You are on page 1of 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/320892174

Kajian status sosial-ekonomi masyarakat pesisir Indramayu, Jawa Barat:


Studi kasus masyarakat Desa Majakerta, Balongan, dan Limbangan

Article · October 2016

CITATIONS READS

0 315

4 authors, including:

Thomas Nugroho Sulistiono Sulistiono


Bogor Agricultural University Bogor Agricultural University
8 PUBLICATIONS   1 CITATION    123 PUBLICATIONS   59 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Bioecological aspects of the endemic oranism in Matano, Towuti, Malili Lakes Complex View project

fresh water fisheries View project

All content following this page was uploaded by Sulistiono Sulistiono on 07 November 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Prosiding Seminar Nasional Ikan ke-9

Kajian status sosial-ekonomi masyarakat pesisir Indramayu, Jawa Barat:


Studi kasus masyarakat Desa Majakerta, Balongan, dan Limbangan
Thomas Nugroho1, Sulistiono1,, Tutut Sunarminto2, Parjono3
1Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instituit Pertanian Bogor
Jln. Agatis, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680
2Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Kampus IPB Dramaga, Bogor 16880


3Fakultas Pertanian, Universitas Mataram

Jln. Majapahit No. 62 Mataram


 onosulistiono@gmail.com

Abstrak
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah pesisir yang memiliki potensi
sumberdaya perikanan dan kelautan yang cukup besar. Beberapa wilayah tersebut adalah
Desa Majakerta, Balongan dan Limbangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status
sosial-ekonomi masyarakat pesisir di daerah Indramayu. Pengamatan dilakukan melalui
survey dan pengisian kuesionair sebanyak 30 responden pada Oktober 2014 dan November
2015. Data yang dihasilkan disampaikan secara deskriptif. Dari hasil pengamatan tersebut
dapat disampaikan bahwa masyarakat pesisir di tiga desa tersebut umumnya adalah
masyarakat asli Indramayu, dengan pekerjaan utama umumnya adalah nelayan, petani dan
petambak. Pendidikan masyarakat umumnya tidak tamat Sekolah Dasar (23-55%) dan tamat
Sekolah Dasar (33-47%), namun beberapa masyarakat berpendidikan sarjana (7%).
Masyarakat umumnya memiliki rumah sendiri (bersertifikat dan tidak bersertifikat),
memakai bahan bakar gas untuk keperluan memasak (87-100%), dan mempergunakan PLN
sebagai sumber penerangan (97-100%). Penghasilan masyarakat pesisir umumnya Rp 1 - 3
juta per bulan (20-72%). Budaya gotong royong masih melekat pada masyarakat pesisir,
begitu juga tradisi masyarakat yang berupa pesta laut, sedekah bumi, unjungan, buyutan,
dan mapagsri. Berdasarkan pengamatan tersebut, kondisi social ekonomi masyarakat pada
tahun 2014 dan 2015 tidak menunjukkan perbedaan secara nyata.

Kata kunci: Indramayu, masyarakat pesisir, nelayan, status sosial ekonomi

Pendahuluan
Kabupaten Indramayu memiliki potensi wilayah dan sumberdaya alam yang
sangat strategis, sebab berada di jalur pantura yang merupakan jalur perekonomian
nasional. Wilayah Indramayu merupakan hilir dari sungai besar yaitu Sungai
Cimanuk dan Cipunegara dan menjadi salah satu sentra pertanian dan hasil
perikanan nasional. Pengembangan potensi wilayah Kabupaten Indramayu terbagi
dalam dua kawasan strategis yaitu kawasan strategis propinsi (KSP) yaitu Kilang
Minyak Balongan, Pesisir Pantura dan Pertanian berlahan basah dan beririgasi
teknis Pantura Jawa Barat; dan kawasan strategis kabupaten (KSK) yaitu
Prajapolitan, Minapolitan, Agropolitan, serta Wanapolitan (Bappeda Kabupaten
Indramayu 2011).

Masyarakat Iktiologi Indonesia


Ekonomi dan Sosial Perikanan

Kawasan pesisir pantura Kabupaten Indramayu memiliki potensi sumberdaya


perikanan dan kelautan yang cukup besar. Secara geografis, wilayah Kabupaten
Indramayu berada pada posisi 107° 52´-108° 36´ BT dan 6° 15´-6° 40´ LS, dan secara
administrasi termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat, dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Laut Jawa
 Sebelah Timur : Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon
 Sebelah Selatan : Kabupaten Majalengka, Sumedang dan Cirebon
 Sebelah Barat : Kabupaten Subang.

Pemerintah Kabupaten Indramayu pada Tahun 2014 terdiri atas 31


Kecamatan, 309 desa dan 8 kelurahan, luas wilayah 2.099,42 km2, dengan panjang
garis pantai 147 Km yang membentang sepanjang pantai Utara antara Kabupaten
Cirebon sampai Kabupaten Subang. Wilayah kabupaten ini merupakan daerah
dataran rendah (0 - 18 meter di atas permukaan laut -mdpl) dengan wilayah dataran
rendahnya berupa rawa, tambak, sawah dan pekarangan.
Kabupaten Indramayu yang membentang sepanjang posisi pantai Utara
Pulau Jawa menjadikan daerah ini bersuhu udara relatif panas (22,9–32°C). Tipe
iklim di wilayah ini termasuk iklim tropis. Menurut Klasifikasi Schmidt dan
Fergusson, wilayah ini termasuk Iklim Tipe D (iklim sedang) dengan karakteristik
iklim antara lain:
 Suhu udara harian berkisar antara 22,9º-32ºC,
 Kelembaban udara antara 70-80%,
 Curah hujan sepanjang tahun 2014 sebesar 2.104 mm dengan 103 hari hujan,
 Curah hujan tertinggi sekitar 2.756 mm

