You are on page 1of 15

Nama : Ockti Isnayni Darise

NRM : 3415150568

Prodi : Pendidikan Biologi A 2015

SISTEM IMUN DIDAPAT

( SISTEM IMUN SPESIFIK)

Respons sistem imun didapat atau adaptif diperantarai oleh limfosit B dan T. Setiap sel B dan
T dapat mengenal dan mempertahankan diri terhadap hanya satu tipe benda asing, misalnya
suatu jenis bakteri. Di antara jutaan sel B dan T di tubuh, hanya beberapa yang secara khusus
dilengkapi untuk mengenal fitur molekular khusus suaru agen infeksi tertentu sehingga
diminta beraksi untuk mempertahankan tubuh hanya terhadap agen ini. Spesialisasi ini mirip
dengan tentara modern yang telah dilatih secara khusus yang dipanggil bertugas untuk
melaksanakan misi yang sangat spesifik. Limfosit yang terpilih tersebut kemudian
memperbanyak diri, meningkatkan jumlah spesialis yang dapat melakukan serangan rerarah
terhadap agen penginvasi tersebut.

Sistem imun adaptif adalah alat tercanggih terhadap sebagian besar patogen. Ragam sel B dan
T terus aktif berubah sebagai respons terhadap berbagai patogen yang dijumpai. Karena itu,
sistem imun didapat beradaptasi untuk melancarkan perang terhadap patogen-patogen
spesifik di lingkungan masing-masing orang. Sasaran sistem imun adaptif bervariasi di antara
orang-orang, bergantung pada jenis serangan imun yang dijumpai oleh orang tersebut. Selain
itu, sistem ini memperoleh kemampuan untuk secara lebih efisien memusnahkan musuh
tertentu jika bertemu kembali dengan patogen yang sama di masa depan.

Hal ini dilakukan dengan membentuk kumpulan sel memori setelah berjumpa dengan suatu
patogen tertentu sehingga jika kembali bertemu dengan parogen tersebut maka sistem imun
akan menghasilkan pertahanan yang lebih cepat dan kuat.

IMUNITAS DIDAPAT: KONSEP UMUM

Respons imun adaptif spesifik adalah serangan selektif yang ditujukan untuk membatasi atau
menetralkan sasaran tertentu yang secara spesifik tubuh telah bersiap menghadapinya setelah
mengalami pajanan sebelumnya.

Respons imun didapat mencakup imunitas yang diperantarai oleh antibodi dan
imunitas yang diperantarai oleh sel.

Terdapat dua kelas respons imun didapat: imunitas yang diperantarai oleh antibodi
atau imunitas humoral, yang melibatkan pembentukan antibodi oleh turunan limfosit B yang
dikenal sebagai sel plasma; dan imunitas yang diperantarai oleh sel atau imunitas selular yang
melibatkan pembentukan limfosh T yang secara langsung menyerang sel yang tidak
diinginkan.

Limfosit dapat secara spesifik mengenal dan secara selektif berespons terhadap
hampir semua agen asing serta sel kanker. Proses pengenalan dan respons sel B dan sel T
berbeda. Secara umum, sel B mengenali mikroba atau benda asing yang berada dalam
keadaan bebas misalnya bakteri dan toksinnya serta beberapa virus, yang dilawan dengan
mengeluarkan antibodi spesifik terhadap benda,benda asing tersebut. Sel T secara khusus
mengenal dan menghancurkan sel tubuh yang'kacau', termasuk sel yang terinfeksi oleh virus
dan sel kanker.

ASAL SEL B DAN SEL T

Kedua jenis limfosit, seperri semua sel darah lainnya, berasal dari sel punca yang
sama di sumsum tulang. Apakah suatu limfosit dan semua rurunannya ditakdirkan untuk
menjadi sel B atau sel T bergantung pada rempat diferensiasi dan pematangan akhir sel awal
tersebut.

Sel B berdiferensiasi dan mengalami pematangan di sumsum tulang. Untuk sel T


selama masa janin dan anak-anak dini, sebagian dari limfosit imatur sumsum tulang
bermigrasi melalui darah ke timus, tempat sel-sel tersebut mengalami pemrosesan lebih lanjut
menjadi limfosit T (dinamai berdasarkan tempar pematangan). Timus adalah jaringan limfoid
yang terletak di garis tengah di dalam rongga thoraks di atas jantung di ruang antara kedua
paru.

Setelah dilepaskan ke darah dari sumsum tulang atau timus, sel B dan T matang
menerap dan membentuk koloni limfosit di jaringan limfoid perifer. Di sini, dengan
rangsangan yang sesuai, sel-sel tersebut mengalami pembelahan untuk menghasilkan generasi
baru sei B atau sel T, bergantung pada nenek moyangnya. Setelah masa anak-anak dini,
sebagian besar limfosit baru berasal dari koloni limfosit perifer ini dan bukan dari sumsum
tulang.

