You are on page 1of 18

ETIKA DISKRIMINASI PEKERJAAN

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi
Yang diajar oleh ibu Rizka Furqorina

Oleh:
Faradisa Aldina Rahma 150422603509
Intan Rizkyta Devi 150422600005
M. Hasan Rofidi 150422603785
Rizki Septiani 150422603978
Wike Sakdiyah 150422605397

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
MARET 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................4
2.1 Sifat Diskriminasi Pekerjaan.............................................................................4
2.2 Tingkat Diskriminasi..........................................................................................4
2.3 Diskriminasi: Utilitas, Hak, dan Keadilan.......................................................8
2.4 Tindakan Afirmatif...........................................................................................11
2.5 Contoh Kasus Diskriminasi, Analisis Kasus, dan Solusi...............................14
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Debat tentang kesamaan hak dalam dunia pekerjaan telah berlangsung lama. Banyak
kontroversi muncul tentang diskriminasi pekerjaan yang memetakan masyarakat
berdasarkan beberapa golongan seperti ras, budaya, agama, gender, kaum minoritas, dan
lain-lain. Perdebatan mengenai diskriminasi ini telah masuk ke dalam masalah-masalah etis
seperti keadilan, kesamaan hak, rasisme, dan diskriminasi. Makalah ini akan mencoba untuk
mengantar pembaca mengenali sifat dan tingkatan diskriminasi, pembahasan tentang aspek-
aspek perilaku diskriminatif dalam ketenagakerjaan, pembahasan program-program
tindakan afirmatif, beserta contoh kasusnya.

1.2 Tujuan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah etika bisnis, makalah ini juga di buat dengan
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui definisi etika diskriminasi pekerjaan dan
bagaimana tindakan afirmatif dalam menentang masalah tersebut.

1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana etika diskriminasi dalam dunia pekerjaan,
serta bagaimana kita menentang tindakan tersebut, dengan mengambil program tindakan
afirmatif.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sifat Diskriminasi


Arti diskriminasi adalah membedakan satu objek dari objek lainnya, tindakan yang
secara moral adalah netral dan tidak dapat disalahkan. Berbeda dengan pengertian modern,
istilah ini secara moral tidak netral. Karena membedakan seseorang dari orang lain bukan
berdasarkan keunggulan yang dimiliki, namun berdasarkan prasangka atau sikap yang
secara moral tercela.
Diskriminasi dalam ketenagakerjaan melibatkan tiga elemen dasar. Pertama, keputusan
yang merugikan seorang pegawai atau calon pegawai bukan berdasarkan kemampuan yang
dimiliki. Kedua, keputusan yang sepenuhnya atau sebagian diambil berdasarkan prasangka
rasial atau seksual, streotip yang salah, atau sikap lain yang secara moral tidak benar
terhadap anggota kelompok tertentu. Ketiga, keputusan yang merugikan pada kepentingan
pegawai.
Bentuk-Bentuk Diskriminasi: Aspek Kesenjangan dan Aspek Institusional
Bentuk diskriminasi dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, tindakan diskrimanasi
mungkin merupakan bagian dari perilaku terpisah dari seseorang yang dengan sengaja
dan sadar melakukan diskriminasi karena adanya prasangka pribadi. Kedua, tindakan
diskriminasi mungkin merupakan bagian dari perilaku rutin dari sebuah kelompok yang
terinstitusionalisasi, yang dengan sengaja dan sadar melakukan diskriminasi berdasarkan
prasangka pribadi para anggotanya. Ketiga, tindakan diskriminatif mungkin merupakan
bagian dari perilaku yang terpisah (tidak terinstitusional) dari seseorang yang secara
sengaja dan tidak sadar melakukan diskriminasi terhadap orang lain karena dia menerima
dan melaksanakan praktik-
praktik dan stereotipe tradisional dari masyarakatnya. Keempat, kegiatan diskriminatif
mungkin merupakan bagian dari rutinitas sistematis dari
organisasi perusahaan atau kelompok yang secara tidak sengaja memasukkan prosedur-
prosedur formal yang mendiskriminasikan kaum perempuan atau kaum minoritas.

