Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Merawat kulit bayi dan anak usia kurang dari 5 tahun merupakan salah satu
hal yang tidak boleh dilupakan oleh para orang tua. Hal ini disebabkan, kulit bayi
dan anak kecil yang sangat muda dan sensitif yang rentan akan berbagai unsur
penyakit dan berbagai-bagai macam gangguan lainnya. Kadang-kadang para ibu
melupakan mengenai perawatan bayi dan anak kecil ini, karena melihat bahwa
kulit bayi dan anak kecil yang begitu halus, lembut dan kelihatan segar, sehingga
merasa perawatan kulit bayi dan anak kecil tidak diperlukan lagi. Selain itu,
penyakit kulit kronis pada bayi dan anak kecil yang bersifat patologis disebabkan
lingkungan yang tidak sehat dan perawatan yang kurang terhadap kulit bayi dan
anak kecil.
Masalah gangguan integritas kulit yang sering terjadi pada anak yaitu luka
bakar. Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak
terhadap panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi
(seperti bahan-bahan korosif), bahan-bahan elektrik (arus listrik atau lampu),
friksi, atau energi elektromagnetik dan radian. Luka bakar merupakan satu jenis
trauma yang memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga memerlukan
perawatan yang khusus mulai fase awal hingga fase lanjut (Hatta, 2015).
1
Kulit bayi dan anak-anak kecil perlu mendapat perawatan khusus
disebabkan kulit bayi dan anak-anak kecil lebih tipis dibandingkan anak-anak
besar dan sel-sel pada semua stratum lebih rapat. Kulit mereka jauh lebih rentan
terkena infeksi bakteri superficial dan eritema toksik. Mereka lebih cenderung
mengalami gejala sistemik akibat beberapa infeksi dan lebih cepat bereaksi
terhadap iritan primer dibandingkan alergen pembuat sensitive.Ketua PPP
Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) dr Titi
Lestari Sugito SpKK mengatakan bahwa kulit bayi atau anak relatif rentan
terhadap berbagai kelainan kulit dibandingkan dewasa. “Di Indonesia, hampir 90
persen bayi pernah alami masalah kulit,”Malah bayi dan anak kecil sering
terserang dermatitis atopic kronis (eksim). Berdasarkan pengumpulan data
Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun2001, dari 9 rumah
sakit di 7 kota besar di Indonesia, jumlah penderita dermatitis atopik terbanyak
dijumpai di Jakarta yaitu 335 kasus di 3 rumah sakit. Di berbagai belahan dunia,
laporan kasus dermatitis atopic masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan
yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan
kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Kulit
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian
tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit
pada manusia rata-rata + 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan
lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan
seseorang.
Kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan seperti
jaringan tubuh lainnya, kulit juga bernafas (respirasi), menyerap oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Kulit menyerap oksigen yang diambil lebih banyak
dari aliran darah, begitu pula dalam pengeluaran karbondioksida yang lebih
banyak dikeluarkan melalui aliran darah. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam
kulit dan pengeluaran karbondioksida dari kulit tergantung pada banyak faktor di
dalam maupun di luar kulit, seperti temperatur udara atau suhu, komposisi gas di
sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke kulit, tekanan gas di
dalam darah kulit, penyakit-penyakit kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di
kulit, perubahan dalam metabolisme sel kulit dan pemakaian bahan kimia pada
kulit.
3
Sifat-sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh sangat
berbeda. Sifat-sifat anatomis yang khas, berhubungan erat dengan tuntutan-
tuntutan faali yang berbeda di masing-masing daerah tubuh, seperti halnya kulit di
telapak tangan, telapak kaki, kelopak mata, ketiak dan bagian lainnya merupakan
pencerminan penyesuaiannya kepada fungsinya masing - masing. Kulit di daerah
– daerah tersebut berbeda ketebalannya, keeratan hubungannya dengan lapisan
bagian dalam, dan berbeda pula dalam jenis serta banyaknya andeksa yang ada di
dalam lapisan kulitnya.
Pada permukaan kulit terlihat adanya alur-alur atau garis-garis halus yang
membentuk pola yang berbeda di berbagai daerah tubuh serta bersifat khas bagi
setiap orang, seperti yang ada pada jari-jari tangan, telapak tangan dan telapak kaki
atau dikenal dengan pola sidik jari (dermatoglifi).
b. Struktur Kulit
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : kulit ari (epidermis),sebagai lapisan yang
paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan penyambung di bawah
kulit (tela subkutanea,hipodermis atau subkutis)
1. Epidermis
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar. Epidermis merupakan
lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda : 400-
600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm
untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain
sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:
4
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis.
Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit
menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan
hormon hipofisis anterior, hormon perangsang melanosit (melanocyte
stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis
yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit
dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap warnanya.. Melanin
diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dengan demikian akan melindungi
seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar matahari
yang berbahaya.
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang,
yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan
antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan
penting dalam imunologi kulit.Sel-sel imun yang disebut sel Langerhans
terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans mengenali partikel asing atau
mikroorganisme yang masuk ke kulit dan membangkitkan suatu serangan
imun. Sel Langerhans mungkin bertanggungjawab mengenal dan
menyingkirkan sel-sel kulit displastik dan neoplastik. Sel Langerhans secara
fisik berhubungan dengan saraf-sarah simpatis , yang mengisyaratkan adanya
hubungan antara sistem saraf dan kemampuan kulit melawan infeksi atau
mencegah kanker kulit. Stres dapat memengaruhi fungsi sel Langerhans
dengan meningkatkan rangsang simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak
sel Langerhans, mengurangi kemampuannya mencegah kanker.
c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam
sebagai berikut:
1. Stratum Korneum /lapisan tanduk, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa
inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. Lapisan ini merupakan
lapisan terluar dimana eleidin berubah menjadi keratin yang tersusun tidak
5
teratur sedangkan serabut elastis dan retikulernya lebih sedikit sel-sel
saling melekat erat.
