You are on page 1of 9

2.1.

Definisi
DVT adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena yang menyebabkan
terganggunya aliran darah pada vena yang sebagian besar terjadi pada tungkai bawah. 1,5

2.2. Faktor Risiko


Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah statis aliran
darah dan meningkatnya aktivitas pembekuan darah. Faktor kerusakan dinding pembuluh
darah adalah relatif berkurang berperan terhadap timbulnya trombosis vena dibandingkan
trombosis arteri. Sehingga setiap keadaan yang menimbulkan statis aliran darah dan
meningkatkan aktivitas pembekuan darah dapat menimbulkan trombosis vena. Faktor risiko
timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut : 1, 5, 6
1. Defisiensi Anti trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak dinetralisir
sehingga kecenderungan untuk terjadinya trombosis meningkat. 1, 5, 6
2. Tindakan operatif
Faktor risiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi dalam
bidang ortopedi, trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada operasi di daerah
panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan pada operasi di daerah
abdomen sekitar 10%-14%.
Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif,
adalah sebagai berikut:
a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada
waktu operasi.
b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan post
operatif.
c. Menurunnya aktivitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di daerah
tersebut. 1, 5, 6
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktivitas fibrinolitik, statis vena
karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII, dan IX.
Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan
lepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi peningkatkan
koagulasi darah. 1, 5, 6
4. Infark miokard dan payah jantung
Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan yang
melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan adanya statis
aliran darah karena istirahat total. Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung
adalah sebagai akibat statis aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan dan proses
immobilisasi pada pengobatan payah jantung. 1, 5, 6
5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.
Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah
timbulnya trombosis vena. 1, 5, 6
6. Obat-obatan kontrasepsi oral
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontrasepsi menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktivitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor
pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena. 1, 5, 6
7. Obesitas dan varises
Obesitas dan varises dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktivitas
fibrinolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena. 1, 5, 6
8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan tissue thromboplastin-like activity
dan factor X activating yang mengakibatkan aktivitas koagulasi meningkat. Proses
keganasan juga menimbulkan menurunnya aktivitas fibrinolitik dan infiltrasi ke dinding
vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi terhadap
penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat dibandingkan
penderita biasa. (kedokteran andalas) 1, 5, 6

2.3. Epidemiologi
DVT terjadi pada ± 800.000 pasien per tahun, dalam 80% kasus terjadi pada vena
daerah betis. Di Amerika Serikat, dilaporkan 2 juta kasus DVT yang dirawat di rumah sakit
dan diperkirakan pada 600.000 kasus terjadi emboli paru dan 60.000 kasus meninggal karena
proses penyumbatan pembuluh darah. 1, 2, 3, 6

2.4. Patofisiologi DVT


Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya statis aliran
darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor penyebab.
Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan hanya mengandung sedikit
masa trombosit. Pada umumnya menyerupai reaksi bekuan darah dalam tabung. 1, 2, 3, 6
Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah statis aliran
darah dan hiperkoagulasi.

DVT

1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cenderung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada
daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.
Statis vena merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat
menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktivitas faktor pembekuan darah
sehingga memudahkan terbentuknya trombin. 1, 2, 3, 6
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan dalam pembentukan trombosis vena, melalui:
a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan diaktifkan.
b. Aktivitas sel endotel oleh sitokin yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan dan
proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang utuh
bersifat non-trombogenetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi seperti
prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat
mencegah terbentuknya trombin. 1, 2, 3, 6
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub-endotel akan terpapar.
Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah diaktifkan dan trombosit akan
melekat pada jaringan sub-endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-fibril.
Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang
akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling
1, 2,
melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.
3, 6

3. Perubahan daya beku darah


Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan
sistem fibrinolisis. Kecenderungan terjadinya trombosis, apabila aktivitas pembekuan darah
meningkat atau aktivitas fibrinolisis menurun. Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-
kasus dengan aktivitas pembekuan darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi
Anti trombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan plasminogen. 1, 2, 3, 6