2.2 Tingkat Diskriminasi

4
Indikator pertama diskriminasi muncul apabila terdapat proporsi yang tidak seimbang atas
anggota kelompok tertentu yang memegang jabatan yang kurang diminati dalam suatu
institusi tanpa mempertimbangkan preferensi ataupun kemampuan mereka.
Ada 3 perbandingan yang bisa membuktikan distribusi semacam itu:
1. Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang diberikan institusi pada kelompok yang
terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata yang diberikan pada kelompok lain.
2. Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang terdapat dalam tingkat
pekerjaan paling rendah dengan proporsi kelompok lain dalam tingkat yang sama.
3. Perbandingan proporsi dari anggota kelompok tersebut yang memegang jabatan lebih
menguntungkan dengan proporsi lain dalam jabatan yang sama.
Perbandingan Penghasilan Rata-Rata
Perbandingan penghasilan rata-rata menunjukkan tingkat diskriminasi dengan
melihat perbandingan penghasilan beberapa golongan kaum dalam masyarakat, misalnya
berdasarkan ras dan gender. Perbandingan penghasilan memberikan indikator paling
sugestif atas diskriminasi, misalnya perbedaan rata-rata penghasilan antara kulit putih, kulit
hitam dan hispanik di Amerika. Misalnya pada Tabel 7.1.
Berbeda dengan pandangan umum, perbedaan tingkat penghasilan antara keluarga kulit
putih dan keluarga minoritas tidak mengalami penurunan. Sejak tahun 1970, bahkan selama
periode saat penghasilan keluarga kulit putih mengalami kenaikan, penghasilan keluarga
kulit hitam tidak mengikuti hal yang sama. Pada tahun 1970, penghasilan rata-rata keluarga
kulit hitam adalah 65% penghasilan keluarga kulit putih; pada tahun 1988, penghasilan rata-
rata keluarga kulit hitam sebesar 63% dari keluarga kulit putih.
TABEL 7.1 Penghasilan Rata-Rata Keluarga Menurut Ras dan dalam Persen dari
Penghasilan Keluarga Kulit Putih (dalam dollar 1998)
Tahun Kulit Putih Kulit Hitam Persentase Hispanik ($) Persentase
Non- ($) Kulit Hitam Hispanik
Hispanik ($) terhadap Kulit terhadap Kulit
Putih (%) Putih (%)
1998 65,338 38,563 59 39,727 61
1997 63,281 37,069 59 38,368 60
1996 60,899 36,293 60 36,976 61
1995 59,864 36,377 61 34,925 58
1994 59,011 36,104 61 35,580 60
1993 58,056 33,881 58 35,092 60

5
1992 55,881 32,507 58 34,826 62
1991 55,907 32,996 59 35,901 64
1990 57,278 34,363 60 36,555 64
1989 58,722 34,723 59 38,380 65
1988 57,144 34,882 61 37,651 66
1987 56,818 34,109 60 37,091 65
1986 55,630 33,876 61 36,346 65
1985 53,437 32,356 61 35,072 66
1984 52,031 21,028 60 35,405 68
1983 50,350 30,108 60 33,422 66
1982 49,753 29,427 59 33,652 68
1981 49,604 30,205 61 35,042 71
1980 50,304 31,305 62 34,888 69
1979 52,001 31,957 61 36,949 71
1978 51,194 32,380 63 35,394 69
1977 49,826 30,851 62 34,284 69
1976 48,878 30,943 63 33,094 68
1975 45,470 30,167 64 32,182 68
Perbandingan penghasilan juga dapat menunjukkan diskriminasi berbagai kesenjangan
antara gender. Misalnya rata-rata penghasilan kaum kulit putih di Amerika jauh lebih tinggi
dibandingkan kaum kulit putih dan hispanic. Misalnya pada tabel 7.2 pada tahun 1988,
perempuan hanya memperoleh 68 sen dari satu dollar yang diperoleh pria (meskipun ada
pendekatan lebih dari 59 sen dari 1 dollar yang diperoleh pria tahun 1980) dan penghasilan
tahunan total hanya 56% dari penghasilan pria.
TABEL 7.2 Penghasilan Tahunan Rata-Rata Pegawai Pria dan Perempuan (yang
Bekerja Penuh Waktu dalam Dollar 1998) dan Penghasilan Tahunan Rata-Rata Pegawai
Pria dan Perempuan (Tidak Semuanya Bekerja Penuh Waktu dalam Dollar Tahun 1994)
Tahu Upah Upah Upah Pendapata Pendapata Persentase
n Tahuna Tahunan Tahunan n Tahunan n Tahunan Pendapata
n Pria Perempua Perempua Pria ($) Perempuan n
($) n ($) n ($) Perempuan
Terhadap Terhadap
Pria (%) Pria (%)
1998 44,866 30,660 68 36,315 20,462 56