Jumlah penduduk Kabupaten Indramayu tahun 2014 adalah 1.708.551 jiwa,


yang terdiri atas laki-laki 880.024 jiwa dan perempuan 828.527 jiwa, dengan angka
rasio jenis kelamin (RJK) sebesar 106. Hal ini berarti bahwa jumlah penduduk laki-
laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu terdapat sekitar 106 penduduk
laki-laki pada setiap 100 penduduk perempuan.
Kepadatan penduduk Kabupaten Indramayu pada tahun 2014 sebesar 813
jiwa.km-² yang berarti termasuk dalam kategori sangat padat (lebih dari 400
jiwa.km-2). Kondisi pendidikan dasar sampai menengah di Kabupaten Indramayu
tergolong baik. Partisipasi pendidikan anak usia sekolah yang masih perlu
mendapatkan perhatian serius adalah pada jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA), yaitu hanya 60,32%.
Diantara desa-desa yang tersebar di wilayah Kabupaten Indramayu tersebut,
terdapat tiga desa pantai yang berdekatan letaknya dengan kegiatan industri yang

886 Pros. SeNI ke-9


Nugroho et al.

cukup besar, yaitu industri kilang minyak Pertamina dan industri limbah plastik
Polytama. Desa-desa yang dimaksud adalah Desa Balongan, Majakerta (Kecamatan
Balongan) dan Limbangan (Kecamatan Juntinyuat) yang umumnya masyarakatnya
memiliki mata pencaharian nelayan, petambak dan petani.
Informasi kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir di sekitar wilayah
operasional perusahaan kilang minyak pertamina dan industri limbah plastik
belum banyak dipublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati status
sosial dan ekonomi masyarakat pesisir di sekitar wilayah operasional perusahaan
kilang minyak pertamina dan industri limbah plastik di Desa Majakerta, Balongan
dan Limbangan, Indramayu, Jawa Barat. Kondisi sosial ekonomi yang diamati
meliputi matapencaharian, tingkat pendidikan, perumahan, penggunaan bahan
bakar, penerangan, pendapatan dan pengeluaran, dan sosial budaya.

Bahan dan metode


Waktu dan lokasi
Penelitian ini dilaksanakan selama dua kali yaitu pada Bulan Oktober 2014
dan November 2015, di tiga desa yaitu Desa Majakerta, Balongan (Kecamatan
Balongan) dan Limbangan (Kecamatan Juntinyuat) di Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat.

Metode
Kegiatan penelitian dilakukan melalui metode survei pada sekitar 30
responden pada masing-masing desa (Majakerta 10 responden, Balongan 10
responden, Limbangan 10 responden). Data yang diukur dan dianalisis merupakan
persepsi masyarakat terhadap diri dan lingkungannya terkait aspek sosial dan
ekonomi. Data sosial ekonomi dikumpulkan melalui wawancara dengan acuan
kuesionair yang meliputi asal daerah, pekerjaan, status dalam keluarga, pendidikan,
kondisi perumahan, luas tanah tempat tinggal, bahan bakar yang digunakan dalam
memasak, sumber penerangan, pendapatan, pengeluaran, dan kegiatan sosial
masyarakatnya. Hasil wawancara disampaikan secara deskriptif dalam bentuk tabel
dan juga gambar yang diolah melalui program Excell.

Hasil dan pembahasan


Hasil
Asal masyarakat, mata pencaharian, dan pendidikan
Kabupaten Indramayu terletak berdekatan dengan Kabupaten Cirebon, yang
merupakan daerah perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, hal ini yang
menjadikan Kabupaten Indramayu memiliki kultur yang unik. Sebagian besar
masyarakatnya terdiri dari Suku Jawa dan Suku Sunda atau percampuran dari

Jilid 2 887
Ekonomi dan Sosial Perikanan

keduanya. Budaya masyarakat menjadi lebih beragam dengan pola hidup yang
sederhana. Keragaman tersebut dapat dikenali dari beberapa identitas masyarakat,
baik suku bangsa/tempat asal; pekerjaan, serta lama tinggal. Di antara daerah di
Indramayu yang memiliki keragaman pola hidup masyarakatnya adalah Desa
Majakerta, Balongan dan Limbangan.
Hasil pengamatan selama kegiatan disajikan pada Tabel 1. Dari table tersebut
tampak tidak terjadi perbedaan yang nyata antara kondisi penduduk pada tahun
2014 dibandingkan tahun 2015. Masyarakat pantaiumumnya adalahmasyarakat asli
Indramayu yang merupakan Suku Jawa dan Sunda yang sudah lama mendiami
wilayah tersebut (>15 tahun). Hal ini dikarenakan letak desa-desa bersangkutan
yang secara geokultur berada di perlintasan dua kebudayaan besar, yaitu Sunda di
sebelah Barat dan Selatan, serta Jawa di sebelah Timur dan Utara. Pengaruh Sunda,
dalam sejarahnya lebih bersifat politis karena Cirebon (Ciayumaja) dijadikan
sebagai bagian dari wilayah kekuasaan (geopolitik) kerajaan-kerajaan Budha-Hindu
Kuno, seperti Galuh,Pajajaran danSumedang Larang. Sementara pengaruh Jawa
lebih bersifat kebudayaan (geokultur)melalui interaksi sosial yang terbentuk karena
letak geografis pesisir pantura yang strategis sebagai sentra perdagangan melalui
syiar Islam Sunan Gunung Djatipada abad ke-15 sampai ke-16 yang menggunakan
bahasa Jawa dan seolah mempertegas pengaruh Jawa secara kebudayaan di wilayah
tersebut
Masyarakat Desa Majakerta, Balongan dan Limbangan masih dikenal sebagai
masyarakat agraris karena sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dan
nelayan Namun seiring dengan berkembangnya informasi dan kebutuhan dasar
harian, maka saat ini Pola matapencaharian bergeser menjadi perdagangan.Hampir
semua masyarakat desa pantai memiliki satu pekerjaan utama. Dengan satu
pekerjaan, masyarakat menganggap eksistensi waktu untuk memenuhi kebutuhan
hidup sebagai manusia telah tercukupi. Hal ini dikarenakan lama waktu dalam
bekerja memilikiporsi lebih banyak dari kebutuhan waktu lainnya. Sedikit ragam
pekerjaan juga dianggap lebih mudah dijalankan karena dapat lebih terkonsentrasi
dalam pelaksanaan dan pengembangannya.
Letak geografis Desa Limbangan, Balongan dan Majakerta yang berada di
pesisir Pantai Utara menjadikan masyarakat umumnya berprofesi sebagai nelayan.
Dengan kekayaan laut yang cukup beragam, pekerjaan nelayan dianggap yang
paling memungkinkan di ketiga desa tersebut. Ikan tenggiri, selar, kakap merah,
udang rajungan dan jenis ikan laut lainnya merupakan kekayaan laut yang mudah
ditemukan di wilayah Indramayu.

