You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep medis
1. Definisi
Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari
infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmenST serta angina
pectoris tidak stabil. Walaupun presentase klinisnya berbeda tetapi
memilki kesamaan patofisiologi. Keluhan utama adalah nyeri dada dan
klasifikasi berdasarkan gambaran elektrokardiogram (EKG) terdiri dari:
1. Pasien dengan nyeri dada khas disertai dengan elevasi segmen ST:
terjadi oklusi total akut arteri koroner sehingga tujuan utama
pengobatan adalah reperfusi secara cepat dan komplit dengan
fibrinolitik atau angioplasti primer.
2. Pasien dengan nyeri dada khas tanpa elevasi segmen ST: gambaran
EKG berupa depresi segmen ST persisten atau transien, gelombang T
yang inversi atau mendatar EKG normal.

4
Tanda khas STEMI, sindrom koroner akut paling serius adalah
elevasi menetap segmen ST pada EKG. Hal ini menunjukkan area miokard
yang luas, kemungkinan meliputi seluruh ketebalan dinding ventrikel,
telah mengalami nekrosis (kematian sel, dengan inflamasi dan
pembentukan parut setelahnya) sebagai akibat iskemia memanjang.
Nekrosis miokardium menyebabkan pelepasan protein intraselular, seperti
troponin T dan I. troponin ini dapat di deteksi dalam darah, dan bekerja
sebagai penanda kematian sel miokardium. STEMI biasanya terjadi bila
suatu thrombus telah menyumbat arteri koroner secara komplet dalam
waktu yang signifikan, dan biasanya menyebabkan gejala yang lebih berat
dibandingkan gejala angina tak stabil atau NSTEMI.
Oklusi koroner inkomplet atau temporer, atau adanya arteri koroner
kolateral yang dapat mempertahankan suplai darah ke regio yang terkena,
dapat menyebabkan iskemia miokard dan nekrosis dengan derajat yang
lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak
dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan

5
penanda nekrosis. Pasien yang ditemukan memiliki peningkatan kadar
penanda ini, namun tidak memiliki elevasi segmen ST, diperkirakan
mengalami NSTEMI.
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark
miokard akut, dengan pembagian:
a. Derajat I : tanpa gagal jantung
b. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3
galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis
c. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan
paru.
d. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik
90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)

2. Etiologi
a. Arteritis
b. Trauma
c. Diseksi
d. Tromboemboli

6
e. Kelainan congenital
f. Kokain
g. Komplikasi tindakan kateterisasi jantung

3. Patofisiologi
Ruptur plak

Atherosklerosis merupakan suatu proses yang tersembunyi yang


telah dimulai 20-30 tahun sebelum timbunya keluhan klinis.
Hiperkolesterolemia,hipertensi dan faktor risiko lainnya menyebabkan
kerusakan pada sel endotel pembuluh darah,dimana proses atherosklerosis
dimulai. Adanya kerusakan sel endotel membuat macropag lebih mudah
menempel dan melakukan penetrasi kedalam sel endotel. Molekul Low
density lipoprotein (LDL) kolesterol dapat melakukan penetrasi ke dalam

7
dinding p.darah. LDL yang masuk kedalam dinding p.darah akan difagosit
(dimakan)oleh Macrofag dan kemudian menjadi Sel busa (foam sel) sel
inilah yang kemudian akan menjadi plak atherosklerotik.
Lesi plak dengan stenosis kurang dari 50% lebih cenderung
mengalami ruptur. Berbagai faktor yang berperanan tehadap ruptur plak
antara lain disfungsi sel endotel, komponen lipid yang ada pada
plak,derajat inflamasi lokal,tonus arteri pada daerah dengan plak yang
ireguler,lokal tekanan shear stress ,fungsi trombosit dan status sistem
koagulasi. Sedangkan faktor yang dapat mempresipitasi ruptur plak adalah
variasi sirkadian tekanan darah, denyut jantung,stres emosional,latihan
fisik.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-
elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang
menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST
dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah
trombus komplet/oklusif.
Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark
miokard dengan elevasi ST segmen. Namun bila sumbatan tidak total,
tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark jantung akut tanpa
elevasi segmen ST.
Inflamasi
Akhir-akhir ini ramai dibicarakan peranan inflamasi terhadap AKS.
Bukti klinis adanya peranan inflamasi terhadap terjadinya atherosklerosis
dan AKS telah dilaporkan. Infeksi agen seperti Clamydia pneumoniae
terlihat sebagai salah satu penyebab infalamasi yang difus pada
atheroseklerosis.Studi histologis dan Pilot treatment trial membuktikan
Clamydia pneumoniae penting dan potensial untuk diterapi sebagai
penyebab AKS
Trombosis
Peranan sentral trombosis arteri koroner dalam patogenesis AKS ditunjang
oleh bukti-bukti:

8
a. Pada autopsi didapat adanya trombus pada daerah ruptur plak
b. Spesimen yang diambil pada aterektomi koroner pada pasien akut
infark atau APTS menunjukkan tingginya insiden lesi trombosis akut.
c. Pada pengamatan dengan angioskopi koroner sering terlihat adanya
trombus.
d. Pada angiograpi koroner adanya ulserasi atau ireguleritas menunjukkan
adanya ruptur plak dan atau thrombus.
4. Tanda dan Gejala
Gejala NSTEMI menyerupai gejala angina stabil, namun seringkali
lebih nyeri, intens dan persisten, dan seringkali berlangsung 30 menit.
Nyeri seringkali resisten terhadap nitrogliserin. Manifestasi yang khas
pada pasien mencakup:
a. Angina kresendo (semakin lama semakin kuat), dimana serangan
secara progresif lebih berat, memanjang dan sering.
b. Angina dengan onset baru yang timbul akibat aktivitas minimal.
c. Angina saat istrahat/dengan aktivitas minimal atau selama tidur.
d. Angina pasca-MI (nyeri iskemik pada 24 jam hingga 2 minggu setelah
MI).
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal,
retrosternal, dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat,
rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Nyeri
menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung /
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Kadang- kadang nyeri
dapat dirasakan di daerah epigastrium dan terjadi salah diagnosis
dengan dispepsia. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau
obat nitrat, atau tidak menghilang. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik,
stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai gejala
mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, pusing seperti melayang,
sinkop dan lemas.

9
b. Elektrokardiogram
1) Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T, kadang elevasi segmen ST sewaktu ada
nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
2) Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST,
gelombang Q inversi gelombang T.
3) Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi
gelombang T dalam.
c. Penanda Biokimia
1) CK, CK-MB, Troponin T.
2) Enzim meningkat minimal 2x batas atas nilai normal.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik biasanya normal.
b. Elektrokardiogram: gambaran khas berupa depresi segmen ST > 0,5
mm (0,05 mVolt) di dua atau lebih sadapan yang berhubungan atau
inversi dalam dan simetris dari gelombang T.
c. Petanda biokemikal: pemeriksaan kadar CK-MB dan troponin T/I.
troponin T/I merupakan petanda nekrosis miokard lebih spesifik
dibanding enzim kardiak konvensional CK atau CK-MB. Terapi tidak
boleh tertunda karena menunggu hasil pemeriksaan enzim.
d. Ekokardiografi
e. Modalitas pencitran jantung.

7. Penatalaksanaan
a. Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10
menit):
1) Memeriksa tanda-tanda vital
2) Mendapatkan akses intra vena