2. Stratum Lucidum tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan tipis
yang homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat. Stratum
lucidum terdiri dari protein eleidin. Selnya pipih, bedanya dengan stratum
granulosum adalah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-
butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya
terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki
6
Ket :
A: Melanosit
B: Sel Langerhans
C: Sel Merkel
D:Nervanda
1. Stratum Korneum
2. Stratum Lucidum
3. Stratum Granulosum
4. Stratum Spinosum
5. Basal membran
2. Dermis
Lapisan yang mempunyai ketebalan 4kali lipat dari lapisan epidermis
(kira-kira 0.25-2.55mm ketebalannya) tersusun dari jaringan penghubung dan
penyokong lapisan epidermis dan mengikatkannya pada lapisan dalam
hipodermis. Lapisan ini terbagi atas :
a. Lapisan papilari,
Merupakan lapisan tipis dan terdiri dari jaringan penghubung yang longgar
menghubungkan lapisan epidermis kelapisan subcutis, banyak terdapat sel
mast dan sel makrofag yang diperlukan untuk menghancurkan
mikroorganisme yang menembus lapisan dermis. Di lapisan ini juga
terdapat sejumlah kecil elastin dan kolagen. Lapisan ini berbentuk
gelombang yang terjulur kelapisan epidermis untuk memudahkan kiriman
nutrisi kelapisan epidermis yang tidak mempunyai pembuluh darah.
b. Lapisan Retikular,
Merupakan lapisan tebal dan terdiri dari jaringan penghubung padat
dengan susunan yang tidak merata, disebut lapisan retikular karena banyak
terdapat serat elastin dan kolagen yang sangat tebal dan saling berangkai
satu sama lain menyerupai jaring-jaring. Dengan adanya serat elastin dan
kolagen akan membuat kulit menjadi kuat, utuh kenyal dan meregang
dengan baik. Komponen dari lapisan ini berisi banyak struktur khusus yang
melaksanakan fungsi kulit. Terdiri dari :
7
1) Kelenjar sebaceous/sebasea (kelenjar lemak)
Menghasilkan sebum, zat semacam lilin, asam lemak atau trigliserida
bertujuan untuk melumasi permukaan kulit dikeluarkan melalui folikel
rambut yang mengandung banyak lipid. pada orang yang jenis kulit
berminyak maka sel kelenjar sebaseanya lebih aktif memproduksi
minyak, dan bila lapisan kulitnya tertutup oleh kotoran,debu atau
kosmetik menyebabkan sumbatan kelenjar sehingga terjadi
pembengkakan. pada gambar dibawah terlihat kelenjar sebasea yang
berwarna kuning dan disebelah kanannya terdapat kelenjar keringat)
8
yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar
keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan
sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.
b) Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak
tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien
organik, dan sampah metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0 – 6.8.
Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur
permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi
dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan
menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat
antibiotik.
3) Pembuluh darah
Dilapisan dermis sangat kaya dengan pembuluh darah yang
memberi nutrisi penting untuk kulit, baik vitamin, oksigen maupun
zat-zat penting lainnya untuk metabolisme sel kulit, selain itu
pembuluh darah juga bertugas mengatur suhu tubuh melalui
mekanisme proses pelebaran atau dilatasi pembuluh darah.
9
lemak dan folikel rambut.Cabang yang menembus stratum reticulare,
memberi cabang ke folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar
sebasea.
10
memperkuat jaring-jaring serat tersebut. Serat elastin dan kolagen itu
sendiri akan berkurang produksinya karena penuaan sehingga kulit
mengalami kehilangan kekencangan dan elastisitas kulit.
3. Subkutan
Jaringan Subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang
paling dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang
memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot
dan tulang. Banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan
syaraf juga terdapat gulungan kelenjar keringat dan dasar dari folikel
rambut. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur
tubuh dan penyekatan panas tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan
tersebar menurut jenis kelamin seseorang, dan secara parsial menyebabkan
perbedaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Makan yang
berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan
subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting
dalam pengaturan suhu tubuh. Tidak seperti epidermis dan dermis, batas
dermis dengan lapisan ini tidak jelas.
11
gambar : struktur kulit
1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai
yaitu berikut:
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.
Keratin merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan erat seperti
batu bata di permukaan kulit.
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan
dehidrasi; selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh
melalui kulit.
12
c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri
di permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat,
akan menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu
menghambat pertumbuhan mikroba.
d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada
stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di
sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari,
sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi
gangguan pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
e. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang
pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap
mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba
yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans.
2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid
seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon
dioksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu
beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri.
Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat
peradangan. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat
berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi
lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara
kelenjar.
3. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar
eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat
13
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis
dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang
terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan
terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di
epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di
epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah
yang erotik.
