mg 0-0-I
- Nonfarmaka
Psikoterapi suportif
Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega
Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu
kontrol dan minum obat dengan rutin.
Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia
dapat sembuh (penyakit terkontrol).
Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di
dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Sosioterapi
12
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang
sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan
lingkungan yang kondusif untuk membantu proses
penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.
Edukasi
Memberitahu keluarga agar dapat memperbaiki hubungan
keluarga, mendukung pasien untuk kembali melakukan aktivitas
sehari-harinya.
VI. KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14