Masing-masing kita memiliki sekitar 2 triliun limfosit, yang jika dijadikan saru massa,
akan seukuran otak. Pada setiap saat, sebagian besar dari limfosit ini terkonsentrasi di
berbagai jaringan limfoid di tempat strategis, tetapi sel B dan sel T secara terus-menerus
beredar dalam limfe, darah, dan jaringan tubuh, tempat mereka melakukan pengawasan tetap.

PERAN TIMOSIN

Karena sebagian besar migrasi dan diferensiasi sel T terjadi pada awal masa
perkembangan maka timus secara bertahap mengalami atrofi dan menjadi kurang penting
seiring dengan bertambahnya usia. Namun, jaringan ini terus menghasilkan timosin, suatu
hormon penting yang mempertahankan turunan sel T. Timosin meningkatkan proliferasi sel T
baru di jaringan limfoid perifer dan memperkuat kemampuan imunologik sel T yang ada.
Sekresi timosin menurun setelah usia 30 sampai 40 tahun. Penurunan ini diperkirakan ikut
berperan dalam penuaan. Para ilmuwan lebih lanjut berspekulasi bahwa berkurangnya
kapasitas sel T dengan bertambahnya usia mungkin berkaitan dengan peningkatan kerenranan
terhadap infeksi virus dan kanker, karena sel T berperan sangat penting dalam pertahanan
terhadap virus dan kanker.

Suatu antigen menginduksi respons imun terhadap dirinya sendiri.

Sel B dan T harus mampu secara spesifik mengenal sel atau bahan lain yang tidak
diperlukan untuk dihancurkan atau dinetralkan karena berbeda dari sel normal tubuh sendiri.
Keberadaan anrigen memungkinkan limfosit melakukan pembedaan tersebut. Antigen adalah
molekul asing besar yang unik yang memicu respons imun spesifik terhadap dirinya jika
masuk ke dalam tubuh. Secara umum, semakin kompleks suatu molekul, semakin besar
antigenisitasnya.

Protein asing adalah anrigen yang paling umum karena ukuran dan kompleksitasnya,
meskipun makromolekul lain, misalnya polisakarida dan lemak, juga dapat berfungsi sebagai
antigen. Antigen dapat berdiri sendiri, misalnya toksin bakteri, atau merupakan bagian
integral dari suatu struktur multimolekul, misalnya antigen di permukaaan suaru mikroba
asing.Kita pertama-rama akan melihat bagaimana sel B berespons terhadap antigen sasaran
dan kemudian mengulas respons sel T terhadap antigennya.

LIMFOSIT B: lMUNITAS YANG DIPERANTARAI OLEH GEN ANTIBODI

Setiap sel B dan T memiliki reseptor di permukaannya untuk mengikat satu jenis
terrentu dari beragam kemungkinan antigen. Reseptor ini adalah "mata bagi sistem imun
didapat", meskipun satu limfosit hanya dapat "melihat" satu jenis antigen.

Hal ini berbeda dari TLR sel efektor bawaan, yang mengenali "merek" umum yang
khas bagi semua mikroba. Selain itu, Iimfosit tidak dapat berespons langsung terhadap
antigen baru. Antigen mula-mula harus diproses dan disajikan kepada limfosit oleh antigen-
presenting cells (sel penyaji antigen), suatu aktivitas yang akan kita bahas berikut ini.

Antigen merangsang sel B untuk berubah menjadi sel plasma yang menghasilkan
antibodi.

Setelah berikatan dengan antigen yang telah diproses dan disajikan oleh sel penyaji antigen,
sebagian besar sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma aktif sementara yang Iain menjadi sel
memori yang dorman. Kita mula-mula akan membahas peran sel plasma dan kemudian
mengulas sel memori.

SEL PLASMA

Sel plasma menghasilkan antibodi yang dapat berikatan dengan jenis tertentu antigen yang
merangsang pengaktifan sel plasma tersebut. Selama diferensiasi menjadi sel plasma, sel B
membengkak karena retikulum endoplasma kasar (tempat pembentukan protein yang akan
diekspor) bertambah. Karena antibodi adalah protein maka sel plasma pada hakikatnya adalah
pabrik protein yang produktif,menghasilkan hingga 2000 molekul antibodi per detik.

Sedemikian besarnya komitmen perangkat pembentukan protein sel plasma untuk


menghasilkan antibodi sehingga sel tersebut tidak dapat mempertahankan sintesis protein
untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya sendiri. Karena itu, sel plasma mati setelah
menjalani masa produktif yang singkat (lima sampai tujuh hari). Antibodi disekresikan ke
dalam darah atau limfe, bergantung pada lokasi sel plasma, tetapi semua antibodi akhirnya
memperoleh akses ke darah, tempat ini dikenal sebagai globulin gama atau imunoglobulin.