14
2.1.3 JENIS-JENIS LUKA
a. Berdasarkan Kategori
1) Luka Accidental
Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak,
luka bakar; tepi luka bergerigi; berdarah; tidak steril
2) Luka Bedah
Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle
introduction; tepi luka bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan dengan
asepsis bedah
2) Luka tertutup
Tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan
jaringan lunak; mungkin cedera internal dan perdarahan
15
c. Berdasarkan Descriptors
1) Aberasi
Luka akibat gesekan kulit; superficial; terjadi akibat prosedur dermatologik
untuk pengangkatan jaringan skar
2) Puncture
Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh
akibat alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di bawah kulit
3) Laserasi
Tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi;
risiko infeksi
4) Kontusio
Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan tumpul; memar
2) Bersih terkontaminasi
Luka melibatkan system gastrointestinal, pernafasan atau system
genitourinary, risiko infeksi
3) Kontaminasi
Luka terbuka, luka traumatic, luka bedah dengan asepsis yang buruk; risiko
tinggi infeksi
4) Infeksi
Area luka terdapat patogen; disertai tanda-tanda infeksi
Klasifikasi luka
a. Berdasarkan penyebab
16
Gambar 3. Luka Kronik
b. Kedalaman jaringan yang terlibat
1) Superficial
Hanya jaringan epidermis
2) Partial thickness
Luka yang meluas sampai ke dalam dermis
3) Full thickness
Lapisan yang paling dalam dari jaringan yang destruksi. Melibatkan jaringan
subkutan dan kadang-kadang meluas sampai ke fascia dan struktur yang
dibawahnya seperti otot, tendon atau tulang
2.2.1 Definisi
Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh
kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana
sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara
normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi,
fungsi dan penampilan.
17
penyembuhan. Berikut ini akan dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyembuhan luka :
Trauma
Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia
Gigitan binatang atau serangga
Tekanan
Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena
Immunodefisiensi
Malignansi
Kerusakan jaringan ikat
Penyakit metabolik, seperti diabetes
Defisiensi nutrisi
Kerusakan psikososial
Efek obat-obatan
Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka dengan multifaktor.
Penelitian pada luka akut dengan model binatang menunjukkan ada empat
fase penyembuhan luka. Sehingga diyakini bahwa luka kronik harus juga melalui
fase yang sama. Fase tersebut adalah sebagai berikut:
18
Hemostasis
Inflamasi
Proliferasi atau granulasi
Remodeling atau maturasi
Hemostasis
Inflamasi
Secara klinik, inflamasi adalah fase ke dua dari proses penyembuhan yang
menampilkan eritema, pembengkakan dan peningkatan suhu/hangat yang sering
dihubungkan dengan nyeri, secara klasik ”rubor et tumor cum calore et dolore”.
Tahap ini biasanya berlangsung hingga 4 hari sesudah injuri. Pada proses
penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan debris/sisa-sisa. Ini adalah
pekerjaan dari PMN’s (polymorphonucleocytes). Respon inflamasi menyebabkan
pembuluh darah menjadi bocor mengeluarkan plasma dan PMN’s ke sekitar
jaringan. Neutropil memfagositosis sisa-sisa dan mikroorganisme dan merupakan
pertahanan awal terhadap infeksi. Mereka dibantu sel-sel mast lokal. Fibrin
kemudian pecah sebagai bagian dari pembersihan ini.
19
Tugas selanjutnya membangun kembali kompleksitas yang membutuhkan
kontraktor. Sel yang berperan sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini
adalah makrofag. Makrofag mampu memfagosit bakteri dan merupakan garis
pertahan kedua. Makrofag juga mensekresi komotaktik yang bervariasi dan faktor
pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas (FGF), faktor pertumbuhan
epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan interleukin-1 (IL-
1)
Fase granulasi berawal dari hari ke empat sesudah perlukaan dan biasanya
berlangsung hingga hari ke 21 pada luka akut tergangung pada ukuran luka.
Secara klinis ditandai oleh adanya jaringan yang berwarna merah pada dasar luka
dan mengganti jaringan dermal dan kadang-kadang subdermal pada luka yang
lebih dalam yang baik untuk kontraksi luka. Pada penyembuhan luka secara
analoginya satu kali pembersihan debris, dibawah kontraktur langsung terbentuk
jaringan baru.
20
Tabel 1. Fase penyembuhan luka
Analogi
Fase Sel-sel yang
Waktu membangun
penyembuhan berperan
rumah
Supervisor Cell
Proliferation Hari 4 – 21 Macrophages
Specific laborers at
Granulation Lymphocytes the site:
Angiocytes Plumber
Neurocytes Electrician
Framers
Keratinocytes
Remodelers
21
Intension primer
Fase-fase dalam penyembuhan Intension primer :
Intension sekunder
Adalah luka yang terjadi dari trauma, elserasi dan infeksi dan memiliki
sejumlah besar eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan
yang cukup luas menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat
lebih besar daripada penyembuhan primer.
Intension Tersier
Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringa
granulasi dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi terbuka
dan dijahit rapat setelah infeksi dikendalikan. Ini juga dapat terjadi ketika luka
primer mengalami infeksi, terbuka dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan
22
kemudian dijahit. Intension tersier biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas
dan lebih dalam daripada intension primer atau sekunder
Jaringan parut hipertrofik adalah jaringan parut yang tumbuh tapi masih
dalam batas luka awal dan biasanya sembuh secara spontan. Jaringan parut
hipertrofik ini biasanya dapat dicegah, contohnya pada kasus luka bakar. Pada luka
bakar, akan terjadi perpanjangan fase inflamasi yang menyebabkan terjadinya
proliferasi berlebih akibat aktivasi fibroblast yang tinggi. Sehingga usaha utama
untuk melakukan pencegahan adalah dengan membantu fase inflamasi agar
23
berlangsung lebih singkat. Pembentukan luka yang perpendikular juga akan
tampak rata, sempit dengan pembentukan kolagen yang lebih sedikit dibandingkan
luka yang paralel dengan serat otot.
