You are on page 1of 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian industri farmasi

Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat adalah

bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka

penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan

dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat

maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan

mutu sebagai bahan baku farmasi (Badan POM, 2012).

2.1.2 Persyaratan industri farmasi

Industri Farmasi wajib memperoleh izin usaha dalam melaksanakan

kegiatannya. Oleh karena itu, industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 untuk memperoleh izin

mendirikan Industri Farmasi, suatu usaha Industri Farmasi wajib memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.

2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Universitas Sumatera Utara


4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker warga Negara

Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab Pengawasan Mutu,

Produksi, dan Pemastian Mutu.

5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung

dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang kefarmasian.

2.1.3 Pencabutan izin usaha industri farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1799/MENKES/PER/XII/2010, izin usaha industri farmasi dapat dicabut apabila

industri tersebut:

1. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan

perluasan usaha tanpa memiliki izin.

2. Tidak menyampaikan laporan mengenai perkembangan industri selama tiga kali

berturut-turut atau menyampaikan informasi yang tidak benar.

3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih

dahulu.

4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak

memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.

5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha Industri Farmasi.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh rangkaian

proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan keputusan

Menteri Kesehatan RI No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang

Baik. Pedoman CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten,

Universitas Sumatera Utara


memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaanya

(Badan POM, 2012).

CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada

proses pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat penting untuk

menjamin bahwa obat yang bermutu tinggi tidaklah cukup bila produk jadi hanya

sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa

mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut (to build quality into the product).

Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi,

pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, serta personel yang terlibat.

Oleh karena itu, Pemastian Mutu suatu obat hendaknya dibuat dalam kondisi yang

dikendalikan dan dipantau secara cermat (Badan POM, 2012).

Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan

perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB.

Konsep CPOB bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan teknologi di bidang

farmasi. Ruang lingkup CPOB 2012 meliputi 12 aspek yaitu:

1. Manajemen Mutu

2. Personalia

3. Bangunan dan Fasilitas

4. Peralatan

5. Sanitasi dan Higiene

6. Produksi

7. Pengawasan Mutu

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk

Universitas Sumatera Utara


10. Dokumentasi

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

12. Kualifikasi dan Validasi

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai

dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam

dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan

penggunaannya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen Mutu

bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “kebijakan mutu” yang

memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam

perusahaan, para pemasok dan para distributor.

Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,

diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan

secara benar serta menginkorporasi cara pembuatan obat yang baik termasuk

Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko mutu. Hal ini hendaklah

didokumentasikan dan dimonitor efektifitasnya. Unsur dasar Manajemen Mutu

adalah:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,

prosedur, proses dan sumber daya.

b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat

kepercayaan yang tinggi, sehingga produk atau jasa pelayanan yang dihasilkan

akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan

tersebut disebut Pemastian Mutu.

Universitas Sumatera Utara


Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek Manajemen Mutu

yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk menekankan hubungan

dan betapa penting konsep tersebut dalam produksi dan pengawasan produk (Badan

POM, 2012).

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem Pemastian Mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

sebab itu, Industri Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang

terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap

personel hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh

personel hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan

berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan

pekerjaannya.

Industri Farmasi hendaklah memiliki personel yang terkualifikasi dan

berpengalaman praktris dalam jumlah yang memadai. Tiap personel hendaklah tidak

dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu

obat. Suatu Industri Farmasi harus memiliki struktur organisasi yang menguraikan

tugas dan kewenangan masing-masing personel sesuai dengan posisinya. Tugas

tersebut boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk dengan syarat wakil

tersebut memiliki tingkat kualifikasi yang memadai. Personel kunci yang harus ada

di suatu industri farmasi, mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian

Pengawasan Mutu, dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

Universitas Sumatera Utara


Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi penanggung jawab

hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis sebagai berikut:

1. Personel Kunci

a. Personel Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian

Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu.

b. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu/kepala bagian

Pengawasan Mutu harus independen satu dengan yang lain.