6
1997 44,358 29,700 67 35,336 19,815 56
1996 43,684 29,457 67 34,075 19,083 56
1995 43,166 28,376 66 33,642 18,466 55
1994 43,185 28,896 67 33,400 18,124 54
1993 42,896 28,542 67 32,644 17,779 54
1992 41,214 27,802 67 31,148 17,336 56
1991 41,114 27,465 67 31,558 17,292 55
1990 41,572 27,408 66 32,477 17,351 53
1989 43,392 27,656 64 33,844 17,386 51
1988 42,842 27,356 64 33,143 16,693 51
1987 42,928 27,056 63 32,712 16,555 51
1986 42,798 26,621 62 32,454 15,974 49
1985 41,529 25,795 62 31,285 15,411 49
1984 40,571 25,148 62 30,495 15,036 49
1983 40,249 24,805 62 29,636 14,369 48
1982 40,302 24,428 61 29.635 13,973 47
1981 40,155 23,721 59 29,877 13,460 45
1980 40,643 23,842 59 30,382 13,412 44
TABEL 7.3 Penghasilan Rata-Rata Pegawai Pria dan Perempuan yang Bekerja
Setelah Lulus, 1998
Rata-Rata upah usia 18 s.d 24 Rata-Rata upah usia 25 s.d.
Tahun 34 Tahun
Pendidikan Pria Perempuan Pria Perempuan
($) ($) ($) ($)
Sekolah Dasar 22,210 7516 15,269 10,878
SMA
Setara, bukan diploma 89,93 5776 20,062 10,844
Diploma 16,507 10,873 27,333 16,538
Perguruan Tinggi
Setara, tanpa gelar 11,321 9216 32,399 19,396
Gelar madya 23,609 13,453 35,04 22,488
Gelar sarjana 21,677 17,558 43,477 30,036
Gelar magister NA NA 45,118 37,696
Gelar profesional NA NA 69,275 40,320
7
Tabel 7.3, perempuan muda berusia 18-42 tahun yang baru lulus sekolah dengan gelar
sarjana muda biasanya memperoleh pekerjaan dengan gaji $21.667; perempuan muda dengan
gelar master usia 25-34 tahun, hanya memperoleh $37.969, pria dengan kualifikasi yang sama
memperoleh $45.118. Jika perempuan tersebut memiliki gelar profesional, memperoleh
$40.320, sementara yang pria memperoleh $69.275.
TABEL 7.4 Penghasilan Rata-Rata Tahunan Pegawai Penuh Waktu, 18 Tahun
ke Atas, Menurut Pendidikan, 1998.
Pendidikan Penghasilan Penghasilan Kedua Jenis Kelamin
rata-rata rata-rata Penghasilan Penghasilan Penghasilan
pria ($) perempuan Rata-Rata Rata-Rata Rata-Rata
($) kulit putih kulit hitam hispanik ($)
($) ($)
Tingkat ke-5 23,435 151,140 21,240 18,231 18,902
hingga ke-8
SMA
setara,bukan 27,638 18,594 25,809 18,921 21,440
diploma
diploma 32,611 22,656 29,306 24,055 24,209
Perguruan
Tingi
Setara,tanpa 39,367 26,562 35,093 28,151 27,608
gelar
Gelar madya 40,465 29,776 36,091 30,91 30,154
Gelar 55,832 37,319 49,566 36,190 38,622
sarjana
Gelar 71,225 46,072 62,130 44,408 53,101
magister
Gelar 120,052 74,077 109,705 60,438 80,969
profesional
Gelar 93,106 60,468 87,470 (NA) (NA)
doktoral
Tabel 7.4 perempuan lulusan perguruan tinggi rata-rata memperoleh penghasilan lebih kecil
dibandingkan pria, bahkan rata-rata seorang perempuan harus lulus perguruan tinggi sebelum
dia berharap bisa memperoleh gaji rata-rata yang sama dengan pria lulusan SMU.