Luka Kronis
Salah satu contoh dari luka kronis adalah pressure ulcers menunjukkan
peningkatan MMP, terutama MMP-1, -2, -8 dan -9, dan penurunan kadar tissue
inhibitors of mettaloproteinase (TIMP). Hal ini membuktikan bahwa pada luka
kronis terjadi ketidakseimbangan antara degradasi dan restrukturisasi ECM.
Proteolisis yang berlebihan juga menyebabkan pemecahan jaringan ikat dan
mengeluarkan produk yang merangsang sel inflamasi kembali aktif. Inflamasi
yang berkepanjangan juga menambah kecenderungan penyembuhan luka
menjadi lama.
24
Apabila ada masalah atau penyakit tertentu yang dapat mengganggu penyembuhan
lainnya juga perlu untuk diketahui.
Untuk pemeriksaan fisik, nilai status gizi, status jantung dan sirkulasi pasien.
Lokasi luka diamati dengan baik melihat apakah luka termasuk luka bersih atau luka
kotor yang terkontaminasi benda asing dan bakteri. Lihat warna kulit sekitar, apabila
pucat menunjukkan sirkulasi yang buruk. Pastikan juga kerusakan menembus saraf,
otot ataupun tulang. Status tetanus pasien harus dipertimbangkan. Apabila luka
karena gigitan hewan, perlu diberikan antirabies.
Pada kondisi dimana luka terkontaminasi berat ataupun pada luka – luka
kecil, luka dibiarkan untuk sembuh sendiri secara sekunder. Pada penutupan secara
sekunder ini, fase penyembuhan akan dibiarkan secara alamiah. Hasil akhirnya
adalah jaringan granulasi akan menutup luka menjadi jaringan parut. Penutupan
secara sekunder ini akan menghasilkan jaringan parut yang tampak jelas pada kulit.
25
A. Prosedur Penanganan Luka
Langkah terakhir dari penanganan luka adalah penutupan luka. Tujuan dari
penutupan luka ini adalah membantu luka yang cukup lebar yang sulit untuk
menutup sendiri dengan proses normal. Metode yang tersedia untuk menutup luka
adalah dengan jahitan, staples, tape, perekat jaringan, dan skin graft / skin flap.
Penutupan dengan jahitan paling sering digunakan, jahitan digunakan dengan
benang sekecil mungkin tapi bisa menahan luka dengan baik. Tujuannya adalah
untuk meminimalkan benda asing pada tubuh dan mencegah reaksi radang. Benang
yang digunakan adalah benang yang tidak bisa diserap sehingga perlu untuk dilepas
setelah 7 – 10 hari. Lokasi penjahitan juga mempengaruhi waktu pelepasan benang.
Pada daerah dengan vaskularisasi yang baik seperti wajah, benang dilepas setelah 5
– 7 hari. Benang yang dapat diserap digunakan pada daerah dermis atau daerah yang
sulit untuk dilakukan pelepasan.
26
Metode lainnya adalah menggunakan staples bedah. Metode ini lebih cepat
daripada dengan jahitan tetapi presisinya lebih rendah. Tape dan perekat jaringan
digunakan pada luka superficial yang hanya memerlukan perlekatan di daerah luar
saja. Sedangkan skin graft / skin flap digunakan untuk luka besar yang apabila
ditutup dengan metode biasa akan menyebabkan struktur normal kulit terganggu.
B. Dressing Luka
Dressing adalah bahan yang digunakan secara topikal pada luka untuk
melindungi luka, dan membantu penyembuhan luka. Dressing akan mengalami
kontak langsung terhadap luka dan dibedakan dengan plester sebagai penahan
dressing. Ada beberapa tipe dressing yaitu: film, komposit, hidrogel, hidrokoloid,
alginate, foam, dan absorptive dressing lain seperti NPWT.
Tujuan utama pada luka bersih yang akan ditutup atau dibiarkan bergranulasi
adalah menyediakan lingkungan penyembuhan yang lembap untuk memfasilitasi
migrasi sel serta mencegah luka mengering. Pemilihan dressing tergantung dari
jumlah dan tipe eksudat yang terdapat pada luka. Dressing hidrogel, film, komposit
baik digunakan untuk luka dengan jumlah eksudat sedikit. Untuk luka dengan
jumlah eksudat sedang digunakan hidrokoloid dan untuk luka dengan jumlah
eksudat banyak digunakan alginate, foam dan NPWT. Luka dengan jaringan
nekrosis yang besar harus dilakukan debridement terlebih dahulu sebelum
memasang dressing.
NPWT atau penutupan luka dengan vakum menggunakan spons pada luka,
ditutup dengan dressing ketat kedap udara, dimana kemudian vakum dipasang.
NPWT bisa digunakan untuk luka dengan kebocoran limfa yang besar dan fistula.
Mekanisme utama NPWT adalah untuk menghilangkan edema, NPWT
menghilangkan cairan darah atau limfa yang berada ada interstitial, sehingga
meningkatkan difusi interstitial oksigen ke dalam sel. NPWT juga menghilangkan
enzim – enzim kolagenase dan MMP yang kadarnya meningkat pada luka kronis.