2. Organisasi, Kualifikasi dan tanggung jawab

a. Pada struktur organisasi perusahaan, bagian Produksi dan Pengawasan Mutu

harus dipimpin oleh seorang Apoteker yang berbeda, yang tidak saling

bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Keduanya tidak boleh

mempunyai kepentingan di luar organisasi perusahaan, yang dapat

menghambat atau membatasi tanggung jawabnya.

b. Manajer produksi harus seorang apoteker yang terlatih serta memiliki

pengalaman praktis yang memadai, diberikan wewenang dan tanggung jawab

penuh mengelola produksi obat.

c. Manajer Pengawasan Mutu harus seorang Apoteker yang handal, terlatih dan

memiliki pengalaman praktis yang memadai, memiliki wewenang dan

tanggung jawab penuh dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh

prosedur Pengawasan Mutu.

d. Manajer Produksi dan Pengawasan Mutu bersama-sama bertanggung jawab

dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan

dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi

proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personel, pemberian

Universitas Sumatera Utara


persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan

bahan terhadap kerusakan serta kemunduran mutu serta penyimpanan

dokumen-dokumen.

e. Tersedia tenaga yang terampil dalam jumlah yang memadai untuk

melaksanakan supervisi langsung di bagian Produksi dan Pengawasan Mutu.

Setiap supervisor tersebut harus terlatih dan memiliki keterampilan teknis,

pengalaman praktis dan bertanggung jawab kepada manajer Produksi dan

Pengawasan Mutu.

f. Tersedia tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah yang memadai

untuk melaksanakan kegiatan produksi dan Pengawasan Mutu sesuai

prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan.

g. Tanggung jawab yang diberikan pada setiap personel harus tidak terlalu

berlebihan sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap mutu obat.

h. Tugas dan tanggung jawab harus diberikan dengan jelas serta dapat dipahami

dengan baik oleh setiap personel.

3. Pelatihan

a. Seluruh personel yang terlibat dalam kegiatan pembuatan obat, harus dilatih

mengenai kegiatan yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip

CPOB.

b. Pelatihan harus diberikan oleh orang yang ahli. Perhatian khusus diberikan

bagi mereka yang bekerja di daerah steril dan daerah bersih atau yang bekerja

dengan bahan yang mempunyai resiko tinggi, atau yang menimbulkan

sensitisasi.

Universitas Sumatera Utara


c. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan dengan

frekuensi yang memadai untuk menjamin agar personel terbiasa dengan

persyaratan CPOB.

d. Pelatihan CPOB dilaksanakan menurut program tertulis yang disetujui oleh

manajer Produksi dan Pengawasan Mutu.

e. Catatan pelatihan mengenai CPOB kepada personel harus disimpan dan

efektivitas program pelatihan dan prestasi personel harus dinilai secara

berkala untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang

memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

2.2.3 Bangunan dan fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,

konstruksi, letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan

baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain

ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadi risiko kekeliruan,

pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan

perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu

atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang berasal dari lingkungan dan

sarana maka perlu:

1. Disiapkan ruang terpisah yang dirancang khusus untuk menghindari

kontaminasi.

2. Kelas A atau kelas 100, berada di bawah aliran udara laminer dan memiliki

efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%.

Universitas Sumatera Utara


3. Kelas B atau kelas 100, merupakan ruangan steril, kelas ini adalah lingkungan

latar belakang untuk zona kelas A dan memiliki efisiensi saringan udara akhir

sebesar 99.995%.

4. Kelas C atau kelas 10.000, merupakan ruang bersih, memiliki efisiensi saringan

udara sebesar 99.95 %.

5. Kelas D atau kelas 100.000, adalah ruangan bersih, memiliki efisiensi saringan

udara sebesar 99.95 % bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up

air (10-20 % fresh air) .

6. Kelas E adalah ruangan umum dan ruangan khusus, memiliki efisiensi saringan

udara sebesar 99.95% bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up

air (10-20 % fresh air).

7. Kelas F adalah ruangan pengemasan sekunder.

8. Kelas G adalah ruang gudang.

Bangunan suatu industri farmasi permukaan bagian dalam ruangan seperti

dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan

terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah

pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaan yang rata dan

memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap

air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antara dinding, lantai

dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.

2.2.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain

dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi

dengan tepat agar mutu obat yang dihasilkan dapat terjamin, seragam dari bets ke

Universitas Sumatera Utara


bets, dan memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah

kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya

berdampak buruk pada mutu produk.

a. Desain dan konstruksi

1) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara

atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang

dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang

ditentukan.

2) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian

yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan

untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa

ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan.

Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik.

b. Pemasangan dan penempatan

1) Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil

kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama.

Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko

kekeliruan atau pencemaran.

2) Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain hendaklah

dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses. Pipa

hendaklah diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah

aliran.

Universitas Sumatera Utara


c. Perawatan

1) Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau

pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian

produk.

2) Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi.

3) Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan dan bila perlu

disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi.

4) Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk antara yang

sama secara berurutan atau secara kampanye, peralatan hendaklah

dibersihkan dalam tenggat waktu yang sesuai untuk mencegah penumpukan

dan sisa kontaminan (misal: hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi

batas).

5) Peralatan hendaknya diidentifikasi isi dan status kebersihannya.

6) Buku log hendaknya dibuat untuk pencatatan validasi pembersihan dan

pembersihan yang telah dilakukan termasuk tanggal dan personel yang

melakukan kegiatan tersebut.

2.2.5 Sanitasi dan higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal

yang merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya

dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan

terpadu. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB terbaru adalah

terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan higiene

Universitas Sumatera Utara


hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar selalu memenuhi

persyaratan.

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan

produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan

dan izin edar.

a. Produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.

b. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,

pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,

pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau

instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.

c. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap

mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian

Pengawasan Mutu.

d. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti yang

ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara teratur untuk memudahkan

segragasi antar bets dan rotasi stok.

e. Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau

pencemaran lain pada tiap tahap pengolahan.

f. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin

produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau

penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan

Universitas Sumatera Utara


nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan

proses produksi.

g. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan.

Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala

bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.

h. Sistem penomoran bets/lot

Untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk

jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap

pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan. Sistem

penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak

dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam

suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor,

identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.

2.2.7 Pengawasan mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk

memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai

dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang

berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran

mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.

Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian, serta

termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa

semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk

dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.

Universitas Sumatera Utara


Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga

mencakup semua keputusan yang berhubungan dengan mutu produk, yaitu uji

stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka

validasi, penanganan sampel pertinggal, penyusunan dan perbaharuan spesifikasi

bahan dan produk, serta metode pengujiannya.

Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu.

Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan

wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang

membawahi satu atau beberapa laboratorium. Selain itu harus didukung dengan

sarana yang memadai. Tugas pokok bagian Pengawasan Mutu, yaitu:

a. Membuat dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi.

b. Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh pemeriksaan,

pengujian dan analisis.

c. Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis.

d. Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan produk.

e. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk.

f. Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara, produk ruahan

atau produk jadi.

g. Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara berkelanjutan dan bahan

awal jika diperlukan, serta menetapkan kondisi penyimpanan bahan dan produk

berdasarkan data stabilitasnya.

h. Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi berdasarkan data

stabilitas serta kondisi penyimpanannya.

i. Berperan atau membantu pelaksanaan program validasi.

Universitas Sumatera Utara


j. Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur pengujian yang

berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut pada kondisi yang tepat.

k. Menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel yang diambil.

l. Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan apakah produk

tersebut dapat diluluskan atau diolah ulang atau harus dimusnahkan.

m. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian lain dari

perusahaan.

2.2.8 Inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok.

Inspeksi Diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang

kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara

obyektif. Tujuan Inspeksi Diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

Produksi dan Pengawasan Mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB.

Program Inspeksi Diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Inspeksi Diri hendaklah dilakukan secara rutin. Prosedur dan Catatan Inspeksi Diri

hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Aspek-aspek untuk Inspeksi Diri meliputi personalia, bangunan termasuk

fasilitas untuk personel, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan

awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan-selama-

proses, Pengawasan Mutu, Dokumentasi, Sanitasi dan Higiene, Program Validasi dan

Revalidasi, Kalibrasi alat atau sistem pengukuran, Prosedur Penarikan Kembali Obat

Jadi, penanganan keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya serta

tindakan perbaikan.

