You are on page 1of 7

Laporan Pendahuluan

Pada Tn. J dengan Septoplasty Atas Indikasi Septum Deviasi grade 3


di OK. 8 (Bedah THT) RS. Dr. Saiful Anwar Malang

Nike Ruspitasari
NIM. 1501410021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MALANG
2016
A. Definisi Deviasi Septum
Deviasi septum nasi adalah kelainan bentuk septum nasi akibat trauma dan pertumbuhan tulang
rawan yang tidak seimbang. Bentuk septum nasi yang normal adalah lurus dan berada di tengah rongga
hidung kecuali septum nasi orang dewasa yang tidak lurus sempurna.
Dikatakan septum deviasi jika terdapat penyimpangan dari media spenoidalis oleh adanya
perubahan struktur mukosa tulang rawan.
Septum deviasi dikatakan juga hidung bengkok karena adanya penyimpangan garis tengah disertai
obstruksi Nasi yang idiopatik.
Deviasi septum yang ringan (1 atau 2 mm) masih dalam batas normal dan tidak akan mengganggu,
akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, akan menyebabkan penyempitan pada salah satu sisi hidung.
Ada 4 bentuk deformitas septum nasi, yaitu :
1. Deviasi. Deviasi septum nasi berbentuk huruf C dan S.
2. Dislokasi. Bagian bawah tulang rawan septum nasi keluar dari krista maksila dan masuk ke
dalam rongga hidung.
3. Penonjolan. Penonjolan tulang dan kartilago septum nasi berbentuk krista dan spina. Bentuk
krista berupa penonjolan yang memanjang dari depan ke belakang. Bentuk spina berupa
penonjolan yang runcing dan pipih.
4. Sinekia. Sinekia merupakan pertemuan dan perlekatan antara deviasi atau krista septum nasi
dengan konka nasi yang berada di hadapannya sehingga makin memperberat obstruksi nasi
(Fatih, 2010).

B. Anatomi
Anatomi
Septum nasi adalah suatu dinding yang memisahkan hidung menjadi dua rongga yang terdiri dari
bagian karilago yang lunak, kartilago quadrangularis, tulang yang sangat tipis, lamina perpendicularis
os ethmoidalis, dan tulang yang lebih tebal, yakni os vomer, dan bagian-bagian kecil dari os maxilla,
os palatum, os nasal, dan os sphenoidalis
Septum nasi dilapisi oleh membran mukosa dimana sel-sel epitelnya merupakan jenis sel epitel
pseudostratified kolumna yang bersilia yang dikenal sebagai mukosa respiratorius. Lapisan ini
berhubungan erat dengan periosteum dan pericondrium. Area bagian bawah dikenal sebagai regio
respirasi sedangkan bagian atas dikenal sebagai regio olfaktorius sebab epitelnya mengandung sel-sel
olfaktorius.
Diantara para ahli ada yang membagi deformitas septum nasi menjadi 4 dan ada yang
membaginya menjadi 7 (klasifikasi Mladina). Pembagian menjadi 4 macam deformitas septum nasi
meliputi:

1. Deviasi,berbentuk huruf C atau S


2. Dislokasi, yaitu bagian bawah kartilago septum keluar dari krista maksilla dan masuk ke
dalam rongga hidung
3. Penonjolan tulang atau tulang rawan septum, bila memanjang dari depan ke belakang disebut
krista, dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina
4. Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya disebut
sinekia. Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi4.
Pembagian menjadi 7 macam deformitas septum nasi meliputi:
1. Penonjolan unilateral yang tidak mengganggu katup hidung
2. Penonjolan unilateral yang mengganggu fungsi katup hidung
3. Satu penonjolan yang terdapat di bagian atas konka nasalis media
4. Satu penonjolan di bagian atas konka nasalis media dan satu penonjolan lainnya di sisi yang
berlawanan
5. Satu jembatan terbentuk di bagian bawah septum
6. Terdapat sulcus di bagian caudo-ventral septum, sedangkan di sisi yang berlawanan terbentuk
jembatan sehingga menambah ketidaksimetrisan rongga hidung
7. Pola yang merupakan campuran deformitas 1 – 6