888 Pros. SeNI ke-9


Nugroho et al.

Tabel 1. Identitas responden berdasarkan suku bangsa dan lama menetap di desa
pantai, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat
Desa (%)
Karakteristik Balongan Majakerta Limbangan
A B A B A B
Suku Bangsa/Asal
a. Asli Indramayu 100 100 100 80 97 67
b. Pendatang dari Luar Indramayu 0 0 0 20 3 33
Lama Menetap
a. < 5 Tahun 0 7 0 17 0 7
b. 6 – 10 tahun 0 23 10 23 0 7
c. > 10 Tahun 100 70 90 60 100 84
Keterangan : A = Kondisi Tahun 2014 B = Kondisi Tahun 2015

Hasil pengamatan mata pencaharian responden disampaikan pada Gambar 1.


Memperhatikan data yang disajikan pada Gambar 1 menunjukkan bahwabanyak
penduduk didesa tersebut yang bekerja di luar negeri (TKI). Namun demikian
terjadi sedikit perubahan pada kondisi matapencaharian utama penduduk pada
tahun 2015 dibandingkan dengan kondisi tahun 2014, yaitu terjadi penurunan yang
sangat nyata pada matapencaharian utama penduduk “lainnya” yang sebagian
besar merupakan TKI di Majakerta. Masyarakat banyak berpindah sebagai
pedagang/wirausaha yang berkembang cukup pesat di Kabupaten Indramayu,
terutama pada daerah perkotaan. Jarak antara wilayah Kecamatan Balongan dengan
Kota Indramayu yang cukup dekat memberikan kemudahan bagi warga
masyarakat untuk bekerja di kota. Masyarakat di Desa Balongan dominan
masyarakat yang memiliki matapencaharian ganda untuk mencari alternatif sumber
penghasilan tambahan dari pekerjaan pokoknya. Masyarakat yang
bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan masih dominan di Desa Majakerta,
dan Limbangan.
Yang perlu diberikan sedikit perhatian adalah matapencaharian ganda pada
responden pada tahun 2015 lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2014, kecuali
pada Desa Balongan (Gambar 1). Hal ini didorong karena kegiatan
matapencaharian utama tidak dilakukan sepanjang waktu, khususnya di sebagai
petani dan nelayan yang dilakukan secara musiman.Di samping itu pendapatan
yang rendah mendorong masyarakat untuk mencari pekerjaan tambahan guna
meningkatkan pendapatan. Namun adanya perhatian pemerintah pada saat ini
yang sangat besar kepada program pertanian dan perikanan, mendorong
peningkatan kegiatan terfokus pada petani dan nelayan.

Jilid 2 889
Ekonomi dan Sosial Perikanan

2014 2015
Multijob 33 53
Pedagang/Wirausaha 43 10
Petani 24 27
Nelayan 0 10

2014 2015
Multijob 21 0
Pedagang/Wirausaha 14 30
Petani 10 20
Nelayan 55 50

2014 2015
Multijob 3 10
Pedagang/Wirausaha 0 21
Petani 0 17
Nelayan 97 52

Gambar 1. Matapencaharian responden di desa pantai, Kabupaten Indramayu,


Provinsi Jawa Barat, a. Balongan, b. Majakerta, c. Limbangan

890 Pros. SeNI ke-9


Nugroho et al.

Masyarakat Desa Balongan beranggapan bahwa memiliki dua pekerjaan


adalah upaya yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Dengan
dua pekerjaan akan dihasilkan tambahan pendapatan sehingga dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari secara konsisten dan berkelanjutan. Selain itu, dua pekerjaan
dapat lebih melatih dan mengembangkan diri masyarakat sehingga penggunaan
waktu dapat lebih produktif dan bermanfaat. Pekerjaan utama yang umumnya
dipilih oleh responden adalah sebagai nelayan, petani serta pedagang. Perdagangan
memiliki porsi yang cukup besar dalam matapencaharian masyarakat karena
dianggap relatif mudah dan siklus ekonomi dapat berputar dengan cepat. Hal
inilah yang menjadikan perdagangan sebagai pekerjaan tambahan bagi sebagian
masyarakat Desa Balongan.
Matapencaharian lain dari masyarakat sekitar pantai Indramayu adalah
sebagai pengrajin, dan industri pengolahan makanan dan pedagang ikan. Terkait
dengan hasil laut yang cukup banyak, pedagang ikan di wilayah Indramayu dapat
memasok 300-400 kg ikan perhari dan mencapai 700 kg pada perayaan hari besar
seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Hasil ikan biasanya dikonsumsi langsung
atau diolah oleh masyarakat untuk pembuatan kerupuk, abon ikan dan terasi. Di
Desa Majakerta terdapat industri penghasil pilus ikan tenggiri dan di Desa
Balongan terdapat industri pembuatan kerupuk ikan dan terasi.
Pendidikan responden terbanyak sampai lulus SD/MI dan tidak Tamat
Sekolah Dasar. Data pada Tabel 2 menunjukan bahwa sekitar7% responden di Desa
Majakerta yang mencapai Perguruan Tinggi.