10
3) Merekam dan menganalisis EKG. EKG harus dilakukan segera dan
dilakukan rekaman EKG berkala untuk mendapatkan ada tidaknya
elevasi segmen ST
4) Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
5) Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit
serta pemeriksaan koagulasi. Troponin T/I diukur saat masuk, jika
normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB
diperiksa pada pasien dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca
infark < 2minggu dengan iskemik berulang untuk mendeteksi
reinfark atau infark periprosedural.
6) Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
b. Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:
1) Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)
2) Aspirin 160 mg (dikunyah).
3) Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila
masih nyeri dada.
4) Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.
c. Tatalaksana lanjut berdasarkan stratifikasi risiko (skor risiko TIMI):
Risiko tinggi/ sedang:
1) Anti iskemik : beta blocker, nitrat, calcium-channel blocker.
 Beta blocker diberikan pada pasien tanpa kontarindikasi,
khususnya pasien dengan hipertensi dan takikardia.
 Nitrat intra vena atau oaral efektif mengatasi episode nyeri
dada akut.
 Calcium-channel blocker dipakai untuk mengurangi gejala
pada pasien yang telah menerima nitrat dan beta-blocker,
bermanfaat pada pasien yang kontraindikasi beta-blocker dan
pada pasien angina vasospastik.

11
2) Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.
 Aspirin diberikan pada semua pasien SKA, dosis awal 16o mg-
325 mg dan selanjutnya 75-100 mg per hari untuk jangka
panjang.
 Pada semua, clopidogrel diberi dengan dosis loading 300mg
per oral, selanjutnya 75 mg per hari, clopidogrel dapat
diberikan hingga 12 bulan kecuali dengan komplikasi
perdarahan berlebih.
 Pasien dengan kontarindikasi aspirin, clopidogrel diberikan
sebagai pengganti.
 Pasien yang direncanakan menjalani prosedur invasif (PCI=
pecutaneous coronary intervention), clopidogrel diberikan
dengan dosis loading 600 mg untuk mencapai inhibisi fungsi
platelet yang lebih cepat dan optimal.
3) Anti platelet intra vena
 Pasien risiko sedang sampai tinggi, khususnya pasien dengan
troponin yang meningkat, depresi segmen ST atau diabetes,
tirofiban dapat diberi sebagai terapi awal dan merupakan
tambahan anti platelet.
 Pasien yang menerima pengobatan awal dengan tirofiban
sebelum angiografi, dilanjutkan selama dan sesudah PCI.
4) Anti koagulan/ antitrombin: Heparin
 Anti koagulan diberi pada semua pasien selain anti platelet.
5) Revaskularisasi koroner
 Angiografi koroner dini (<72 jam ) diikuti oleh revaskularisasu
(PCI atau bedah pintas koroner) direkomendasikan pada pasien
dengan risiko sedang dan tinggi.
 Angiografi koroner urgensi (<24 jam) direkomendasikan pada
pasien dengan angina refrakter atau berulang yabg disertai
perubahan segmen ST, gagal jantung, aritmia yang mengancam
hidup dan hemodinamik yang tidak stabil.

12
6) Terapi tambahan: ACE inhibitor atau penghambat reseptor
angiotensin.
Risiko rendah, diberi terapi:
1) Aspirin
2) Beta-blocker
3) Pertimbangan untuk uji latih jantung (treadmill).
4) Dapat dipulangkan setelah observasi.
d. Tatalaksana jangka panjang
Pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen ST memiliki risiko
tinggi iskemia berulang, maka prevensi sekuder secara aktif sangat
penting yang mencakup:
1) Perbaikan gaya hidup seperti: berhenti merokok, aktifitas fisik
teratur, dan diet.
2) Penurunan berat badan pada pasien obese dan overweight
3) Control tekanan darah
4) Tatalaksana diabetes
5) Meneruskan pemakaian anti platelet dan anti koagulan
6) Pemakaian beta-bloker.

8. Komplikasi
a. CHF
b. Kematian

9. Prognosis
Prognosis tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada
tidaknya komplikasi.

13
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur. Riwayat pola hidup
menetap, jadwal olahraga tak teratur
Tanda : Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal
jantung koroner, masalah Tekanan darah, DM.
Tanda : TD dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk/berdiri.
Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi.
Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot papilar. Friksi, dicurigai perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tak teratur
Edema, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan
gagal jantung/ventrikel.
Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
c. Integritas ego
Gejala : Menyangkal gejala penting. Takut mati, perasaan ajal sudah
dekat. Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’.
Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda : Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata. Gelisah,
marah, perilaku menyerang. Fokus pada diri sendiri/nyeri.
d. Eliminasi
Tanda : Bunyi usus normal atau menurun
e. Makanan/cairan