C. Etiologi Deviasi Septum


Trauma merupakan penyebab terbanyak deviasi septum nasi. Trauma bisa saja kita alami sesudah
lahir, selama partus dan masa janin intrauterin. Ketidakseimbangan pertumbuhan tulang rawan septum
nasi yang terus tumbuh dapat pula menyebabkan deviasi septum nasi dimana pada saat bersamaan batas
atas dan batas bawah septum nasi telah menetap. Deviasi septum nasi yang ringan tidak menimbulkan
gangguan. Gangguan dapat terjadi pada deviasi septum nasi yang cukup berat. Fungsi hidung akan
terganggu dan lama-kelamaan bisa menyebabkan komplikasi.

D. Patofisiologi
Trauma yang terus menerus pada tulang rawan hidung secara langsung atau pun tidak langsung

perubahan dan pertumbuhan struktur mukosa tulang rawan

drainage dari sekret terganggu

hidung bebrau dan dirasa buntu

Septoplasty

E. Gejala Klinis
 Obstruksi pada Hidung
 Rasa nyeri pada kepala dan disekitar mata
 Gangguan indra penciuman
F. Pemriksaan Penunjang
1. Radiologi
Foto waters adanya kelainan tulang hidung
2. Pemeriksaan laboratorium
meliputi : Darah lengkap, Faal hemostasis.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bervariasi dari tidak melakukan apa-apa bila pada hakekatnya pasien
asimtomatik, pemberian analgesik bila pasien menderita sakit kepala, dekongestan untuk
mengurangi sekret, antibiotik untuk mencegah infeksi sampai pembedahan septum yang luas.
Aspek pentingnya seberapa jauh gejala tersebut mengganggu pasien. Operasi ini harus
dilakukan oleh ahli yang mengetahui cara pembedahan saluran pernapasan hidung.
Pembedahan deviasi septum mempunyai indikasi primer obstruksi saluran pernapasan
hidung. Indikasi-indikasi lain timbul pada pasien yang mengalami epistaksis; pada kasus ini
septum perlu dioperasi untuk membuang deformitas dan mencapai lokasi perdarahan1. Suatu
operasi mungkin diperlukan karena deformitas ini merupakan predisposisi bagi rinosinusitis
berulang atau karena abnormalitas bermakna yang tidak hanya mengganggu fungsi saluran
pernapasan hidung dengan menimbulkan obstruksi hidung tetapi juga menyebabkan gejala-
gejala seperti nyeri kepala dan nyeri wajah. Indikasi lain bagi operasi septum nasi adalah untuk
mencapai os sphenoidalis bagi lesi-lesi di sinus sphenoidalis, atau untuk mencapai sella tursika
dan kelenjar pituitaria. Lebih lanjut, indikasi terpenting pembedahan septum nasi adalah
obstruksi saluran pernapasan hidung sewaktu bernapas.
Ada 2 jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan yang nyata
yaitu reseksi submukosa dan septoplasti.
Reseksi subkumukosa (submucous septum resection, SMR) merupakan oprasi
mukoperikondrium dan mukoperiosteum kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang
septum. Bagian tulang atau tulang rawan septum kemudian diangkat, sehingga
mukoperikondrium dan mukoperiosteum sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis
tengah. Pada umumnya operasi ini telah digantikan oleh rekonstruksi atau reposisi septum nasi.
Septoplasti atau reposisi septum. Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok direposisi.
Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Insisi kecil dibuat pada hidung sehingga
tulang dan tulang rawan hidung dapat diinspeksi dengan baik. Tonjolan-tonjolan tulang yang
ada disingkirkan. Tulang rawan yang menyimpang dikembalikan ke posisinya yang normal.
Tulang-tulang juga dikembalikan ke tengah untuk menjamin aliran udara yang normal. Setelah
itu sepasang splint/stent intranasal dipasang selama beberapa hari biasanya 5 – 7 hari,
tergantung luas tindakan, dan biasanya pasien menggunakan pembalut hidung luar. Splint ini
memungkinkan pasien dapat bernapas dengan melalui hidung dan memudahkan untuk menelan
makanan.