Tabel 2. Kondisi Tingkat Pendidikan Responden Masyarakat di desa pantai,


Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat
Desa (%)
Tingkat pendidikan Balongan Majakerta Limbangan
A B A B A B
PT/AK 0 0 0 7 0 0
SMA/SMK/MA 20 3 0 7 0 7
SMP/MTs 13 7 0 10 0 10
SD/MI 44 40 47 38 45 33
Tidak Tamat SD 23 50 53 38 55 50
Keterangan : A = Kondisi Tahun 2014, B = Kondisi Tahun 2015

Perumahan, bahan bakar, dan penerangan


Perumahan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk mengetahui
tingkat kesejahteraan masyarakat setempat.Dilihat dari kepemilikan, bentuk, luas
dan jenis bahan yang digunakan pada rumah maka data perumahan dapat
digunakan sebagai penilaian kesejahteraan.Status perumahan masyarakat desa

Jilid 2 891
Ekonomi dan Sosial Perikanan

pantai didominasi oleh status rumah milik sendiri dengan sertifikat dan tidak
bersertifikat pada Desa Balongan (sekitar 52%).Data pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa Desa Majakerta, dan Limbangan didominasi oleh masyarakat yang tinggal di
rumah pada tanah sendiri namun belum bersertifikat (sekitar 43%).
Tabel 4 menunjukkan bahwa luas tanah untuk rumah masyarakat secara
umum ≤150 m2. Masyarakat di Desa Balongan dan Limbangan yang cukup banyak
memiliki luas tanah untuk rumah >150 m2 dengan persentase antara 50 – 88%.
Masyarakat Desa Majakerta memiliki luas tanah <100 m2 dengan persentase
masing-masing 66% dan 48%.Luas tanah yang tersisa dari bangunan rumah
biasanya dijadikan sebagai pekarangan yang dapat ditanami tanaman buah-buahan
atau sayur mayur. Selain itu beberapa masyarakat juga menjadikan lahan yang
tersisa sebagai kandang binatang peliharaan atau gudang peralatan. Relatif tidak
terjadi perubahan dalam hal luas tanah untuk tempat tinggal penduduk pada tahun
2015 dibandingkan dengan kondisi tahun 2014. Jumlah responden yang memiliki
sertifikat tanah sendiri atau tanpa sertifikat mengalami peningkatan dibandingkan
pada Tahun 2015. Penurunan terjadi pada responden yang memiliki sertifikat tanah
dan rumah sendiri daripada Tahun 2014.

Tabel 3. Status Kepemilikan Rumah Responden di desa pantai, Kabupaten


Indramayu, Provinsi Jawa Barat
Desa (%)
Status kepemilikan rumah Balongan Majakerta Limbangan
A B A B A B
Milik Sendiri (Bersertifikat) 37 52 36 41 43 37
Milik Sendiri (Tidak Bersertifikat) 56 26 36 45 43 43
Kontrak/Sewa 0 0 0 0 0 0
Dinas 0 0 0 0 0 0
Rumah Milik Orangtua/Saudara 7 18 28 14 12 17
Lainnya 0 4 0 0 0 3
Keterangan: A = Kondisi Tahun 2014 dan B = Kondisi Tahun 2015

Jenis atap pada perumahan masyarakat desa pantaitersusun dari genteng


dengan dinding tembok dan lantai terbuat dari jenis keramik. Penggunaan atap,
dinding dan lantai tersebut disesuaikan dengan cuaca dan harga bahan baku. Letak
Indramayu yang dekat dengan pantai menjadikan kawasan ini cukup panas
sehingga masyarakat membangun rumah dengan bahan yang tidak meningkatkan
hawa panas dalam rumah. Selain itu harga genteng, dinding dan lantai yang
digunakan relatif cukup murah sehingga dapat diterima oleh masyarakat setempat.

892 Pros. SeNI ke-9


Nugroho et al.

Tabel 4. Luas Tanah untuk Tempat Tinggal Penduduk desa pantai, Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat
Desa (%)
Luas Tanah (m2) Balongan Majakerta Limbangan
A B A B A B
< 100 62 8 80 66 97 40
100 – 150 21 4 12 18 0 10
> 150 17 88 8 16 3 50
Keterangan: A = Kondisi Tahun 2012, B = Kondisi Tahun 2014

Masyarakat mayoritas telah menggunakan gas sebagai bahan bakar masak


harian (Tabel 5). Hal ini dikarenakan program penggunaan gas sebagai ganti
minyak tanah yang dilakukan oleh pemerintah sekitar 6 tahun yang laiu.
Kemudahan dalam memperoleh bahan bakar gas (BBG) tabung 3 Kg di wilayah
tempat tinggal masyarakat dengan harga terjangkau merupakan faktor pendorong
utama pilihan masyarakat terhadap bahan bakar yang digunakan untuk kebutuhan
rumahtangga. Penggunaan BBG tersebut meningkat pada tahun 2015 dibandingkan
tahun 2012 dan 2014, kecuali di Desa Balongan dan Limbangan yang menurun
masing-masing sekitar 3% dan 6% saja.

Tabel 5. Bahan Bakar untuk Memasak Penduduk di desa pantai Kabupaten


Indramayu, Provinsi Jawa Barat
Desa (%)
Bahan bakar memasak Balongan Majakerta Limbangan
A B A B A B
Listrik 0 3 0 0 0 3
Gas 100 94 97 87 100 87
Kayu Bakar 0 3 3 10 0 7
Lainnya 0 0 0 3 0 3
Keterangan : A = Kondisi Tahun 2012, B = Kondisi Tahun 2014

Aliran listrik PLN telah masuk ke desa-desapantai sehingga masyarakat dapat


memanfaatkan listrik tersebut untuk berbagai kebutuhan.Kondisi ini memberikan
kenyamanan bagi penduduk karena sangat memudahkan penduduk dalam
melakukan berbagai aktivitas sepanjang hari.

