You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN SYOK KARDIOGENIK

1. Definisi
Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis yang disebabkan kegagalan
jantung yang ditandai dengan penurunan perfusi jaringan secara sistemik didalam
penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada
tingkat jaringan, yang terjadi karena penurunan atau tidak cukupnya cardiac output
untuk mempertahankan alat-alat vital atau berhenti sama sekali kontraksi dari
jantung akibat dari disfungsi otot jantung, sering terjadi akibat disfungsi ventrikel
kiri, sehingga terjadi gangguan atau penurunan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan cardiac output menjadi berkurang untuk memenuhi kebutuhan
metabolism, sehingga menyebabkan hipoksia jaringan (Gambar 2) (Mansjoer dkk.,
1999; Kaligis, 2002; Anonymous, 2008; Ethan, 2008).
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada
definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik
biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg,
atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau
penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam) dengan laju nadi lebih
dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas
yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kardiogenik
(Anonymous, 2009).

1
Gambar 1: Sirkulasi Darah
2. Etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh:
a. Penyakit jantung iskemik, seperti infark miokard.
b. Obat-obat yang mendepresi jantung, seperti atropine, katelolamin, kafein, dan
hormon tiroid yang dapat menimbulkan takikardi sinus.
c. Gangguan irama jantung, berupa takikardi sinus (irama sinus yang lebih dari 100
kali permenit), takikardi nodal dan takikardi ventrikel (Azrifki, 2008; Aru, 2006).
Penyakit - penyakit yang menyebabkan berkurangnya fungsi jantung, antara lain:
a. Kontusio miokard
b. Tamponade jantung
c. Pneumotoraks tension
d. Luka tembus jantung
e. Infark miokard (Anonymous, 2006)
3. Patofisiologi
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan
ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan
gagal jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan
kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan
edema (Guyton, 2006).

2
Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap
baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpato adrenal
menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas
untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas
akan terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air.
Jadi, menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon
kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun
mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteria darah
dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena
aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan adanya infark, maka
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium
semakin meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi akibat iskemia dan nekrosis
fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan miokardium. Dengan
bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan syok berkembang dengan cepat
sampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu sistem organ-
organ penting (Dimas dkk., 2003).
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi
irreversibel. Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain.
Seperti telah diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada
keadaan syok. Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya
terhadap oksigen, beberapa perubahan lain juga terjadi. Karena metabolisme
anaerobik dimulai pada keadaan syok, maka miokardium tidak dapat
mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (adenosin trifosfat) dalam kadar
normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosis
menghambat pembentukan energi dan mendorong terjadinya kerusakan lebih lanjut
dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke
bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas (Dimas dkk., 2003).
Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang
mematikan adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan edema
intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah arteria.
Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor ini memicu terjadinya

3
syok paru-paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom distres pernafasan
dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan, demikian juga gejala-
gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal jantung ke belakang
(Mansjoer dkk., 1999).
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemih
kurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya
menurunkan pula keluaran kemih. Karena adanya respon kompensatorik retensi
natrium dan air, maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan
menurunnya laju filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila
hipotensi berat dan berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang
kemudian disusul gagal ginjal akut (Dimas dkk., 2003).
Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati.
Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat
berupa nekrosis hati yang masif pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapat
nyata dan biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, glutamat-
oksaloasetat transaminase serum (SGOT), dan glutamat-piruvat transaminase serum
(SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang mengawali
komplikasi-komplikasi ini (Kaligis, 2002; Mark, 2011).
Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan
nekrosis hemoragik dari usus besar. Cedera usus besar dapat mengeksaserbasi syok
melalui penimbunan cairan pada usus dan absorbsi bakteria dan endotoksin ke
dalam sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada
keadaan syok (Dimas dkk., 2003).
Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukan
autoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap
berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral
ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai pada
tekanan darah di bawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala defisit
neurologik dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika
pasien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan
serebrovaskular (Mansjoer dkk., 1999).