SUBKELAS ANTIBODI

Antibodi dikelompokkan menjadi lima subkelas berdasarkan perbedaan dalam aktivitas


biologisnya:I Imunoglobulin IgM berfungsi sebagai resepror permukaan sel B untuk
mengikat antigen dan disekresikan pada tahap-tahap awal respon sel plasma.I IgG,
imunoglobulin terbanyak dalam darah, diproduksi dalam jumlah besar ketika tubuh kemudian
terpajan ke antigen yang sama.

Bersama-sama, antibodi IgM dan IgG menghasilkan sebagian besar dari respons imun
spesifik terhadap bakteri penginvasi dan beberapa jenis virus.I IgE ikut melindungi tubuh dari
cacing parasitik dan merupakan mediator antibodi untuk respons alergik umum,misalnya
hayfeuer, asma, dan urtikariaI IgA ditemukan dalam sekresi sistem pencernaan,
pernapasan,dan kemih-kelamin, serta dalam air susu dan air mata.I IgD terdapat di
permukaan banyak sel B tetapi fungsinya belum diketahui.

Perhatikan bahwa klasifikasi ini didasarkan pada fungsi antibodi. Pembagian ini tidak
menunjukkan bahwa hanya terdapat lima antibodi yang berbeda. Di dalam masing-masing
subkelas fungsional terdapat jutaan antibodi yang berlainan, masing-masing mampu berikatan
dengan hanya satu antigen tertentu.

Antibodi berbentuk Y dan diklasifiskasikan berdasarkan sifat bagian ekornya

Antibodi dari kelima subkelas terdiri dari empat rantai polipeptida yang saling berkaitan-dua
rantai panjang yang berat dan dua rantai pendek yang ringan-yang rersusun membentuk huruf
Y.

Karakteristik bagian lengan dari Y menentukan spesifsitas antibodi (yaitu, dengan antigen
apa antibodi dapat berikatan). Sifat dari bagian ekor antibodi menentukan sifat fungsional
antibodi (apa yang dilakukan antibodi setelah berikatan dengan antigen).

Sebuah antibodi memiliki dua tempat pengikatan antigen identik, satu di masing-masing
ujung lengan. Antigenbindingfragment (Fab, bagian pengikat antigen) ini bersifat unik untuk
masing-masing antibodi, sehingga setiap antibodi hanya dapat berinteraksi dengan satu
antigen yang secara spesifik cocok dengannya, seperti kunci dan anak kuncinya. Sangat
beragamnya bagian pengikat anrigen dari berbagai antibodi menyebabkan adanya antibodi
unik dalam jumlah sangat besar yang dapat berikatan secara spesifik dengan jutaan antigen
berbeda.

Berbeda dengan bagian Fab di ujung lengan yang bervariasi ini, bagian ekor setiap antibodi
dalam subkelas imunoglobulin yang sama bersifat identik. Bagian ekor, atau disebut bagian
konstan (Fc), mengandung tempat untuk mengikat mediator tertentu yang aktivitasnya
diinduksi oleh antibodi, yang berbeda-beda di antara berbagai subkelas antibodi. Pada
kenyataannya, perbedaan bagian konstan merupakan dasar untuk membedakan antara
berbagai subkelas imunoglobulin. Sebagai contoh, bagian ekor konstan antibodi IgG, jika
diaktifkan oleh pengikatan antigen di Fab, berikatan dengan sel fagositik dan berfungsi
sebagai opsonin untuk meningkatkan fagositosis. Sebagai perbandingan, bagian ekor konstan
antibodi IgE melekat ke sel mast dan basofil, bahkan tanpa ada antigen. Ketika antigen yang
sesuai berikatan dengan antibodi yang melekat ke sel mast/basofil tersebut maka terjadi
pelepasan histamin dari kedua sel tersebut. Histamin, selanjutnya, menginduksi manifestasi
alergik yang mengikuti

NETRALISASI DAN AGLUTINASI

Antibodi dapat secara fisik menghambat sebagian antigen melaksanakan efek merugikannya.
Sebagai contoh, dengan berikatan dengan toksin bakteri, antibodi dapat mencegah bahan
kimia berbahaya ini berinteraksi dengan sel yang rentan. Proses ini dikenal sebagai
netralisasi. Demikian juga, antibodi dapat berikatan dengan antigen permukaan beberapa
jenis virus, mencegah virus ini masuk ke dalam sel dan menimbulkan efek buruk. Kadang-
kadang beberapa molekul antibodi dapat mengikatsilangkan banyak molekul antigen menjadi
suaru rantai atau kisi-kisi kompleks antigen-antibodi. Proses di mana sel-sel asing, misalnya
bakteri atau sel darah merah yang tidak cocok golongannya, menyaru membentuk gumpalan
dikenal sebagai aglutinasi. Jika kompleks antigen-antibodi melibatkan anrigen larut,
misalnya toksin tetanus, maka kisi-kisi yang terbentuk dapat sangat besar sehingga
mengendap dalam larutan. (Presipitasi adalah proses di mana suaru bahan terpisah dari
larutannya). Didalam tubuh, mekanisme penghambatan fisik ini hanya berperan kecil dalam
proteksi terhadap agen asing.

