Professional Documents
Culture Documents
Kredo Puisi (1973) Gejala Sastra Kredo puisi merupakan ungkapan persaksian yang
mengandung wawasan estetik puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri. Kredo puisi ini
mula-mula dimuat dalam majalah Horison No.12 Th.IX, Desember 1974, halaman 361 dan
kemudian dimuat sebagai pengantar kumpulan O (dalam O Amuk Kapak, 1981) yang
lengkapnya berbunyi seperti dikutip sebagai berikut. "Kata-kata bukanlah alat
mengantarkan pengertian. Dia bukanlah seperti pipa yang menyalurkan air. Kata-kata
adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas. Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah
kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah
pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam. Dalam kesehari-harian
kata cenderung dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. Dianggap
sebagai pesuruh untuk menyampaikan pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang
merdeka sebagai pengertian. Kata-kata haruslah bebas dari penjajahan pengertian, dari
beban idea. Kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri. Dalam puisi saya, saya
bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelenggu mereka seperti Kamus dan
penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata-kata
tertentu dengan dianggap kotor (obscene) serta penjajahan gramatika. Bila kata-kata telah
dibebaskan, kreativitas pun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya
sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, dan menentukan kemauannya sendiri.
Pendadakan yang kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi
sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap
fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tak terduga sebelumnya, yang kreatif. Dalam
(penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. Dalam gairahnya karena telah
menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari di atas kertas, mabuk
dan menelanjangi dirinya sendiri, mundar mandir berkali-kali menunjukkan muka dan
belakangnya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk
memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling
bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila
perlu membunuh dirinya sendiri untuk menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak
terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya. Sebagai penyair saya hanya
menjaga–sepanjang tidak mengganggu kebebasannya–agar kehadirannya yang bebas
sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal.
Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata
pada awal mulanya. Pada mulanya – adalah Kata. Dan Kata Pertama adalah Mentera. Maka
menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada Mentera." Sutardji Calzoum
Bachri, Bandung, 30 Maret 1973. Dengan kredo puisinya itu, pembaca mendapat alat
penting dalam memahami sajak Sutardji Calzum Bachri dan sekaligus juga memahami
sikap kepenyairannya. Dengan demikian, Kredo Puisi dapat dapat dipandang sebagai
pertanggungjawaban Sutarji Calzum Bachri dalam memperlakukan bahasa untuk
menciptakan puisi.
ANTOLOGI : “O“ , “AMUK“ , “KAPAK”
Mantera
lima percik mawar
tujuh sayap merpati
sesayat langit perih
dicabik puncak gunung
sebelas duri sepi
dalam dupa rupa
tiga menyan luka
mangasapi duka
puah!
kau jadi Kau
Kasihku
Hemat
dari hari ke hari
bunuh diri pelan-pelan
maut menabungKu
segobang-segobang
1977
Tragedi Winka dan Sihka
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
Ah
rasa yang dalam!
datang Kau padaku!
aku telah mengecup luka
aku telah membelai aduhai!
aku telah tiarap harap
aku telah mencium aum!
aku telah dipukau au!
aku telah meraba
celah
lobang
pintu
aku telah tinggalkan puri purapuraMu
rasa yang dalam
rasa dari segala risau sepi dari segala nabi tanya dari segala nyata sebab dari segala abad sungsang dari
segala sampai duri dari segala rindu luka dari segala laku igau dari segala risau kubu dari segala buku
resah dari segala rasa rusuh dari segala guruh sia dari segala saya duka dari segala daku Ina dari sega- la
Anu puteri pesonaku!
datang Kau padaku!
siapa sungai yang paling derai siapa langit yang paling rumit
siapa laut yang paling larut siapa tanah yang paling pijak si-
apa burung yang paling sayap siapa ayah yang paling tunggal
siapa tahu yang paling tidak siapa Kau yang paling aku kalau
tak aku yang paling rindu?