4
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan komponen-
komponen selular intravaskular dari sistem hematologik, yang akan meningkatkan
tahanan vaskular perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat terjadi
selama syok berlangsung, yang akan memperburuk keadaan klinis (Guyton, 2006).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis syok kardiogenik meliputi beberapa sistem :
4.1 Sistem kardiovaskuler
a. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
b. Gangguan sirkulasi: perifer pucat, ekstremitas dingin, sianosis, diaforesis
(mandi keringat). Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna
dibandingkan penurunan tekanan darah.
c. Vena perifer kolaps. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap
menyingkirkan kemungkinan hipovolemia. Vena leher merupakan penilaian
yang paling baik.
d. Nadi cepat dan halus, kecuali ada blok A-V.
e. Tekanan darah rendah (< 80-90 mmHg). Hal ini kurang bisa menjadi
pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan
1/3 dari volume sirkulasi darah.
f. CVP rendah. Normalnya 8-12 cmH2O.
g. Indeks jantung < 2,2 L/menit/m2.
h. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 15mmHg (Kaligis, 2002; Azrifki, 2008;
Ethan, 2008; Anonymous, 2009; Keller, 2011).
4.2 Sistem respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal. Tanda-tanda bendungan paru: ronki
basah di kedua basal paru (Azrifki, 2008; Anonymous, 2009).
4.3 Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak
sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa
gelisahnya pasien memang karena kesakitan (Azrifki, 2008).
4.4 Sistem saluran cerna
Bisa terjadi mual dan muntah (Azrifki, 2008).

5
4.5 Sistem saluran kemih
Produksi urin berkurang (< 20 ml/jam), biasanya disertai penurunan
kadar natrium dalam kemih. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa
adalah 60 ml/jam (0,5 - 1 ml/kgbb/jam) (Azrifki, 2008).

Gambar 2. Tanda dan Gejala Syok. Sumber: Saunders. 2003


5. Diagnosis
Pada sebagian besar pasien syok kardiogenik, didapatkan sindrom klinis
yang terdiri dari hipotensi seperti yang disebut di atas; tanda-tanda perfusi jaringan
yang buruk, yaitu oliguria (urin<30 ml/jam), sianosis, ekstremitas dingin, perubahan
mental, serta menetapnya syok setelah dilakukan koreksi terhadap faktor-faktor
non-miokardial yang turut berperan memperburuk perfusi jaringan dan disfungsi
miokard, yaitu hipovolemia, aritmia, hipoksia, dan asidosis. Frekuensi nafas
meningkat, frekuensi nadi biasanya > 100 x/menit bila tidak ada blok AV. Sering kali
didapatkan tanda-tanda bendungan paru dan bunyi jantung yang sangat lemah
walaupun bunyi jantung III sering kali dapat terdengar. Pasien dengan disfungsi
katup akut dapat memperlihatkan adanya bising akibat regurgitasi aorta atau mitral.
Pulsus paradoksus dapat terjadi akibat adanya tamponade jantung akut (Mansjoer
dkk., 1999).

6
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis di dapat pasien
mengeluh sesak nafas dan rasa nyeri daerah torak, dari pemeriksaan fisik didapat
adanya tanda-tanda syok seperti gangguan sirkulasi perifer pucat, ekstremitas
dingin, nadi cepat dan halus tekanan darah rendah, vena perifer kolaps, serta dari
pemeriksaan penunjang dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark
miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya
emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung dan CVP
rendah (Lily, 2003; Azrifki, 2008; Anony).
Pemeriksaan penunjang:
a. Electrocardiogram (ECG)
b. Sonogram
c. Scan jantung
d. Kateterisasi jantung
e. Rontgen dada
f. Enzim hepar
g. Elektrolit oksimetri nadi
h. AGD
i. Kreatinin
j. Albumin / transforin serum
k. HSD (Anonymous, 2011)
Tiga komponen utama syok kardiogenik, yaitu: gangguan fungsi ventrikel,
bukti kegagalan organ akibat berkurangnya perfusi jaringan, tidak adanya
hipovolemi atau sebab-sebab lainnya (Mansjoer dkk., 1999; Keller, 2011).
6. Penatalaksanaan
Masalahnya yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk
berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Adapun guidelines pengananan syok kardiogenik seperti pada gambar 3
(Anonymous, 2009).
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa
mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok
dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya

7
perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Langkah kedua dalam menanggulangi syok
adalah berusaha mengetahui kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma,
pengenalan syok berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya trauma.
Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok
hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-
pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat
disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik
juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat
untuk mendapatkan pertolongan. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat
diberikan pengobatan kausal (Anonymous, 2008; Anonymous, 2009).
Tahapan-tahapan di dalam penatalaksanaan syok kardiogenik adalah sebagai berikut:
a. Pasien diletakkan dalam posisi berbaring mendatar dengan tujuan meningkatkan
aliran darah ke organ-organ vital.
b. Pastikan jalan nafas tetap adekuat dan yakinkan ventilasi yang adekuat untuk
menghindari terjadinya asfiksia. Lakukan penghisapan bila ada sekresi atau
muntah. Bila tidak sadar sebaiknya diakukan intubasi (Gudel/oropharingeal
airway).
c. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
d. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PaO2 70-120 mmHg. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat,
berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag).
e. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan CVP.
f. Terapi terhadap gangguan elektrolit, terutama Kalium.
g. Koreksi asidosis metabolik dengan Bikarbonas Natrikus sesuai dosis.
h. Pasang Folley catheter, ukur urine output 24 jam. Pertahankan produksi urine >
0,5 ml/kg BB/jam.
i. Lakukan monitor EKG dan rontgen thoraks.
j. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
k. Hilangkan agitasi, dapat diberikan Diphenhydramin HCL 50 mg per oral atau intra
muskular : 3-4 x/hari.
l. Bila terdapat takiaritmia, harus segera diatasi.

8
m. Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas pertama dalam
penanganan syok kardiogenik adalah pemberian cairan yang adekuat secara
parenteral (koreksi hipovolemia). Jenis cairan yang digunakan tergantung
keadaan klinisnya, tetapi dianjurkan untuk memakai cairan salin isotonik.
n. Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volume
intravaskular yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya tamponade
jantung sebelum pemberian obat-obat inotropik atau vasopresor dimulai.
Tamponade jantung akibat infark miokard memerlukan tindakan volume
expansion untuk mempertahankan preload yang adekuat dan dilakukan
perikardiosentesis segera.
o. Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan mengurangi
jumlah miokard yang mengalami nekrosis, sehingga insiden sindrom syok
kardiogenik akan berkurang.
p. Harapan hidup jangka panjang yang mengecewakan dari penanganan syok
kardiogenik akibat infark miokard dengan terapi medis telah mendorong
dilakukannya tindakan bedah revaskularisasi dini pada pasien yang telah stabil
dengan terapi farmakologis. Guyton menyimpulkan bahwa coronary-artery
bypass surgery (CABS/CABG) merupakan terapi pilihan pada semua pasien syok
kardiogenik akibat infark miokard. CABS juga dianjurkan pada pasien yang
mengalami kegagalan dengan tindakan angioplasti. Tindakan operasi dilakukan
apabila didapatkan adanya kontraksi dari segmen yang tidak mengalami infark
dengan pembuluh darah yang stenosis
q. Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat kerusakan
miokard irreversibel, mungkin diperlukan tindakan transplantasi jantung (Price,
1995; Mansjoer dkk., 1999).

Medikamentosa
a. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
b. Anti ansietas, bila cemas.
c. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
d. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.

9
e. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
f. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
g. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
h. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
i. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
Obat alternative
a. Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan oksigen,
pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena. Diperlukan usaha
untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.
b. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion
dengan 100mL bolus dari NS setiap 3 menit sebaiknya dicoba; baik perfusi yang
cukup maupun terjadi kongesti paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan
memerlukan peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga
kardiak output.
c. Inotropic support
o Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan
kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5
mikrogram/kg berat badan/menit, pada interval 10 menit). Dobutamine
menyediakan dukungan inotropik saat permintaan oksigen miokardium
meningkat secara minimal.
Dobutamin
- Indikasi: Diberikan secara infus IV pada gagal jantung berat akut.
- Interaksi Obat:
 Dobutamin menstimulasi adrenoseptor β1 pada jantung dan
meningkatkan kontraktilitas. Menyebabakan peningkatan curah
jantung bersama dengan tekanan pengisian ventrikel.
 Kerja pada reseptor β2 menyebabkan vasodilitasi.
- Dosis: 2-20 µg/kg berat badan/menit jika tekanan darah <90 mmHg,
namun tidak terdapat tanda-tanda syok. (Aru dkk., 2006)