27
C. Growth Factor Eksogen
PDGF sebagai salah satu growth factor eksogen awal yang diberikan secara
topikal, menunjukkan adanya peningkatan migrasi netrofil, monosit, dan fibroblast
ke dalam luka. PDGF juga meningkatkan kecepatan proliferasi sel, bahkan bisa
menyebabkan hypertrophic scar. Sebagai hasil respon inflamasi yang meningkat
serta proliferasi yang tinggi, PDGF menghambat proses epitelialisasi. Hal ini
menyebabkan jaringan granulasi yang matang tidak diimbangi dengan pembentukan
epidermis. Pada fase inflamasi awal, PDGF memiliki efek positif tapi tidak pada
fase inflamasi akhir
Growth factor lain seperti TGF-β dan keratinocyte growth factor (KGF)
membantu pembentukan matriks dan deposisi serat kolagen pada fase awal
penyembuhan. Meskipun demikian, pada fase lanjut tidak terjadi deposisi kolagen
dan pembentukan matriks. Penggunaan TGF-β dan KGF juga menunjukkan
perpanjangan fase inflamasi yang mengganggu proses penyembuhan. Sebaliknya,
insulin menunjukkan efek yang positif pada fase lanjut penyembuhan. Insulin dapat
mempercepat terjadinya epitelialisasi tapi tidak dapat membantu fase awal
penyembuhan seperti pembentukan jaringan granulasi dan deposisi matriks. Growth
factor menunjukkan efek yang cukup baik pada fase tertentu dari proses
penyembuhan tetapi tidak bisa membantu seluruh fase proses penyembuhan.
28
myofibroblast. Penggunaan gel ini juga membantu proses pembentukan jaringan
granulasi dan epitelialisasi.
29
tidak menimbulkan nyeri/trauma baru serta bagaimana agar dapat mempercepat
proses penyembuhan luka hingga dapat menekan biaya perawatan. Karena itulah
perlu dilakukan metode perawatan luka yang telah mempertimbangkan berbagai
aspek tersebut demi mencapai perawatan luka yang efektif, proses penyembuhan
yang cepat, outcome yang berkualitas dan biaya yang lebih murah.
Substansi biokimia pada cairan luka kronik berbeda dengan luka akut.
Produksi cairan kopious pada luka kronik menekan penyembuhan luka dan
dapat menyebabkan maserasi pada pinggir luka. Cairan pada luka kronik ini
juga menghancurkan matrik protein ekstraselular dan faktor-faktor
pertumbuhan, menimbulkan inflamasi yang lama, menekan proliferasi sel, dan
membunuh matrik jaringan. Dengan demikian, untuk mengefektifkan
perawatan pada dasar luka, harus mengutamakan penanganan cairan yang
keluar dari permukaan luka untuk mencegah aktifitas dari biokimiawi yang
bersifat negatif/merugikan.
30
dapat mempercepat penyembuhan 45 % dan mengurangi komplikasi infeksi dan
pertumbuhan jaringan parut residual.
31
Gambar 4. Perbandingan permukaan luka yang lembab dan luka terbuka
Nyeri adalah komplikasi dari perawatan luka. Mengganti balutan yang kering pada
luka menyebabkan rasa nyeri yang lebih hebat/berat dari pada dengan balutan yang
lembab.
Hipergranulasi
32
5. Teknik Mempertahankan Kelembaban Luka
Mengurangi dehidrasi dan kematian sel. Seperti telah dijelaskan pada fase penyembuhan
luka bahwa sel-sel seperti neutropil dan magrofag membentuk fibroblast dan perisit. Dan
sel-sel ini tidak dapat berfungsi pada lingkungan yang kering.
Meningkatkan re-epitelisasi. Pada luka yang lebih besar, lebih dalam sel epidermal harus
menyebar diatas permukaan luka dari pinggir luka serta harus mendapatkan suplai darah
dan nutrisi. Krusta yang kering pada luka menekan/menghalangi suplai tersebut dan
memberikan barier untuk migrasi dengan epitelisasi yang lambat.
Barier bakteri dan mengurangi kejadian infeksi. Balutan oklusif membalut dengan baik
dapat memberikan barier terhadap migrasi mikroorganisme ke dalam luka. Bakteri dapat
menembus kasa setebal 64 lapisan pada penggunaan kasa lembab. Luka yang dibalut
dengan pembalut oklusif menunjukkan kejadian infeksi lebih jarang daripada kasa
pembalut konvensional tersebut.
Mengurangi nyeri. Diyakini luka yang lembab melindungi ujung saraf sehingga
mengurangi nyeri.
33
7. Memilih Balutan yang ideal
Pada tahun 1979 Tumer menggambarkan balutan yang ideal dengan karakteristik sebagai
berikut:
8. Balutan Luka
Balutan luka yang moist seperti ”foam/busa, alginate, hydrocolloid, hydrogel, dan film
transparant.” hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap air yang membantu
pencegah kontaminasi bakteri. Hydroclloid menyerap eksudat dan melindungi lingkungan
dasar luka secara alami.
Hydrogel merupakan gel hydropilik yang meningkatkan kelembaban pada area luka.
Hydrogel rehidrasi dasar luka dan melunakkan jaringan nekrotik.
Film transparan merupakan balutan yang tahan terhadap air yang semi oklusive, berarti
air dan gas dapat melalui permukaan balutan film transparan ini dan termasuk juga dapat
mempertahankan lingkungan luka yang tetap lembab.
Pada luka tekan balutan luka sangat berperan penting dengan fungsi sebagai berikut:
34
Menambal bagian luka terutama bagian yang mati
Balutan luka yang tersedia sangat bervariasi. Tidak seperti balutan atau pembalut kasa
yang biasa, balutan luka khusus karena mereka membantu menciptakan tingkat
kelembaban pada luka. Pada masa kini hasil-hasil dari penelitian menyatakan bahwa
tingkat kelembaban mendukung kesehatan kulit, kelembaban memberi kesempatan yang
lebih baik untuk proses penyembuhan. Konsep inilah yang disebut dengan ”moist wound
healing.”