Ah
rasa yang dalam
aku telah tinggalkan puri purapuraMu
yang mana sungai selain derai yang mana gantung selain sambung
yang mana nama selain mana yang mana gairah selain resah yang
mana tahu selain waktu yang mana tanah selain tunggu
yang mana tiang
selain
Hyang
mana
Kau
selain
aku?
nah
rasa yang dalam
tinggalkan puri puraMu!
Kasih! jangan menampik
masuk Kau padaku!
Batu
batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
batu jarum
batu bisu
kaukah itu
teka
teki
yang
tak menepati janji?
batu risau
batu pukau
batu Kau-ku
batu sepi
batu ngilu
batu bisu
kaukah itu
teka
teki
yang
tak menepati
janji?
Tapi
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah!
1976
Daging
daging
coba bilang
bagaimana arwah masuk badan
bagaimana tuhan
dalam denyutmu
jangan diam
nanti aku marah
kalau kulahap kau
aku enak sekejap
aku sedih
kau jadi taik
daging
kau kawan di bumi di tanah di resah di babi babi
daging
ging ging
kugali gali kau
buat kubur
dari hari
ke hari
1979
1973-1974
Para Peminum
di lereng-lereng
para peminum
mendaki gunung mabuk
kadang mereka terpeleset
jatuh
dan mendaki lagi
memetik bulan
di puncak
mereka oleng
tapi mereka bilang
- kami takkan karam
dalam laut bulan –
mereka nyanyi nyanyi
jatuh
dan mendaki lagi
di puncak
semuanya diam dan tersimpan
Ngiau
Suatu gang panjang menuju lumpur dan terang tubuhku me-ngapa panjang. Seekor kucing menjinjit tikus
yang menggele-par tengkuknya. Seorang perempuan dan seorang lelaki bergi-gitan. Yang mana kucing
yang mana tikusnya? Ngiau! Ah gang
yang panjang. Cobalah tentukan! Aku kenal Afrika aku kenal Eropa aku tahu Benua aku kenal jam aku
tahu jentara aku kenal terbang. Tapi bila dua manusia saling gigitan menanamkan gigi-gigi sepi mereka
aku ragu menetapkan yang mana suka yang mana luka yang mana hampa yang mana makna yang mana
orang yang mana kera yang mana dosa yang mana surga.
Hilang (Ketemu)
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
Luka
ha ha
1976
husspuss
diamlah
kasihani mereka
mereka sekedar penyair
husspuss
maafkan aku
aku bukan sekedar penyair
aku depan
depan yang memburu
membebaskan kata
memanggilMu
pot pot pot
pot pot pot
kalau pot tak mau pot
biar pot semau pot
mencari pot
pot
hei Kau dengar manteraku
Kau dengar kucing memanggilMu
izukalizu
mapakazaba itasatali
tutulita
papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu
tutukaliba dekodega zamzam lagotokoco
zukuzangga zagezegeze zukuzangga zege
zegeze zukuzangga zegezegeze zukuzang
ga zegezegeze zukuzangga zegezegeze zu
kuzangga zagezegeze aahh....!