Pengeluaran dan pendapatan rumahtangga


Pengeluaran dan pendapatan penduduk dilakukan guna mengetahui tingkat
kesejahteraan penduduk dari desa pantai. Perhitungan didasari pada Garis
Kemiskinan Sayogyo yang berpendapat bahwa “kelompok miskin adalah

Jilid 2 893
Ekonomi dan Sosial Perikanan

rumahtangga yang mengkonsumsi pangan kurang dari nilai tukar 240 kg beras
setahun per orang di pedesaan atau 360 kg di perkotaan yang nantinya akan
diperoleh angka kecukupan pangan yakni 2.172 kalori per orang per hari. Angka
yang berada di bawah itu termasuk kategori miskin”. Kemudian dengan
memasukkan harga beras setempat dalam hal ini Rp. 12.000,00, maka dapat
dihitung jumlah rupiah pengeluaran sebagai indikator batas kemiskinan atau
dikenal dengan garis kemiskinan. Penyesuaian studi dalam menentukan garis
kemiskinan di desa pantai yaitu dengan mengklasifikasikan bahwa:
< 240 Kg/tahun = Miskin
240 - 360 Kg/tahun = Nyaris Miskin
360 – 480 Kg/tahun = Tidak Miskin
480 – 720 Kg/tahun = Sejahtera
> 720 Kg/tahun = Lebih Sejahtera

Tabel 6. Sumber listrik di desa pantai, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat
Desa (%)
Sumber penerangan rumah Balongan Majakerta Limbangan
A B A B A B
Listrik PLN 100 97 100 97 97 100
Listrik Non PLN 0 3 0 0 3 0
Petromak 0 0 0 0 0 0
Tanpa Penerangan 0 0 0 3 0 0
Keterangan : A = Kondisi Tahun 2014, dan B = Kondisi Tahun 2015

Pendapatan perkapita dijadikan tolak ukur dalam mengetahui tingkat


kemakmuran dan pembangunan suatu wilayah. Berdasarkan Tabel 7 diketahui
bahwa masyarakat Desa Limbangan memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi di
antara desa-desa di sekitar pantai, yaitu sebanyak 38-77% berpendapatan per
kapita≥ Rp 3.000.000,00.
Sebanyak 20-72% masyarakat desa pantai memiliki pendapatan perkapita Rp
1.000.000,00 - Rp 3.000.000,00. Sebagai desa yang terdekat dengan ibukota
kecamatan menjadikan pembangunan di Desa Balongan cukup berkembang.Hal ini
berpengaruh terhadap ragam matapencaharian masyarakat setempat mulai dari
pertanian, perdagangan, industri rumahtangga dan jasa.Desa Balongan mempunyai
industri olahan ikan untuk dijadikan terasi dan kerupuk, peralatan pertanian yang
memadai, kelompok tani yang diikutsertakan dalam sekolah lapang dan peternakan
itik yang cukup besar dibandingkan dengan desa sekitar pantai.
Tabel 7 menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara kondisi
pendapatan penduduk pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014.Hal ini berarti

894 Pros. SeNI ke-9


Nugroho et al.

relatif tidak terjadi suatu perubahan dalam pembangunan yang berdampak secara
langsung pada perekonomian masyarakat dalam kurun waktu 2014 – 2015. Namun
demikian data tersebut juga menunjukan bahwa ada peningkatan pendapatan per
kapita penduduk pada kisaran Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00 masyarakat Desa
Balongan, dan peningkatan pendapatan per kapita pada semua desa dalam angka
Rp 1.000.000,00-Rp 3.000.000,00 per bulan pada masyarakat Majakerta dan
Limbangan.

Tabel 7. Pendapatan perkapita penduduk di desa pantai, Kabupaten Indramayu,


Provinsi Jawa Barat
Desa (%)
Pendapatan per kapita penduduk
Balongan Majakerta Limbangan
(Rupiah)
A B A B A B
< 500 ribu 0 3 0 0 3 3
500 ribu – 1 juta 3 43 12 11 0 14
1 – 3 juta 67 43 57 72 20 45
> 3 juta 30 11 31 17 77 38
Keterangan : A = Kondisi Tahun 2014, dan B = Kondisi Tahun 2015

Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan cukup besar di antara


pendapatan masyarakat.Perbedaan tersebut lebih disebabkan penguasaan
sumberdaya, khususnya luas lahan sawah atau tambak yang dimiliki suatu
rumahtangga.Semakin tinggi sumberdaya lahan atas sumberdaya produktif
lainnya, maka pendapatan rumahtangga tersebut semakin besar.
Tabel 8 yang menunjukkan pendapatan tertinggi sebesar Rp 30.000.000,00
adalah pendapatan rumahtangga perikanan di Desa Sukareja. Hal ini dikarenakan
beberapa kondisi dalam kegiatan pertambakan yang dapat dikelola,seperti
pengelolaan suhu air tambak, mengurangi pencemaran air dan lain-lain sehingga
pengaruh limbah yang berdampak pada lingkungan dapat ditanggulangi, dan
tingkat produksi tambak dapat ditingkatkan.Selain itu, usaha pertambakan dan
perikanan tangkap mendapatkan perhatian yang besar dari Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Indramayu dengan memberikan pelatihan bagi petambak untuk
meningkatkan pengetahuannya mengenai pertambakan.Di samping itu juga
diberikan bantuan peralatan bagi petambak untuk mengimplementasikan hasil
pelatihan sehingga meningkatkan produksinya.
Daerah sekitar pantai terkenal dengan industri hasil olahan ikan. Olahan
tersebut yang kemudian menjadikan pedagang sekitar cukup banyak menerima
permintaan dari berbagai daerah di Indonesia sehingga cukup memiliki pendapatan
yang besar. Sebagai wilayah yang memiliki area persawahan yang cukup banyak

Jilid 2 895
Ekonomi dan Sosial Perikanan

maka daerah desa pantai juga ikut berpartisipasi dalam memproduksi hasil
pertanian.
Pendapatan nelayan tidak terlalu besar diperkirakan karena degradasi
lingkungan yang terjadi di perairan Indramayu sehingga menyebabkan turunnya
kualitas dan kuantitas ikan yang disediakan alam Indramayu.