10. Berbagai tipe ”moist wound dressing” (balutan luka yang mampu
mempertahankan kelembaban)
Penelitian yang dilakukan oleh Young Mee Choi (2018) yang berjudul A Soft
Casting Technique for Managing Pediatric Hand and Foot Burns bahwa luka bakar pada
anak di area tangan dan kaki sering terjadi pada anak. Kebanyakan cedera ini adalah
ketebalan parsial dan paling spontan untuk sembuh. Untuk mencapai hasil yang optimal,
jenis luka bakar ini membutuhkan pelindung untuk merawat ekstremitas yang cedera,
35
mempercepat penyembuhan dan mencegah efek samping karena perawatan luka yang
dilakukan dua kali sehari dapat mempengaruhi psikologi anak, biaya perawatan lebih
mahal serta kadang harus berulang kali ke rumah sakit karena nyeri dan perubahan
struktur kulit.
Semua pasien yang datang ke pusat luka bakar menjalani penilaian dan perawatan
awal yang sama termasuk pemeriksaan menyeluruh, pembersihan, dan debridemen kulit
melepuh oleh tim luka bakar. Perawatan luka dan posisi ekstremitas yang terkena adalah
dikelola dengan menggunakan teknik pengecoran lembut , yang telah digunakan di pusat
luka bakar kami sejak tahun 2001. Teknik ini melibatkan penempatan luka yang optimal,
penempatan balutan Adaptic® nonadherent (Medline®, Northfield, IL) yang diresapi
dengan salep antibiotik tiga (neomisin) , 3,5 mg / g; seng bacitracin, 400 unit / g; dan
polymyxin B sulfate, 5000 unit / g) ke luka (gambar 1).
Gambar 1 : Penempatan Adaptic yang diresapi antibiotik pada luka bakar bersih dan diikuti oleh
gulungan kasa melingkar, kemudian plester dan bahan pengecoran lembut
36
Tangan atau kaki yang terkena kemudian secara melingkar dibungkus dengan
digulung kasa. Cast padding digunakan untuk melindungi tonjolan tulang dan ditempatkan
di atas bungkus kasa kering. Plaster digunakan untuk membentuk pemosisian spesifik dan
membantu penguatan di bawah gips lunak lalu dibungkus dengan Coban wrap (gambar
2). Setiap pasien diganti setiap minggu sampai luka bakar sembuh. Setelah 7-10 hari, salep
antibiotik tiga kali dialihkan ke salep Nystatin untuk profilaksis infeksi jamur.
Gambar 3 : Anak (6 tahun) yang menderita luka bakar minyak ke tangan kirinya menjalani perawatan teknik
pengecoran lembut. (1) menunjukkan luka bakar awal pada saat kunjungan klinik luka bakar awal (postburn hari ke
dua). (2) diperoleh pada hari postburn tujuh. (3) menunjukkan luka re-epitelisasi pada hari postburn 11.
37
Ada beberapa tipe balutan luka dan lebih dari satu dapat direkomendasikan untuk dipakai
merawat luka hingga sembuh. Untuk hal ini, kita perlu memahami tentang tipe balutan
luka yang dapat kita pilih dan gunakan, yang akan dijelaskan berikut ini.
Foam/Busa
Balutan foam/busa dapat menyerap banyak cairan, sehingga digunakan pada tahap awal
masa pertumbuhan luka, bila luka tersebut banyak mengeluarkan drainase. Balutan busa
nyaman dan lembut bagi kulit dan dapat digunakan untuk pemakaian beberapa hari.
Bentuk, ukuran, dan ketebalan dari busa tersebut sangat bervariassi, dengan atau tanpa
perekat pada permukaannya.
Contoh :
Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan yang
kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekap pada permukaan
luka atau sekitar kulit pada pinggir luka. Hasilnya menghindarkan luka dari trauma akibat
balutan saat mengganti balutan, dan membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon
lunak ini dirancang untuk luka dengan drainase dan luas.
Contoh :
38
Balutan wafer berperekat/ balutan hydrocolloid
Balutan hidrokoloid ”water-loving” dirancanga elastis, merekat, dan dari agen-agen gell
(seperti pectin atau gelatin) dan bahan-bahan absorben/penyerap lainnya. Bila dikenakan
pada luka, drainase dari luka berinteraksi dengan komponen-komponen dari balutan untuk
membentuk seperti gel yang menciptakan lingkungan yang lembab untuk penyembuhan
luka. Balutan hidrokoloid ada dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan, dan
digunakan pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini
biasanya diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya, lokasi
luka, derajad paparan kerutan-kerutan dan potongan-potongan, dan inkontinensia. Balutan
hidrokoloid tidak biasa digunakan pada luka yang terinfeksi.
Contoh :
Hydrogels
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran, seperti serat kasa, atau gel. Gel akan memberi
rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Gel sangat
baik menciptakan dan mempertahankan lingkungan penyembuhan luka yang
moist/lembab dan digunakan pada jenis luka dengan drainase yang sedikit. Gel diletakkan
langsung diatas permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau
kasa) untuk mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung
penyembuhan luka.
Contoh :
Hydrofibers
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau balutan pita
yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan penyerap sama
dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid. Komponen-komponen balutan akan
39
berinteraksi dengan drainase dari luka untuk membentuk gel yang lunak yang sangat
mudah dieliminir dari permukaan luka. Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase
yang sedang atau banyak, dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan sekunder.
Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka yang kering sepanjang kelembaban balutan
tetap dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber
dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah drainase pada luka.
Contoh :
Alginates
Alginat lunak dan bukan tenunan yang dibentuk dari bahan dasar ganggang laut. Alginate
tersedai dalam bentuk ”pad” atau sumbu. Alginate dan hidrofiber merupakan tipe produk
yang sama. Paa kasus ini, alginate akan menjadi lunak, tidak lengket dengan luka.