CATATAN KLINIS. Namun, kecenderungan antigen tertentu untuk menggumpal


atau mengendap ketika membentuk kompleks besar dengan antibodi yang spesifik
terhadapnya, dapat digunakan secara klinis dan eksperimen untuk mendeteksi
keberadaan antigen atau anribodi rerrentu. Uji diagnosis kehamilan, sebagai contoh,
menggunakan prinsip ini untuk mendeteksi, dalam urin, adanya hormon yang
dikeluarkan segera setelah konsepsi.

PENYAKIT KOMPLEKS IMUN

CATATAN KLINIS. Kadang-kadang reaksi antigen-antibodi yang berlebihan secara


tidak sengaja menyebabkan kerusakan sel normal selain sel asing penginvasi.
Biasanya kompleks antigen-antibodi, yang terbentuk sebagai respons terhadap invasi
asing, dibersihkan oleh sel fagositik setelah mekanisme pertahanan nonspesifik
bekerja. Namun, jika kompleks ini terus-menerus diproduksi dalam jumlah besar
maka fagosit tidak mampu membersihkan seluruh kompleks imun yang terbentuk.
Kompleks anrigen-anribodi yang tidak dibersihkan akan terus mengaktifkan sistem
komplemen. Komplemen aktif dan zat inflamatorik lain yang berlebihan dapat
"tumpah", merusak sel normal sekitar selain sel yang tidak diinginkan. Selain itu,
kerusakan tidak selalu terbatas ditempat awal peradangan. Kompleks antigen-antibodi
dapat beredar bebas dan terperangkap di ginjal, sendi, otak, pembuluh darah halus di
kulit, dan di tempat lain, menyebabkan peradangan luas dan kerusakan jaringan.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh kompleks imun semacam ini disebut sebagai
penyakit kompleks imun, yang dapat merupakan penyulit suatu infelai bakteri, virus,
atau parasit.

Penyakit komplela imun juga dapat berasal dari aktivitas peradangan berlebihan yang
dipicu oleh "antigen diri" (protein yang dibentuk oleh tubuh sendiri) dan tubuh secara
salah memproduksi antibodi terhadap antigen tersebut. Artritis rematoid teriadi
melalui mekanisme ini.

Seleksi klonal menentukan spesifisitas produksi antibodi.

Bayangkan keberagaman molekul asing yang dapat dijumpai oleh seseorang seumur
hidupnya. Namun sebuah sel B dipraprogram hanya untuk berespons terhadap satu dari
jutaan jenis antigen. Antigen lain tidak dapat berikatan dengan sel B yang sama dan
memicunya untuk mengeluarkan antibodi yang berbeda. Dampak yang luar biasa adalah
bahwa masing-masing dari kita dilengkapi oleh jutaan limfosit B jadi yang berbeda-beda,
paling tidak satu untuk setiap kemungkinan antigen yang mungkin kita jumpai-termasuk
limfosit B yang spesifik untuk bahan sintetik yang tidak ada di alam. Teori seleksi klonal
menjelaskan bagaimana suaru sel B berespons terhadap antigennya.

Para peneliti dalam teori imunologi semula percaya bahwa antibodi "dibuat sesuai
pesanan" setiap kali ada antigen asing masuk ke dalam tubuh. Sebaliknya, teori seleksi
klonal yang sekarang diakui menyatakan bahwa pada masa janin dibentuk beragam
limfosit B, dengan masing-masing sel tersebut mampu membentuk antibodi terhadap
antigen tertentu bahkan sebelum bertemu sama sekali dengannya. Semua keturunan dari
suatu limfosit B tertentu membentuk suatu keluarga sel identik, atau klon, yang
berkomitmen untuk menghasilkan satu jenis antibodi spesifik. Sel-sel B tetap berada
dalam keadaan dorman, tidak benar-benar mengeluarkan produk antibodi spesifiknya atau
mengalami pembelahan cepat sampai (atau jika tidak) berkontak dengan antigen yang
sesuai. Limfosit yang belum terpajan ke antigen spesifiknya dikenal sebagai limfosit naif.
Kedka suaru anrigen berhasil masuk ke tubuh, klon sel B tertentu yang memiliki reseptor
permukaan yang spesifik terhadap antigen tersebut diaktifkan atau "terpilih" oleh
pengikaran anrigen dengan reseptornya sehingga muncul nama teori seleksi klonal .
Antibodi pertama yang diproduksi oleh sel B yang baru terbentuk adalah
imunoglobulin IgM, yang tersisip di membran plasma sel dan bukan disekresikan. Di sini
antibodi ini berfungsi sebagai tempar reseptor untuk mengikat antigen spesiftk, hampir
seperti "iklan" untuk jenis antibodi yang dapat dibentuk oleh sel tersebut. Pengikatan
antigen yang sesuai ke sel B sama artinya dengan "memesan" pembuatan dan sekresi
antibodi tersebut dalam jumlah besar.