Universitas Sumatera Utara


Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri dengan anggota yang

berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Inspeksi

diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun Inspeksi

Diri yang menyeluruh hendaklah dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Semua

hasil pengamatan hendaklah dicatat dan dijadikan laporan. Selain mencakup hasil

inspeksi diri, laporan tersebut menyertakan evaluasi serta kesimpulan dan saran

tindakan perbaikan.

Audit Mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit Mutu meliputi

pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu

dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya

dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus

untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

2.2.9 Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu

atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan

kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada

laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap

kesehatan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian

dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluwarsa,

atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan

keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan.

Keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh:

a. Keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari

produk atau kemasannya.

Universitas Sumatera Utara


b. Keluhan karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi hampir

fatal dan reaksi medis lain.

c. Keluhan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak berkhasiat atau

respon klinis yang rendah.

Pelaksanaan penarikan kembali produk diantaranya:

a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah

diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi

yang merugikan.

b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah

dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali

segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen.

c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah

menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat,

efektif dan tuntas.

d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat

untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan

cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

Produk Kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dikembalikan ke

dalam persediaan.

2) Produk kembalian yang dapat diproses ulang.

3) Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses

ulang.

Universitas Sumatera Utara


Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.

Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah

disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan

penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang.

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari Pemastian Mutu.

Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel

menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga

memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul

karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi

Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan

harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen

adalah sangat penting.

Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan

dengan cermat. Bagian dokumen pembuatan dan hendaklah sesuai dengan

dokumen persetujuan izin edar yang relevan. Dokumen hendaklah disetujui,

ditandatangani dan diberi tanggal oleh personel yang sesuai dan diberi wewenang.

Dokumen yang diperlukan sesuai CPOB 2012 adalah sebagai berikut:

1. Spesifikasi bahan awal

2. Spesifikasi bahan pengemas

3. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan

4. Spesifikasi produk jadi

5. Dokumen produksi induk

Universitas Sumatera Utara


6. Prosedur Pengolahan Induk

7. Prosedur Pengemasan Induk

8. Catatan Pengolahan Bets

9. Catatan Pengemasan Bets

2.2.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar dan

disetujui serta dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak

tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk

menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak haruslah

menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets suatu produk yang akan

diedarkan. Pelulusan bets tersebut menjadi tanggung jawab penuh Kepala Bagian

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

a. Pemberi kontrak

1) Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam

melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan

bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti.

2) Memberikan informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk

melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar dan sesuai izin edar dan

persyaratan legal lain.

3) Memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan

oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang telah diluluskan oleh

bagian Pemastian Mutu.

Universitas Sumatera Utara


b. Penerima kontrak

1) Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri

farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas

Pengawasan Obat (OPO).

2) Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan

tujuan penggunaannya.

3) Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang dipercayakan

kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu

dievaluasi dan disetujui oleh pemberi kontrak.

4) Membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu

produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk pemberi kontrak.

2.2.12 Kualifikasi dan validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang

diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang

dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat

mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko

hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

a. Kualifikasi

1) Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi

terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.

2) Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem atau peralatan

baru atau yang dimodifikasi.

3) Kualifikasi operasional hendaklah mencakup pengujian yang perlu

dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, sistem dan peralatan.

Universitas Sumatera Utara


4) Kualifikasi kinerja hendaklah mencakup pengujian dengan menggunakan

bahan baku, bahan pengganti yang memenuhi spesifikasi atau produk

simulasi yang dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas,

sistem dan peralatan.

b. Validasi proses

1) Validasi prospektif`adalah validasi proses yang dilakukan sebelum produk

dipasarkan.

2) Validasi konkuren adalah validasi yang dilakukan selama proses produksi

rutin dilakukan.

3) Validasi retrospektif adalah validasi terhadap proses yang sudah berjalan.

c. Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur

pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih

dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang

terkait dengan proses pembersihan.

d. Validasi metode analisis mempunyai tujuan untuk mengetahui bahwa metode

analisis sesuai tujuan penggunaannya. Metode analisa yang divalidasi antara lain:

uji identifikasi, penetapan kadar, dan uji impuritas.