8
2.3 Diskriminasi: Utilitas, Hak, dan Keadilan
Argumen yang menentang diskriminasi secara umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
a) Utilitas
Argumen yang menentang diskriminasi rasial dan seksual didasarkan pada gagasan
bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika pekerjaan diberikan dengan
berdasarkan kompetensi (atau “kebaikan”). Pekerjaan – pekerjaan yang berbeda,
memerlukan keahlian dan sifat kepribadian yang bebeda jika kita ingin agar semuanya
seproduktif mungkin. Akan tetapi, argumen utilitarian ini dihadapkan pada dua
keberatan, yaitu: Jika argumen ini benar, maka pekerjaan haruslah diberikan dengan
dasar kualifikasi yang berkaitan dengan pekerjaan, hanya jika hal tersebut akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Argumen utilitarian juga harus menjawab
tuntutan penentangnya yang menyatakan bahwa masyarakat secara keseluruhan akan
memperoleh keuntungan dari keberadaan bentuk–bentuk diskriminasi seksual tertentu.
Teori kant menyatakan bahwa “ manusia haruslah diperlakukan sebagai tujuan dan
tidak boleh sebagai sarana “. Argumen ini ini menyatakan bahwa masing-masing
individu memiliki hak moral untuk diperlakukan sebagai seorang yang merdeka dan
sejajar dengan semua orang lain, dan bahwa semua individu memiliki kewajiban moral
korelatif untuk memperlakukan satu sama lain sebagai individu yang merdeka dan
sederajat.
b) Hak
Argumen non- utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual salah satunya
menyatakan bahwa diskriminasi salah karena hal tersebut melanggar hak moral dasar
manusia. Prinsip dari teori Kant berarti, masing – masing individu memiliki hak moral
untuk diperlakukan sebagai seorang yang merdeka dan sejajajr dengan semua orang
lain, dan bahwa semua individu memiliki kewajiban moral korelatif untuk
memperlakukan satu sama lain sebagai individu yang merdeka dan sederajat. Tindakan
diskriminasi meanggar prinsip ini dalam dua cara, yaitu: Pertama, diskriminasi
didasarkan pada keyakinan bahwa suatu kelompok tertentu dianggap lebih rendah
dibandingkan kelompok lain. Kedua, diskriminasi menempatkan kelompok yang
terdiskriminasi dalam posisi social dan ekonomi yang rendah.
c) Keadilan
Kelompok argumen non-utilitarian kedua melihat diskriminasi sebagai pelanggaran atas
prinsip-prinsip keadilan. Menutup kesempatan bagi kaum minoritas untuk menuduki
posisi-posisi tertentu dalam sebuah lembaga sehingga otomatis berarti mereka tidak
9
memperoleh kesempatan yang sama dengan orang lain. Diskriminasi dalam pekerjaan
adalah salah karena ia melanggar prinsip dasar keadilan dengan cara membedakan
orang-orang berdasarkan karakteristik-karakteristik tertentu (ras atau jenis kelamin)
yang tidak relevan dengan tugas yang harus dilaksanakan.
John rawles menyatakan bahwa diantara prinsip – prinsip keadilan yang menjelaskan
posisi asal, yang paling penting adalah prinsip kesamaan hak untuk memperoleh
kesempatan. Prinsip keadilan menganggap bahwa diskriminasi melanggar prinsip
keadilan dengan cara menutup kesempatan bagi kaum minoritas untuk menduduki
posisi – posisi tertentu dalam sebuah lembaga sehingga otomatis berarti mereka tidak
memperoleh kesempatan yang sama seperti orang lain.
d) Pelecehan Seksual
Kaum perempuan, seperti telah dicatat sebelumnya, merupakan korban dari
salah satu bentuk diskriminasi secara terang-terangan dan koersif: mereka menghadapi
kemungkinan pelecehan seksual. Meskipun kaum pria, dalam contoh-contoh tertentu
juga menjadi korban pelecehan seksual, namun sejauh ini perempuanlah yang sering
menjadi korban. Pada tahun 1978, Equal Employment Opportunity Commission
memublikasikan serangkaian “pedoman” untuk mendefiniskan pelecehan seksual dan
menetapkan apa yang menurut mereka sebagai tindakan yang melanggar hukum.
Pedoman tersebut menyatakan:
Rayuan seksual tidak di inginkan, permintaan untuk melakukan hubungan dan kontak
verbal atau fisik lain yang sifatnya seksual merupakan pelecehan seksual bila:
 Sikap tunduk terhadap tindakan tersebut secara eksplisit ataupun implisit dikaitkan
dengan situasi atau syarat-syarat kerja seseorang.
 Sikap tunduk atau penolakan terhadap tindakan tersebut digunakan sebagai dasar
untuk membuat keputusan yang berpengaruh pada individu yang bersangkutan.
 Tindakan tersebut bertujuan untuk mengganggu pelaksanaan pekerjaan seseorang
atau menciptakan lingkungan kerja yang diwarnai ke khawatiran, sikap permusuhan
atau penghinaan.
Lebih jauh lagi, pedoman tersebut menyatakan bahwa pelecehan seksual adalah
dilarang dan bahwa pengusaha atau perusahaanbetanggung jawab atas semua tindakan
pelecehan seksual yang dilakukan oleh para pegawai.
Pedoman ini secara moral adalah tepat, karena dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya situasi-situasi dimana seorang pegawai dipaksa memenuhi permintaan
seksual pegawai lainyang disertai ancaman akan kehilangan kesempatan penting dalam
pekerjaan, misalnya kenaikan pangkat, gaji atau bahkan kehilangan pekerjaan.
10
Pemaksaan terhadap pegawai yang rentan dan tidak berdaya menciptakan kerugian
psikologis besar pada pegawai yang bersangkutan, melanggar kebebasan dan
martabatnya, dan merupakan penyalahgunaan kekuasaan sangat tidak adil terhadap
pegawai, dan sekaligus merupakan pelanggaran atas standar moral utilitarianisme, hak,
keadilan dan perhatian.
e) Di Luar Ras dan Jenis Kelamin
Age discrimination dalam Employment Act tahun 1967 melarang diskriminasi terhadap
pegawai yang lebih tua berdasarkan usia. Selain diskriminasi pada orang yang lanjut
usia, adapula diskriminasi pada penderita cacat. Meskipun telah di berlakukan suatu
hukum yang melindungi kedua jenis pegawai tersebut, namun nyatanya masih terus
terjadi di sebagian negara. Selain pegawai lanjut usia dan penderita cacat, terdapat pula
diskriminasi pada pria gay, transseksual, pengidap AIDS dan orang-orang gemuk.