10
- Sediaan: 250 mg/20ml untuk infuse IV (Katzung, 2001).
o Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-80
mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine. Pada dosis lebih besar dari 5,0
mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi alfa-adrenergik secara
bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer. Pada dosis lebih
besar dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit, dopamine meningkatkan
ventricular irritability tanpa keuntungan tambahan.
Dopamin
- Kandungan: Dopamine HCl.
- Indikasi: Mengkoreksi perfusi yang kurang, curah jantung yang rendah,
gagal ginjal & sindroma shok akibat infark miokardial, trauma,
septisemia endotoksik, bedah jantung terbuka, gagal jantung.
- Kontra Indikasi: Feokromositoma, hipovolemia yang tidak terkoreksi,
fibrilasi ventrikular atau takhiaritmia yang tidak terkoreksi
Hipertiroidisme.
- Interaksi obat: Obat-obat penghambat mono amin oksidase,
siklopropan, anestesi halogen hidrokarbon.
- Efek Samping: Aritmia, takhikardia supraventrikuler primer,mual,
muntah, sakit kepala, perangsangan susunan saraf pusat, takhiaritmia,
angina, berdebar, sesak nafas, hipotensi, vasokontriksi.
- Kemasan: Ampul 10 mg/ml
- Dosis: Kecepatan infus awalnya harus rendah : 2-5 µg/kgbb berat
badan/menit. Pada pasien yang penyakitnya lebih serius, dosis awal
dapat ditingkatkan 6-10 µg/kg berat badan/menit sampai 20-30 µg/kg
berat badan/menit (Anonymous, 2011).
o Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang
efektif untuk syok kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping
dopamine dosis tinggi yang tidak diinginkan dan menyediakan
bantuan/dukungan inotropik.Terapi reperfusi
Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien
dengan infark miokard akut dan syok kardiogenik.

11
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik , dengan data fokus pada :
a. Aktivitas
– Gejala : kelemahan, kelelahan
– Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna
kulit kelembaban, kelemahan umum
b. Sirkulasi
– Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah
TD, diabetes mellitus
– Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra
S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an kontraktilitas ventrikel,
Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin,
sianosis, vena – vena pada punggung tangan dan kaki kolaps
c. Eliminasi
– Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
– Tanda : oliguri
d. Nyeri atau ketidaknyamanan
– Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio substernal, prekordial, dapat
menyebar ketangan, rahang, wajah, Tidak tentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang,abdomen,punggung, leher, dengan kualitas chorusing, menyempit,
berat,tertekan , dengan skala biasanya 10 pada skala 1- 10, mungkin dirasakan
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
– Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat, menarik diri,
kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung, TD,pernafasan, warna
kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.
e. Pernafasan

12
– Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau
tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen atau medikasi,riwayat
merokok, penyakit pernafasan kronis
– Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori
pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus –
menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/
berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles dari
basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat
atau sianosis, akral dingin.

2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan
inotropik
b. KerusakanPertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
c. Kelebihan volume cairan b/d Penurunan ferfusi organ ginjal, peningkatan na / air,
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma( menyerap air dalam
area interstisial/ jaringan )
d. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.
e. Nyeri ( akut ) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau penyempitan
arteri koroner.
f. Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan,
adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard.
g. Pk injuri (jaringan serebral)
3. Rencana Tindakan dan Evaluasi

Dari data diatas didapatkan diagnosa keperawatan sebagai beriku :


a. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan
inotropik
Ditandai dengan :
– Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg
dibawah tekan basal ( hipotensi relative ), perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4

13
mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala
hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena
– vena pada punggung tangan dan kaki kolaps, Gangguan fungsi mental, gelisah,
berontak,apatis, bingung.penurunan kesadaran hingga koma, Produksi urine < 30 ml/
jam( oliguri).
Intervensi dan Rasional
– Auskutasi TD . Bandingkan kedua tangan dan ukur dengan tidur, duduk, berdiri jika
memngkinkan .
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi ventrikel, hipoperfusi miokardia
dan rangsanng vagal. Namun hipertensi juga fenomena umum, kemungkinan
berhubungan dengan nyeri , cemas, pengeluaran katekolmin, dan atau masalah vakuler
sebelumnya.Hipotensi ortistatik (postural)mungkin berhubungan dengan komplikasi
infark.
– Evaluasi kualitas dan keamaan nadi sesuai indikasi.
Penurunan curah jantung menyebabkan menurunnya kelemahan /kekuatan
nadi.Ketidakteraturan diduga disritmia , yang memerlukan evaluasi lanjut.
– Catat terjadinya suara S3, S4
S3 terjadi pada GJK tetapi juga terlihat pada gagal mitral(regugitasi)dan kelebihan kerja
ventrikel kiri yang disertai infark berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemik
miokard , kekakuan ventrikel, dan hipertensi pulmonal atau sistemik.
– Catat adanya suara murmur/gesekan .
Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam jantung, contoh katup tak baik ,
kerusakan septum, atau vibrasi otot papilar/korda tendenia.Adanya gesekan dengan
infark juga berhubungan dengan inflamasi , contoh efusi pericardial dan perikarditis.
– Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri.
Frekuensi dan irama jaantung yang berspon terhadap obat dan ativitas sesuai dengan
terjadinya komplikasi /disritmia( Khususnya kontraksi ventrikel premature atau blok
jantung) , yang mempengaruhi fungsi jantung atau meningkatan kerusakan iskemik.
Denyutan /fibrilasi akut atau kronis mungkin terlihat pada arteri koroner atau
keterlibatan katup dan mungkin merupakan kondisi patologi.
– Sediakan alat dan obat darurat.