KIon terpilih berdiferensiasi menjadi sel plasma aktif dan sel memori dorman

Pengikatan anrigen menyebabkan klon sel B aktif berkembang biak dan berdiferensiasi
menjadi dua jenis sel-sel plasma dan sel memori. Sebagian besar turunan klon ini
berkembang menjadi sel plasma, yaitu produsen antibodi yang mengandung tempat
pengikatan anrigen yang sama dengan yang terdapat di reseptor permukaan. Namun, sel
plasma menghasilkan antibodi IgG, yang disekresikan dan tidak tetap terikat ke membran
sel. Dalam darah, antibodi tersebut berikatan dengan anrigen bebas (tidak terikat ke
limfosit), menandainya untuk kemudian dihancurkan oleh sistem komplemen, ingesti
fagosit, atau cara lain.

SEL MEMORI

Tidak semua limfosit B yang baru dibentuk oleh klon aktif berdiferensiasi menjadi sel
plasma penghasil antibodi. Sebagian kecil berubah menjadi sel memori, yang tidak ikut
serta dalam serangan imun yang sedang berlangsung terhadap antigen tetapi tetap dorman
dan memperbanyak klon spesifik tersebut. Jika individu yang bersangkutan kembali
terpajan ke antigen yang sama maka sei-sel memori ini akan diaktif-kan dan siap untuk
beraksi bahkan lebih cepat daripada yang dilakukan oleh limfosit awal dalam klon
tersebut.

Meskipun masing-masing dari kita memiliki kumpulan ragam klon sel B yang pada
hakikatnya sama namun kumpulan tersebut secara bertahap berubah untuk berespons
pada efisien terhadap lingkungan antigenik masing-masing orang. Klon-klon yang
spesifik terhadap anrigen yang tidak pernah dijumpai oleh seseorang akan tetap dorman
seumur hidup, sementara klon yang spesifik terhadap antigen-antigen.yang ada di
lingkungan orang tersebut biasanya akan berkembang dan meningkat dengan membentuk
sel memori yang sangar peka. Berbagai klon naif rersebut memberi perlindungan terhadap
parogen baru yang belum dikenai,sementara populasi sel memori yang terus berkembang
memberi perlindungan terhadap kekambuhan infeksi yang pernah dialami sebelumnya.

RESPONS PRIMER DAN SEKUNDER

Selama kontak awal dengan suatu antigen mikroba, respons antibodi baru terjadi beberapa
hari kemudian setelah sel plasma terbentuk dan belum mencapai puncaknya dalam dua
minggu (Gambar 12-12).

Respons ini dikenal sebagai respons primer. Sementara itu, gejala-gejala khas invasi
mikroba menetap sampai mikroba tersebut kalah oleh serangan imun spesifik yang
ditujukan kepadanya atau orang yang terinfeksi meninggal. Setelah mencapai puncak,
kadar antibodi secara perlahan berkurang seiring waktu, namun sebagian antibodi dalam
darah mungkin menetap dalam waktu yang lebih lama. Perlindungan jangka panjang
terhadap antigen yang sama terurama dilaksanakan oleh sel memori. Jika antigen yang
sama kemudian muncul kembali, maka sel memori yang berumur panjang tersebut akan
melancarkan respons sekunder yang lebih cepat, lebih kuat, dan berlangsung lebih lama
daripada yang terjadi pada respons primer. Serangan imun yang lebih cepat dan kuat ini
sering memadai untuk mencegah arau memperkecil infeksi pada pajanan berikutnya
terhadap mikroba yang sama, dan membentuk dasar dari imunitas jangka panjang
terhadap penyakit spesifik.
lmunitas aktif dihasilkan sendiri sedangkan imunitas pasif "dipinjam".

Pembentukan antibodi akibat pajanan ke antigen disebut imunitas aktif terhadap


anrigen tersebut. Cara kedua bagaimana seseorang dapat memperoleh antibodi adalah
dengan transfer langsung antibodi yang dibentuk secara aktif oleh orang lain (atau
hewan). Imunitas 'pinjaman" dadakan ini yang dibentuk oleh antibodi yang sudah ada
disebut imunitas pasif. Pemindahan antibodi kelas IgG seinacam ini secara normal terjadi
dari ibu kepada janin melewati plasenta. Selain itu, kolostrum (susu pertama) ibu
mengandung antibodi IgA yang juga memberi perlindungan bagi bayi yang mendapat
ASI. Antibodi yang dipindahkan secara pasif biasanya diuraikan dalam waktu kurang dari
sebulan, tetapi dalam kurun waktu itu neonarus mendapat protein imun penting (pada
hakikatnya sama dengan yang dimiliki oleh ibunya) sampai ia dapat secara aktif
melancarkan respons imun sendiri. Kemampuan membentuk antibodi belum berkembang
sampai sekitar sebulan setelah lahir.

Golongan darah adalah suatu bentuk imunitas alami.