2.4 Tindakan Afirmatif


Untuk menghapus pengaruh diskriminasi masa lalu, banyak perusahaan yang
melaksanakan pogram tindakan afirmatif yang dimaksudkan untuk mencapai distribusi
yang lebih representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada kaum
perempuan dan minoritas. Program-program tindakan afirmatif pada saat ini telah
ditetapkan sebagai kewajiban bagi semua perusahaan yang menandatangani kontrak
dengan pemerintah. Inti dari program ini adalah suatu penyelidikan yang mendetail
(“analisis utilitasi”) atas semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan. Tujuan
penyelidikan untuk menentukan apakah jumlah pegawai perempuan dan minoritas dalam
klasifikasi kerja tertentu lebih kecil dibandingkan yang diperkirakan dari tingkat
ketersediaan tenaga kerja kelompok ini di wilayah tempat mereka direkrut. Perusahaan
menunjuk seseorang untuk mengoordinasikan dan melaksanakan program afirmatif, dan
melaksanakan program dan langkah khusus untuk menambah pegawai baru dari kelompok
minoritas dan perempuan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan. Analisis utilisasi
selanjutnya membandingkan persentase pegawai perempuan dan minoritas dalam masing-
masing klasifikasi pekerjaan dengan persentase tenaga kerja perempuan dan minoritas
yang tersedia di wilayah tersebut dan yang mampu melaksanaan pekerjaan atau yang
mampu melaksanakannya bila di beri pelatihan yang memadai. Jika analisis utilisasi
menununjukkan bahwa tenaga kerja perempuan dan minoritas kurang dimanfa’atkan dalam
klasifikasi pekerjaan tertentu, maka perusahaan perlu menetapkan tujuan-tujuan dan jadwal
untuk memperbaiki hal tersebut. Meskipun tujuan semacam ini tidak boleh terlalu kaku
dan tidak fleksibel, namun harus spesifik, dapat dinilai dan didesain dengan tujuan untuk
11
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan dari analisis utilisasi dalam jangka
waktu yang dapat diterima. Perusahaan menunjuk seseorang untuk mengoordinasi dan
melaksanakan program afirmatif, dan melaksanakan program dan langkah-langkah khusus
untuk menambah pegawai baru dari kelompok minoritas dan perempuan untuk memenuhi
tujuan yang telah ditetapkan.
Bagi banyak orang, program tindakan afirmatif yang memberikan pekerjaan
berdasarkan keanggotaan dalam kelompok yang dirugikan tidak sepenuhnya legal. Namun,
yang lain menginterpretasikan ”rekomendasi” secara lebih sempit, yaitu senioritas tidak
dapat diberikan hanya karena seseorang menjadi anggota suatu kelompok yang dirugikan.
Argumen yang digunakan untuk membenarkan program-program tindakan afirmatif dalam
menghadapi kecaman dari pihak-pihak tertentu dapat di kelompokkan ke dalam dua
bagian:
 Menginterpretasikan perlakuan preferensial (khusus) yang diberikan pada kaum
perempuan dan minoritas sebagai suatu bentuk kompensasi atas kerugian yang mereka
alami dimasa lalu.
 Menginterpretasikan perlakuan preferensial sebagai suatu sarana guna mencapai tujuan-
tujuan sosial tertentu.
Sementara argumen pertama (kompensasi) cenderung melihat kebelakang karena
memfokuskan pada kesalahan dari tindakan-tindakan masa lalu, argumen instrumentalis
(kedua) lebih melihat ke depan sejauh memfokuskan pada hal-hal baik dimasa mendatang
(menganggap kesalahan masa lalu tidak relevan). Berikut penjelasan lebih detail mengenai