nama nama kalian bebas
carilah tuhan semaumu
Walau
walau penyair besar
takkan sampai sebatas allah
kalau mati
mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat
jiwa membumbung dalam baris sajak
1979
Pengertian Puisi Kontemporer, Ciri-Ciri,
Unsur-Unsur, dan Jenis-Jenis Puisi
Kontemporer Beserta Contohnya
Pengertian Puisi Kontemporer – Dalam kesempatan kali ini admin ingin membahas mengenai
puisi kontemporer. Mungkin diantara sobat ada yang sudah mengerti atau memahami apa itu
puisi kontemporer. Namun tidak bisa dipungkiri jika masih ada yang belum terlalu memahami
atau bahkan belum mengerti sama sekali mengenai apa itu puisi kontemporer. Bagi sobat yang
masih bingung mengenai puisi kontemporer, sobat bisa menyimak penjelasan mengenai puisi
kontemporer di bawah ini untuk memahami lebih lanjut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kontemporer berarti Waktu Kini. Jadi, Puisi
Kontemporer adalah puisi yang diciptakan waktu kini. Puisi ini terlihat kekinian dari kebebasan
pembuatannya, puisi ini tidak terikat pada bentuk dan rima. Tujuan diciptakan puisi ini yaitu
untuk menyampaikan gagasan. Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang berperan penting dalam puisi
kontemporer di Indonesia diantaranya :
Sutardji Calzoum Bachri, terkenal dalam karyanya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
Ibrahim Sattah, terkenal dalam kumpulan puisi Hai Ti
Hamid Jabbar, terkenal dalam kumpulan puisi Wajah Kita
Unsur bunyi yakni susunan baris atau bait dan cara penulisan huruf
Enjambemen yakni pemotongan kalimat atau frase
Unsur kelakar
1. Puisi Mantra
Puisi mantra adalah enis puisi kontemporer yang satu ini berkaitan dengan salah satu jenis puisi
lama yaitu mantra. Puisi mantra pertama kali dikenalkan oleh Sutardji Calzoum Bachri. Ciri-ciri
Puisi mantra diantaranya :
Berikut ini salah satu contoh puisi mantra karya Sutardji Calzoum Bachri :
Shang Hai
Kata “mbeling” berasal dari bahasa Jawa yang berarti nakal atau sulit diatur. Arti kata mbeling
ternyata sesuai dengan ciri khas puisi ini. Ketentuan numum dalam puisi tidak berlaku dalam
puisi mbeling. Puisi mbeling tidak mengikuti aturan. Ciri-ciri puisi mbeling, diantaranya :
Kesejukan
kesejukan
di tengah kota
pasti AC
kesejukan
di tengah kampung
sepoi angin
yang satu
membuang uang
karena kebutuhan
yang satu
gratis menyehatkan
3. Puisi Konkret
Puisi konkret adalah jenis puisi kontemporer yang menitikberatkan pada tampilan grafis susunan
katanya. Susunan grafis tersebut dapat menyerupai gambar tertentu. Contoh puisi konkret yaitu :
Cinta
4. Puisi Tanpa Kata
Puisi kontemporer jenis ini tidak menggunakan kata untuk mengungkapkan ekspresinya, namun
sebagai gantinya digunakan titik, garis, huruf atau simbol tertentu. Berikut contoh puisi tanpa
kata :
mati
———————m—————-
———-a—————————-
Puisi Tanpa Kata
Puisi kontemporer jenis ini tidak menggunakan kata untuk mengungkapkan ekspresinya, namun sebagai
gantinya digunakan titik, garis, huruf atau simbol tertentu. Berikut contoh puisi tanpa kata:
mati
———————m—————-
———-a—————————-
—————————-t———-
—————i—————-i!!!!!!!!!!
Reformasi
RR R
RRRRR
RRRRRRRRR
RRRRRRRRR
RRRRRRRR
!! REFORMASI !!
Merapi
merapi…
gagah bak penguasa
asap putih memayungimu
lebat hutan pengawalmu
sejarah laharmu abadi kini
merapi…
saumpamane kowe bisa nguri-uri
kabeh sing kaleksana ing tanah Jawi
prilakune manungsa
becik lan ora
marang alam
karunia sang Illahi.
GIRISA
Ya meraja jaramaya
Ya marani niramaya
Ya silapa palasiya
Ya mirado rodamiya
Ya midosa sadomiya
Ya dayuda dayudaya
Ya siyaca cayasiya
Ya sihama mahasiya
Tidak
keheningan
bukanlah sepi
kesepian
bukanlah sunyi
penderitaan
bukanlah luka
pertanyaan
bukanlah ketidakpercayaan
menghilang
bukanlah ketakutan
firasat
jadi pertanda
kau pergi
tuk selamanya!