Tabel 8. Sumber Pendapatan Penduduk di desa pantai, Kabupaten Indramayu,


Provinsi Jawa Barat
Jumlah Biaya Hidup per Bulan (Rp)
Sumber Rata - Rata
No. Pendapatan Terendah Pendapatan Tertinggi
Pendapatan Pendapatan
2014 2015 2014 2015 2014 2015
1 Gaji 1.000.000 300.000 3.500.000 3.000.000 746.666 1.416.250
2 Hasil Bersih 1.000.000 300.000 20.000.000 30.000.000 2.440.000 3.720.000
Usaha
3 Kiriman Hadiah 300.000 500.000 2.000.000 1.000.000 150.000 750.000
Warisan
4 Pendapatan 1.800.000 400.000 1.800.000 1.500.000 1.800.000 1.100.000
Lainnya
Rata - Rata Pendapatan / bulan 3.396.666 3.026.000

Sosial budaya
Tiga desa yang berada di pantai masih memiliki kondisi sosial budaya yang
kental. Kultur masyarakat yang dikenal dengan perpaduan dua suku bangsa yaitu
Sunda dan Jawa, menjadikan wilayah ini khas dengan masyarakat indramayon-nya.
Berbaurnya dua suku ini memberikan kekayaan nilai sosial budaya. Terdapat
banyak tradisi dan adat yang masih dijalani oleh masyarakat dan menjadi potensi
unggulan dari setiap desa(Gambar 2).
Tradisi yang masih melekat dari masyarakat desa sekitar adalah unjungan,
sedekah bumi dan gotong royong. Unjungan atau ngunjung merupakan kegiatan
berziarah masyarakat Balongan ke makam para leluhur terutama yang mendirikan
desa dan makam nenek-moyang dengan membawa sesajen dan biasanya dengan
acara pertunjukan Tari Topeng, Wayang Kulit, Tari Ronggeng dan Wayang Golek.
Nadran adalah sebuah tradisi tahunan yang rutin dilaksanakan setiap dua minggu
setelah lebaran Idul Fitri. Hal tersebut dilakukan masyarakat Majakerta sebagai rasa
syukur atas rezeki melimpah yang telah diberikan Tuhan kepada masyarakat
nelayan baik berupa keselamatan ketika berlayar di laut maupun hasil ikan yang
melimpah sepanjang tahun yang lalu. Kegiatan gotong royong dilakukan
masyarakat Indramayu dalam berbagai kesempatan baik upacara adat maupun
kegiatan kemasyarakatan. Gotong royong juga dijadikan sebagai media silaturahmi
masyarakat sekitar guna menumbuhkan kerjasama antar masyarakat desa.

896 Pros. SeNI ke-9


Nugroho et al.

2014 2015
Tidak Ada 0 0
Pesta Laut 0 0
Sedekah Bumi 28 0
Pesta Laut dan Sedekah
0 0
Bumi
Lainnya (Unjungan, Buyutan,
72 100
Mapagsri,dan lainnya)

2014 2015
Tidak Ada 11 0
Pesta Laut 0 83
Sedekah Bumi 0 10
Pesta Laut dan Sedekah
50 7
Bumi
Lainnya (Unjungan, Buyutan,
39 7
Mapagsri,dan lainnya)

2014 2015
Tidak Ada 0 0
Pesta Laut 93 43
Sedekah Bumi 0 11
Pesta Laut dan Sedekah
7 36
Bumi
Lainnya (Unjungan, Buyutan,
0 10
Mapagsri,dan lainnya)

Gambar 2. Tradisi Masyarakat di desa pantai Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa


Barat, a. Balongan, b. Majakerta, c. Limbangan

Jilid 2 897
Ekonomi dan Sosial Perikanan

Gambar 3 menunjukkan bahwa budaya gotong royong masih terjaga pada


masyarakat pantai. Kegiatan gotong royong yang masih berjalan di
antaranyaberupa kegiatan pembangunan dan perbaikan fasilitas desa seperti
tempat ibadah, jalan dan saluran air. Adapun dalam kegiatan organisasi
kemasyarakatan seperti Karang Taruna dan PKK, masyarakat cenderung tidak
berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Tingkat kesadaran gotong royong yang cukup tinggi di kalangan masyarakat
sangat dipengaruhi oleh peran Kepala Desa (Kuwu) yang mengedepankan nilai
gotong royong sebagai media sosialisasi antar masyarakat desa sehingga
masyarakat desa terbangun jiwa kerjasamanya untuk membangun desanya secara
mandiri. Kegiatan gotong royong ini sedikitnya dilakukan sebanyak satu kali dalam
sebulan baik berupa kegiatan pembangunan fasilitas desa maupun perbaikan dan
pemeliharan sekitar lingkungan desa.
Pemecahan masalah dilihat dari besar kecilnya pengaruh masalah,
kepentingan dan efek masalah kedepannya. Sebagian besar masyarakat desa pantai
memecahkan masalah dengan membuka komunikasi antar individu atau kelompok
yang bermasalah. Hal ini dilalui dengan melakukan musyawarah internal untuk
individu dan musyawarah desa untuk kelompok yang bermasalah, dengan disertai
tokoh yang disegani di desa tersebut sebagai penengah. Dalam musyawarah
dibicarakan akar permasalahan dan diberikan beberapa jalan keluar sehingga
permasalahan berakhir dengan baik.
Upaya masyarakat dalam beradaptasi dengan lingkungan adalah melakukan
beberapa usaha pelestarian dan pemeliharaan lingkungan di desa masing-masing.
Masyarakat sekitar Indramayu sadar akan pentingnya lingkungan sehingga
masyarakat turut berpartisipasi aktif dengan menanam pohon atau tanaman yang
dapat bermanfaat bagi lingkungan desanya seperti yang dilakukan di Desa
Majakerta. Selain itu masyarakat desa tersebut juga melakukan pembersihan
selokan dan saluran rumah sehingga dapat memperlancar aliran air. Partisipatif
pasif dilakukan oleh masyarakat desa dengan menjaga dan merawat kelestarian
lingkungan seperti berperilaku hemat, tertib dan bertindak bersih.
Selaras dengan pemecahan masalah, proses pengambilan keputusan
dilakukan dengan musyawarah, rapat atau diserahkan kepada pihak berwenang di
desa seperti Rukun Tetangga (RT), tokoh agama maupun kepala desa (Gambar 4).
Masyarakat Desa Balongan dan Desa Limbangan berpendapat bahwa cara
kekeluargaan dapat dilakukan dalam pengambilan keputusan. Selain itu berdemo
juga dapat dilakukan sebagai upaya pengambilan keputusan oleh masyarakat Desa
Majakerta.