14
Sumbaatan koroner tiba – tiba , disritmia letal, perluasan infark maupun kondisi syok
yang memburuk merupakan kondisi yang mencetuskan henti jantung, yang memerlukan
terapi penyelamat hidup segera.
– Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan , sesuai indikasi.
Meningkatan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard.
– Kolaborasi untuk mempertahankan cara masuk IV/ hevarin – lok sesuai indikasi .
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya disritmia dan nyeri
dada.
– Kolaborasi pada pemeriksaan ulang EKG , foto dada, pemeriksaan data
laboratorium(enzim jantung,GDA,elektrolit).
EKG dapat memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan / perbaikan kondisi
syok kardiogenik, status fungsi ventrikel , keseimbangan elektrolit dan efek obat.
Foto dada dapat menunjukan edema paru sehubungan dengan disfungsi ventrikel.
Enzim jantung dapat memantau perkembangan kodisi pasien, adanya hipoksia
menunjukan kebutuhan tambahan oksigen,keseimbangan elektrolit cotoh
hipo/hiperkalemia sangat besar berpengaruh terhadap irama jantung dan kontraksinya.
– Kolaborasi dalam pemberian obat antidiritmia sesuai indikasi, dan bila digunakan
bantu pemasangan /mempertahankan pacu jantung.
Disritmia biasanya pada secara simtomatis kecuali untuk PCV, dimana sering
mengancam secara profilaksis.
Pemacu merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut/diperlukan secara
permanen pada kondisi yang berat merusak system konduksi ( Seperti :Syok
Kardiogenik)
Evaluasi :
– Mempertahan kanstabilitas hemodinamik, contoh TD , curah jantung dalam rentang
normal, haluaran urine adekuat, penurunan /tidak adanya disritmia.
– Melaporkan penurunan episode dispneu angina.
– Peningkatan toleransi terhadap aktifitas bertahap.

15
b. Kerusakan pertukaran gas b/dperubahan membran kapiler-alveolar
Ditandai dengan :
– takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori pernafasan,
nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus – menerus,dengan /
tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/ berbuih ( edema
pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles dari basilar dan
mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau
sianosis, akral dingin.
Intervensi dan Rasional
– Auskultsi bunyi nafas, catat krekels,suara mengi.
Menyatakan adanya kongesti paru / pengumpulan secret menunjukan kebutuhan
untuk intervensi lanjut.
– Berikan posisi fowler/ semi fowler atau disesuaikan dengan kondisi pasien.
Dengan posisi fowler / semi fowler dapat membantu pengembangan/ekspansi paru
sehingga mempermudah pertukan gas pada alveolar .
– Kolaborasi dalam pemantauan gambaran seri GDA, nadi oksimetri.
Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru, hal ini terjadi pada GJK kronis
maupun syok kardiogenik.
– Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahaan sesuai indikasi .
Diharapkan dapat meningkatkan oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/
menurunkan hipoksemia jaringan .
– Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik contoh furosemide (
lasix); brokodilator contoh amonofilin.
Diuretik diberikan untuk membantu menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan
pertukaraan gas.
Brokodilator meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti paru.