2.3 Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Industri farmasi dalam pembuatan produk-produk farmasi menggunakan

proses dan teknologi yang sangat kompleks. Ada beberapa bagian yang banyak

menghasilkan limbah dalam industri farmasi antara lain adalah :

a. Penelitian dan pengembangan

b. Laboratorium sintesis kimia

Universitas Sumatera Utara


c. Ekstraksi bahan alami

d. Fermentasi

e. Formulasi

Dalam PP No. 18 tahun 1999 disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan

limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang

mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan

jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan

merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup serta kelangsungan

hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Limbah industri farmasi merupakan

limbah B3 dari sumber yang spesifik. Limbah ini berasal dari :

a. Hasil buangan dari fasilitas produksi

b. Pelarut bekas

c. Produk kadaluarsa dan sisa

d. Hasil buangan dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)

e. Peralatan dan kemasan bekas

f. Residu proses produksi dan formulasi

g. Adsorben dari filter (karbon aktif)

h. Residu proses destilasi, evaporasi, dan reaksi

i. Limbah Laboratorium

j. Residu dari proses insenerasi

Yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang mengandung arsen (senyawa

arsen), raksa dan senyawanya, kadmium, talium, berilium, senyawa krom (VI),

timbal, antimon, fenol dan senyawa fenol, sianida organik dan anorganik, isosianat,

senyawa organoklor, pelarut terklorinasi, pelarut organik, zat-zat biosida dan

Universitas Sumatera Utara


fitofarmasi (pestisida), ter dan residu kilang minyak, senyawa obat, peroksida, klorat,

perklorat, eter, bahan kimia dari laboratorium, asbes, polisiklik aromatis hidrokarbon

(PAH), metalkarbonil, senyawa tembaga yang larut asam dan basa yang digunakan

dalam proses pengolahan permukaan dan finishing logam.

Dalam rekomendasi UNIDO (United Nation Industrial Development

Organization) tentang penanganan limbah farmasi memuat : pengolahan air limbah

meliputi 3 proses, yaitu :

1. Proses fisik

Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air,

termasuk proses ini adalah :

a. Penyaringan

Air limbah dialirkan melalui saringan yang akan menahan padatan kotor yang

dapat merusak atau mengganggu peralatan pengolahan (kran pompa dan lain

sebagainya). Penyaringan ini dilakukan sesuai dengan situasi setempat.

b. Pemisahan pasir

Pasir dalam air limbah harus dipisahkan karena cenderung untuk mengendap

pada pipa-pipa yang akan mengganggu kerja.

c. Pemisahan minyak

Minyak dan lemak-lemak yang tidak dapat diemulsikan harus dipisahkan,

sebab akan menempel pada peralatan pengolahan dan akan mengganggu pada

pengolahan biologis berikutnya. Minyak dipisahkan dengan

mengapungkannya pada permukaan air limbah, sedangkan air dikeluarkan

dari bagian bawah.

Universitas Sumatera Utara


d. Sedimentasi, pengapungan dan koagulasi

Proses ini untuk memisahkan partikel padat berukuran 0,4 mm dari dalam air

limbah yang berat dengan sedimentasi sedang, yang ringan dengan

pengapungan.

2. Proses secara biologis

Untuk memisahkan pencemaran organik yang dapat dipecahkan secara biologis

oleh mikroorganisme. Organisme mencerna bahan pencemar organik dengan

proses aerob ataupun anaerob.

3. Proses secara kimia fisika

Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air tetapi

tidak dapat didegradasi secara biologis, baik organik (bahan warna organik, fenol

dan sebagainya) maupun bahan anorganik seperti Cu, Hg, CN, PO4 dan lain

sebagainya.

2.4 Peran Apoteker dalam Industri Farmasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan

kefarmasian, industri farmasi harus memiliki tiga orang apoteker sebagai

penanggung jawab masing-masing pada bidang Pemastian Mutu, Produksi, dan

Pengawasan Mutu setiap produksi sediaan farmasi sesuai dengan persyaratan yang

terdapat dalam CPOB. Selain dalam tiga bidang tersebut, Apoteker di industri

farmasi juga berperan dalam berbagai bidang lainnya, diantaranya bidang penelitian

dan pengembangan (research and development), validasi, perencanaan produksi,

pergudangan, serta dalam bidang pemeliharaan instalasi dan sistem penunjang.

Universitas Sumatera Utara

You might also like