kedua argumen tersebut.
a) Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi
Keadilan kompensatif mengimplementasikan bahwa seseorang wajib
memberikan kompensasi terhadap orang yang dirugikan secara sengaja. Selanjutnya,
program tindakan afirmatif diinterpretasikan sebagai salah satu bentuk ganti rugi yang
diberikan kaum pria kulit putih kepada perempuan dan kaum minoritas karena telah
merugikan mereka di masa lalu.
Kelemahan argumen yang mendukung tindakan afirmatif yang didasarkan pada
prinsip kompensasi adalah prinsip ini mensyaratkan hanya dari individu yang sengaja
merugikan orang lain, dan hanya memberikan kompensasi kepada individu yang
dirugikan.
b) Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen Untuk Mencapai Tujuan Sosial
Kriteria lain selain ras dan jenis kelamin yang perlu dipertimbangkan saat
mengambil keputusan dalam program tindakan afirmatif. Pertama, jika hanya kriteria
12
ras dan jenis kelamin yang digunakan akan mengarah pada perekrutan pegawai yang
tidak berkualifikasi dan mungkin menurunkan produktivitas. Kedua, banyak pekerjaan
yang memiliki pengaruh penting pada kehidupan orang lain. Jika suatu pekerjaan
memiliki pengaruh penting, katakanlah pada jiwa orang lain, kriteria selain ras dan
jenis kelamin harus diutamakan dan lebih dipertimbangkan dibandingkan tindakan
afirmatif. Ketiga, para penentang menyatakan bahwa program tindakan afirmatif, jika
dilanjutkan, akan membuat sebuah negara menjadi negara yang lebih diskriminatif.
Jadi, program-program ini harus dihentikan secepat mungkin setelah apa yang di ingin
diperbaiki telah berhasil diperbaiki.
Pedoman berikut ini di usulkan sebagai salah satu cara untuk memasukkan berbagai
pertimbangan ke dalam program tindakan afirmatif ketika kaum minoritas kurang
terwakili dalam suatu perusahaan:
1. Kelompok minoritas dan bukan minoritas wajib direkrut atau dipromosikan hanya
jika mereka telah mencapai tingkat kompetensi minimum atau mampu mencapai
tingkat tersebut dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
2. Jika kualifikasi calon dari kelompok minoritas hanya sedikit lebih rendah (atau
sama atau lebih tinggi) dibandingkan yang bukan dari kelompok minoritas, maka
calon tersebut harus lebih diutamakan.
3. Jika calon dari kelompok minoritas dan bukan minoritas sama-sama berkualifikasi
atas suatu pekerjaan, namun calon dari kelompok bukan minoritas jauh lebih
berkualifikasi, maka:
a. Jika pelaksanaan pekerjaan tersebut berpengaruh langsung pada kehidupan atau
keselamatan orang lain (misalnya profesi dokter bedah atau pilot) atau jika
pelaksanaan pekerjaan tersebut memiliki pengaruh penting pada efisiensi
seluruh perusahaan (misalnya jabatan sebagai kepala pengawas keuangan),
maka calon dari kelompok bukan minoritas yang jauh lebih baik berkualifikasi
harus lebuh diutamakan; namun
b. Jika pekerjaan tersebut (seperti halnya sebagian besar pekerjaan “umum” dalam
perusahaan) tidak berkaitan langsung dengan aspek keselamatan dan tidak
memiliki pengaruh penting pada efisiensi perusahaan, maka calon dari kelompok
minoritas harus lebih diutamakan.
4. Preferensi juga harus diberikan pada calon dari kelompok minoritas hanya jika
jumlah pegawai minoritas dalam berbagai tingkat jabatan dalam perusahaan tidak
proporsional dengan ketersediaan dalam populasi.