Evaluasi :
– Ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukan oleh GDA /oksimetri dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

16
c. Kelebihan volume cairan b/d Penurunan ferfusi organ ginjal, peningkatan na / air,
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma( menyerap air dalam
area interstisial/ jaringan )
Ditandai dengan :
– Produksi urine < 30 ml/ jam( oliguri), takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ;
penggunaan otot aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/
nyaring/nonprodoktik/ batuk terus – menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum:
mungkin bersemu darah, merah muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Peningkatan
frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin,
Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg
dibawah tekan basal ( hipotensi relative ).
Intervensi dan Rasional.
– Auskutasi bunyi nafas untuk adanya krekels
Dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
– Catat adanya Distensi Vena Perifer seperti adanya edema dependen.
Dengan ditemukan adanya edema dependen dicurigai adanya kongesti / kelebihan
volume cairan.
– Ukur masukan / haluan , catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi.
Hitung keseimbangan cairan.Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/ air, daan penurunan haluan urine.Keseimbangan cairan positif
berulang pada adanya gejala lain yang menunjukan adanya kelebihan volume/gagal
jantung.
– Timbang berat badan tiap hari, bila kondisi membaik.
Perubahan tiba- tiba pada berat badan menunjukan gangguan keseimbangan cairan.
– Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam
toleransikardiovaskuler.
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tatapi memerlukan pembatasan pada
adanya dekompensasi jantung.
– Kolaborasi dengan ahli gisi untuk pemberian diet sesuai indikasi(rendah natrium/
air )
Natrium dapat meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.

17
– Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretic , Contoh : furosemid
(Lasix);Hidralazin(Apresolin);spironolakton dengan hidronolakton (Aldactone).
Pemberian diuretic mungkin diperlukan untuk memperbaiki kelebihan cairan . Obat
pilihan biasanya tergantung gejala asli akut/ kronis.
– Kolaborasi dengan laboratorium dalam pemeriksaan kalium sesuai indikasi.
Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi dan dapat terjadi dengan penggunaan
deuretik penurunan kalium.
Evaluasi :
– Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh TDdalam batas
normal,
– Tidak ada distensi vena perifer dan edema dependen
– Paru bersih dan berat badan stabil.

d. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.


Ditandai dengan :
– Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg
dibawah tekan basal ( hipotensi relative ), nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak
teratur, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin,
sianosis, vena – vena pada punggung tangan dan kaki kolaps, Gangguan fungsi mental,
gelisah, berontak,apatis, bingung.penurunan kesadaran hingga koma.
Intervensi dan Rasional.
– Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu seperti cemas,
bingung, letargi, pingsan.
Perfusi cerebral secara langsung b.d curah jantung dan dipengaruhi oleh elektrolit,
Hypoxia , ataupun enboli sistemik.
– Lihat pucat, cyanosis, kulit dingin atau lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan
oleh penurunan perfusi kulit atau perubahan denyut nadi.
– Kaji tanda homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi)eritema, edema.
Indicator trombosis vena.
– Berikan latihan kaki pasif, hindari latihan isometric.

18
Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebitis.Latihan isometric dapat sangat mempengaruhi curah jantung dengan
meningkatkan kerja miokardia dan konsumsi oksigen.
– Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan.
Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernafasan.
– Kaji fungsi gastrointestinal, catat anorexia penurunan atau tidak ada bising usus,
mual atau muntah, distensi abdomen, konstipasi.
Penurunan aliran darah ke mesenterikus dapat mengakibatkan disfungsi
gastrointestinal, contoh : kehilangan peristaltic.
– Pemantauan pemasukan dan catat perubahan haluaran urin. Catat berat jenis
sesuai indikasi.
Penurunan pemasukan oleh kerena mual terus menerus dapat dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negative pada perfusi jaringan dan fungsi
dari organ .Berat jenis mengukur status hidrasi dan fungsi ginjal.
– Kolaborasi dengan dokter dan laboratorium dalam pemeriksaan data laboratorium
seperti GDA, BUN, Kreatinin, Elektrolit.
Sebagai indicator fungsi / perfusi organ .
– Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi .Misalnya :
Heparin/ natrium warfarin( caumadin ); Simetidine( tagamet); Ranitidine(Zantac) ;
antasida.
Pemberian Heparine dosis rendah mungkin diberikan secara profilaksis pada pasien
resiko tinggi( Fibrilasi atrial, kegemukan , aneurisma ventrikel, atau riwayat troboflebitis)
dapat untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan trombus mural.
Simetidine( tagamet); Ranitidine(Zantac) ; antasida diberikan untuk menurunkan atau
menetralkan asam lambung , mencegah ketidaknyamanan dan iritasi gaster, khususnya
adanya penurunan sirkulasi mukosa.
Evaluasi :
– Perfusi adekuat secara individual, contoh kulit hangat dan kering, ada nadi perifer
yang kuat, tanda vital dalam batas normal,, pasien sadar / berorientasi, keseimbangan
pemasukan /pengeluaran;tak ada ditemukan edema, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
e. Nyeri (Akut) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau penyempitan
arteri koroner.