2.5. Manifestasi Klinis


Sebagian penderita DVT tidak mengalami gejala sama sekali. Pada penderita-
penderita ini biasanya gejala nyeri dada, akibat dari embolisme paru, adalah indikasi pertama
adanya suatu kelainan. Jika trombus besar dan menyumbat aliran darah pada pembuluh darah
balik yang besar, maka akan timbul gejala pembengkakan pada tungkai bawah, sebagian
besar terasa nyeri dan hangat pada perabaan. Beberapa trombus dapat mengalami perbaikan
secara spontan dan membentuk jaringan parut. Jaringan parut yang terjadi dapat merusak
katup yang terdapat pada pembuluh darah balik di daerah tungkai bawah. Akibat kerusakan
ini maka dapat terjadi pembengkakan pada daerah tersebut. Pembengkakan biasanya lebih
sering terjadi pada saat pagi hingga sore hari karena darah harus mengalir ke atas, menuju
jantung, melawan gaya gravitasi. Pada malam hari pembengkakan yang terjadi agak
berkurang karena posisi tungkai bawah dalam keadaan horizontal sehingga aliran darah balik
dari tungkai bawah ke jantung lebih baik. Gejala lebih lanjut dari DVT adalah terjadinya
perubahan warna pada kulit di sekitar daerah yang terkena menjadi kecoklatan. Hal ini terjadi
karena sel darah merah akan keluar dari pembuluh darah balik yang bersangkutan dan
mengumpul di bawah kulit. Kulit yang berubah warna menjadi kecoklatan ini sangat rentan
terhadap cedera ringan seperti garukan atau benturan, menimbulkan suatu borok (ulkus). Jika
pembengkakan makin berat dan persisten maka jaringan parut akan memerangkap cairan di
sekitarnya. Akibatnya tungkai akan membengkak permanen dan mengeras sehingga
memudahkan terjadinya ulkus yang sulit sembuh. 4, 7, 8
Pada pemeriksaan fisik, hal yang mungkin didapati adalah: pembengkakan kaki
sebelah, terasa hangat, eritema, kaku pada vena yang terlibat, peningkatan turgor jaringan,
penampakan vena superfisial, sianotik. DVT pada vena iliaka, femoral dan popliteal ditandai
dengan adanya pembengkakan kaki yang unilateral, hangat dan eritema. Biasanya vena yang
terlibat akan mengalami penegangan. Pada DVT dapat terjadi peningkatan turgor jaringan,
distensi vena superfisal. DVT lebih jarang terjadi di ekstremitas atas dibandingkan dengan
ekstremitas bawah. Kaki penderita DVT dapat mengalami edema yang mungkin disebabkan
oleh tekanan jaringan interstisial yang melebihi tekanan perfusi kapiler, menyebabkan pallor.
Hemoglobin yang mengalami deoksigenasi akan membuat warna ekstremitas yang terlibat
menjadi kebiruan. 4, 7, 8

2.6. Diagnosis
Gejala klinis DVT bervariasi dan 90% diantaranya tanpa gejala klinis. Pada anamnesis
rasa nyeri, bengkak, perubahan warna, dan fungsi pada anggota tubuh yang terkena
berkurang. Dari pemeriksaan fisik dijumpai edema, eritema, peningkatan suhu lokal tempat
yang terkena dan pembuluh darah vena teraba. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin. Peningkatan D-dimer merupakan indikator
adanya trombosis yang aktif. Pemeriksaan ini spesifik tetapi tidak sensitif, dan sebenarnya
lebih berperan dalam menyingkirkan trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriksaan ini
memlilki sensitivitas 93% dan spesifitas 77% dan nilai prediksi negatif 98% seta untuk DVT
daerah betis sensitivitas hanya 70%. 3, 5, 7
Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis DVT, yaitu:
venografi, sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis
vena. Akan tetapi teknik pemeriksaannya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan
terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya. Prinsip pemeriksaan
ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum pedis dan akan kelihatan
gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke vena iliaca.
Flestimografi impendans, prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume
darah pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada trombosis vena femoralis dan iliaca
dibandingkan vena di betis. Pada akhir abad ini, penggunaan Ultrasonography (USG)
Doppler berkembang dengan pesat, sehingga adanya trombosis vena dapat dideteksi.
Pemeriksaan ini memberikan hasil sensitivitas 60,6% dan spesifisitas 93,9%. Metode ini
dilakukan terutama pada kasus-kasus trombosis vena yang berulang, yang sukar dideteksi
dengan cara objektif lain. 3, 5, 7
2.7. Diferensial Diagnosis
Beberapa penyakit yang menjadi differensial diagnosis DVT diantaranya:
- Ruptur otot,
- Trauma,
- Hemoragik, ruptur kista popliteal,
- Lymphedema,
- Arthritis,
- Tendinitis dan lain-lain. 1, 2, 7, 8