Para ilmuwan semula beranggapan bahwa antibodi tertentu sudah ada secara alami dalam
darah. Antibodi yang berkaitan dengan golongan darah adalah contoh klasik "antibodi
alami", meskipun imunitas alami sebenarnya adalah kasus khusus dari imunitas aktif.

GOLONGAN DARAH ABO

Membran permukaan eritrosit manusia mengandung antigen-antigen herediter yang


bervariasi sesuai golongan darah. Di dalam sistem golongan darah utama, sistem ABO,
ertirosit orang dengan golongan darah A mengandung antigen A, mereka yang golongan
darahnya B mengandung antigen B, mereka yang golongannya AB memiliki kedua
antigen, dan mereka yang golongan O tidak memiliki antigen A atau B di permukaan
eritrositnya.

Antibodi terhadap antigen eritrosit yang tidak ada di eritrosit tubuh sendiri mulai muncul
dalam plasenta setelah bayi berusia sekitar 6 bulan. Karena itu, plasma darah golongan A
mengandung antibodi anti-B, darah golongan B memiliki antibodi anti-A, tidak ada
antibodi yang berkaitan dengan sistem ABO pada darah golongan AB, dan kedua antibodi
anti-A dan anti-B rerdapat dalam darah golongan O. Biasanya kita beranggapan bahwa
pembentukan antibodi terhadap antigen A atau B diinduksi hanya terjadi jika darah yang
mengandung antigen asing disuntikkan ke dalam tubuh.

Namun, antibodi-antibodi tersebut dapat ditemukan dengan kadar tinggi dalam plasma
orang yang tidak pernah terpajan ke darah orang lain. Karena itu, antibodi ini dianggap
terbentuk secara alami, yaitu diproduksi tanpa diketahui pajanan ke antigennya. Para
ilmulwan kini mengetahui bahwa orang secara tidak disadari terpajan pada usia dini ke
sejumlah kecil antigen mirip-A dan B yang terdapat di bakteri-bakteri usus. Antibodi
yang diproduksi terhadap antigen-antigen asing ini kebetulan juga berinteraksi dengan
antigen yang hampir sama yang ada pada golongan darah asing, bahkan pada pajanan
pertama.
Limfosit hanya berespons terhadap antigen yang disajikan oleh sel penyaji antigen. Sel B
biasanya ddak dapat melaksanakan tugasnya menghasilkan antibodi tanpa bantuan dari
makrofag atau sel penyaji antigen lain dan, pada kebanyakan kasus, juga dari sel T
(Gambar 12-15).

Klon-klon sel B yang relevan tidak dapat mengenal dan menghasilkan antibodi sebagai
respons terhadap antigen asing "mentah" yang masuk ke tubuh; sebelum bereaksi, klon
sel B harus secara formal "diperkenalkan'kepada antigen.

PENYAJIAN ANTIGEN

Makrofag dapat digunakan sebagai contoh sel penyaji antigen. Mikroorganisme atau
antigen mula-mula ditelan oleh makrofag, Fagosit-fagosit besar ini berkumpul di
sekeliling klon sel B yang sesuai dan menangani perkenalan formal tersebut. Selama
fagositosis, makrofag memproses antigen mentah dan kemudian "menyajikan" antigen
yang telah diproses tersebut dengan memajankannya di permukaan luar membran plasma
makrofag sedemikian sehingga sel-sel B sekitar dapat mengenalnya dan diaktifkan
olehnya. Secara spesifik, ketika menelan mikroba asing, makrofag mencerna mikroba
tersebut menjadi peptida-peptida antigenik (kepingan kecil protein). Setiap pepdda
antigenik kemudian digabungkan dengan molekul MHC, yang disintesis di dalam
kompleks retikulum endoplasma-kompleks Golgi. Sebuah molekul MHC memiliki alur
dalam tempat melekatnya berbagai peptida antigenik, bergantung pada apa yangditelan
oleh makrofag. Penempatan peptida antigenik ke dalam molekul MHC berlangsung di
organel khusus yang baru ditemukan di dalam sel penyaji antigen kompartemen untuk
pemuatan peptida. Molekul MHC kemudian mengangkut antigen tersebut ke permukaan
sel untuk disajikan kepada limfosit yang lewat.

Selain itu, makrofag penyaji antigen ini mengeluarkan interleuhin 1, suatu mediator
kimiawi serba guna yang meningkatkan diferensiasi dan proliferasi klon sel B yang
sekarang sudah aktif. Interleukin 1, yang identik atau berkaitan erat dengan pirogen
endogen atau mediator endogen leukosit, juga berperan besar dalam demam dan malase
yang menyertai banyak infeksi. Sebaliknya, limfosit yang telah diaktifkan kemudian
mengeluarkan antibodi yang antara lain meningkatkan aktivitas fagositik lebih lanjut.