19
Ditandai dengan :
– Wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat, kehilangan kontak
mata, perubahan frekuensi atau irama jantung, TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban
,bahkan penurunan kesadaran. skala biasanya 10 pada skala 1 – 10, mungkin dirasakan
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Intervensi dan Rasional ;
– Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal dan
respon hemodinamik.
Variasi penampilan dan perilaku pasien area nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.
Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan b.d cemas.
– Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri termasuk lokasi intensitas, lamanya
kualitas dan penyebaran.
Nyeri sebagai pengalaman subyektif dan harus digambarkan oleh pasien. Bila
memungkinkan bantu pasien untuk menilai nyeri dengan membandingkan dengan
penganlaman yang lain.
– Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina atau AMI.
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi
komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarrditis.
– Bila memungkinkan anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri atau memerlukan
peningkatan dosis. Dan untuk mengidentifikasi kiondisi pasien dengan segera pada
kondisi syok, sehingga kerusakan lanjut dapat dicegah.
– Berikan lingkungan yang tenang, dan tindakan nyaman ( contoh ; sprai yang kering /
tak terlipat, gosokan punggung)
Menurunkan rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta
keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.
– Observasi tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik.
Pemberian obat narkotika dapat semakin menurunnya tekanan darah/depresan
pernafasan . kondisi ini dapat memperberat kondisi syok.
– Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan dengan kandungan nasal atau
masker sesuai indikasi.

20
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga
mengurangi ketidak nyamanan sehubungan dengan iskemik jaringan.
– Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi dan kondisi pasien.
Anti angina contoh nitrogliserin ( nitri-bid, nitrostat, nitro-dur ) nitrat berguna untuk
control nyeri dengan efek fasodilatasi koroner yang meningaktkan aliran darah koroner
dan ferfusi miokardia. Efek fasodilatasi ferifer menurunkan folume darah kembali ke
jantung (freload), sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan oksigen.
Evaluasi :
– Perubahan menunjukan menurunnya tegangan akibat nyeri yang dirasakan pasien,
dengan respon tubuh menunjukan tidak adanya respon menangis, merintih, meregang,
mengeliat, menarik diri, dan perubahan frekuensi atau irama jantung, TD,pernafasan,
warna kulit/ kelembaban dalam batas normal.
f. Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan,
adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard.
Ditandai dengan :
– Takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna kulit /
kelembaban, kelemahan umum pada fisik.
Intervensi dan Rasional.
– Tingkatkan istirahat ,batasi kunjungan pada kondisi nyeri/ respon hemodinamika.
Menurunkan kerja miokardium/ konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi yang
lebih berat pada kondisi syok.
– Bantu pasien dalam pemenuhan ADL .
Meminimalkan aktivitas pasien pada kondisi yang memerlukan istirahat maksimal dan
membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya.
– Hindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejan pada saat defekasi.
Aktivitas yang memerlukan ,menahan nafas dan menunduk(Manuver valsavah)dapat
menyebabkan bradikardi, juga menurunkan curah jantung, dan takikardi dengan
peningkatan TD.
– Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap aktivitas atau
memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.
Palpitasi , nadi tak teratur, adanya neyri dada yang meningkat atau dispnea dapat
mengindikasikan kebutuhan perubahan kondisi pasien.

21
Evaluasi
– Didapat peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur/maju dengan frekuensi
jantung / irama dan TD dalam batas normal pasien dan kulit hangat, merah muda , dan
kering.
– Kebutuhan ADL pasien dapat terpenuhi secara mandiri atau dibantu.

22
DAFTAR PUSAKA

Doenges M.E. ( 1999),Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta .


Guyton A.C., Hall J.E.(1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
Bakta I Made., Suastika I Ketut.( 1987), Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam . EGC .

23

You might also like