Alginate juga digunakan pada luka dengan drainase sedang hingga berat dan tidak dapat
digunakan pada luka yang kering. Balutan dapat dipotong sesuai kebutuhan, bentuk luka
yang akan dibalut, atau dapat dilapisi untuk menambah penyerapan.
Contoh :
Gauze
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau kombinasi
dari serat lainnya. Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung
40
pada benangnya. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti
balutan basah lembab normal saline. Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab
normal saline, digunakan untuk debridement non selektif (mengangkat debris dan atau
jaringan yang mati). Banyak kasa yang bukan tenunan dibuat dari poliester, rayon, atau
campuran bermacam serat yang ditenun seperti kasa katun tetapi lebih kuat, besar, lunak,
dan lebih menyerap. Beberapa balutan, seperti kasa saline hipertonik kering digunakan
untuk debridemen, berisi bahan-bahan yang mendukung penyembuhan. Produk lainnya
berisi petrolatum atau elemen penyembuh luka lainnya dengan indikasi yang sesuai
dengan tipe lukanya.
Dengan memahami hal tersebut diatas maka perawat dapat memilih balutan yang tepat
untuk digunakan saat merawat luka.
Transparan Film
Contoh:
Pembersih Luka
Membersihkan permukaan luka dengan mengangkat bakteri dan drainase. Produk yang
digunakan dapat mengandung deterjen. Dapat juga digunakan normal saline untuk
membersihkan luka tanpa membahayakan jaringan yang baru tumbuh.
Contoh :
41
Penyembuhan luka membutuhkan pendekatan :
1. Patient centered: ingat selalu bahwa apa yang menyebabkan sesorang menderita
luka dan atau luka kronik. Kita dapat mengembangkan rencana penanganan yang
baik tetapi bila pasien tidak melibatkan pasien akan berhasil.
2. Holistic: praktek yang baik membutuhkan pengkajian pasien ”whole”/secara
menyeluruh, bukan ”lubang pada pasien”/”hole in the patient”. Semua
kemungkinan faktor-faktor yang berkontribusi harus dieksplorasi.
3. Interdisciplinary: perawatan luka adalah bisnis yang komplek membutuhkan
ketrampilan dari berbagai disiplin, ketrampilan perawatan, fisioterapis, terapi
okupasi, dietisian, dan dokter umum dan spesialis (dermatologis, bedah plastik,
dan bedah vaskular sesuai dengan yang dibutuhkan). Kadang-kadang
memerlukan/melibatkan pekerja sosial.
4. Evidence based: pada saat ini lingkungan penanganan harus berdasarkan pada
kebaikan dan ”cost efekctive”.
2.4 Managing Skin Integrity, Wound Healing and Care dalam Keperawatan
kritis
Pasien yang dirawat di ruang ICU dengan gangguan status mental misalnya oleh
karena stroke, injuri kepala atau penurunan kesadaran tidak mampu untuk merasakan atau
mengkomunikasikan nyeri yang dirasakan atau pasien merasakan adanya tekanan namun
mereka tidak bisa mengatakan kepada orang lain untuk membantu mereka mengubah
posisi. Bahkan ada yang tidak mampu merasakan adanya nyeri atau tekanan akibat
42
menurunnya persepsi sensori. Pasien yang dirawat di ruang ICU mengalami kelembaban
kulit yang berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang mengalirkan
oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontensia, menyebabkan perlunakan pada kulit
(maserasi), sehingga lebih rentan terhadap kerusakan akibat tekanan dan mengalami
dekubitus. Lingkungan yang lembab meningkatkan risiko dekubitus lima kali lipat. Pasien
dengan trauma besar, luka bakar , dan sepsis dan yang telah menjalani operasi besar yang
dirawat di ruang ICU terjadi perubahan metabolisme sehingga berada dalam keadaan gizi
buruk. Status nutrisi merupakan faktor risiko kritis terhadap berkembangnya dekubitus.
Keutuhan kulit dan penyembuhan luka akan lebih baik jika pasien berada pada kondisi
keseimbangan nitrogen yang positif dan kadar serum protein yang adekuat. Metabolisme
yang diubah mengarah ke dalam keseimbangan nitrogen negatif akan berisiko tinggi
mengalami kerusakan jaringan dan penyembuhan luka yang sulit. Kerusakan jaringan
pada kondisi nitrogen yang negatif dipicu oleh adanya proses katabolisme dimana hati
akan mengubah protein dalam tubuh menjadi energy. Protein ini diambil dari masa otot.
Hal ini menyebabkan terjadinya pengecilan masa otot dan terhambatnya pembentukan
jaringan baru. Rendahnya albumin serum dapat menyebabkan edem interstisial yang
berdampak menurunnya status nutrisi ke jaringan. Pasien dengan albumin serum < 35
gram / liter sebesar 75 % mengalami dekubitus, dibandingkan pasien dengan albumin
serum > 35 gram / liter hanya 16 % mengalami dekubitus.
Beberapa pasien penyakit kronik seperti diabetes atau penyakit vaskular perifer
lainnya yang mengancam kehidupan dirawat di ICU untuk dapat dievaluasi status
kesehatannya. Penyakit pembuluh darah ini akan menghalangi aliran darah yang
dibutuhkan oleh bagian tubuh tersebut sehingga menimbulkan kerusakan jaringan.
Gangguan sirkulasi dan ventilasi akan mengurangi oksigenasi jaringan lebih lanjut akan
memperburuk penggunaan obat – obatan. Beberapa peneliti telah melakukan survei obat
ICU dengan efek samping yang potensial mempengaruhi pemeliharaan integritas kulit.