Definisi Septoplasty
Septoplasty didefinisikan sebagai operasi (pembedahan) untuk meluruskan septum hidung yang
menyimpang. Kadang-kadang operasi juga dilakukan untuk alasan kosmetik. Dalam beberapa kasus
septoplasty dilakukan bersama dengan rhinoplasty.
Septoplasty dilakukan melalui lubang hidung untuk mengoreksi deviasi septum. Sayatan dibuat
pada membran yang menutupi septum. Membran ini kemudian dipisahkan dari septum yang kemudian
harus dibentuk kembali. Beberapa bagian dari septum dapat dipotong untuk membuatnya lurus.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Ciri – Ciri Umum (berisi identitas pasien).
2. Riwayat keperawatan
 Keluhan Utama
Tidak dapat bernafas melalui hidung, ada sesuatu yang mengganjal.
 Riwayat Penyakit sekarang.
Adanya keluhan tidak dapat bernafas melalui hidung, hidung terasa nyeri, tidak dapat
makan karena takut tersedak.
 Riwayat penyakit dahulu
Pilek terus menerus, biasanya lebih dari satu tahun dan tidak ada perubahan meskipun
diberi obat.
3. Pemeriksaan Fisik.
Hidung: Ada luka operasi, terdapat tampon + 1,5 mm yang tampak dari luar, pernapasan
pindah ke mulut.

B. Diagnosa
1. Perubahan Pola Nafas berhubungan dengan Tampon Pada Hidung.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka operasi.

C. Intervensi
1. Perubahan pola nafas sehubungan dengan tampon pada hidung.
Tujuan : Perubahan pola nafas teratasi dalam 2x24 jam.
Kriteria hasil : Tampon di lepas, Klien dapat bernafas melalui hidung.

Intervensi Rasional
Jelaskan tentang perubahan pola Klien / keluarga mengerti sebab
nafas dan bernafas melalui mulut. akibat perubahan pola nafas.
Anjurkan klien untuk tidur ½ duduk Membuat paru mengembang
(semi fowler) dan nafas melalui dengan baik
mulut.
Beri tindakan perawatan untuk : Memberi rasa nyaman dan
Oral hygiene, Rawatlukadengan mencegah infeksi.
BWC dan H2O2 dan xylocain/LA
Nebulizer tanpa obat.
Kolaborasi dengan dokter untuk Fungsi interdependent untuk
pemberian kalmethason dan mengencerkan sekret dan
bronchodilator. melonggarkan pernafasan.
Monitor vital sign. Mengetahui kelainan dini.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka operasi.


Tujuan : Nyeri berkurang dalam 2 x 24 jam.
Kriteriahasil : Klien bisa tidur, klien merasa tenang, TD 110/80 mmHg, ND 88 x/menit.
Intervensi Rasional
Kaji faktor – faktor yang Ketakutan / posisi salah dapat
mempengaruhi nyeri, misal takut / meningkatkan respon nyeri.
posisi yang salah.
Kaji tingkat nyeri / lokasi nyeri / Menentukan tindakan
intensitas nyeri. keperawatan dalam hal untuk
penanganan nyeri
Anjurkan klien untuk menggunakan Mengurangi nyeri
teknik :distraksi, relaksasi progresif,
cutaneus stimulation.
Monitor vital sign. Mengetahui kelainan dini
terhadap respon nyeri
Daftar Pustaka

Mangunkusumo, Endang. Nizar, N.W. 2006. Kelainan Septum. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Telinga-Hidung-Tenggorokan, hal.99. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Broek Den Van P. 2009. BUKU SAKU ILMU KESEHATAN TENGGOROK, HIDUNG,
DAN TELINGA. Jakarta: EGC

You might also like