898 Pros. SeNI ke-9


Nugroho et al.

2014 2015
Gotongroyong 36 100
Tidak Tahu 4 0
Tidak Ada 60 0

2014 2015
Gotongroyong 33 64
Tidak Tahu 4 13
Tidak Ada 63 23

2014 2015
Gotongroyong 93 100
Tidak Tahu 0 0
Tidak Ada 7 0

Gambar 3. Gotongroyong pada Masyarakat di desa pantai, Kabupaten Indramayu,


Provinsi Jawa Barat, a. Balongan, b. Majakerta, c. Limbangan

Jilid 2 899
Ekonomi dan Sosial Perikanan

2014 2015
Tokoh Agama 88 0
Kepala Desa 12 100
Pemerintah Lainnya 0 0
Guru 0 0
Ketua KUD 0 0
Ketua Kelompok 0 0
Tidak Ada 0 0

2014 2015
Tokoh Agama 7 17
Kepala Desa 93 23
Pemerintah Lainnya 0 0
Guru 0 7
Ketua KUD 0 3
Ketua Kelompok 0 13
Tidak Ada 0 37

2014 2015
Tokoh Agama 49 20
Kepala Desa 45 40
Pemerintah Lainnya 3 7
Guru 0 0
Ketua KUD 0 20
Ketua Kelompok 0 13
Tidak Ada 3 0

Gambar 4. Tokoh yang menjadi panutan masyarakat di desa pantai Kabupaten


Indramayu, Provinsi Jawa Barat, a. Balongan, b. Majakerta, c. Limbangan

900 Pros. SeNI ke-9


Nugroho et al.

Pembahasan
Desa Majakerta, Balongan, dan Limbangan merupakan tiga desa terdekat dari
wilayah operasional kilang minyak pertamina Balongan dan industri pengolahan
limbah plastik Polytama. Keberadaan industri kilang minyak dan pengolahan
limbah plastik memberi dampak pada kondisi sosial ekonomi dan lingkungan
masyarakat di Desa Majakerta, Balongan, dan Limbangan. Interaksi antara industri
berbasis pertambangan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional dengan
penurunan kualitas lingkungan dan kesenjangan sosial di dalam masyarakat
menjadi isu penting dalam pembangunan masyarakat di wilayah pesisir (Mutti et al.
2010)
Sebagai entitas wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu, di Desa Majakerta,
Balongan, dan Limbangan terjadi relasi, serta interaksi yang dominan antara
aktifitas ekonomi berbasis pertambangan yaitu kilang minyak Balongan Pertamina
dengan aktiftas ekonomi berbasis perikanan, pertanian, dan usaha produktif
lainnya seperti perdagangan, jasa, dan sektor informal. Tanggungjawab sosial
(corporate social responsibility) Pertamina sebagai operator kilang minyak
Balongan tidak hanya menjaga manfaat dan kepentingan usahanya melalui
peningkatan efisiensi, biaya dan limbah lebih rendah, mengurangi resiko,
menambah nilai, produk-produk baru, izin, dan reputasi; tetapi juga menjaga
manfaat sosial yaitu situasi masyarakat yang kondusif dan antusias, hubungan
yang kuat dengan masyarakat, dan produktifitas dan kesejahteraan pekerja (O’Brien
2001).
Dari hasil penelitian yang disajikan di atas menunjukkan adanya dinamika
perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang positif di Desa Majakerta,
Balongan, dan Limbangan. Sebagai contoh, dalam hal matapencaharian, masyarakat
tidak hanya bergantung pada profesi sebagai nelayan dan petani tetapi juga
berprofesi sebagai pedagang. Matapencaharian masyarakat tidak tunggal (single)
tetapi bervariasi atau lebih dari satu (multi). Matapencaharian masyarakat yang
yang tidak tunggal atau multi pekerjaan dapat meningkatkan pendapatan atau
penerimaan masyarakat.
Tingkat pendapatan responden yang dominan berkisar antara 1-3 juta rupiah
per bulan. Dari sisi pengeluaran cukup mengkuatirkan, sebab tingkat pengeluaran
masyarakat sudah melewati tingkat pendapatan. Rata-rata tingkat pendapatan
rumahtangga 2,99 juta rupiah per bulan, sedangkan rata-rata pengeluaran 3,57 juta
rupiah per bulan (Tabel 9). Hal ini disebabkan oleh pola dan gayahidup masyarakat
telah bergeser kearah pola kehidupan masyarakat perkotaan yang konsumtif
(Devadas & Manohar 2011).

Jilid 2 901
Ekonomi dan Sosial Perikanan

Tabel 9. Rata-rata tingkat pendapatan dan pengeluaran rumahtangga per bulan (Rp
Juta)
N Minimum Maksimum Rataan Standar deviasi
Pendapatan 85 1 5 2,99 0,982

Pengeluaran 89 1 4 3,57 0,767

Valid N (listwise) 84

Akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar seperti perumahan,


penerangan, dan energi untuk keperluan rumahtangga cukup baik. Namun
tantangan berat yang dihadapi masyarakat adalah masalah minimnya kompetensi
dasar yaitu ketrampilan, pengalaman, kemampuan, dan pembelajaran kolektif
(O’Brien, D, 2001). Sebab tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah yaitu
rata-rata tidak lulus sekolah dasar, sementara dari sisi usia merupakan kelompok
produktif yaitu < 45 tahun (Tabel 10). Secara sosial budaya masyarakat di Desa
Majakerta, Balongan, dan Limbangan menjaga dan mempertahankan nilai-nilai
tradisi lokal seperti perayaan pesta laut, gotong royong, dan kegiatan sosial lainnya.
Disamping itu peranan tokoh kepala desa (kuwu) cukup dominan yaitu menjadi
referensi dan panutan yang mempengaruhi sikap masyarakat dalam menyelesaikan
persoalan atau konflik yang timbul dalam interaksi antar anggota masyarakat
maupun antara masyarakat dan pihak lain seperti perusahaan yang beroperasi di
sekitar Desa Majakerta, Balongan, dan Limbangan.