Obat vasoaktiv seperti norepinefrin menyebabkan vasokonstriksi dan mengurangi perfusi
jaringan perifer dan kapiler aliran darah yang pada akhirnya dapat terjadi edema
interstitial.
Pemberian posisi lebih dari 30 derajat pada pasien akan terjadi penekanan pada
area sacrococcygeal . Pada keadaan ini pasien bisa merosot kebawah sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak ke bawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat
43
mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah serta kerusakan pada jaringan bagian dalam
seperti otot namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit. Kondisi
otot yang spastik dan paralitik meningkatkan kerentanan terjadinya dekubitus yang
berhubungan dengan gesekan dan robekan.
Tanda – tanda luka dekubitus terjadi akibat posisi pasien yang tidak berubah/
imobilisasi dalam jangka waktu lebih dari 6 jam. Dekubitus terjadi mulai pada lapisan
kulit paling atas atau epidermis jika aliran darah, nutrisi dan oksigen terhambat lebih dari
2-3 jam. Iskemik primer terjadi pada otot dan kerusakan jaringan kulit sesuai dengan
kenaikan besar dan lamanya tekanan. Tekanan daerah kapiler berkisar antara 16 mmHg –
33 mmHg. Bila tekanan masih berkisar pada batas – batas tersebut sirkulasi darah terjaga
dan kulit akan tetap utuh. Pasien yang tidak mampu melakukan mobilisasi maka tekanan
daerah sakrum akan mencapai 60 – 70 mmHg dan di daerah tumit mencapai 30 –
45mmHg. Keadaan ini akan menimbulkan perubahan degeneratif secara mikrosopik pada
semua lapisan jaringan mulai dari kulit sampai tulang. Mula – mula kulit tampak
kemerahan yang tidak hilang setelah tekanan dihilangkan. Pada tahap dini ini, nekrosis
sudah terjadi hanya batas kulit pada waktu itu belum jelas. Baru setelah beberapa hari
terlihat kulit kemerahan dan mengelupas sedikit, kemudian terlihat suatu defek kulit.
44
Setelah 1 minggu atau 10 hari terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan
mengakibatkan nekrosis yang mencapai tulang atau fasia di dasarnya.
Pencegahan Dekubitus
Pencegahan dari dekubitus adalah prioritas utama dalam merawat pasien dan tidak
terbatas pada pasien yang mengalami pembatasan mobilitas. Survei yang dilakukan pada
tahun 1996 terhadap 3 (tiga) rumah sakit pendidikan di Australia bagian barat: Royal Perth
Hospital, Fremantle Hospital dan Sir Charles Gairdner, ditemukan prevalensi dekubitus
rata-rata sebanyak 13.4%. Ditelusuri dari angka tersebut sebanyak 9.2% merupakan
kejadian dekubitus yang didapat dari rumah sakit.
45
n. Hindari melakukan pemijatan pada daerah diatas permukaan tonjolan tulang.
o. Gunakan bantal untuk menaikkan area –area yang tertekan.
p. Pertahankan linen dalam keadaan bersih, kering dan bebas dari kerutan.
q. Siapkan tempat tidur dengan menggunakan bantalan kaki.
r. Gunakan tempat tidur dan kasur khusus, jika tersedia.
s. Hindari penggunaan bantalan donat pada daerah sakral.
t. Hindari penggunaan air panas, gunakan sabun yang lembut saat mandi.
u. Monitor sumber tekanan dan gesekan
v. Gunakan pelindung bahu dan tumit, sesuai kebutuhan
w. Berikan trapeze untuk membantu pasien dalam mengangkat badan
x. Berikan asupan nutrisi yang adekuat, terutama protein, vitamin B dan C, zat
besi dan kalori, suplemen, sesuai kebutuhan.
y. Bantu pasien memperthankan berat badan yang sehat.
z. Ajarkan anggota keluarga dan pemberi perawatan lain tentang tanda-tanda
kerusakan kulit, sesuai kebutuhan.
46
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur
anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Penggunaan ilmu
dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal
jika digunakan secara tepat.
Semua tujuan manajemen luka adalah untuk membuat luka stabil dengan
perkembangan granulasi jaringan yang baik dan suplai darah yang adekuat, hanya
cara tersebut yang membuat penyembuhan luka bisa sempurna. Untuk memulai
perawatan luka, pengkajian awal yang harus dijawab adalah, apakah luka tersebut
bersih, atau ada jaringan nekrotik yang harus dibuang, apakah ada tanda klinik
yang memperlihatkan masalah infeksi, apakah kondisi luka kelihatan kering dan
terdapat resiko kekeringan pada sel, apakah absorpsi atau drainage objektif
terhadap obat topical dan lain-lain.
3.2 Saran
Sebaiknya dalam perawatan luka dilakukan dengan cara yang benar sesuai
dengan prosedur, peralatan yang steril dan kemampuan yang bisa
dipertanggungjawabkan. Agar luka tidak bertambah parah dan cepat
disembuhkan. Setiap perawat harus mengetahui teknik perawatan luka pada anak
agar bukan luka saja yang terlihat baik, tetapi juga psikologis anak selama
menjalani perawatan.
47
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Alih bahasa Agung
waluyo. Editor Smeltzer Suzanne C. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda jual. 2000. Buku Diagnosa Keperawatan, Aplikasi Pada Praktek
Klinis.Alih bahasa Tim Program Studi Ilmu keperawatan UNPAD. Edisi 6.
Jakarta EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3.Jakarta : EGC.
Hidayat,A.Azis. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Suriadi dan Rita.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak.Jakarta : Penebar Swadaya.
Young Mee Choi dkk. (2018) yang berjudul A Soft Casting Technique for Managing
Pediatric Hand and Foot Burns.
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57