13
Kontroversi sehubungan dengan kelayakan moral program tindakan afirmatif
belum berakhir. Tidak berarti program seperti itu tidak melanggar semua prinsip
moral. Jika argumen itu benar, program tindakan afirmatif setidaknya konsisten
dengan prinsip moral.
c) Gaji yang Sebanding Untuk Pekerjaan yang Sebanding
Program nilai sebanding diawali dengan memperkirakan nilai setiap pekerjaan
terhadap suatu organisasi (dalam kaitannya dengan persyaratan keahlian, tugas,
tanggung jawab dan karakteristik lain yang menurut perusahaan layak memperoleh
kompensasi) dan memastikan bahwa pekerjaan dengan nilai yang sebanding gajinya
juga sebanding, tidak peduli apakah pasar tenaga kerja eksternal memberi gaji yang
sama atau berbeda untuk pekerjaan-pekerjaan tersebut.
Program nilai sebanding menilai setiap pekerjaan menurut tingkat kesulitan,
persyaratan keahlian, pengalaman, akuntabilitas risiko, persyaratan pengetahuan,
tanggung jawab, kondisi kerja, dan semua faktor lain dianggap layak mendapatkan
kompensasi. Selanjutnya pekerjaan-pekerjaan tersebut dianggap layak diberi gaji yang
sama jika nilainya sama, dan gaji yang lebih tinggi (atau lebih rendah) jika nilainya juga
lebih tinggi (atau lebih rendah). Pertimbangan-pertimbangan pasar kerja digunakan
untuk menentukan gaji sesungguhnya yang akan dibayarkan untuk pekerjaan dengan
nilai tertentu. Namun jika nilainya sama, maka gaji yang diberikan juga harus sama.
Argumen dasar yang mendukung program sebanding di dasarkan pada prinsip keadilan
dalam mewajibkan yang sebanding haruslah diperlakukan secara sebanding.

2.5 Contoh Kasus Diskriminasi, Analisis Kasus, dan Solusi


Kamis (20/3/2014). Bank Jatim memberikan pengumuman bagi calon pegawai
yang ingin mendaftar sekretaris (SK) dengan kreteria perempuan tidak diperkenankan
memakai hijab. Pengumuman tersebut termuat pada brosur-brosur Bank Jatim dalam
Airlangga Career Fair XXII Scholarship dan Enterpreneur Expo yang diadakan
Universitas Airlangga (Unair).
Panitia mencoba menghubungi Dirut Bank Jatim saat itu Hadi Sukrianto untuk
mengkonfirmasi terkait ketentuan ini, namun telpon selularnya tidak aktif. Kepala
Bidang (Kabid) Penanganan Kasus Lembaga Bantuan Hukum (HAM) Surabaya,
Hosnan mengatakan, kasus larangan perempuan berhijab mendaftar sebagai calon
pegawai merupakan persoalan HAM. Bank Jatim bisa dituntut karena melakukan
diskriminasi terhadap warga Indonesia. Hosnan mengaku, pihaknya akan melakukan