14
Gejala : Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda : Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah.
Perubahan berat badan
f. Hygiene
Gejala/tanda : Kesulitan melakukan perawatan diri.
g. Neurosensori
Gejala : Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda : Perubahan mental. Kelemahan
h. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin. Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior,
substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher. Kualitas nyeri ‘crushing’,
menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi,
dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda : Wajah meringis, perubahan postur tubuh. Menangis,
merintih, meregang, menggeliat. Menarik diri, kehilangan
kontak mata.
Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,
pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
i. Pernapasan
Gejala : Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal. Batuk
produktif/tidak produktif. Riwayat merokok, penyakit
pernapasan kronis

15
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan. Pucat/sianosis. Bunyi
napas bersih atau krekels, wheezing. Sputum bersih, merah
muda kental.
j. Interaksi social
Gejala : Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga). Kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat.
Menarik diri dari keluarga.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke,
Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer. Riwayat penggunaan
tembakau

2. Diagnosa
a. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
b. Risiko tinggi penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama
dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan
vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral
seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
c. Risiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan
aliran darah koroner.
d. Risiko tinggi kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal,
peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma.
e. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard
dengan kebutuhan tubuh.
f. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-
status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
g. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi

16
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan
yang akan datang.
3. Intervensi
a. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
Tujuan:
tidak ada keluhan nyeri dada atau nyeri dapat terkontrol
Kritera hasil:
1) Menyatakan nyeri dada hilang atau terkontrol
2) Menggunakan penggunaan tehnik relaksasi
3) Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak
Intervensi:
1) Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap
respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
Rasional:
Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi
respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga
perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang
tepat.
2) Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang
tulus kepada klien.
Rasional:
Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan
nyeri yang terjadi.
3) Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
Rasional:
Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan
memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
4) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
 Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)

17
 Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken),
propanolol (Inderal)
 Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
 Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem
(Prokardia).
Rasional:
 Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang
meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
 Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan
rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang
buruk)
 Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan
nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat
dihilangkan dengan nitrogliserin.
 Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan
sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-
tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai
antiaritmia.
b. Risiko tinggi penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama
dan konduksi listrik jantung, penurunan preload/peningkatan tahanan
vaskuler sistemik, infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral
seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
Tujuan:
Kecepatan atau irama jantung mampu mempertahankan curah jantung
adekuat
Kiteria hasil:
1) Mempertahankan stabilitas hemodinamik, contoh tekanan darah
dan curah jantung.
2) Melaporkan penurunan episode dispnea.
3) Mendemonstrasikan peningkatan toleransi.
Intervensi:

18
1) Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan
berdiri (bila memungkinkan)
Rasional:
Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel,
hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi
juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri,
cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler
sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi
GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi
yang lemah dan HR yang meningkat.
2) Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
Rasional:
S3 dihubungkan dengan gagal jantung koroner, regurgitasi mitral,
peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4
mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan
ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran
darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan
septum atau vibrasi otot papilar.
3) Auskultasi bunyi napas.
Rasional:
Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena
penurunan fungsi miokard.
4) Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
Rasional:
Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja
miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan
terjadinya bradikardia.
5) Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
Rasional:
Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan
menurunkan iskemia.

19
6) Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
Rasional:
Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila
terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
7) Bantu pemasangan/pertahankan patensi pacu jantung bila
digunakan.
Rasional:
Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara
selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada
infark luas/kerusakan sistem konduksi.
c. Risiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan
aliran darah koroner.
Tujuan:
Perfusi jaringan perifer tetap adekuat.
Kriteria hasil:
1) Mendemonstrasikan perfusi adekuat secara individual, contoh kulit
hangat dan kering.
2) Nadi perifer kuat, tanda vital dalam batas normal.
3) Tidak ada edema, bebas nyeri atau ketidaknyamanan.
Intervensi:
1) Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti
bingung, letargi, gelisah, syok.
Rasional:
Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping
kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli
sistemik.
2) Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat
kekuatan nadi perifer.
Rasional:

20
Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik
yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan
penurunan denyut nadi.
3) Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot
aksesori, bunyi napas).
Rasional:
Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan.
Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan
komplokasi tromboemboli paru.
4) Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus,
mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi).
Rasional:
Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi
gastrointestinal
5) Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
Rasional:
Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume
sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal
dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan
fungsi ginjal.
6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin,
elektrolit).
Rasional:
Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
7) Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan
 Heparin / Natrium Warfarin (Couma-din)
 Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
 Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
Rasional:
 Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan
secara profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti

21
fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat
tromboplebitis.
 Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.
Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah
ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena adanya
penurunan sirkulasi mukosa.
 Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan
utama (dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk
memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.
d. Risiko tinggi kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;
peningkatan natrium/retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma.
Tujuan:
Mempertahankan keseimbangan cairan dan biokimia.
Kritera hasil:
1) Mempertahankan keseimbangan cairan dengan tekanan darah
dalam batas normal.
2) Tidak ada distensi vena perifer dan edema dependen, paru bersih.
3) Berat badan stabil
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
Rasional:
Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
2) Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
Rasional:
Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi).
3) Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari
bila tidak kontraindikasi.
Rasional:

22
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan
cairan positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang
tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung.
4) Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas
toleransi kardiovaskuler.
Rasional:
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap
disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.
5) Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
Rasional:
Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
6) Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi (Furosemid/Lasix,
Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone).
Rasional:
Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume
cairan.
7) Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
Rasional:
Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga
meningkatkan pengeluaran kalium.
e. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard
dengan kebutuhan tubuh.
Tujuan:
Meningkatkan tingkat aktivitas untuk perawatan diri.
Kriteria hasil:
1) Mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur dengan tekanan darah dalam batas normal.
2) Kulit hangat, merah muda dan kering.
Intervensi

23
1) Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah
aktivitas sesuai indikasi.
Rasional:
Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
2) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
Rasional:
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko
komplikasi
3) Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
Rasional:
Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras
dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah
jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan
tekanan darah.
4) Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
Rasional:
Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien
tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat
terapeutik.
5) Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola
peningkatan aktivitas bertahap.
Rasional:
Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja
jantung.
6) Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
Rasional:
Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan
klien
f. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-
status sosio-ekonomi,ancaman kematian.
Tujuan:

24
Ansietas berkurang atau teratasi
Kriteria hasil:
1) Mengenal perasaannya, mengidentifikasi penyebab dan faktor yang
mempengaruhi.
2) Menyatakan penurunan ansietas.
3) Mendemonstrasikan pemecahan masalah positif.
Intervensi:
1) Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan
kecemasan klien.
Rasional:
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi
kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang
dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan
dan sebagainya.
2) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut
terhadap situasi krisis yang dialaminya.
Rasional:
Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa
cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman
kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.
3) Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan
aktivitas yang diharapkan.
Rasional:
Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat
menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan
membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
4) Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai
indikasi (Diazepam / Valium, Flurazepam / Dal-mane, Lorazepam
/ Ativan).
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

25
g. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan
yang akan dating.
Tujuan:
Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah
diberi pendidikan kesehatan selam di RS
Kriteria hasil:
1) Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana
pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi
merugikan.
2) Menyebutkan gngguan yang memerlukan prhatian cepat.
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan
kemampuan/kesiapan belajar klien.
Rasional:
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental klien.
2) Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran.
(Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok).
Rasional:
Meningkatkan penyerapan materi penyuluhan.
3) Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan
diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian
cepat/darurat.
Rasional:
Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada
penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang
signifikan bagi kesehatan klien.

26
4) Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver
Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas
kepala.
Rasional:
Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan
meningkatkan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan
kontraktilitas yang dapat memicu serangan ulang.
5) Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk,
berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang).
Rasional:
Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan
dan mencegah aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat
meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya
pola hidup normal.

27
28

You might also like