Banyak antigen disajikan dengan cara serupa kepada sel T oleh makrofag dan sel
dendritik. Sel dendritik adalah sel penyaji antigen khusus yang bertindak sebagai penjaga
di hampir setiap jaringan. Sel ini sangar banyak di kulit dan lapisan mukosa paru dan
saluran cerna-lokasi strategis tempat mikroba kemungkinan besar masuk ke tubuh.
Setelah terpajan ke antigen yang sesuai, sel dendritik meninggalkan jaringan dan
bermigrasi melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe, tempat sel-sel ini berkumpul dan
mengaktifkan sel T.

Salah satu golongan khusus limfosit T, yang disebut sel T penolong, membantu
pengaktifan sel B oleh anrigen yang disajikan oleh makrofag. Sel T penolong
mengeluarkan suatu mediator kimiawi, faktor pertumbuhan sel B, yang ikut berperan
dalam fungsi sel B bersama dengan interleukin 1 yang dikeluarkan oleh makrofag.
Karena itu, interaksi yang saling memperkuat antara makrofag, sel B, dan sel T penolong
secara sinergistis meningkatkan serangan imun antibodi fagosit terhadap benda asing
yang masuk. Tabel 12-2 meringkaskan strategi imun bawaan dan didapat yang
mempertahankan tubuh dari serbuan bakteri. Kini kita akan membahas peran lain sel T
selain meningkatkan aktivitas sel B.

LIMFOSIT T: IMUNITAS YANG DIPERANTARAI OLEH SEL

Meskipun penting dalam pertahanan spesifik terhadap bakteri dan benda asing lainnya
namun limfosit B dan produk antibodinya hanya mewakili separuh dari pertahanan imun
spesifik tubuh. Limfosit T sama pentingnya dalam pertahanan terhadap kebanyakan
infeksi virus dan juga berperan besar dalam mengatur mekanisme imun. Tabel 2-3
membandingkan sifat kedua sel efektof adaptif ini, meringkaskan apa yang telah anda
pelajari tentang sel B dan menyinggung fitur yang akan anda pelajari tentang sel T.

*Sel T berikatan langsung dengan sasarannya.

Sementara sel B dan antibodi melindungi tubuh dari benda asing di CES, sel T
menghadapi benda asing yang bersembunyi di dalam sel yang tidak dapar dicapai oleh
antibodi atau sistem komplemen. Tidak seperti sel B. yang mengeluarkan antibodi yang
dapat menyerang anrigen jarak jauh, sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel T harus
berkontak langsung dengan sasaran, suatu proses yang dikenal sebagai imunitas selular.
Sel T tipe pemusnah mengeluarkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan sel sasaran
yang berkontak dengannya, misalnya sel yang terinfeksi oleh virus dan sel kanker.
Seperti sel B, sel T bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membran
plasmanya, setiap sel T memiliki protein reseptor unik yang disebut reseptor sel T, serupa
namun tidak identik dengan resepror di permukaan sel B. Limfosit imatur memperoleh
reseptornya di timus sewaktu berdiferensiasi menjadi sel T. Tidak seperti sel B, sel T
diaktifkan oleh antigen asing hanyajika antigen tersebur berada di permukaan suatu sel
yang juga membawa penanda identitas individu yang bersangkutan; yaitu, anrigen asing
dan antigen diri harus bersama-sama berada di permukaan sel sebelum sel T dapat
berikatan dengannya. Selama pendidikan di timus, sel T belajar mengenal antigen asing
hanya dalam kombinasi dengan antigen jaringan sendiri-suatu pelajaran yang diturunkan
kepada semua progeni sel T di kemudian hari.

Dua jenis utama sel T adalah sel T sitotoksik dan selT penolong.

Terdapat dua subpopulasi utama sel T, bergantung pada peran mereka ketika
diaktifkan oleh antigen:

1. Sel CD8 (sel T sitotoksik, atau pemusnah), yang menghancurkan sel pejamu yang
mengandung apapun yang asing, dan karenanya menganduhg antigen asing,
misalnya sel tubuh yang dimasuki virus, sel kanker yang memiliki protein mutan
akibat transformasi maligna dan sel cangkokan

2. Sel CD4 (umumnya sel T penolong), yang meningkatkan pembentukan sei B yang
distimulasi antigen menjadi sel plasma penghasil antibodi, meningkatkan aktivitas
sel sitotoksik yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag. Sel CD4 tidak secara
langsung ikut serta dalam destruksi imun patogen yang masuk. Sebaliknya, sel-sel
ini memodulasi aktivitas sel imun lain. Sel T regulatorik, yang semula disebut sel T
penekan, adalah subset kecil sel CD4 yang baru teridentifikasi.
Sel T reguiatorik, yang membentuk 57 derajat sampai 10% dari sel CD4, menekan
respons imun. Sel-sel ini menekan dan bukan meningkatkan imunitas bawaan dan didapat
dengan metode check and balance untuk memperkecil patologi imun yang merugikan.
Masih belum dipahami bagaimana sel T regulatorik melaksanakan tugasnya.