14
kajian tentang informasi tersebut, jika benar terjadi maka persoalan ini bisa masuk
persoalan sara. Persoalan ini bisa menjadi besar, jika Bank Jatim tidak melakukan
konfirmasi dan meminta maaf atas tindakan tersebut. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo
pun tidak setuju dengan aturan diskriminatif yang dikeluarkan pihak bank pemerintah
yang mana dalam hal ini yaitu Bank Jatim. Soekarwo memerintahkan Dirut Bank Jatim
untuk meminta maaf kepada publik atas keluarnya aturan
itu. Atas teguran tersebut, Dirut Bank Jatim, Hadi Sukrianto saat setelah berhasil
dikonfirmasi, mengaku telah ditegur langsung oleh Gubernur Soekarwo terkait
kesalahan brosur penerimaan pegawai tersebut. Pihaknya berjanji akan memberikan
sanksi kepada staf yang membuat brosur diskriminasi tersebut dan mengatakan bahwa
Bank Jatim tidak pernah melarang pegawai berhijab, karena selama ini sebanyak 4%
pegawai Bank Jatim telah menggunakan hijab, bahkan Bank Jatim kerap memberi
pedoman kepada pegawai bagaimana berbusana muslimah yang baik dalam bekerja.
Isu Etika
Dalam kasus ini, Bank Jatim jelas telah melakukan diskriminasi terhadap kaum
perempuan yang berhijab. Praktik diskrimnasi tersebut dilakukan dalam proses
rekrutmen karyawan. Jika melihat dari pandangan utilitas, jelas sekali bahwa praktik ini
merupakan tindakan diskriminasi penempatan kerja tidak lagi semata-mata berdasarkan
kemampuan namun penampilan, dan hal ini telah merugikan sebagian orang yaitu kaum
perempuan yang menggunakan hijab. Dari pandangan hak, praktik ini tentu telah
melanggar hak-hak perempuan yang berhijab untuk memperoleh pekerjaan yang
sama. Sedangkan menurut pandangan keadilan, praktik tersebut jelas merupakan
pelanggaran diskriminasi dengan tidak memberikan kesempatan yang sama bagi kaum
perempuan yang berhijab dan tidak berhijab dalam memperoleh pekerjaan.
Solusi dan Kesimpulan
Meskipun Bank Jatim telah mengakui kesalahannya, informasi diskriminasi
yang telah menyebar luas kepada publik tersebut tentu telah memberikan kesan negatif
dalm dunia kerja. Tindakan preferensi yang telah dilakukan Gubernur Jawa Timur
dirasa sangat benar sebagai upaya afirmatif untuk mecapai tujuan sosial tertentu, dalam
hal ini memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dalam hal memperoleh
pekerjaan.
Masih banyak praktik-praktik diskriminatif yang terjadi dalam dunia kerja. Hal tersebut
masih membutuhkan perhatian yang serius dari semua kalangan agar praktik-praktik
yang telah melanggar norma-norma kemanusiaan dapat diminimalisir atau bahkan
dihilangkan.
15
16
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Masih banyak praktik-praktik diskriminatif yang terjadi dalam dunia kerja. Hal tersebut
masih membutuhkan perhatian yang serius dari semua kalangan agar praktik-praktik yang
telah melanggar norma-norma kemanusiaan dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Velasquez, Manuel G. 2005. Etika Bisnis, Konsep dan Kasus-Edisi 5. Yogyakarta: ANDI.

Ardliyanto, Arif. 2014. Bank Jatim Tolak Calon Pegawai Berhijab. Diakses dari
http://ekbis.sindonews.com/read/846227/34/bank-jatim-tolak-calon-pegawai-berhijab-
1395319035 pada tanggal 24 Maret 2018

Faizal, Ahmad. 2014. Soekarwo Marah Bank Jatim Tolak Pelamar Berhijab. Diakses dari
http://regional.kompas.com/read/2014/03/22/0827186/Soekarwo.Marah.Bank.Jatim.Tol
ak.Pelamar.Berjilbab.%20Retrieved%20on%20July%201 pada tanggal 24 Maret 2018

18

You might also like