2.8. Penatalaksanaan DVT


Tujuan pengobatan DVT antara lain adalah untuk mencegah bertambahnya trombus,
menghentikan bengkak yang progresif pada tungkai, melisiskan atau membuang bekuan
darah dan mencegah disfungsi vena serta mencegah terbentuknya emboli. Pemberian
antikoagulan sangat efektif untuk mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di pakai
adalah heparin. Prinsip pemberian antikoagulan adalah Save dan Efektif. Save artinya
antikoagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat menghancurkan trombus
dan mencegah timbulnya trombus baru dan emboli. Pada pemberian heparin perlu di pantau
waktu tromboplastin parsial atau di daerah yang fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya
waktu pembekuan. Pada pemberian obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin dan
efek samping seminimal mungkin.
Pemberian heparin standar, yaitu heparin 5000 unit bolus (80 IU/KgBB), dilanjutkan
dengan drips kontinus 1000 – 1400 unit/jam (18 IU/KgBB), drips selanjutnya tergantung
hasil aPTT. 6 jam kemudian diperiksa aPTT untuk menentukan dosis dengan target aPTT 1,5
– 2,5 kontrol.
1. Bila aPTT 1,5 – 2,5 x kontrol, maka dosis tetap.
2. Bila aPTT < 1,5 x kontrol, dosis dinaikkan 100 – 150 IU/jam.
3. Bila aPTT > 2,5 x kontrol, dosis diturunkan 100 IU/jam. 1, 2, 7, 8
Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam, hari ke 2
tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama hanya 38% yang
mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%. Jika nilai target aPTT telah tercapai,
pengobatan kemudian dilanjutkan dengan pemberian antikoagulan oral yang diberikan
bersamaan dengan heparin. Keduanya diberikan secara bersamaan selama 4-5 hari karena
efek antikoagulan oral membutuhkan waktu lama untuk muncul. 1, 2, 7, 8
Pemberian Low Molecular Weight Heparin (LMWH), pemberian obat ini lebih
disukai daripada heparin karena tidak memerlukan pemantauan yang ketat, sayangnya
harganya relative lebih mahal dibandingkan heparin. Saat ini, preparat yang tersedia di
Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox dan Nandroparin Fraxiparin). Pada pemberian
heparin standar maupun LMWH bisa terjadi efek samping yang cukup serius yaitu Heparin
Induced Thormbocytopenia (HIT). Pada pasien yang mengalami HIT, LMWH dapat diganti
dengan Lepirudin atau Argatroban. Obat antikoagulan oral yang biasa di pakai adalah
Warfarin Cara. 1, 2, 7, 8
Pemberian Warfarin dimulai dengan dosis 6 – 8 mg (dosis tunggal) pada malam hari.
Dosis dapat dinaikan atau dikurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized
Ratio). Target INR adalah 2,0 – 3,0. Cara penyesuaian dosis INR:
INR Penyesuaian Dosis
1.1 – 1.4 Naikkan dosis 10-20%. Kontrol 1 minggu.
1.5 – 1.9 Naikkan dosis 5-10%. Kontrol 2 minggu.
2.0 – 3.0 Dosis tetap. Kontrol 1 minggu.
3.0 – 4.0 Turunkan dosis 5-10%. Kontrol 2 minggu.
4.0 – 5.0 Turunkan dosis 10-20%. Kontrol 2 minggu.
> 5.0 Stop pemberian. Dipantau hingga INR turun menjadi 3.

Lama pemberian antikoagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila DVT
timbul disebabkan oleh faktor risiko yang reversibel. Sedangkan untuk trombosis vena
idiopatik dianjurkan pemberian antikoagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan biasa lebih lama
lagi apabila ditemukan abnormal inherited moleculer. 1, 2, 7, 8
Kontra indikasi pemberian antikoagulan adalah :
1. Hipertensi : sistolik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.
2. Perdarahan yang baru di otak.
3. Alkoholisme.
4. Lesi perdarahan traktus digestif.
Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian diikuti dengan heparin, akan
memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya pemberian heparin tunggal.
Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini, terutama sesudah
dipasarkannya streptokinase, urokinase dan Tissue Plasminogen Activator (TPA). TPA
bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminogen dan fibrin, sehingga efek samping
perdarahan relatif kurang. Brenner menganjurkan pemberian TPA dengan dosis 4
μgr/kgBB/menit, secara intravena selama 4 jam dan Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit
intravena kontiniu selama 60 menit. Kedua jenis trombolitik ini memberikan hasil yang
cukup memuaskan. Efek samping utama pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik
adalah perdarahan dan akan bersifat fatal bila terjadi perdarahan serebral. Untuk mencegah
terjadinya efek samping perdarahan, maka diperlukan monitor yang ketat terhadap waktu
tromboplastin parsial dan waktu protombin, jangan melebihi 2,5 kali nilai kontrol. 1, 2, 7, 8
Penatalaksanaan non-farmakologis, tinggikan posisi ekstremitas yang terkena 15-20°
untuk melancarkan aliran darah vena, kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi
mikrovaskular, latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-ekstensi,
menggenggam, dan lain-lain. Tindakan ini akan meningkatkan aliran darah di vena-vena
yang masih terbuka (patent), pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), karena alat ini
dapat meningkatkan aliran darah vena. 3, 4, 6

2.9. Komplikasi dan Prognosis DVT


Komplikasi DVT berupa emboli paru, varicose veins, chronic venous insufficiency dan
stroke. Prognosis kebanyakan kasus baik dengan penatalaksanaan yang efektif dan cepat,
60% kematian pada pasien DVT akibat emboli paru yang merupakan manifestasi penanganan
proximal lower extremity thrombosis yang tidak adekuat dan cepat.

You might also like