Tabel 10. Akses masyarakat pada kebutuhan dasar


Standar
n Minimum Maksimum Rataan Catatan
deviasi
Tingkat pendidikan 89 1 5 1,81 Tidak tamat SD 0,976
Status rumah 86 1 6 2,15 Milik sendiri 1,507
Sumber penerangan 90 1 4 1,04 PLN 0,332
Sumber energi
90 1 4 2,09 0,414
rumahtangga Gas
Valid N (listwise) 85

Kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa Majakerta, Balongan, dan


Limbangan yang berdekatan dengan kegiatan industri kilang minyak Pertamina
sangat penting diperhatikan, sebab memiliki dua implikasi yaitu resiko dan
manfaat bagi keberlanjutan dari hubungan yang saling menguntungkan antara
usaha kilang minyak Pertamina dengan usaha masyarakat disektor perikanan,
pertanian, dan sektor usaha lainnya. Masyarakat sebagai bagian dari stakeholder
industri kilang minyak Pertamina memiliki tiga kekuatan yang signifikan (Klick
2009), yaitu pertama menyedikan sumberdaya penting bagi kelancaran dan

902 Pros. SeNI ke-9


Nugroho et al.

keberhasilan usaha pertamina. Kedua, menempatkan nilai-nilai yang dapat


berimplikasi pada resiko dan manfaat. Misalnya kesejahteraan hidup masyarakat
seharusnya secara langsung merupakan dampak dari outcome kegiatan operasi
kilang minyak atau pun proyek-proyek Pertamina. Ketiga, memiliki cukup kekuatan
yang dapat mempengaruhi performa atau kinerja Pertamina.
Status sosial ekonomi masyarakat pesisir mengandung tiga aspek penting
dalam konteks hubungannya dengan perusahaan Pertamina yang beroperasi dekat
dengan wilayah Desa Majakerta, Balongan, dan Limbangan. Keberadaan
perusahaan Pertamina dan status sosial ekonomi masyarakat bisa saling
mempengaruhi dan dipengaruhi. Ketiga aspek yang dimaksud adalah etika
(normative), ilmu sosial (instrumental), dan descriptive (McWilliams & Siegel 2001).
Aspek normative mengilustrasikan moralitas dalam menciptakan pendekatan-
pendekatan sehingga perusahaan dapat bekerja dan menjalankan usahanya.
Aspek instrumental menerangkan upaya mengintegrasikan kepentingan
ekonomi dan etika. Hubungan perusahaan pertamina dengan masyarakat atau
stakeholder didasarkan pada kepercayaan dan kerjasama serta insentifnya
ditunjukkan melalui komitmen keduannya pada etika dan moralitas. Etika
dipercaya dapat mewujudkan keunggulan kompetitif perusahaan sebab dapat
menjaga hubungan dengan masyarakat dalam jangka panjang. Sementara aspek
descriptive mengilustrasikan pandangan dan perspektif perusahaan terhadap
sumberdaya dan lingkungan. Kondisi lingkungan dapat mengatur sumber
keunggulan kompetitif khususnya pada industri dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi (McWilliams & Siegel, 2001).

Simpulan
Masyarakat sekitar pantai Indramayu sebagian besar bermatapencaharian
tunggal (74%), terutama sebagai petani dan petambak. Sebagian besar penduduk
sekitar pantai Indramayumemiliki masa tinggal >10 tahun (68%). Tingkat
pendidikan penduduk sebagian besar rendah (dari tidak tamat SD sampat tamat
SMP) menyebabkan ketergantungan penduduk yang tinggi kepada pekerjaan-
pekerjaan yang merupakan sektor primer (petani dan petambak) serta informal
(buruh, pedagang dan jasa lainnya) yang tidak memerlukan suatu keahlian yang
terukur. Secara keseluruhan masyarakat berada dalam tingkat ekonomi yang
tergolong tidak miskin, tetapi tidak dapat disebut kaya atau berkecukupan. Hampir
semua kebutuhan dasar penduduk, seperti pangan, sandang, pendidikan dan
perumahan dapat dipenuhi dengan sederhana (di atas Garis Kemiskinan Sajogyo).
Pengeluaran rumahtangga masyarakat lebih banyak untuk pemenuhan
kebutuhan primer berupa makan dan minum anggota keluarga yang rata-rata
mencapai sekitar 60% dari total pengeluaran rumahtangga. Sisanya (sekitar 40%)

Jilid 2 903
Ekonomi dan Sosial Perikanan

untuk pengeluaran perumahan, aneka barang, pendidikan, kesehatan, pakaian dan


lainnya. Hampir tidak ada rumahtangga yang berkemampuan untuk menabung
secara formal pada lembaga keuangan, seperti Bank. Budaya yang masih melekat
pada masyarakat adalah unjungan, nadran dan gotong royong. Kegiatan gotong
royong dilakukan pada kegiatan pembangunan tempat ibadah, jalan desa dan
pembersihan saluran air dengan intensitas sedikitnya enam bulan sekali.
Masyarakat menjaga kelestarian lingkungan dengan berperilaku hemat, tertib dan
bertindak bersih.

Daftar pustaka
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indramayu. 2011.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Indramayu 2011-
2015. Pemerintah Kabupaten Indramayu.
Devadas A & Manohar HL. 2011. Shopping behavior of rural consumer migrated to
urban area in the India context – an emerging market. African journal of business
management 5(6): 2276-2282.
Klick MT. 2009. The Political Economy of Corporate Social Responsibility and Community
Development. Fridtjof Nansen Institute. Norway.
McWilliams A & Siegel D. 2001. Corporate Social Responsibilty: a theory of the firm
perspective. Academy of Management Review 26(1): 117-127.
Mutti D, Yakovleva N, Brust DV, Di Marco MH. 2012. Corporate social
responsibility in the mining industry: perspectives from stakeholder groups in
Argentina. Resources Policy 37(2): 212-222.
O'Brien D. 2001. Integrating Corporate Social Responsibility with Competitive Strategy.
The Center for Corporate Citizenship at Boston College.

904 Pros. SeNI ke-9

View publication stats

You might also like