Sel T penolong sejauh ini adalah jenis sel T yang paling banyak, membentuk 60%
sampai 80o/o dari semua sel T dalam darah. Karena pentingnya peran yang dimainkan
oleh sel ini dalam "menyalakan" kekuatan penuh limfosit dan makrofag maka sel T
penolong dianggap sebagai "tombol induk" sistem imun.

CATAIAN KLINIS. Hal ini menjadi penyebab mengapa sindrom imunodefisiensi


didapat (acquired immune deficiency sindrome, AIDS), yang disebabkan oleh virus
imuno defisiensi manusia (human immunodcficiency uirz.rs, HIV], sedemikian
menghancurkan bagi sistem pertahanan imun. Virus AIDS secara selektif menginvasi sel
T penolong, menghancurkan atau melumpuhkan sel-sei yang seharusnya mengendalikan
sebagian besar respons imun tersebut (Gambar 12-16). Virus tersebut juga menyerang
makrofag sehingga semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-kadang juga masuk
ke sel otak, menyebabkan demensia (gangguan ter berat kapasitas intelektual) yang
ditemukan pada sejumlah penderita AIDS.

SEL T MEMORI
Seperti sel B, sel T membentuk kompartemen sel memori dan memperlihatkan baik
respons primer maupun sekunder. Respons primer cenderung dimulai di jaringan limfoid,
tempat limfosit naif dan sel penyaji antigen berinteraksi. Selama beberapa minggu setelah
infeksi dibersihkan, lebih dari 90% sel T efektor yang terbentuk selama respons primer mati
melalui proses apoptosis. Untuk bertahan hidup, limfosit T aktif memerlukan keberadaan
antigen spesifiknya terus-menerus dan sinyal stimulatorik yang sesuai. Setelah musuh mati,
sebagian besar populasi limfosit T spesifik yang kini menjadi berlebihan melakukan bunuh
diri karena antigen dan sinyal stimulatoriknya lenyap.
Eliminasi sebagian besar sel T efektor setelah respons primer merupakan hal esensial
untuk mencegah kongesti di jaringan limfoid. (Pengurangan semacaff. ini tidak
diperlukan untuk sel B-sel yang menjadi sel plasma dan bukan sel B memori setelah
stimulasi antigen akan mati sendiri dengan menghasilkan antibodi). Sel-sel T efektor yang
tersisa berubah menjadi sel T memori yang berumur panjang dan bermigrasi ke seluruh
bagian tubuh, tempar mereka bersiap untuk melaksanakan respons sekunder cepat
seandainya patogen yang sama muncul.

PERTAHANAN ANTIVIRUS DI SISTEM SARAF

Metode lazim untuk menghancurkan sel pejamu yang terinfeksi oleh virus tidak dapa
diterapkan bagi sistem saraf. Jika sel T sitotoksik menghancurkan neuron yang terinfeksi
oleh virus maka sel-sel yang mati tidak dapat diganti karena neuron tidak dapat
bereplikasi. Untungnya, neuron yang terinfeksi oleh virus terhindar dari pemusnahan oleh
sistem imun, tetapi kalau demikian bagaimana neuron terlindung dari virus? Para ahli
imunologi telah lama berpikir bahwa satu-satunya pertahanan antivirus untuk neuron
adalah yang ditujukan terhadap virus bebas di cairan ekstrasel.

Namun,penelitian-penelitian baru mengungkapkan bahwa antibodi tidak saja


menyerang virus untuk dihancurkan di cairan ekstrasel tetapi juga dapat mengeliminasi
virus yang berada di dalam neuron. Belum jelas apakah antibodi benar-benar masuk ke
neuron dan mengintervensi secara langsung replikasi virus (neuron terbukti dapat
menyerap antibodi di dekat ujung sinapsnya) atau berikata dengan permukaan sel saraf
DAFTAR PUSTAKA

Perry & Potter.2005.Fundamental of Nursing, Edisi 2 Volume 2.Jakarta:EGC

Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
EGC

Guide,Suide,MD,(1990).Mikrobiologi Dasar Ed.3.Jakarta: Binarupa Aksara


Tambayong,Jan,dr,(2000).Mikrobiologi Untuk Keperawatan.Jakarta: Widya Medika

Ishimoto H, Yanagihara K, Araki N, et al. (2008). “Single-cell observation of phagocytosis


by human blood dendritic cells”. Jpn. J. Infect Dis.
M.J.Parka, V.A. Stucke.Microbiology for Nursing.(1982).Bailliere Tindall.

Gould, Dinah, dkk., 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. EGC. Jakarta.
Irianto, Kus, 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Yrama Widya.
Bandung.
Kresno, Siti Boedina. 2003. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Ranuh, I., dkk., 2001. Buku Imunisasi di Indonesia Edisi Pertama. SI-IDAI. Jakarta.
Scanlon, Valerie C., 2006. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Setiadi, 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sloane, Ethel, 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

You might also like